Anda di halaman 1dari 149

PENUNTUN PRAKTIKUM

Teknik Pangan

PENUNTUN PRAKTIKUM

Teknik Pangan

Subarna
Feri Kusnandar
Dede R. Adawiyah
Nur Wulandari
Purwiyatno Hariyadi
Elvira Syamsir
Tjahja Muhandri
Eko Hari Purnomo

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan


Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
 
 
 
 
Judul Buku:
Penuntun Praktikum Teknik Pangan
ISBN 978-602-8122-02-3
Edisi Revisi 5

Tim Penulis:
Subarna
Feri Kusnandar
Dede R. Adawiyah
Nur Wulandari
Purwiyatno Hariyadi
Elvira Syamsir
Tjahja Muhandri
Eko Hari Purnomo

Editor:
Nurheni Sri Palupi
Dahrul Syah

Layout Isi dan Desain Sampul Muka:


Feri Kusnandar
Nurheni Sri Palupi
Suratni

Diterbitkan oleh:
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
http://fst.ipb.ac.id
Cetakan keempat, Agustus 2013

@ HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANG


Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau
seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari penerbit
 
 
 
 
 

Kata Pengantar
Penuntun Praktikum Teknik Pangan ini merupakan edisi revisi kedua yang
disempurnakan berdasarkan pengalaman dalam pelaksanaan kegiatan praktikum
pada mata Praktikum Teknik Pangan. Praktikum ini merupakan mata kuliah wajib
dalam Kurikulum Program Studi Teknologi Pangan yang ditujukan bagi mahasiswa
yang menempuh pendidikan sarjana pada Program Studi Teknologi Pangan, Institut
Pertanian Bogor (IPB). Penuntun ini disusun oleh Tim Penulis dan telah dievaluasi
oleh Tim Penelaah di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP), IPB.
Penuntun Praktikum ini disajikan menurut sistematika kegiatan praktikum
sehingga diharapkan dapat memberikan panduan yang jelas dan terstruktur bagi
mahasiswa dalam mengikuti kegiatan praktikum. Untuk memberikan gambaran
tujuan belajar yang ingin dicapai, penuntun ini dilengkapi dengan silabus, jabaran
tujuan praktikum dan indikator hasil belajar, sehingga baik dosen maupun maha-
siswa dapat mengevaluasi apakah kegiatan praktikum yang telah dilaksanakan
telah memenuhi tujuan dan indikator belajar yang ingin dicapai tersebut.
Penjabaran materi dalam Penuntun Praktikum ini mengacu kepada prinsip
belajar bermakna, yaitu belajar yang mengutamakan pengertian dan pemahaman
konsep, dan ditekankan kepada tiga hal penting dalam mempelajari dan mema-
hami prinsip teknik pangan, yaitu:
1. Pengenalan peralatan proses pengolahan pangan, prinsip kerjanya serta kegi-
atan praktikum di laboratorium/pilot plant.
2. Penerapan konsep dan penggunaan teorema dan rumus yang disajikan dalam
bentuk contoh-contoh soal dan penyelesaiannya yang dikemas secara bervariasi.
3. Soal-soal pendalaman dan tugas untuk diselesaikan secara mandiri oleh maha-
siswa atau dibahas melalui responsi untuk meningkatkan pemahaman atau
penerapan konsep, dan penggunaan teorema. Soal-soal latihan disajikan secara
terstruktur dimulai dari yang mudah sampai dengan soal pemecahan masalah
(problem solving) dan mencakup soal-soal kontekstual pembelajaran (contextural
teaching learning).
Kami berharap Penuntun Praktikum ini dapat lebih memotivasi para maha-
siswa dalam mengikuti mata kuliah Praktikum Teknik Pangan (ITP 331), sehingga
mutu pendidikan rekayasa pangan di Departemen ITP secara keseluruhan dapat
ditingkatkan. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi
penyempurnaan buku Penuntun Praktikum Teknik Pangan ini.

Bogor, Agustus 2013

Tim Penulis

i
ii

Daftar isi
Kata Pengantar..........................................……………………………………................. i
Daftar Isi..........................................……………………………………............................ iii
Silabus Mata Praktikum Teknik Pangan ……………………………………............ v
Praktikum 1. Utilitas Industri Pangan dan Pengendalian Otomatik..................... 1
Praktikum 2. Kesetimbangan Massa…………………………………........................ 5
Praktikum 3. Pembersihan dan Pengupasan……………………………………...... 11
Praktikum 4. Sortasi dan Grading ……..…................................................................. 19
Praktikum 5. Pengecilan Ukuran ……………………..……………........................... 23
Praktikum 6. Pencampuran, Emulsifikasi dan Homogenisasi ……………............ 31
Praktikum 7. Ekstraksi, Filtrasi dan Sentrifugasi ………………………....……...... 37
Praktikum 8. Aliran Fluida dan Sistem Pipa dan Pompa......................................... 41
Praktikum 9. Kesetimbangan Energi dan Pindah Panas.......................................... 55
Praktikum 10. Penggorengan dan Pemanggangan……………..……..…..……........ 85
Praktikum 11. Pendinginan dan Pembekuan ………………...................................... 91
Praktikum 12. Peralatan Proses Termal………............................................................. 103
Praktikum 13. Uji Penetrasi Panas dan Perhitungan Proses Termal......................... 111
Praktikum 14. Pengeringan………................................................................................. 123
Praktikum 15. Evaporasi dan Pemekatan..................................................................... 133

iii
iv

Silabus
ITP 331 Praktikum Teknik Pangan, 2(0-6)

Deskripsi
Praktikum Teknik Pangan (ITP331) ini mencakup praktek untuk mengenal
berbagai tahapan proses (seperti operasi pembersihan, sortasi, separasi, pengecilan
ukuran, pencampuran, homogenisasi, filtrasi, dan lain-lain), mengenal peralatan
proses pengolahan pangan yang umum digunakan di industri pangan, serta mem-
perdalam pemahaman dan aplikasi prinsip-prinsip teknik pangan (seperti satuan
dan dimensi, kesetimbangan masa, prinsip termodinamika, kesetimbangan energi,
fenomena transpor (meliputi aliran fluida, transportasi fluida, pindah massa dan
pindah panas), pendinginan dan pembekuan, proses termal, pengeringan, dan eva-
porasi.

Tujuan Praktikum
Praktikum ini dirancang untuk memperkenalkan kepada mahasiswa tentang
tahapan-tahapan proses pengolahan pangan yang penting dan peralatan-peralatan
yang umum digunakan di industri pangan, serta pendalaman dan penerapan prin-
sip teknik pangan dalam kasus-kasus proses pengolahan pangan. Setelah menyele-
saikan mata praktikum ini, mahasiswa belajar tentang (1) tahapan-tahapan proses
yang penting dan umum diaplikasikan di industri pangan, (2) peralatan proses
pengolahan (bagian-bagian alat, fungsi, prinsip kerja dan cara mengoperasikannya);
(3) penerapan model/persamaan yang digunakan dalam keteknikan pangan pada
kasus-kasus proses pengolahan pangan; dan (4) mengidentifikasi peralatan-pera-
latan proses yang umum digunakan pada skala komersial di industri pangan.

