Anda di halaman 1dari 20

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Teori Signal (Signalling Theory)

Teori Signal membahas mengenai dorongan perusahaan untuk

mengungkapkan informasi kepada pihak eksternal karena terjadi asimetri informasi

antara manajemen dengan pihak eksternal. Oleh sebab itu, semua informasi

perusahaan, baik itu informasi keuangan maupun non keuangan harus diungkapkan

oleh perusahaan. Menurut Brigham dan Houston (2010) Teori persinyalan

merupakan suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi

petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek

perusahaan.

Teori persinyalan menjelaskan alasan perusahaan memiliki intensif untuk

melaporkan secara sukarela infrmasi ke pasar modal meskipun tidak ada mandat

dari pasar regulasi. Pelaporan informasi oleh manajemen bertujuan untuk

mempertahankan investor yang tertarik pada perusahaan.informasi keuangan yang

disampaikan juga untuk menghindari adanya informasi asimetri antara perusahaan

dengan pihak eksternal perusahaan. Pihak agen menggunakan pelaporan yang

disajikan dengan dilengkapi penyajian pos laba koprehensif mengisyaratkan

kelengkapan informasi yang dengan demikian akan memberi sinyal positif atas

14
15

penerbitan laporan keuangan. Penelitian laporan keuangan dapat mempengaruhi

harga saham (Wolk, et al.2001).

2.1.2 Teori Kebermanfaatan (Decision Usefulness Theory)

Penyediaan informasi keuangan historis agar lebih bermanfaat biasanya

disebut dengan Decision Usefulness atau bisa disebut juga kebermanfaatan, dimana

teori ini merupakan suatu pendekatan terhadap penyiapan laporan keuangan.

Pendekatan ini memiliki pandangan bahwa apabila kita tidak bisa menyiapkan

laporan kuangan yang secara teoritis berkonsep benar, paling tidak kita dapat

menyusun laporan keuangan historis lebih bermanfaat.

Pendekatan descision usefulness atas informasi akuntansi merupakan suatu

pendekatan terhadap laporan keuangan yang berbasis biaya historis agar menjadi

lebih bermanfaat. Pendekatan ini menitikberatkan pada pengguna laporan

keuangan, keputusan mereka, informasi yang mereka butuhkan, serta kemampuan

mereka memproses informasi akuntansi (Scott, 2009 ; Puspitaningtyas, 2010).

Dalam pendekatan manfaat keputusan ini ada beberapa hal yang harus

dipertanyakan seperti, siapakah pengguna laporan keuangan tersebut dimana

terdapat banyak pengguna laporan keuangan dan akan sangat membantu apabila

pengguna laporan keuangan tersebut dapat digolongkan. Selain itu terdapat juga

pertanyaan apakah persoalan keputusan dari pengguna laporan keuangan, dimana

dengan memahami persoalan ini maka akuntan dapat dengan mudah untuk

menyiapkan kebutuhan informasi. Atau dapat dikatakan, membuat informasi dalam

laporan keuangan dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan yang spesifik bagi
16

pengguna laporan tersebut dalam membantu peningkatan pengambilan keputusan

sehingga dengan cara ini laporan keuangan dapat digunakan lebih bermanfaat.

2.1.3 Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan manajerial adalah pemegang saham dari pihak manajemen yang

secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan. Kepemilikan

manajerial dapat mempengaruhi keputusan pencarian dana melalui hutang dan dana

tersebut dapat dipergunakan oleh perusahaan untuk melakukan reinvestasi di masa

yang akan datang.

Struktur kepemilikan terbagi menjadi dua yaitu, kepemilikan manajerial dan

kepemilikan institusional. pihak manajerial adalah pihak yang menjalankan

perusahaan. Menurut (Nizar dan Shahrul, 2003 dalam Rustendi dan Jimmi,

2008:414) insider adalah pemegang saham, direksi atau pejabat perseroan yang

memiliki proporsi yang signifikan dalam saham perseroan. Menurut (Eahidahwati,

2002 dalam Rustendi dan Jimmi, 2008:414) kepemilikan manajerial merupakan

kepemilikan atas saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam

pengambilan keputusan perusahaan seperti Direktur dan Komisaris.

