Anda di halaman 1dari 4

KH.

Hamam Ghozali
(1959-2017)
KH. Hamam Ghozali, atau biasa para santri memanggilnya abah Hamam beliau
merupakan putra Ke-8 dari 10 dari putra/i KH. Ghozali Manan (Pendiri Pondok Pesantren
Miftahul Mubtadi’in Krempyang) dari istri pertamanya Ibu Siti Khodijah, putri dari KH. Abdul
Fattah Krempyang. Pondok Krempyang sendiri merupakan salah satu pondok pesantren yang
familiar di kalangan masyarakat Nganjuk. Pondok yang dirintis dengan pendidikan Salafiyah (ala
pesntren kuno). Pondok pesantren yang awal mulanya berupa musholla yang perlahan-lahan
berkembang dan mengakar kuat sejalan dengan adanya dukungan serta peran santri yang telah
dibina, dididik dan dibimbing dengan kesabaran, kesungguhan dan ketulusan mulai membuahkan
hasil dengan eksistensi pondok pesantren Miftahul Mubtadi’in yang diminati dan dipervaya
masyarakat, baik wilayah pulau Jawa maupun luar Jawa.

KH. Hamam Ghazali dilahirkan di Krempyang, Tanjung Anom, Nganjuk, Jawa Timur
pada 02 April 1959. Semenjak usia 3 tahun, tepatnya tanggal 1 muharrom 1962 Abah Hamam
ditinggal oleh ibunya untuk selama-lamanya. Kemudian beliau diasuh oleh saudara-saudarinya
yang lebih tua. Setelah Ibu Nyai Hj. Siti Khodijah 1 wafat, KH. Ghozali manan menikah dengan
ibu Nyai Hj. Siti Milati yang berasal dari Burno Bojonegoro, yang kemudian menjadi ibu
sambung Abah Hamam. Kehilangan ibu membuat Abah Hamam menjadi pribadi yang memiliki
pemikiran luas, tidak mengandalkan pemberian ibu, beliau hanya bertukar pikiran dengan
Bapaknya. Mbah Ghozali selain tempat bertukar pikiran sekaligus menjadi satu-satunya orang
yang mendidik perilaku sehari-hari Abah Hamam.

Abah Hamam mengenyam bangku pendidikan pada tahun 1962 dengan masuk taman
kanak-kanak, kemudian masuk Madrasah ibtidaiyah pada tahun 1966 dan lulus tahun 1969,
masuk ketinggat Madrasah Aliyah pada tahun 1970 hingga tahun 1975, adapun beliau
mengenyam pendidikan di madrasah Ayahnya sendiri. Ketika di jenjang Madrasah Aliyah Abah
Hamam sudah mempunyai cita-cita mempelejarai ilmu dan pengalaman tentang kenegaraan,
oraganisasi, perdagangan, pertania, montir, mekanik, serta keterampilan lain. Sehingga pada
tahun 1976, abah mengikuti kursus di Yaspenta (Yayasan pendidikan tenaga ahli) mengambil
jurusan TIK selama 2 bulan. Pada tahun itu pula Abah Hamam mengikuti pelbagai penataran
yang diadakan oleh pemerintah Nganjuk.

Tak sampai disitu, pada bulan Romadlon 1976 Abah Hamam mengikuti pesantren
Romadlon di PPHM Ngunut Tulungagung. Selepas Madrasah Ronadlon yakni pada bulan

1
Menurut keterangan Mbah Ikhsan, bahwa Mbahnyai khadijah belum haji, tapi kemungkinan besar sudah
dihajikan.
Syawal 1976 Abah Hamam didaulat menjadi Sekretaris Madrasah Darussalam Krempyang. Pada
tahun 1977 ketika bulan Romadlon, Abah kembali tholabul ‘ilmi di PPHM Ngunut Tulungagung.