Tujuan Pembelajaran (Learning Outcomes)


Praktikum ini berkontribusi dalam pencapaian tujuan pembelajaran (learning
outcomes) program studi yang direkomendasikan oleh Institute of Food Technologists
(IFT), baik yang terkait kompetensi teknis maupun kecakapan hidup sebagai beri-
kut:
Cakupan
Kode Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa
Garis
LO diharapkan Detil
besar
Mampu mengidentifikasi mikroba patogen dan pembusuk
II.A.1 X
yang penting serta kondisi pertumbuhannya.
Mampu mengidentifikasi kondisi untuk menginaktivasi,
II.A.2 X
membunuh atau membuat mikroba patogen tidak berbahaya.
Mampu menjelaskan faktor-faktor lingkungan yang mempe-
II.C.1 X
ngaruhi pertumbuhan mikroba (seperti aktivitas air, pH, suhu

v
Cakupan
Kode Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa
Garis
LO diharapkan Detil
besar
dan sumber gizi).
Mampu mengidentifikasi sumber dan keragaman bahan
III.A.1 X
pangan serta pengaruhnya dalam pengolahan pangan.
Mampu menjelaskan mekanisme kerusakan bahan pangan
III.B.1 X
dan menetapkan cara pengendaliannya.
Mampu menjelaskan prinsip dasar agar produk pangan aman
III.B.2 X
dikonsumsi.
Mampu menguraikan proses transpor dan unit operasi di
III.C.1 X
industri pangan baik teori maupun praktek.
Mampu menggunakan kesetimbangan massa dan energi
III.C.2 X
dalam menganalisis pengolahan pangan.
Mampu mengidentifikasi unit operasi yang tepat dalam meng-
III.C.3 X
hasilkan suatu produk pangan.
Mampu menerapkan prinsip dan berbagai teknik penanganan,
III.D.1 pengolahan dan umur simpan serta pengaruhnya terhadap X
kualitas produk pangan.
Mampu mengidentifikasi cara pengelolaan air dan limbah
III.G.1 X
yang optimal dalam proses pengolahan pangan.
Mampu menerapkan dan menginkorporasikan prinsip-prinsip
IV.A.1 ilmu pangan dalam konteks permasalahan saat ini dan meru- X
muskan strategi pengembangan produk pangan.
Mampu mengaplikasikan pengetahuan komputer untuk
IV.B.1 menyelesaikan permasalahan dalam ilmu dan teknologi X
pangan.
Mampu merumuskan pengendalian dan penjaminan mutu
IV.D.1 X
produk pangan berdasar-kan prinsip-prinsip ilmu pangan.
Mampu menganalisis perkembangan mutakhir dalam
IV.F.1 X
kerangka pengembangan industri pangan.
Mampu mendemonstrasikan kemampuan komunikasi lisan
VI.A.1 dan tulisan secara formal dalam berbagai bentuk, mengomuni- X
kasikan masalah teknis dan non-teknis dengan baik.
Mampu membangun komitmen dan integritas profesional dan
VI.C.1 X
nilai-nilai etika.
Mampu bekerja dengan individu yang memiliki beragam latar
VI.C.2 X
belakang untuk men-capai hasil maksimal.
VI.E.1 Mampu bekerja secara efektif dengan orang lain. X
VI.E.2 Mampu memimpin dalam berbagai situasi. X
VI.F.2 Mampu menggunakan sumber-sumber informasi/pustaka. X

Secara khusus, setelah menyelesaikan Praktikum Teknik Pangan ini, mahasiswa


akan mampu:
1. mengidentifikasi utilitas (boiler dan kompresor) di industri pangan (bagian-
bagian alat, fungsi dan prinsip pengorasiannya)..
2. menjelaskan prinsip pengolahan air untuk industri pangan.

vi

3. menerapkan prinsip kesetimbangan massa dan energi dalam kasus-kasus proses


pengolahan pangan.
4. menjelaskan prinsip dan unit operasi dalam proses pengolahan pangan (pember-
sihan, pengupasan, pengecilan ukuran, sortasi dan grading, pencampuran, eks-
traksi, filtrasi, dan sentrifugasi).
5. menjelaskan unit operasi dalam aliran dan transportasi fluida (jenis pompa,
bagian-bagian alat, fungsi dan prinsip pengorasiannya), serta menerapkan
model-model aliran fluida dan transportasi fluida dalam kasus-kasus proses
pangan.
6. menerapkan model-model matematika dalam pindah panas (konduksi, kon-
veksi, dan konduksi-konveksi) dalam kasus-kasus proses pangan.
7. menjelaskan unit operasi dalam proses penggorengan dan pemanggangan (jenis,
bagian-bagian alat, fungsi dan prinsip pengorasiannya).
8. menjelaskan unit operasi dalam proses pendinginan dan pembekuan, serta
menerapkan model-model matematika dalam proses pendinginan/pembekuan.
9. menjelaskan unit operasi dalam proses termal (jenis, bagian-bagian alat, fungsi
dan prinsip pengorasiannya).
10. menerapkan model-model untuk menentukan kecukupan proses termal berda-
sarkan data uji penetrasi panas.
11. menjelaskan unit operasi dalam proses pengeringan ((bagian-bagian alat, fungsi
dan prinsip pengorasiannya), dan penerapan model-model matematika dalam
proses pengeringan.
12. menjelaskan unit operasi dalam proses evaporasi (bagian-bagian alat, fungsi dan
prinsip pengorasiannya).
Jadwal Pelaksanaan Praktikum
Pelaksanaan praktikum mengikuti jadwal sebagai berikut:
Minggu Perte-
Kegiatan Pokok Bahasan
Ke Muan ke-
 Pendahuluan
1 Praktikum
 Utilitas Industri Pangan dan Pengendalian Otomatik
1
Responsi Kesetimbangan Massa dan Perhitungan
2 Responsi
Rendemen
1 Praktikum Pembersihan dan Pengupasan (Pengenalan Alat)
2 Pembersihan dan Pengupasan (Pengenalan Alat dan
2 Praktikum
Praktek)
1 Praktikum Sortasi dan Grading (Pengenalan Alat dan Praktek)
3
2 Praktikum Pengecilan Ukuran (Pengenalan Alat)
1 Praktikum Pengecilan Ukuran (Praktek)
4
2 Presentasi Pengolahan Air untuk Industri Pangan
Pencampuran, Emulsifikasi dan Homogenisasi (Penge-
1 Praktikum
nalan Alat dan Praktek)
5
Ekstraksi, Filtrasi dan Sentrifu-gasi (Pengenalan Alat
2 Praktikum
dan Praktek)
Penggorengan dan Pemanggangan (Pengenalan Alat
1 Praktikum
6 dan Praktek)
2 Responsi Fluida

vii
Minggu Perte-
Kegiatan Pokok Bahasan
Ke Muan ke-
1 Praktikum Sistem Pipa dan Pompa (Penge-nalan Alat dan Praktek)
7
2 Responsi Aliran Fluida
8 Ujian Tengah Semester (Topik Praktikum Minggu ke 1-7)
1 Responsi Kesetimbangan Energi
9
2 Responsi Pindah Panas
Pendinginan dan Pembekuan (Pengenalan Alat) dan
1 Praktikum
10 Praktek
2 Responsi Pendinginan dan Pembekuan
1 Responsi Proses Termal
11
2 Responsi Proses Termal
1 Praktikum Proses Termal (Penetrasi Panas)
12
2 Praktikum Proses Termal (Pengenalan Alat)
1 Praktikum Pengeringan (Pengukuran Laju Pengeringan)
13
2 Praktikum Pengeringan (Pengenalan alat)
1 Responsi Pengeringan (Waktu Pengeringan)
14
2 Responsi Pengeringan (Psychrometric chart)
Evaporasi dan Pemekatan (Pengenalan Alat dan
1 Praktikum
15 Praktek)
2 Responsi Evaporasi dan Pemekatan
16 Ujian Akhir Semester (Topik Praktikum Minggu ke 9-15)

Tatacara Pelaksanaan Praktikum


1. Mahasiswa dibagi menjadi 4 Golongan Praktikum. Setiap Golongan Praktikum
dibagi menjadi 6 Kelompok Praktikum yang masing-masing terdiri dari 4-5
orang mahasiswa. Setiap pelaksanaan praktikum dibimbing oleh Dosen Pem-
bimbing Praktikum yang dibantu oleh 2 orang Asisten Praktikum.
2. Syarat kehadiran dalam praktikum adalah 100%.
3. Setiap mahasiswa wajib menggunakan jas laboratorium selama kegiatan prak-
tikum di laboratorium.
4. Setiap mahasiswa diwajibkan membuat Rencana Kegiatan Praktikum (RKP)
dalam buku tulis pada setiap pelaksanaan praktikum. RKP akan diperiksa oleh
Asisten Praktikum.
5. Setiap mahasiswa wajib menyelesaikan pre-lab seperti yang terdapat dalam
buku Logbook Praktikum Teknik Pangan. Pre-lab akan diperiksa dan dini-lai
oleh Asisten Praktikum.
6. Mahasiswa yang tidak menyelesaikan dan menyerahkan RKP dan Pre-lab tidak
diperkenankan mengikuti kegiatan praktikum/responsi.