Menurut Christiawan dan Josua (2007) menyatakan bahwa kepemilikan

manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki saham perusahaan atau dengan

kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham. Dengan adanya

kepemilikan manajerial menunjukan adanya peran ganda seorang manajer, yakni

manajer bertindak juga sebagai pemegang saham. Sebagai seorang manajer

sekaligus pemegang saham, ia tidak ingin perusahaan mengalami kesulitan

keuangan atau bahkan kebangkrutan.


17

Dalam penelitian Sisca Christianty Dewi (2008) pengukuran variabel

kepemilikan manajerial menggunakan persentase saham yang diperoleh dari jumlah

saham manajerial dibagi dengan jumlah saham keseluruhan saham yang beredar.

Skala data yang digunakan adalah rasio.

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑝𝑒𝑚𝑖𝑙𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑝𝑖ℎ𝑎𝑘 𝑚𝑎𝑛𝑎𝑗𝑒𝑚𝑒𝑛


Kepemilikan Manajerial = 𝑥 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟

2.1.4 Kepemilikan Institusional

Kepemilikan Institusional umumnya bertindak sebagai pihak yang

memonitor perusahaan. Kepemilikan saham institusional ini biasanya merupakan

saham yang dimiliki oleh perusahaan lain yang berada didalam maupun diluar

negeri serta saham pemerintah dalam maupun luar negeri (Susiana dan Herawati,

2007). Kepemilikan saham institusi akan meningkatkan pengawasan yang lebih

optimal terhadap kinerja insider (Moh’d, 1998), selanjutnya akan berdampak pada

peningkatan keuntungan perusahaan, menyebabkan nilai perusahaan akan

meningkat juga.

Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan oleh

institusi keuangan seperti perusahaan asuransi, bank, dana pensiun, dan simpanan

bank.adanya pemegang saham seperti kepemilikan institusional memiliki arti

penting dalam memonitor manajemen. Adanya kepemilikan oleh institusional

seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan-perusahaan investasi dan

kepemilikan oleh institusi lain akan mendorong peningkatan pengawasan yang

lebih optimal. Mekanisme monitoring tersebut akan menjamin peningkatan

kemakmuran pemegang saham. Signifikasi kepemilikan institusional sebagai agen

pengawas ditekankan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar
18

modal. Apabila institusional merasa tidak puas atas kinerja manajerial, maka

mereka akan menjual sahamnya ke pasar (Asbar, Emrinaldi, Desmiyawati, 2013).

Dalam penelitian Sisca Christianty Dewi (2008) pengukuran variabel

kepemilikan institusional menggunakan persentase saham yang diperoleh dari

jumlah saham institusional dibagi dengan jumlah keseluruhan saham yang beredar.

Skala data yang digunakan adalah rasio.


𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑝𝑒𝑚𝑖𝑙𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑝𝑖ℎ𝑎𝑘 𝑖𝑛𝑠𝑡𝑖𝑡𝑢𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙
Kepemilikan Institusional = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟
𝑥 100%

2.1.5 Dewan Komisaris Independen

Dewan komisaris merupakan suatu mekanisme mengawasi dan mekanisme

untuk memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan. Kemampuan

dewan komisaris biasanya untuk mengawasi fungsi yang positif dari porsi dan

independensi dari dewan komisaris eksternal dimana dewan komisaris juga

bertanggung jawab atas kualitas laporan yang disajikan.

Dalam peraturan OJK (Otorisasi Jasa Keuangan) dewan komisaris memiliki

perannya masing-masing, dan seluruh pelaksanaan tugas dan wewenangnya

dilakukan dengan itikad baik, hati-hati dan penuh tanggung jawab. Dalam

perkembangan ekonomi saat ini khususnya dibidang pasar modal, menuntut

peningkatan pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik seperti keterbukaan

informasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Skala data yang digunakan adalah

interval.