Pada tahun 1977-1979 Abah mendapat mandat menjadi sekretaris GP Anshor ancab
Tanjung Anom yang ketika itu diketuai oleh KH. Nahrowi pule. Ketika tahun 1977-1978 Abah
Hamam sering melakukan perjalanan religi ke pondok pesantren yang tersebar di belahan Jawa;
meliputi Kediri, Tulungagung, Blitar, Trenggalek, Ponorogo, Madiun, Solo, Yogyakarta, Jawa
Barat, Jakarta, Surabaya, Jember, Banyuwangi, Bali, dan berakhir di Nusa Tenggara Barat yang
merupakan tempat tinggal kakak tertuanya. Dalam perjalanan religi ini Abah Hamam selalu
bermukim di pondok pesantren yang beliau singgahi antara 4 hari Sampai dengan 1 minggu.

Bulan april 1978 Abah Hamam menjalani penataran kepesantrenan di Pondok pesantren
Singosari Malang selama 1 Bulan. Pada pertengahan tahun 1978 dalam konferensi reshuffle
kepengurusan IPNU, Abah Hamam dipercaya mengemban amanat sebagai ketua IPNu ancab
Tanjung Anom periode 1978-1979. Pada tahun 1979 Abah mengikuti kursus untuk mendalami
ilmu tafsir Al-Qur’an dan Ushul Fiqh di PP. Bustanul Arifin Batokan, Mojo, Kediri selama 5
bulan. Tahun 1980 adalah tahun dimana abah menanggalkan semua jabatan yang diembannya,
lantas bertolak menuju daerah Tuban lebih tepatnya menuju kampus Sunan Ampel PP.
Roudhotuttholibin Tanggir, Singgahan, Tuban. Guna melanjutkan pendidikan dijenjang
perkuliahan dan bermukim di pondok pesantren. Selama menjadi santri di Tanggir abah, abah
dipercaya menjadi sekretaris permusyawaratan pusat PP. Roudhotuttholibin.

Ketika menjadi santri di Tangggir, tak jarang abah mendapat undangan kongres IPNU
dan sering pulang dikarenakan Ibu Nyai Milati sakit. Tak jarang pula beliau mendapat tugas
untuk menggu Ibu Nyai dirumah sakit. Hingga pada tahun 1984 Ibu Nyai Milati wafat.

Tanggal 01 Agustus 1984 merupakan hari dimana Abah memutuskan untuk melanjutkan
pendidikannya di Makkah, semua ini berlandaskan tekad dan cita-cita yang kuat. Selain kuliah
dibidang Tafsir hadits, Abah bergelut dalam dunia tulis menulis dipelbagai majalah dan surat
kabar Makkah agar tercukupi biaya hidupnya di sana. Hingga di penghujung tahun 1987 Abah
Hamam kembali ke tanah air dan dinikahkan dengan salah satu santri Krempyang yang bernama
Umi Jamilatun binti Rochani yang berasal dari Sambirejo Kalimati, Barong, Tanjunganom,
Nganjuk.

Pernikahan Abah Hamam dengan Ummah Jamila dikaruniai 4 orang anak, terdiri dari 3
perempuan dan 1 laki-laki, yakni Badriyah Fitriani (1989), Binti Afifah (1997), Alfin Nur Anisah
(2000), Mohammad Farchan Habibi (2004). Selepas menikah beliau mengabdikan diriya pada
Pondok pesantren Miftahul Mubtadi’in. Setelah KH. Ghozali Manan wafat pada hari senin, 24
Robius Tsani 1411H / 12 Desember 1990 M, tongkat estafet perjuangan di amanahkan kepada 2
putra beliau, yakni KH. Moh. Ridlwan Syaibani dan KH. Moh. Hamam Ghozali dalam
mensyiarkan agama islam diwilayah Nganjuk khususnya.
Pada periode ini, perkembangan pondok pesantren cukup signifikan, unit pendidikan
yang sudah ada tetap eksis dan bahkan berkembang pesat. Seiring dengan tuntutan zaman maka
didirikanlah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Darussalam, Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darussalam,
Madrasah Aliyah (MA) Darussalam yang berkulikulum kementrian agama (Kemenag). Bukan
sampai situ saja, unit pendidikan pun bertambah dengan lahirnya Raudhatul Athfal (RA)
Darussalam, Perguruan Tinggi Pesantren (Sekolah Tinggi Ilmu Agama Darussalam disingkat
STIADA Salafiyah) yang pada perkembangannya berubah menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam
Darussalam (STAIDA) yang memiliki 2 jurusan dan 2 program studi, yaitu jurusan Tarbiyah
program studi Manajemen Pendidikan Islam (MPI) dan jurusan syari’ah program studi Ahwal al-
Syakhsiyyah (AS). Serta Forum Kajian Kitab Kuning (FK4) .