Kriteria Penilaian
Laporan Praktikum
1. Laporan praktikum dibuat secara perorangan dalam logbook laporan yang telah
disediakan. Logbook menjelaskan instruksi isi laporan yang harus diselesaikan
oleh mahasiswa. Laporan dibuat dengan tulisan tangan.

viii

2. Penilaian terhadap masing-masing item dalam logbook didasarkan pada : (a)


keakuratan data yang dilaporkan; (b) kedalaman pembahasan terhadap hasil
yang diperoleh; dan (c) kebenaran informasi terhadap pertanyaan/tugas-tugas
tambahan yang tercantum dalam logbook.
3. Laporan Praktikum diserahkan kepada Asisten Praktikum pada pertemuan
praktikum di minggu berikutnya.
4. Mahasiswa yang melakukan plagiarisme dalam penyusunan laporan akan
dikenakan nilai nol untuk setiap topik praktikum yang diikutinya. Berikut
adalah kriteria laporan praktikum/logbook yang dikategorikan sangat baik dan
sangat kurang. Pemberian nilai didasarkan pada kedekatan pada kriteria
tersebut
Kriteria Sangat Baik Kriteria Sangat Kurang
Sub-bagian
(90-100) (20-30)
Pre-lab (10%) Jawaban benar dan lengkap Jawaban tidak lengkap dan salah
Data percobaan Data-data primer hasil percobaan Data-data primer hasil percobaan
(30%) ditampilkan secara lengkap sesuai tidak lengkap, dan data tidak
format logbook dan informasi yang diolah/ditampilkan secara jelas
diminta. Data olah dibuat dalam
bentuk tabel/grafik dengan judul
yang jelas
Pembahasan Pembahasan data hasil percobaan Tidak ada pembahasan/penje-lasan
(30%) diuraikan, penyimpangan (ano- mengapa suatu hasil percobaan
mali) data dijelaskan, perbedaan diperoleh, termasuk bila terjadi
data antar contoh yang dianalisis anomali data. Tidak membanding-
dibahas dan dibandingkan dengan kan suatu data dengan informasi
informasi dari literatur, keterba- literatur, tidak ada pembahasan
tasan metode atau faktor yang faktor-faktor yang dapat mempe-
mempengaruhi data hasil analisis ngaruhi data percobaan.
dibahas.
Kesimpulan Kesimpulan jelas dan didasarkan Kesimpulan tidak jelas dan tidak
(20%) bukti/data percobaan, dijabarkan didasarkan pada fakta data perco-
apakah tujuan dari kegiatan perco- baan yang diperoleh
baan tercapai atau tidak
Tugas (10%) Jawaban benar dan lengkap Jawaban tidak lengkap dan salah

Kuis
Kuis diberikan sewaktu-waktu sebanyak 4-5 kali. Soal kuis terdiri dari 2-3 soal
esay. Soal kuis dapat mencakup topik yang telah atau sedang dipraktikumkan. Nilai
akhir kuis ditentukan dari rata-rata 3 nilai terbaik.
Ujian Tertulis
Ujian tertulis terdiri dari ujian tengah semester (UTS) dan ujian akhir semester
(UAS). Ujian dalam bentuk soal pilihan ganda (A, B, C, D dan E) dan essay dengan
alokasi waktu 120 menit.

ix
Makalah
Tugas penulisan makalah dinilai dengan kriteria sebagai berikut
Kriteria Sangat Baik Kriteria Sangat Kurang
Sub-bagian
(90-100) (20-30)
Pendahuluan Dasar-dasar teori yang terkait Tidak menjelaskan dasar-dasar teori
dan Teori Dasar dengan praktikum yang dilakukan yang terkait dengan praktikum
(15%) dijelaskan dengan baik yang dilakukan
Data percobaan Data-data primer hasil percobaan Data-data primer hasil percobaan
(30%) ditampilkan secara lengkap sesuai tidak lengkap, dan data tidak
informasi yang diminta. Data olah diolah/ditampilkan secara jelas
dibuat dalam bentuk tabel/grafik
dengan judul yang jelas dan meng-
ikuti kaidah penulisan yang benar
Pembahasan Pembahasan data hasil percoba-an Tidak ada pembahasan/penjelasan
(30%) diuraikan, penyimpangan (anomali) mengapa suatu hasil percobaan
data dijelaskan, perbedaan data diperoleh, termasuk bila terjadi
antar contoh yang dianalisis diba- anomali data. Tidak membanding-
has dan dibandingkan dengan kan suatu data dengan informasi
informasi dari literatur, keterba- literatur, tidak ada pembahasan
tasan metode atau faktor yang faktor-faktor yang dapat mempe-
mempengaruhi data hasil analisis ngaruhi data percobaan.
dibahas.
Kesimpulan Kesimpulan jelas dan didasarkan Kesimpulan tidak jelas dan tidak
(15%) bukti/data percobaan, dijabarkan didasarkan pada fakta data perco-
apakah tujuan dari kegiatan perco- baan yang diperoleh.
baan tercapai atau tidak.
Daftar Pustaka Pustaka yang digunakan bervariasi Pustaka sangat minim, tidak muta-
(5%) dan banyak, mutakhir, dan dirujuk khir, tidak dirujuk di dalam teks,
di dalam teks, ditulis dengan tata- ditulis tidak sesuai tatacara penu-
cara penulisan daftar pustaka yang lisan daftar pustaka.
benar.
Format penu- Ditulis dengan tatabahasa yang Tatabahasa banyak yang tidak
lisan (5%) benar, tidak ada kesalahan penge- sesuai kaidah yang benar, banyak
tikan, bebas plagiarisme. kesalahan pengetikan, melakukan
plagiarisme.

Presentasi Oral
Presentasi oral secara kelompok dilakukan oleh mahasiswa pada topik prak-
tikum Pengolahan Air untuk Industri Pangan. Penilaian terhadap presentasi oral
didasarkan pada teknik presentasi (tampilan, ketepatan waktu, dan teknik penyam-
paian), keakuratan/kebenaran informasi yang disampaikan, penguasaan materi
selama diskusi. Kriteria penilaian presentasi oral adalah sebagai berikut:
Baik sekali Kurang
Kriteria
(90-100) (60-69)
Kejelasan dan kea- Informasi yang disampaikan Informasi tidak jelas, banyak
kuratan informasi jelas dan berasal dari sumber yang tidak akurat dan sumber

Baik sekali Kurang


Kriteria
(90-100) (60-69)
selama presentasi yang dapat dipercaya secara referensi yang kurang mutakhir.
ilmiah, interpretasi dan kesim-
Interpretasi dan kesimpulan
pulan yang jelas dan akurat tidak jelas dan tidak sesuai
dengan hasil.
Kemampuan Jelas dan benar dengan argu- Tidak jelas dan jawaban salah
menjawab pertanyaan mentasi yang kuat. serta pertanyaan tidak ditang-
selama diskusi gapi dengan serius.
Kualitas power point Power point sangat baik, siste- Power point tidak jelas, banyak
matik dan bebas dari penulisan ditemui kesalahan penulisan dan
yang salah, dan bebas plagia- tidak disiapkan dengan baik,
risme banyak plagiarisme.
Teknik presentasi Tepat waktu, cara penampilan Lebih dari batas waktu yang
sangat baik (berkomunikasi dialokasikan, tidak ada komuni-
secara baik dan berempati kasi dan empati dengan audien,
dengan audien), dan percaya diri tidak percaya diri/terlalu per-
caya diri

Partisipasi Kelas dan Kehadiran


Partisipasi kelas dan kehadiran dinilai dengan kriteria sebagai berikut:
Excellent Good Limited
Criteria
(85-100) (70-84) (60-69)
Attendance / Student attends labo- Student attends labora- Student attends labora-
Punctuality ratory and is always tory and comes late 2 or tory and comes late > 3
punctual 3 times times
Listening skills Student respectfully Student at times listens Student does not listen
listens and under- and understand peers, to peer and lecturer.
stand peers, assis- assistants and lecturer. Student often
tants and lecturer. Student may incorpo- interrupts.
Student incorporates rates and build on the
and builds on the ideas of others.
ideas of others.
Critical Student actively and Student sometimes Student is reluctant to
thinking accurately answers answers lecturer prob- answer lecturer prob-
lecturer problem in lem in class with lem in class or answers
class with latest/up acceptable degree of with no accuracy.
to date information accuracy
Preparation Student arrives fully Student arrives with Student arrives late to
prepared and ready some preparation and class with no prepa-
for laboratory work ready for laboratory ration
work
Participation Student actively Student participates Student rarely partici-
participates and con- and contributes in pates and does not con-
tributes positively in group work at appro- tribute to group work.
group at appropriate priate times
times
Behavior Student behaves Student behaves accor- Student behaves
accordingly and dingly and shows good inappropriately, often

xi
Excellent Good Limited
Criteria
(85-100) (70-84) (60-69)
shows professional ethics with no dis- disruptive and unaware
ethics with no dis- ruption of ethics
ruption
Group Student’s presence Student’s presence con- Student’s presence
dynamic highly contributes to tributes to better group often disrupts group/
better group discus- discussions/work class discussions/work
sions/work