𝐷𝐾 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐷𝑒𝑤𝑎𝑛 𝐾𝑜𝑚𝑖𝑠𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑃𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎ℎ𝑎𝑎𝑛


19

2.1.6 Dewan Direksi

Dewan direksi merupakan sekelompok direktur yang diketuai oleh presiden

direktur. Dewan direksi bertugas untuk mengelola perusahaan dan melaksanakan

kebijakan-kebijakan perusahaan serta mewakili perusahaan dibawah pengarahan

dewan komisaris. Dewan direksi juga harus memberikan informasi kepada dewan

komisaris dan menjawab hal-hal yang diajukan oleh dewan komisaris.

Dalam peraturan OJK (Otorisasi Jasa Keuangan) dewan direksi memiliki

perannya masing-masing, dan seluruh pelaksanaan tugas dan wewenangnya

dilakukan dengan itikad baik, hati-hati dan penuh tanggung jawab. Dalam

perkembangan ekonomi saat ini khususnya dibidang pasar modal, menuntut

peningkatan pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik seperti keterbukaan

informasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Skala data yang digunakan adalah

Interval.

𝐷𝑒𝑤𝑎𝑛 𝐷𝑖𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐷𝑒𝑤𝑎𝑛 𝐷𝑖𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 𝑃𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎ℎ𝑎𝑎𝑛

2.1.7 Kebijakan Hutang

Salah satu penyebab timbulnya konflik keagenan antara manajer dan

pemegang saham disebabkan oleh keputusan pendanaan. Keputusan pendanaan

secara sederhana dapat diartikan sebagai keputusan manajemen dalam menentukan

sumber-sumber pendanaan dari modal internal yaitu modal ditahan atau dari modal

eksternal, modal sendiri, dan atau melalui hutang (Waluyo et al. 2002 dalam Murni

dan Andriana 2007).


20

Murni dan Andriana (2007) menyatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan

pendanaan, pemegang saham lebih menginginkan pendanaan perusahaan dibiayai

dengan hutang, karena dengan penggunaan hutang hak mereka terhadap perusahaan

tidak akan berkurang. Tetapi manajer tidak menyukai pendanaan tersebut dengan

alasan bahwa hutang mengandung resiko yang tinggi. Manajemen perusahaan

mempunyai kecenderungan untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya

dengan biaya pihak lain. Sehingga perilaku ini disebut dengan keterbatasan

rasional.

Apabila perusahaan mengalami keterbatasan laba ditahan, perusahaan

cenderung memanfaatkan hutang namun bila penggunaan hutang terlalu besar dapat

berdampak pada kebangkrutan (Nuringsih 2005). Berdasarkan dampak ini apabila

perusahaan ingin menghindari hutang yang tinggi, maka laba perusahaan

dialokasikan ke laba ditahan yang digunakan untuk operasi perusahaan dan

investasi di masa yang akan datang sehingga akan mengurangi penggunaan hutang.

Menurut Ismiyanti dan Hanafi (2003) pada tahun 1992 Jensen et al.

Menyebutkan bahwa kebijakan hutang memiliki pengaruh negatif terhadap

kebijakan dividen karena penggunaan hutang yang terlalu tinggi akan menyebabkan

penurunan dividen yang mana sebagian besar keuntungan akan dialokasikan

sebagai cadangan pelunasan hutang. Sebaliknya, pada tingkat hutang yang rendah

perusahaan akan membagikan dividen yang tinggi sehingga sebagian besar laba

digunakan untuk kesejahteraan pemegang saham.

Dalam penulisan Jensen et al. (1992) didukung oleh Megginson (1997) serta

Chen dan Stainer (1999) yang menyatakan bahwa kebijakan hutang mempengaruhi
21

kebijakan dividen secara negatif. Perusahaan dengan tingkat hutang yang tinggi

akan berusaha mengurangi hutangnya. Pengurangan hutang dapat dilakukan

dengan membiayai investasinya dengan sumber dana internal sehngga pemegang

saham akan merelakan dividennya untuk membiayai investasi.

Peningkatan penggunaan hutang akan menurunkan tingkat konflik antar

manager dan pemilik sehingga pemilik tidak terlalu menuntut pembayaran dividen

yang tinggi. Selain itu kebijakan hutang memiliki pengaruh negatif terhadap

kebijakan dividen, karena tingkat penggunaan hutang yang relatif besar maka

perusahaan akan membayar dividen yang tidak terlalu tinggi (Nuringsih 2005).