Abah Hamam dipercaya sebagai pemegang amanat santri putri di pondok pesantren
Miftahul Mubtadi’in Krempyang. Beliau juga pernah menjadi takmir masjid Baitul Hamdi
Krempyang. Pada tahun 2004 mendirikan KBIH Assalam yang masih berkibar hingga sekarang,
beliau menjadi ketua KBIH mulai didirikannya hingga akhir hayatnya. Abah hamam
melanjutkan perjuangannya di IPNU, Partai PKB, beliau juga sempat menjabat di DPR dari
fraksi PKB kab Nganjuk devisi bendahara periode 2004-2009, dan terakhir menjadi Tanfidziah
PCNU kabupaten Nganjuk periode 2009-2014 dan periode 2014-2017.

Dalam mendidik anak, Abah menerapkan sistem demokrasi dalam menjembatani cita-cita
dan keinginan anak sesuai dengan passionnya masing-masing. Meski demokrasi, Abah tetap
memiliki rambu-rambu yang harus dipatuhi anak-anaknya. beliau mendidik anak-anak untuk
mencintai ilmu, dengan membaca dan menulis. Banyak sekali majalah anak-anak yang dibeli
Abah untuk menanamkan kecintaan pada literasi. Mendidik anak-anak untuk menyambung
silaturahmi. Baik pada keluarga besar Bani Ghozali maupun, keluarga besar dari Kalimati.
Memenuhi tumbuh kembang anak dengan baik dan memberi didikan untuk berjuang Li i'lai
kalimatillah. Mengkader anak-anaknya sejak remaja, baik berkecimpung di KBIH maupun di
pesantren. Tidak ada kata selain melanjutkan berjuang di jalan Allah. Menanamkan pada anak-
anak untuk berlaku welas asih terhadap siapapun tanpa membedakan strata sosial juga agama.
Menanamkan pada anak-anak untuk tidak menyakiti orang lain dengan ucapan maupun tindakan.
Bahkan, Abah mendidik anak-anak untuk berbahasa Krama. Kepada santri sekalipun.
Menanamkan pada anak-anak untuk bersikap ngalah, juga memprioritaskan orang lain dari pada
diri sendiri. "Ngalah bukan berarti kalah, tapi ngalah untuk menuju kemaslahatan”. Menanamkan
pada anak-anak untuk selalu menyikapi segala hal yang dijumpai dengan tenang, dengan sabar,
dan dengan legowo. "Jadilah kalian layaknya daun salam. Semua orang bisa mencecap manfaat
dari harum dan rasa lezatnya, meski pada akhirnya kalian akan dibuang." Maka Abah selalu
menamai apapun dengan Assalam (Selamat dunia akhirat juga harum seperti daun salam).

Jum’at 15 Desember 2017, sekitar pukul 10.00 WIB Abah Hamam menghembuskan
nafas terakhirnya. dan kembali kepangkuan Allah SWT. Kabar meninggalnya Abah Hamam ini
tak perlu waktu lama untuk tersebar ke seluruh kab. Nganjuk, banyak para alumni pondok
Krempyang dan ribuan dari masyarakat berduyun-duyun hadir di pelataran pondok krempyang
putri. banyak tokoh-tokoh penting yang menghadiri prosesi peristirahatan terakhir KH. Hamam
Ghozali. beliau meninggal menyusul sang istri tercinta yang telah mendahuluinya menghadap
Allah SWT. banyak hal-hal yang dapat kita telaah untuk diambil hikmahnya. Wallahu A’lam bi
Al-Shawab.

Sumber:

Wawancara dengan Muh Nur Daenuri (Penasihat Yayasan Islam Al-Ghozali) pada tanggal 10
November 2020, pukul 19.36.

Wawancara dengan Ning Badriyah Fitriani (Putri pertama KH. Hamam Ghozali) pada tanggal 4
Desember 2020.

Anda mungkin juga menyukai