Penilaian
Penilaian dan penentuan nilai akhir didasarkan pada beberapa kriteria peni-
laian sebagai berikut:
Bobot Maximum
Assessment Tools
(%) Score
Kuis (5X) 10 100
Nilai Pre-lab (14X) 10 100
Tugas/Pekerjaan Rumah 5 100
Ujian Tengah Semester 20 100
Ujian Akhir Semester 20 100
Makalah (Kelompok) 5 100
Presentasi (Kelompok) 5 100
Laporan praktikum 15 100
Partisipasi kelas dan kehadiran 10 100
Skor Maksimum 100

Huruf mutu didasarkan pada nilai total dari kriteria penilaian di atas sebagai
berikut: A : > 80; AB : 75-79 B:70-74; BC : 65-69; C:55-64; D : 45-54; E: <45

xii
1
Praktikum 1:
Utilitas Industri Pangan dan Pengendalian
Otomatik

1.1. Tujuan Praktikum


Kegiatan praktikum ini bertujuan untuk (1) memperkenalkan utilitas di industri
pangan yang mencakup pengenalan peralatan boiler dan kompresor, bagian-bagian
penting dari alat, serta prinsip kerjanya, (2) mempraktekkan operasi boiler dan kom-
presor; 3) memperkenalkan falsafah dan elemen-elemen sistem pengendalian
otomatik; dan (4) menjelaskan prinsip proses pengolahan air untuk industri pangan.

1.2. Indikator Belajar


Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. menyebutkan bagian-bagian peralatan boiler dan kompresor, fungsinya masing-
masing, prinsip kerja, dan presedur operasinya.
2. menyebutkan jenis-jenis boiler dan kompresor skala komersial, serta prinsip
kerjanya dan aplikasinya di industri pangan.
3. mempraktekkan operasi boiler dan kompresor.
4. Menjelaskan falsafah dan elemen-elemen sistem pengendalian otomatik.
5. menjelaskan prinsip proses pengolahan air untuk industri pangan.

1.3. Prinsip
Pemanasan di industri pangan dapat dilakukan secara langsung maupun tidak
langsung. Pada pemanasan tidak langsung digunakan alat penukar panas, sehingga
bahan pangan tidak mengalami kontak dengan medium pemanas. Medium pema-
nas yang banyak digunakan baik untuk pemanasan langsung maupun tidak lang-
sung adalah uap panas (steam). Uap panas digunakan dalam pengukusan, sterilisasi,
blansir, pemanas pada drum dryer dll. Uap panas dihasilkan oleh boiler atau steam
generator, yang mengubah air menjadi uap panas. Sumber panas yang digunakan
bisa berasal dari pembakaran bahan bakar ataupun elemen listrik.

1
2 Utilitas Industri Pangan dan Pengendalian Otomatik

Prinsip kerja boiler adalah sebagai berikut: Air dialirkan dalam pipa-pipa mela-
lui filter, kemudian masuk ke penampung air. Air disuplai ke dalam ruang pema-
nasan menggunakan pompa suplai kemudian dipanaskan oleh heater manghasilkan
uap panas. Uap ini akan ditampung dalam ketel uap. Dari ketel uap, uap akan dike-
luarkan melalui pipa pengeluaran utama yang dilengkapi dengan kran utama,
selanjutnya melalui pressure reducer/reducing valve.
Kompresor bekerja memampatkan udara sehingga menghasilkan udara berte-
kanan. Motor untuk menggerakkan pompa pada kompresor bisa motor listrik mau-
pun motor bakar (mesin diesel). Udara bertekanan diperlukan dalam pengering
semprot untuk atomisasi, untuk sistem hidrolik dalam proses pengisian produk
pangan dan pengeliman (sealing) kemasan, suplai udara untuk fermentor, juga seba-
gai alat transport bahan yang memanfaatkan laju aliran fluida, yaitu bahan-bahan
kering yang difluidasi dan lain-lain.
Prinsip kerja dari kompresor adalah motor (listrik atau diesel) akan menggerak-
kan piston menggunakan sistem transmisi sabuk (V-belt). Piston akan memampat-
kan udara menjadi udara bertekanan tinggi. Udara ini akan terdesak dan masuk ke
tangki kompresor. Apabila tekanan udara dalam tangki mencapai setting point,
sistem pengendali tekanan akan memutus arus listrik ke motor penggerak sehingga
pompa berhenti. Udara bertekanan yang akan digunakan dikeluarkan melalui katup
keluaran dan saluran pipa yang dilengkapi penunjuk tekanan dan reducing valve.
Pada saat udara ditekan, maka udara menjadi lewat jenuh dan uap air mengembun
dalam tangki udara bertekanan. Oleh karena itu, secara periodik air yang mengem-
bun dalam tangki harus dikeluarkan melalui katup drain.
Langkah-langkah dasar dalam pengendalian proses meliputi: Mengukur varia-
bel proses, membandingkan dengan setting point (standar) dan jika ada error mela-
kukan tindakan koreksi. Dalam sistem pengendalian otomatik elemen-elemen
pengendalian proses terdiri dari: sensor (sensing elements), transmitter, pengendali
(controller) dan aktuator (final control element). Sensor mengukur variabel proses,
transmitter mengubah dan mengirimkan sinyal dari sensor ke pengendali, pengen-
dali membaca sinyal dan membandingkan dengan setting point, jika ada perbedaan
maka akan mengaktifkan aktuator untuk koreksi. Aktuator yang digunakan tergan-
tung pada proses yang dikendalikan, jika menyangkut aliran fluida bertekanan
digunakan katup solenoid, jika menggunakan arus listrik untuk motor atau pema-
nas listrik digunakan kontaktor. Jenis-jenis sensor dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Contoh skema pengendalian suhu proses dapat dilihat pada Gambar 1.1.

1.4. Kegiatan Praktikum


Alat-alat : Boiler dan kompresor tipe piston.
Praktikum 1.1. Pengenalan bagian-bagian boiler dan perlengkapannya
Amati bagian-bagian boiler mulai dari bagian suplai air sampai penyaluran uap.
Catat bagian-bagian boiler tersebut dan identifikasi fungsinya. Lengkapi gambar
dengan keterangan bagian-bagiannya. Isikan pada lembar laporan yang disediakan.
Praktikum Teknik Pangan 3

Tabel 1.1. Jenis-jenis sensor yang digunakan dalam pengendalian otomatik


Process Variable Sensors
Temperature Thermocouples or resistance thermometers
Pressure Digital pressure gauges or Bourdon gauges & vacuum
Weight Strain gauges , load cells
Color Reflectance meter
Pump, motor speed Tachometers

Steam

Gambar 1.1. Skema sistem pengendalian suhu proses

Pengujian sistem pengendalian suplai air ke boiler


1. Putar switch ke posisi WATER LEVEL TEST, jika lampu penunjuk LOW WATER
menyala, langsung putar switch ke posisi PUMP TEST.
2. Jika pada waktu switch di posisi WATER LEVEL TEST lampu penunjuk LOW
WATER tidak menyala, putar switch ke posisi PUMP TEST, perhatikan pompa
suplai air.
3. Buka katup BLOW-DOWN (di bagian belakang boiler) untuk menurunkan
tingkat permukaan air dalam boiler). Setelah lampu penunjuk LOW WATER
menyala tutup rapat katup BLOW-DOWN (ini menunjukkan permukaan air
dalam tangki boiler berada di bawah sensor.
4. Putar switch ke posisi PUMP TEST, perhatikan pompa air (apakah beroperasi
memompa air mengisi boiler?). Jika tidak beroperasi, periksa penyebabnya.
5. Jika setelah pompa air mengisi tangki boiler dan penunjuk LOW WATER mati,
permukaan air telah kembali cukup dan pompa maupun pengontrol air berjalan
baik.
4 Utilitas Industri Pangan dan Pengendalian Otomatik

Pengoperasian boiler dan sistem pengendalian tekanan dalam tangki boiler


1. Tutup kran pengeluaran uap pada boiler.
2. Buka katup suplai air.
3. Pastikan kran penerima uap pada alat yang akan menggunakan uap panas dari
boiler pada posisi terbuka.
4. Periksa air dalam ketel dengan memutar tombol ke posisi water level test.
5. Hidupkan mesin dengan mengatur tombol power pada posisi ON.
6. Biarkan alat bekerja sampai menghasilkan uap panas dengan tekanan 5-6 atm.
7. Baca tekanan dalam boiler pada saat heater mati secara otomatis, Buka kran
pengeluaran uap pada boiler. Perhatikan pada tekanan berapa heater menyala
kembali secara otomatis.
8. Tutup kran pengeluaran uap pada boiler jika proses telah selesai.
9. Matikan mesin dengan mengatur tombol power pada posisi OFF.