Dalam kebijakan hutang terdapat dua rasio yang biasanya digunakan untuk

pengukuran yaitu Debt to Equity Ratio dan Debt to Asset Ratio. Dimana Debt to

Asset Ratio adalah rasio yang menghitung dengan membagi total hutang (jangka

panjang dan jangka pendek) dengan total aset.

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔
𝐷𝑒𝑏𝑡 𝑡𝑜 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡

Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa banyak aset yang dibiayai oleh

hutang. Sebagai contoh, debt ratio 50% menunjukan bahwa 50% dari aset dibiayai

oleh hutang. Semakin rendah nilai debt ratio biasanya akan semakin baik.

Sedangkan umumnya Debt ratio lebih besar dari 1 sebaiknya dihindari, karena jika

kreditor menagih dan semua aset dijual pun tidak mampu membayar hutang jangka

panjangnya.

Selain itu Debt to Equity Ratio adalah rasio yang dihitung dengan membagi

total hutang dengan total ekuitas (modal).


22

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔
𝐷𝑒𝑏𝑡 𝑡𝑜 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑘𝑢𝑖𝑡𝑎𝑠

Sama seperti Debt to Asset Ratio, rasio ini juga mengindikasikan kemampuan

perusahaan untuk membayar utang jangka panjang. Debt to Equity Ratio yang

tinggi sama seperti kalau anda mengunakan margin terlalu besar.

2.1.8 Profitabilitas

Rasio profitabilitas adalah sekelompok rasio yang menunjukkan gabungan

efek dari likuiditas, manajemen aktiva, dan hutang pada hasil-hasil operasi

(Brigham dan Houston 2003:107). Rasio profitabilitas mengukur kemampuan

perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dari kegiatan bisnis yang dilakukan.

Hasilnya, investor dapat melihat seberapa efisien perusahaan menggunakan aset

dan dalam melakukan operasinya untuk menghasilkan keuntungan. Rasio

profitablitas merupakan hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan yang

dilakukan oleh perusahaan.

Menurut Nuringsih (2005) pada tahun 1990 Chang dan Ree menyebutkan

bahwa profitabilitas berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. Penelitian ini

bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh jersen et al. (1992) yang

menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen

karena semakin tinggi laba semakin tinggi pula arus kas dalam perusahaan maka

perusahaan diharapkan akan membayarkan dividen yang lebih tinggi.

Penelitian jersen et al. (1992) didukung oleh sudarsi (2002) yang

menyebutkan bahwa semakin besar keuntungan perusahaan maka semakin besar

dalam membayar dividennya. Namun dalam penelitian Nuringsih (2005)

menyebutkan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen


23

karena laba yang diperoleh perusahaan dialokasikan pada laba yang ditahan untuk

biaya investasi sehingga membayar dividen menjadi rendah.

Profitabilitas juga menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau

modal yang menghasilkan laba tersebut. Dengan kata lain, profitabilitas adalah

kemampuan suatu perusahaan untuk mencapai laba. Profit merupakan hasil

kebijakan manajemen, maka kinerja perusahaan dapat diukur dengan profit.

Menurut Brigham dan Houston (2009) profitabilitas merupakan hasil akhir

dari sejumlah kebijakan dan keputusan manajemen perusahan. Dengan demikian

dapat dikatakan profitabilitas perusahaan merupakan kemampuan perusahaan

dalam menghasilkan laba bersih dari aktivitas yang dilakukan pada periode

akuntansi.

Profitabilitas pada intinya merupakan suatu indikator kinerja yang dilakukan

manajemen dalam mengelola kekayaan perusahaan yang ditujukan oleh laba yang

dihasilkan. Secara garis besar, laba yang dihasilkan perusahaan berasal dari

penjualan dan investasi yang dilakukan oleh perusahaan.

Dalam profitabilitas terdiri dari berbagai rasio yang dapat digunakan

perusahaan untuk mengukur kemampuan dalam membagikan dividen seperti

Return On Equity (ROE) dimana rasio ini merupakan rasio yang dihitung dengan

membagi laba dengan modal pemegang saham, ROE ini dinyatakan dalam

persentase.

𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒
𝑅𝑂𝐸 =
𝐴𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑆ℎ𝑎𝑟𝑒ℎ𝑜𝑙𝑑𝑒𝑟 ′ 𝑠𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦

Selain ROE terdapat juga rasio yang menghitung dengan membagi laba

dengan total aset perusahaan yaitu Return On Asset (ROA). ROA juga merupakan
24

rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat profitabilitas suatu perusahaan.

Semakin besar tingkat ROA maka akan semakin baik, karena untuk aset yang sama

perusahaan akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar, sehingga untuk

menghasilkan ROA yang tinggi maka perusahaan sangatlah dituntut untuk

mengalokasikan investasinya pada aset yang lebih menguntungkan.

𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘


𝑅𝑂𝐴 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡

Selain ROE dan ROA untuk mengukur profitabilitas juga terdapat ROI atau

Return on Investment. Menurut S. Munawir (2007) ROI adalah salah satu bentuk

dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk mengukur kemampuan

perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang

digunakan untuk operasinya perusahaan dalam menghasilkan keuntungan.

𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘


𝑅𝑂𝐼 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎

2.1.9 Ukuran perusahaan

Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar

kecilnya perusahaan menurut berbagai cara antara lain dengan total aktiva, harga

pasar saham atau lain-lain. Besar kecilnya perusahaan akan mempengaruhi

kemampuan dalam menanggung resiko yang mungkin timbul dari berbagai situasi

yang dihadapi perusahaan.

Perusahaan besar memiliki resiko yang lebih rendah daripada perusahaan

kecilkarena perusahaan besar memiliki kontrol yang lebih baik terhadap kondisi

pasar sehingga perusahaan besar mampu menghadapi persaingan ekonomi.


25

Perusahaan besar memiliki sumber daya yang lebih banyak karena memiliki akses

yang lebih besar.

Menurut Hatta (2002) pada tahun 1994 Vogt mengidentifikasikan bahwa

ukuran atau besarnya perusahaan memainkan peranan dalam menjelaskan rasio

pembayaran dividen dalam perusahaan. Perusahaan yang besar cenderung untuk

mempunyai akses yang lebih mudah dalam pasar modal. Hal tersebut akan

mengurangi ketergantungan mereka pada pendanaan internal, sehingga perusahaan

akan memberikan pembayaran dividen yang tinggi.

𝑆𝑖𝑧𝑒 = 𝐿𝑛 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡

2.1.10 Pengertian Dividen

Menurut Warsono (2003:271) dividen merupakan bagian dari laba yang

tersedia bagi para pemegang saham biasa yang dibagikan kepada para pemegang

saham biasa dalam bentuk tunai. Ridwan dan Inge (2003:386) menerangkan dividen

merupakan pembagian kepada pemegang saham yang sebanding dengan jumlah

lembar saham yang dimiliki. Sedangkan menurut Mamduh (2004:361) dividen

merupakan kompensasi yang diterima oleh para pemegang saham, disamping

(Capital Gain), dimana dividen yang dibagikan kepada para pemegang saham

sebagai keuntungan dari laba perusahaan. Dividen ditentukan berdasarkan dalam

rapat umum anggota pemegang saham.

Berdasarkan pendapat yang ada maka dapat disimpulkan bahwa dividen

merupakan bagian dari laba yang telah dihasilkan oleh perusahaan dan kemudian

akan dibagikan kepada para pemegang saham sesuai dengan jumlah lembar saham

yang dimiliki sebagai hasil dari investasi mereka di suatu perusahaan.


26

2.1.11 Pengertian Kebijakan Dividen

Kebijakan dividen menyangkut dengan penentuan pembagian pendapatan

antara penggunaan pendapatan untuk dibayarkan kepada para pemegang saham

sebagai dividen atau untuk dgunakan didalam perusahaan, yang berarti pendapatan

tersebut harus ditahan didalam perusahaan (Riyanto 1995:265) dengan kata lain

kebijakan dividen merupakan kebijakan dalam menentukan penggunaan laba yang

diperoleh perusahaan yaitu apakah laba tersebut akan dibagikan kepada investor

sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan untuk tujuan

reinvestasi dimasa yang akan datang.