Praktikum 1.2. Pengenalan bagian-bagian kompresor dan perlengkapannya


Amati bagian-bagian kompresor, mulai dari perlengkapan pemasukan udara
sampai sistem penyaluran udara bertekanan. Catat bagian-bagian kompresor terse-
but dan identifikasi fungsinya. Isikan pada lembar laporan yang disediakan.
Lengkapi gambar dengan keterangan bagian-bagiannya.
Pengoperasian kompresor dan sistem pengendalian tekanan dalam tangki
kompresor
1. Buka katup drain untuk mengeluarkan kondensat dari dalam tangki udara berte-
kanan.
2. Hidupkan kompresor dengan menaikkan switch untuk kompresor di panel listrik
3. Periksa drain, jika tidak mengeluarkan air kondensat lagi, tutup katup drain.
4. Cek tekanan dalam tangki udara dengan melihat penunjuk tekanan.
5. Periksa apakah motor penggerak pompa otomatis berhenti setelah tekanan men-
capai setting point.(catat tekanan yang dicapai)
6. Buka kran utama pengeluaran udara. Cek apakah setelah tekanan turun (catat
berapa tekanannya), motor penggerak pompa secara otomatis hidup.
7. Matikan motor penggerak pompa dengan menurunkan switch pada panel listrik
untuk kompresor, buang tekanan dengan membuka kran pengeluaran udara.
Setelah tekanan mendekati nol (gauge) buka katup drain.

1.5. Pustaka
Canovas GV, Ma L dan Barletta B. 1997. Food Engineering Laboratory Manual. Technomic Pub-
lishing Co., Inc. Lancaster-USA.
Singh RP and Heldman DR. 2001. Introduction to Food Engineering. Academic Press, London.
Sharma SK., Mulvaney SJ dan Rizvi SSH. 2000. Food Process Engineering: Theory and Labora-
tory Experiments. Wiley Interscience, New York.
Toledo RT. 1991. Fundamentals of Food Process Engineering. 2nd Ed. Van Nonstrand Rein-hold,
New York.
2
Praktikum 2:
Kesetimbangan Massa

2.1. Tujuan Praktikum


Kegiatan praktikum ini bertujuan untuk menjelaskan prinsip dan mengaplikasi-
kan prinsip kesetimbangan massa dalam proses pengolahan pangan.

2.2. Indikator Belajar


Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. menjelaskan prinsip kesetimbangan massa dalam proses pengolahan pangan.
2. menghitung kesetimbangan massa dalam kasus proses pengolahan pangan.
3. mengaplikasikan prinsip kesetimbangan massa dalam proses pengolahan
pangan.

2.3. Prinsip
Kesetimbangan massa sangat penting dalam perancangan proses baru untuk
industri pangan maupun dalam analisis ekonomi teknologi alternatif dan modifikasi
proses untuk meningkatkan hasil atau rendemen. Perhitungan kesetimbangan
massa digunakan dalam analisis satuan operasi atau proses pemisahan (seperti pro-
ses pembersihan, pencucian, sortasi, pengupasan, pemekatan, kristalisasi, evaporasi
dan penge ringan) maupun pencampuran untuk menghasillkan produk dengan
karakteristik yang diinginkan (seperti pengenceran, pembuatan formula campuran
dan emulsifi kasi).
Prinsip dasar yang digunakan dalam perhitungan kesetimbangan massa (mate-
rial balance) adalah hukum konservasi massa. Berdasarkan hukum konservasi massa,
kuantitas massa yang masuk ke dalam sistem sama dengan kuantitas massa yang
keluar dari sistem ditambah massa yang terakumulasi dalam sistem. Hukum terse-
but dapat dituliskan sebagai persamaan berikut:

5
6 Kesetimbangan Massa

Langkah-langkah dalam penyelesaian soal-soal kesetimbangan massa adalah


sebagai berikut:
1. Pahami persoalan kemudian rangkum informasi yang ada dalam bentuk diagram
proses, lengkapi dengan keterangan semua laju aliran yang masuk dan keluar
sistem serta komposisinya masing-masing.
2. Tunjukkan batas-batas sistem dengan garis putus-putus.
3. Pilih basis untuk perhitungan. Basis kalkulasi bisa dalam satuan waktu proses,
satuan massa atau satu batch proses.
4. Buat simbol-simbol (huruf) untuk menunjukkan kuantitas-kuantitas yang belum
diketahui dan akan ditentukan.
5. Susun hubungan matematik kesetimbangan massa berbagai unsur dalam bentuk
kuantitas yang diketahui maupun yang belum diketahui. Walaupun tidak ditulis-
kan satuannya, harus diperhatikan agar satuan massanya sama.
6. Selesaikan persamaan-persamaan matematik untuk menghitung kuantitas yang
belum diketahui.
Contoh Kasus
Contoh 1:
Pengolahan ubi jalar menjadi chip kering meliputi tahap pencucian dan pengu-
pasan, sortasi, trimming, penyawutan dan pengeringan. Diketahui bahwa 1 ton ubi
jalar yang diolah menghasilkan sawut basah sebanyak 800 kg. Sawut basah dengan
kadar air 70% dikeringkan sampai kadar air 10%. Hitung rendemen sampai proses
penyawutan dan rendemen sampai proses pengeringan serta rendemen penge-
ringan.
Jawab:
Kasus ini merupakan contoh penerapan kesetimbangan massa dalam proses
persiapan (pencucian dan pengupasan, sortasi, trimming, dan penyawutan) dan
pengeringan.
Dari informasi di atas, proses persiapan dapat dianggap sebagai satu proses,
yaitu pemisahan kotoran, kulit dan bagian rusak dari bagian yang layak dimakan.
Proses pengolahan ubijalar tersebut dapat digambarkan dengan diagram sebagai
berikut, satu ton atau 1000 kg ubijalar digunakan sebagai basis.
Rendemen (yield) biasanya dinyatakan dalam persen terhadap bahan yang
masuk. Dengan demikian:
 Rendemen (%) = (kuantitas produk/kuantitas bahan) x 100%.
 Rendemen sampai penyawutan = (800/1000) x 100% = 80%
 Rendemen sampai pengeringan = (X/1000) x 100%
 Rendemen pengeringan = (X/800) x 100%
Praktikum Teknik Pangan 7

1000 kg ubi jalar

Kesetimbangan massa pada sistem pengeringan:


 Untuk menghitung nilai X, lebih sederhana menggunakan tie substance (dalam
hal ini solid), yaitu unsur yang masuk dan keluar sistem dalam 1 aliran.
 Kesetimbangan massa solid adalah 0.9X = 0.3 (800)kg, sehingga X = 266.7 kg
 Massa produk sawut kering dihasilkan = 266.7 kg
 Rendemen sampai pengeringan = (266.7/1000) x 100% = 26.7%
 Rendemen pengeringan = (266.7/800) x 100% = 33.3%

Contoh 2:
Tentukan massa kristal gula yang bisa dihasilkan dari proses kristalisasi gula
dengan menggunakan bahan baku 500 kg nira pekat dengan kandungan sukrosa
75%. Proses kristalisasi dilakukan dengan menurunkan suhu sampai 15oC dan
diketahui konsentrasi larutan sukrosa jenuh pada 15oC adalah 66%.
Jawab:
Kasus ini merupakan contoh penerapan prinsip kesetimbangan massa pada
proses kristalisasi gula. Nira yang pekat jika diturunkan suhunya akan menjadi
lewat jenuh, karena larutan jenuh pada suhu yang lebih rendah akan mengandung
gula yang lebih rendah. Kristalisasi akan menghasilkan fraksi larutan jenuh dengan
kandungan sukrosa yang lebih rendah dan fraksi kristal gula. Kristalisasi gula
dalam kasus ini dapat digambarkan dalam diagram berikut:
 Kesetimbangan massa total : 500kg = A + B
 Kesetimbangan massa air : 0.25(500)kg = 0.34,  B = 0.25(500)/0.34 = 367.6kg
 Substitusi ke kesetimbangan massa total 500kg = A + 367.6  A = 500 – 367.6 =
132.4kg
8 Kesetimbangan Massa