Kebijakan dividen merupakan suatu keputusan mengenai apakah laba yang

diperoleh perusahaan akan dibagikan dalam bentuk dividen kepada para investor

atau akan ditahan untuk dana cadangan guna pembiayaan investasi dimasa yang

akan datang. Rasio pembayaran dividen (Dividen Payout Ratio) menentukan

jumlah laba dibagi dalam bentuk dividen kas dan laba yang ditahan sebagai sumber

pendanaan (Martono dan Harjito 2005:253).

Kebijakan dividen menyangkut masalah penggunaan laba yang menjadi hak

para pemegang saham, dan laba tersebut bisa dibagi sebagai dividen atau laba yang

ditahan untum diinvestasikan kembali (Husnan 2007:96). Menurut (Syamsuddin

2001:32) dividen adalah pembayaran yang diberikan kepada pemilik perusahaan

atau pemegang saham atas modal yang mereka tanamkan didalam perusahaan.

Sedangkan menurut (Halim 2007:96) menyatakan bahwa kebijakan dividen

mencangkup keputusan mengenai apakah laba yang diperoleh perusahaan akan


27

dibagikan kepada pemegang saham atau akan ditahan untuk reinvestasi dalam

perusahaan.

Menurut Brigham dan Houston (2006:68) mendefinisikan kebijakan dividen

merupakan keputusan apakah laba akan dibagi ke pemegang saham atau akan

ditahan untuk reinvestasi dalam perusahaan. Dividen adalah tidak relevan

(2006:70) Modiglian-Miller berpendapat bahwa kebijakan dividen tidak relevan

berarti bahwa tidak ada kebijakan dividen yang optimal karena ataupun biaya

modal, dengan kata lain nilai dari sebuah perusahan akan tergantung hanya pada

laba yang diproduksi oleh aktiva-aktivanya, bukan pada bagaimana laba tersebut

akan dibagikan menjadi dividen atau saldo laba ditahan.

𝐷𝑒𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛 𝑃𝑒𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟


𝐷𝑒𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛 𝑃𝑎𝑦𝑜𝑢𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑃𝑒𝑟 𝐿𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟

2.2 Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian terdahulu dalam penelitian ini digunakan untuk membantu

mendapatkan gambaran, adapun penelitian terdahulu yaitu:

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti Tahun Variabel Hasil Penelitian
Mursalim 2009 aktifisme lembaga, Hasil penelitian menunjukkan
kepemilikan bahwa kepemilikan kelembagaan
kelembagaan dan memiliki pengaruh yang signifikan
manajerial sebagai terhadap terhadap aktifisme
variabel lembaga. Hasil lain menunjukkan
independen. bahwa terdapat hubungan
keputusan substitusi antara kepemilikan
keuangan dengan kelembagaan dan manajerial.
kebijakan dividen Secara berlawanan, hasil penelitian
dan utang sebagai juga menunjukkan bahwa aktifisme
variabel dependen. lembaga tidak memiliki pengaruh
signifikan pada kebijakan dividen
dan kepemilikan manajerial tidak
memiliki dampak signifikan
terhadap kebijakan dividen dan
28

utang. Terakhir, penelitian ini


menunjukkan bahwa kebijakan
dividen tidak memiliki dampak
yang signifikan terhadap kebijakan
utang.
Eva Larasati 2011 Kepemilikan Hasil penelitian menunjukkan
Manajerial, bahwa kepemilikan manajerial
Kepemilikan tidak berpengaruh terhadap
Institusional, kebijakan hutang perusahaan,
Kebijakan Dividen kepemilikan institusional memiliki
sebagai variabel pengaruh positif dan signifikan
Independen. terhadap kebijakan hutang,
Kebijakan Hutang kebijakan dividen meiliki pengaruh
Perusahaan sebagai negatif dan signifikan terhadap
variabel Dependen. kebijakan hutang peusahaan.
Sisca 2008 Kepemilikan Hasil penelitian menunjukkan
Christianty Manajerial, bahwa kepemilikan manajerial,
Dewi Kepemilikan kepemilikan institusional,
Institusional, kebijakan hutang, profitaabilitas,
Kebijakan Hutang, dan ukuran perusahaan mempunyai
Profitabilitas dan pengaruh negatif terhadap
Ukuran Perusahaan kebijakan dividen.
sebagai variabel
independen.
Kebijakan Dividen
sebagai Variabel
Dependen
Yulia Efni 2013 Kebijakan Hasil penelitian menunjukkan
Pendanaan, bahwa berdasarkan hasil regresi
Kepemilikan linear berganda secara simultan
Manajerial, dan kebijakan pendanaan, kepemilikan
Aliran kas bebas manajerial, dan aliran kas bebas
sebagai variabel mempunyai kontribusi secara
independen. bersama terhadap penetapan
Kebijakan dividen kebijakan dividen.
sebagai variabel Secara parsial variabel kepemilikan
dependen manajerial mempunyai pengaruh
yang paling signifikan dalam
penentuan kebijakan dividen,
sedangkan kebijakan pendanaan
(hutang) juga signifikan terhadap
kebijakan dividen dan aliran kas
bebas tidak mempunyai pengaruh
yang signifikan.
Cecilia Triana 2012 Kepemilikan Hasil penelitan menunjukkan
Dewi Lestari Institusional, Set bahwa kepemilikan institusional
Embara, Ni Luh Kesempatan berpengaruh positif signifikan
Putu Wiagustini, Investasi, Aliran terhadap kebijakan dividen, set
Ida Bagus Kas Bebas sebagai kesempatan investasi berpengaruh
Badjra tidak signifikan terhadap kebijakan
29

variabel dividen, aliran kas bebas


independen. berpengaruh positif signifikan
Kebijakan dividen terhadap kebijakan dividen,
dan harga saham kepemilikan institusional
sebagai variabel berpengaruh tidak signifikan
dependen. terhadap harga saham, set
kesempatan investasi berpengaruh
positif signifikan terhadap harga
saham, set kesempatan investasi
berpengaruh positif signifikan
terhadap harga saham, aliran kas
bebas berpengaruh tidak signifkan
terhadap harga saham, dividen
berpengaruh tidak signifikan
terhadap harga saham.

2.3 Hubungan Antar Variabel

2.3.1 Kepemilikan Manajerial terhadap Kebijakan Dividen

Manager mendapat kesempatan untuk terlibat dalam kepemilikan saham

dengan tujuan menyetarakan dengan pemegang saham. Melalui kebijakan ini

manager diharapkan menghasilkan kinerja yang baik serta mengarahkan dividen

pada tingkat yang rendah. Dengan penetapan dividen rendah perusahaan memiliki

laba ditahan yang tinggi sehingga memiliki sumber dana internal relatif tinggi untuk

membiayai investasi dimasa yang akan datang (Nuringsih 2005).

Menurut Ni Kadek Ari Lina Wati (2013) dalam penelitiannya kepemilikan

manajerial berpengaruh positif namun tidak signifikan, dimana kepemilikan

manajerial yang terdapat pada perusahaan manufaktur telah memberikan kinerja

terbaiknya dalam mengelola perusahaan sehingga dapat menghasilkan laba yang

digunakan sebagai imbalan terhadap pemegang saham dalam bentuk dividen.

Menurut Moh’d Rimbey dan Perry menyatakan bahwa kepemilikan

manajerial memiliki pengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. Pada tingkat


30

kepemilikan manajerial yang tinggi, manager mengalokasikan laba pada laba

ditahan daripada membayar dividen dengan alasan sumber dana internal lebih

efisien dibandingkan sumber dana eksternal.

2.3.2 Kepemilikan Institusional terhadap Kebijakan Dividen

Pemilik Institusional dapat melakukan monitoring terhadap tindakan

manajemen dalam menentukan kebijakan perusahaan. Seperti meningkatkan

pembayaran dividen menggunakan hutang maupun tindakan perataan. Agrawal dan

Mandelker (1990) menyatakan bahwa investor institusional memiliki peran penting

sebagai pengawas eksternal di pasar saham.

Kepemilikan institusional adalah proporsi saham yang dimiliki oleh pihak

institusi pada akhir tahun yang diukur dalam prosentase (Listyani 2003). Tingkat

saham institusional yang tinggi akan menghasilkan upaya-upaya pengawasan yang

lebih intensif sehingga dapat membatasi perilaku dimana manager melaporkan laba

secara oportunis untuk memaksimumkan kepentingan pribadinya (scott 2000).