Jadi massa kristal gula yang bisa dihasilkan adalah 132.4 kg

Contoh 3:
Selai dibuat dari 45% buah dan 55% gula. Selai juga harus mempunyai total
padatan terlarut minimal 65% untuk membentuk gel yang baik. Proses pembuatan
selai secara garis besar meliputi pencampuran buah dan gula, penambahan pektin
dan dilanjutkan pemekatan sampai mencapai total padatan terlarut 65%. Jumlah
pektin yang ditambahkan tergantung pada jumlah gula dan derajat kemurnian
(grade) pektin (dibutuhkan 1 kg pektin grade 100 untuk 100 kg gula agar dihasilkan
gel yang baik). Jika buah dengan total padatan 10% dan pektin grade 100 digunakan
untuk membuat 500 kg selai, hitunglah berat buah, gula dan pektin yang dibutuh-
kan. Total padatan terlarut yang terukur dianggap hanya berasal dari buah dan
gula.
Jawab:
Kasus ini merupakan contoh penerapan kesetimbangan massa dalam formulasi
atau proses pencampuran dan pemekatan (evaporasi). Proses pembuatan selai terse-
but dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut.

 Kesetimbangan massa solid : 0.1 X + Y = (0.65)500


 Karena persyaratan rasio buah dengan gula adalah 45 : 55, maka X/Y = 45/55 
Y = 55X/45
 Substitusi ke persamaan kesetimbangan massa solid : 0.1 X + Y = (0.65)500, maka:
X + 55X/45 = 325
 59.5X = 45(325)  X = 245.8
 (0.1)(245.8) + Y = 325  Y = 300.4
 Dengan demikian, dibutuhkan buah 245.8 kg dan gula 300.4
Praktikum Teknik Pangan 9

Pektin yang harus ditambahkan adalah: (1/100)(300.4) = 3.004 kg = 3004 gram.

2.4. Pustaka
Harper JC. 1982. Element of Food Engineering. The Avi Publishing Company, Inc., Westport.
Connecticut
Toledo RT. 1991. Fundamentals of Food Process Engineering, 2nd ed., Van nostrand Reinhold,
New York.
Valentas K.J, Rotstein. E, Singh RP. 1997. Handbook of Food Engineering Practice. CRC Press,
Boca Raton, New York.
3
Praktikum 3:
Pembersihan dan Pengupasan

3.1. Tujuan Praktikum


Kegiatan praktikum ini bertujuan untuk mengenalkan berbagai metode pember-
sihan bahan pangan secara basah dan kering, dan mempraktekkan beberapa metode
pengupasan secara fisik dan kimia.

3.2. Indikator Belajar


Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. menjelaskan dan mempraktekkan metode pembersihan secara basah (soaking).
2. mengenal dan mempraktekan metode pembersihan secara kering (metode aspi-
rator).
3. mengenal dan mempraktekan metode pengupasan secara fisik/mekanik (me-
tode abrasif).
4. mempraktekkan metode pengupasan secara kimia (soda kaustik).
5. menerapkan prinsip kesetimbangan massa dalam proses pencucian dan pember-
sihan.
6. menghitung rendemen dari hasil proses pembersihan dan pengupasan.

3.3. Prinsip
Operasi pembersihan adalah pemisahan kotoran dan kontaminan dari bahan
baku. Pengertian kontaminan ini mencakup adanya bahan-bahan yang membahaya-
kan, bahan atau bagian yang tidak bisa dimakan, dan bahan-bahan yang secara etika
dan kebiasaan tidak seharusnya ada pada produk pangan. Karena itulah maka
operasi pengupasan sering pula dimasukkan dalam kategori operasi pembersihan,
karena operasi pengupasan membuang bagian yang tidak layak dimakan dan
mengurangi kontaminan, khususnya jumlah mikroba. Secara lebih detail, jenis-jenis
kontaminan bisa dilihat Tabel 3.1.

11
12 Pembersihan dan Pengupasan

Tabel 3.1. Jenis-jenis kotoran dan kontaminan pada hasil pertanian dan bahan men-
tah industri pangan
Jenis Kontaminan Contoh
Mineral Tanah, batu, pasir, kerikil, pelumas, pecahan gelas
Logam Logam besi dan non besi, baut
Bagian kayu, ranting, daun, tangkai, kelopak, kulit buah,
Bagian tanaman
tempurung, kulit kayu
Eskreta binatang (kotoran, urin, dll); rambut, bulu, telur
Bagian hewan
serangga, larva, bercak darah, bagian serangga
Bahan kimia Residu pupuk, pestisida
Mikroba Bakteri, kapang dan khamir
Produk metabolisme
Warna, bau, dan toksin
mikrobiologis

3.3.1. Metode Pembersihan


(1) Pembersihan Kering (Dry Cleaning)
Pembersihan secara kering bisa dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :
(a) Pengayakan (lihat Bab Sortasi dan Pengkelasan)
Dalam hal ini, pengayakan dapat diperlakukan sebagai operasi pembersihan
jika antara kotoran dan produk pangan mempunyai perbedaan ukuran, sehingga
bisa dipisahkan dengan pengayakan. Contohnya pembersihan gabah dari malai,
batang padi dan debu.
(b) Pembersihan dengan Aspirasi (Aspiration Cleaning)
Pembersihan dilakukan dengan cara meniupkan aliran udara untuk memisah-
kan antara kotoran dan produk pangan (Gambar 3.1). Dengan demikian, efektivitas
pembersihan dengan cara ini sangat dipengaruhi oleh perbedaan densitas (kera-
patan) antara kotoran atau kontaminan dan produk pangan. Contohnya
pembersihan gabah isi dari gabah kosong atau sekam.

Gambar 3.1. Alat pembersih dengan udara (aspiration cleaning)


Praktikum Teknik Pangan 13

(c) Pembersihan magnetik (Magnetic cleaning)


Pembersihan ini digunakan untuk memisahkan kotoran berupa logam dari pro-
duk pangan. Magnet yang digunakan bisa berupa magnet permanen maupun mag-
net sementara.
(d) Pembersihan Abrasi (Abrasion cleaning)
Teknik pembersihan abrasi ini bisa digunakan untuk melepaskan kotoran yang
melekat erat pada permukaan produk dan untuk pengupasan (umumnya untuk
pengupasan kulit kentang, ubi jalar, dan buah kelapa yang sudah dikupas sabut-
nya). Abrasi bisa dilakukan menggunakan piringan dengan permukaan kasar
(abrasive disks) yang berputar atau sistem sikat berputar (rotating brushes).
(2) Pembersihan Basah (Wet Cleaning)
Metode pembersihan basah efektif untuk membersihkan kotoran/kontaminan
yang menempel kuat pada permukaan bahan pangan dan memungkinkan penggu-
naan deterjen dan sanitaiser untuk mempermudah pembersihan. Namun demikian,
pembersihan cara basah tidak bisa diaplikasikan untuk pembersihan bahan pangan
yang akan rusak jika terkena air dan permukaan yang basah akan mempercepat
terjadinya kerusakan (pembusukan) atau rekontaminasi. Di samping itu, metode ini
membutuhkan jumlah air yang cukup banyak, sehingga akan menghasilkan limbah
cair yang banyak pula.
(a) Perendaman (Soaking)
Perendaman merupakan metode pembersihan basah yang paling sederhana dan
efektif. Efektifitas pembersihan bisa ditingkatkan dengan cara memberikan aliran air
maupun melakukan pengadukan, menggunakan air hangat/panas, menambahkan
bahan pembersih tertentu, termasuk aplikasi gelombang ultrasonik (ultrasonic
cleaning).
(b) Penyemprotan air (Spray Washing)
Cara ini banyak digunakan di industri pangan. Efektivitasnya dipengaruhi oleh
tekanan dan lama penyemprotan. Penggunaan tekanan yang tinggi akan mening-
katkan efektivitas pembersihan, tetapi pengaruhnya terhadap kerusakan produk
perlu dipertimbangkan dengan baik. Dalam prakteknya, berkembang berbagai
disain yang diaplikasikan di industri, antara lain spray drum washers dan spray belt
washers.
(c) Pembersihan Pengapungan (Flotation Washing)
Pembersihan dengan cara pengapungan dilakukan dengan prinsip pemisahan
berdasarkan pada perbedaan daya apung (buoyancy) antara kotoran (unwanted mate-
rials) dan produk yang diinginkan (wanted materials).

3.3.2. Metode Pengupasan


Operasi pengupasan (peeling) merupakan satuan operasi untuk memisahkan
kulit, terutama kulit yang tidak layak dimakan (inedible portion) dengan bagian yang
bisa dimakan (edible portion). Dalam prakteknya, operasi pengupasan juga sering
dilakukan untuk produk dengan kulit yang bisa dimakan, namun tetap dilakukan
14 Pembersihan dan Pengupasan

pengupasan dengan alasan peningkatan mutu atau pun peningkatan nilai tambah
tertentu.
Selain operasi pengupasan, yang termasuk operasi pemisahan bagian yang
tidak layak dimakan (inedible portion) dan bagian yang bisa dimakan (edible portion)
ini adalah husking, pitting, coring, dan shelling.

3.4. Kegiatan Praktikum


Alat-alat : Huller, polisher, rice grader, dan abrasive peeler, vibrating screen dan rotary
fine screen separator
Bahan : Buah apel, gabah, beras dan ubi jalar/ubi kayu

Praktikum 3.1. Pengenalan Alat

1. Huller

Gambar 3.2. Huller

Prinsip kerja alat


Feed roller yang digerakkan oleh motor, berputar mendorong gabah ke celah
antara dua rubber roll. Pengaruh kerja dua rubber roller yang kecepatannya berbeda
akan mengakibatkan timbulnya gaya sobek dan gaya gesek terhadap objek (gabah).
Akibatnya kulit gabah (sekam) akan dilepaskan dari gabah. Sstem aspirasi akan
memisahkan beras pecah kulit dari sekam.
Standar operasional alat
1. Masukan steker ke main power suplai.
2. Hidupkan alat dengan menekan tombol ON.
3. Buka penutup saluran gabah (2).
4. Atur jarak rol (4).
5. Masukan gabah melalui tempat pemasukan gabah (1).
6. Tampung hasil penggilingan (10).
7. Atur pemasukan udara (11) sehingga gabah tidak tertarik ke cyclon (8).
8. Matikan alat dengan menekan power ke OFF.
9. Cabut steker dan bersihkan alat.
Praktikum Teknik Pangan 15

2. Polisher

Gambar 3.3. Polisher

Prinsip kerja alat


Motor menggerakkan batu gerinda, putaran batu gerinda mengakibatkan terjadi
gaya gesekan antara beras pecah kulit dengan batu gerinda dan antara beras itu
sendiri. Gaya gesek tersebut menyebabkan beras mengalami proses penyosohan.
Gaya gravitasi,vibrasi dan sentrifugal berperan dalam pemisahan antara dedak dan
beras sosoh. Dedak lolos saringan sedangkan beras akan tertahan.
Standar operasional alat
1. Masukan steker ke main power suplai.
2. Hidupkan alat dengan menekan tombol ON (3).
3. Buka penutup pemasukan bahan.
4. Masukkan beras pecah kulit melalui hoper (4).
5. Set timer/manual (2).
6. Buka saluran ke penampung beras sosoh.
7. Matikan alat dengan menekan power ke OFF (3).
8. Cabut steker dan bersihkan alat.

3. Abrasive Peeler

Gambar 3.4. Abrasive peeler


16 Pembersihan dan Pengupasan

Prinsip Kerja Alat


Motor menggerakkan batu gerinda kasar, putaran batu gerinda mengakibatkan
terjadi gaya gesekan antara bahan pangan yang dikupas (umbi) dengan batu
gerinda dan antara umbi itu sendiri. Gaya gesek itu menyebabkan umbi mengalami
proses pengupasan kulit. Aliran air dari atas umbi akan membawa kulit keluar dari
ruang pengupasan sehingga dihasilkan umbi yang bersih.
Standar operasional alat
1. Letakkan bahan yang akan dikupas pada bak (1).
2. Masukkan steker ke power suplai.
3. Hidupkan alat dengan menekan tombol ON (6).
4. Alirkan air dari atas bahan (2).
5. Matikan alat dengan menekan power ke OFF (6).
6. Cabut steker dan bersihkan alat.

Praktikum 3.2. Pengglingan dan Penyosohan


Percobaan penggilingan dengan huller
1. Siapkan masing-masing sekitar 200g gabah
2. Atur vent pada posisi: (a) terbuka penuh; (b) setengah terbuka; (c) tertutup
3. Pisahkan secara manual beras pecah kulit dari gabah kosong dan sekam pada
penampung beras pecah kulit, timbang fraksi masing-masing.
4. Pisahkan secara manual beras pecah kulit dari gabah kosong dan sekam pada
penampung sekam, timbang fraksi masing-masing.
5. Hitung efektivitas pemisahan berdasarkan posisi vent.
Percobaan penyosohan dengan polisher
1. Siapkan masing-masing sekitar 100g beras pecah kulit.
2. Lakukan penyosohan: (a) 1 menit; (b)2 menit; (c) 3 menit.
3. Amati derajat penyosohan (warna).
4. Hitung rendemen hasil penyosohan.

Praktikum 3.3. Pengupasan


Percobaan pengupasan dengan abrasive peeler dilakukan sebagai berikut :
1. Siapkan ubi jalar yang telah dipilih dengan bentuk dan ukuran yang relatif
seragam.
2. Timbang ubi jalar tersebut.
3. Kupas dengan abrasive peeler selama 2, 4 dan 6 menit.
4. Amati hasil pengupasan (% ubi terkupas), timbang dan catat hasilnya dalam
tabel di buku laporan praktikum.
Percobaan pengupasan dengan soda dilakukan sebagai berikut :
1. Siapkan larutan soda kaustik (0 dan 3% NaOH).
2. Panaskan dan atur suhu larutan tersebut pada 70oC dan 90oC.
3. Siapkan buah tomat yang telah dipilih dengan kematangan dan ukuran yang
relatif seragam.
Praktikum Teknik Pangan 17

4. Celupkan buah tomat (masing-masing 3 buah/perlakuan) selama 5 menit, 10,


dan 15 menit.
5. Ambil buah tomat yang telah dicelup.
6. Kupas kulit buah tomat dengan dua cara : (a) secara manual (gunakan sarung
tangan); dan (b) dengan cara disemprot air dingin. Pengupasan secara manual
bertujuan untuk memperoleh informasi kemudahan pengupasan.
7. Amati hasil pengupasan dan catat hasilnya dalam tabel di buku laporan prak-
tikum.

3.5. Pustaka
Canovas GV, Ma L, Barletta B. 1997. Food Engineering Laboratory Manual. Technomic
Publishing Co., Inc. Lancaster-USA.
Sharma SK, Mulvaney SJ, Rizvi SSH. 2000. Food Process Engineering: Theory and Laboratory
Experiments. Wiley Interscience, New York.
Toledo RT. 1991. Fundamentals of Food Process Engineering. 2nd Ed. Van Nonstrand Reinhold,
New York.
4
Praktikum 4:
Sortasi dan Grading

4.1. Tujuan Praktikum


Kegiatan praktikum ini bertujuan untuk: (1) memperkenalkan alat-alat sortasi
dan grading yang digunakan dalam proses pengolahan pangan dan prinsip
kerjanya, mempraktekkan proses sortasi dan grading, (2) menerapkan prinsip
kesetimbangan massa dalam proses sortasi dan grading, serta (3) menjelaskan
contoh aplikasinya di industri pangan.

4.2. Indikator Belajar


Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. menjelaskan peralatan sortasi dan grading berdasarkan berat, warna dan ukuran
serta prinsip kerjanya.
2. menjelaskan dan mempraktekkan peralatan grading (vibrating screen dan rice
grader).
3. mempraktekkan proses grading biji-bijian berdasarkan standar mutu.
4. menerapkan prinsip kesetimbangan massa dalam proses sortasi dan grading.
5. menjelaskan contoh aplikasi proses sortasi dan grading di industri pangan.
6. menghitung efektivitas dan rendemen dari hasil proses sortasi dan grading.