Menurut Ismiyanti dan Hanafi (2003) pada tahun 1999 Crutchley et al.

Menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap

kebijakan dividen. Semakin tinggi kepemilikan institusional maka semakin kuat

kontrol eksternal terhadap perusahaan dan mengurangi biaya keagenan. Namun

oenelitian ini berlainan dengan penelitian Tandelilin dan Wilberforce (2002) yang

menyebutkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap

kebijakan dividen karena kepemilikan institusional lebih mementingkan stabilitas

pendapatan melalui pembagian dividen.


31

2.3.3 Kebijakan Hutang terhadap Kebijakan Dividen

Apabila perusahaan mengalami keterbatasan laba ditahan, perusahaan

cenderung memanfaatkan hutang namun apabila penggunaan hutang terlalu besar

dapat berdampak pada kebangkrutan (Nuringsih 2005).

Kebijakan dividen akan memiliki pengaruh tingkat penggunaan hutang suatu

perusahaan. Kebijakan dividen yang stabil menyebabkan adanya keharusan bagi

perusahaan untuk menyediakan sejumlah dana guna membayar jumlah dividen

yang tetap tersebut.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2008), Gupta dan Banga (2010),

dan Kadir (2010) menunjukkan bahwa kebijakan hutang berpengaruh negatif

terhadap kebijakan dividen. Apabila perusahaan memiliki tingkat hutang yang

tinggi, maka perusahaan berusaha untuk mengurangi agency cost dengan

mengurangi hutangnya

2.3.4 Profitabilitas terhadap Kebijakan Dividen

Juma’h menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap

kebijakan dividen. Semakin besar keuntungan yang diperoleh suatu badan usaha

maka semakin besar juga dividen yang akan dibagikan. Argumentasi ini

mengungkapkan bahwa suatu badan usaha akan membagikan dividen apabila badan

usaha tersebut memperoleh keuntungan sehingga badan usaha yang semakin besar

keuntungannyaakan memiliki jumlah kas yang besar pula dan badan usaha tersebut

membagikan dividen dalam jumlah yang besar pula.

Dewi Sisca (2008) menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif

terhadap kebijakan dividen, dimana saat profitabilitas meningkat maka semakin


32

besar laba yang akan ditahan untuk perusahaan dan semakin kecil pembagian

dividen yang akan dibagikan kepada investor.

2.3.5 Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Dividen

Menurut Juma’h (2008) menyatakan bahwa ada hubungan positif antara

ukuran badan usaha terhadap kebijakan dividen. Hal ini dinyatakan dengan semakin

besar ukuran badan usaha maka omset yang dihasilkan juga akan semakin tinggi

dan menyebabkan laba yang dihasilkan tinggi. Jika laba tinggi maka dividen yang

akan dibagikan juga akan tinggi. Selain itu, badan usaha yang memiliki ukuran yang

lebih besar diperkirakan akan mampu membayar dividen yang lebih tinggi

dibandingkan dengan badan usaha yang memiliki ukuran kecil.

2.4 Hipotesis

H1 : kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kebijakan hutang,

profitabilitas, dan ukuran perusahaan secara simultan berpengaruh positif

terhadap kebijakan dividen.

H2 : kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen.

H3 : kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kebijakan

dividen.

H4 : kebijakan hutang berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen.

H5 : profitabilitas berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen.

H6 : ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen.


33

2.5 Model Penelitian

Berdasarkan enam hipotesis yang dirumuskan, hubungan antar variabel yang

dikonsepkan dapat digambarkan dalam bentuk model yang mendeskripsikan proses

pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kebijakan hutan,

profitabilitas, dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan dividen.

H2(+)
Kepemilikan Manajerial (X1)

H3(+)
Kepemilikan Institusional (X2)

H4(-) H1(+) Kebijakan Dividen


Kebijakan Hutang (X3) (Y)

H5(-)
Profitabilitas (X4)

Ukuran Perusahaan (X5) H6(+)

Gambar 2.1
Model Penelitian

Anda mungkin juga menyukai