4.3. Prinsip
Proses pemilihan (sortasi) bahan pangan berperan dalam mengendalikan efekti-
fitas dari berbagai proses pengolahan pangan. Bahan pangan yang telah disortir
akan memiliki berat, ukuran atau bentuk yang lebih seragam. Proses sortasi juga
dapat memisahkan bahan baku yang bermutu rendah, mengandung penyakit, atau
berwarna tidak sama. Proses sortasi juga dapat memisahkan bahan-bahan asing
yang terbawa dalam bahan baku.
Proses pengkelasan (grading) bahan pangan berperan dalam menentukan mutu
produk pangan yang dihasilkan. Bahan pangan yang seragam dengan kelas yang
sama akan mudah ditangani dan diproses dalam operasi secara mekanis. Karakter

19
20 Sortasi dan Grading

bahan baku yang seragam juga akan menjamin keseragaman di dalam proses pin-
dah panas selama proses pengolahan. Selain itu, dengan ukuran, bentuk dan spesifi-
kasi yang seragam, bahan pangan tersebut akan lebih menarik bagi konsumen.
Tahap sortasi dan grading perlu dilakukan agar bahan baku yang akan diguna-
kan di dalam proses pengolahan pangan sesuai dengan spesifikasi alat pengolah.
Industri pangan sebagian masih menerapkan proses sortasi dan grading secara ma-
nual oleh pekerja yang telah terlatih. Sebagian industri pangan lainnya melakukan
proses sortasi dan grading secara mekanik, antara lain menggunakan prinsip pemi-
sahan berdasarkan berat, ukuran, bentuk, dan warna bahan pangan. Sebagai contoh,
proses aspirasi dan filtrasi dapat digunakan untuk memisahkan bahan pangan,
seperti kacang-kacangan, biji-bijian dan tanaman polong ke dalam kelas-kelas ber-
dasarkan beratnya.
Di dalam proses sortasi, bahan pangan yang masuk akan menghasilkan produk
hasil sortasi yang dikehendaki dan residu atau bahan apkiran yang ingin dipisahkan
dari produk. Efektivitas proses sortasi/grading dapat dihitung dengan rumus beri-
kut:
P. X p .R(1  X r )
Effektivitas sortasi/grading = (4.1)
F . X f .F (1  X f )

dimana:
P (kg s-1) : laju aliran produk
F (kg s-1) : laju aliran pemasukan bahan (umpan)
R (kg s-1) : laju aliran bahan apkiran
Xp : fraksi massa bahan yang diinginkan dalam produk
Xf : fraksi massa bahan yang diinginkan pada umpan
Xr : fraksi massa dari bahan yang diinginkan pada bahan apkiran

4.4. Kegiatan Praktikum


Alat-alat : Rice grader, vibrating screen, dan timbangan
Bahan : Beras dengan berbagai, tepung jagung

Praktikum 4.1. Percobaan Grading Beras dengan Rice Grader


Prinsip kerja alat
Motor menggerakkan silinder yang sisinya berlekuk kecil-kecil. Menir/beras
patah akan jatuh dan ditampung ke dalam palung dengan variasi sudut yang ber-
beda-beda.
Standar operasional alat
1. Masukan steker ke power suplai.
2. Masukan bahan ke dalam palung (5).
3. Pasang silinder (6).
4. Putar palung (1) sehingga beras seluruhnya tumpah ke dalam silinder.
5. Set waktu (3) dan variasi sudut palung (1).
Praktikum Teknik Pangan 21

Gambar 4.1. Rice grader

6. Hidupkan alat dengan menekan tombol ON (2).


7. Matikan alat dengan menekan power ke OFF (2).
8. Cabut steker dan bersihkan alat.
Pengamatan dan Percobaan
1. Amati bagian-bagian dari rice grader.
2. Catat bagian-bagian rice grader dan identifikasi fungsinya.
3. Timbang sampel beras sebanyak 100 g.
4. Lakukan grading beras dengan berbagai perlakuan sudut palung (0o, 30o dan
60o) dan waktu grading (3, 6, dan 9 menit) untuk memisahkan menir, beras patah
dan beras kepala.
5. Timbang hasil grading. Hitung persentasi masing-masing bagian dari hasil pro-
ses grading tersebut. Dari data percobaan ini, bahas pengaruh sudut palung dan
waktu grading terhadap proses grading beras.
6. Hitung pula efektivitas sortasi.
7. Buat diagram kesetimbangan massa dari proses grading tersebut.

Praktikum 4.2. Percobaan Grading Tepung Jagung dengan Vibrating Screen


1. Amati dan gambarkan vibrating screen.
2. Catat bagian-bagian vibrating screen dan identifikasi fungsinya.
3. Catat mekanisme kerja dan prosedur operasi standar dari alat tersebut.
4. Catat ukuran mesh dari masing-masing ayakan.
5. Timbang 2 bagian tepung jagung kasar hasil penggilingan, masing-masing sebe-
rat 500 g.
6. Lakukan grading tepung jagung dengan beberapa ukuran ayakan selama 5 dan
10 menit.
7. Timbang hasil grading berdasarkan ukuran butiran tepung/grits jagung yang
dihasilkan.
8. Hitung persentasi masing-masing bagian dari hasil proses grading tersebut.
Hitung efektifitas dari proses grading tersebut.
9. Buat diagram kesetimbangan massa dari proses grading tersebut.
22 Sortasi dan Grading

Praktikum 4.3. Grading Biji-Bijian secara Manual berdasar Standar Mutu


1. Siapkan sampel biji-bijian sebanyak 100 g.
2. Lakukan grading sampel biji-bijian tersebut secara manual berdasarkan standar
mutu yang disediakan.
3. Timbang masing-masing bagian dari hasil grading tersebut.
4. Buat diagram kesetimbangan massa dari proses grading tersebut.
5. Hitung persentasi masing-masing bagian dari hasil proses grading tersebut.
6. Tentukan kelas mutu sampel biji-bijian tersebut.

4.5. Pustaka
Canovas GV, Ma L, Barletta B.. 1997. Food Engineering Laboratory Manual. Technomic
Publishing Co., Inc. Lancaster-USA.
Sharma SK, Mulvaney SJ, Rizvi SSH. 2000. Food Process Engineering: Theory and Laboratory
Experiments. Wiley Interscience, New York.
Toledo RT. 1991. Fundamentals of Food Process Engineering. 2nd Ed. Van Nonstrand Reinhold,
New York.
Wirakartakusumah A, Subarna, Arpah M, Syah D, Budiwati IS. 1992. Petunjuk Laboratorium
Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
5
Praktikum 5:
Pengecilan Ukuran

5.1. Tujuan Praktikum


Kegiatan praktikum ini bertujuan untuk: (1) mengenalkan dan menjelaskan
prinsip kerja berbagai peralatan untuk pengecilan ukuran cara kering dan cara
basah, bagian-bagian peralatan dan fungsinya masing-masing, mempraktekkan
operasi peralatan-peralatan tersebut, (2) menerapkan prinsip kesetimbangan massa
dalam proses pengecilan ukuran, serta (3) membandingkan kinerja berbagai alat
proses pengecilan ukuran dan menjelaskan aplikasinya di industri pangan.

5.2. Indikator Belajar


Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. mempraktekkan berbagai peralatan untuk pengecilan ukuran bahan kering (disc
mill, pin disc mill, willey mill., dll)
2. mempraktekkan berbagai peralatan untuk pengecilan ukuran bahan basah
(rasper, slicer, chopper, bowl chopper, bend saw, grinder, dan pulper).
3. menjelaskan bagian-bagian peralatan pengecilan ukuran bahan basah dan kering
serta fungsinya masing-masing.
4. menerapkan prinsip kesetimbangan massa dalam proses pengecilan ukuran.
5. menghitung rendemen dari hasil proses pengecilan ukuran.
6. membandingkan kinerja berbagai alat proses pengecilan ukuran (kesesuaian
bahan dan energi yang digunakan).
7. menjelaskan contoh aplikasi proses pengecilan ukuran di industri pangan.

5.3. Prinsip
Pengecilan ukuran merupakan suatu operasi yang penting dalam proses pengo-
lahan pangan. Tujuan dari proses pengecilan ukuran adalah untuk: (a) memperluas
permukaan bahan, sehingga bahan lebih mudah diekstrak, dikeringkan, dimasak,
diblansir; (b) meningkatkan efisiensi proses pengadukan; dan (c) memenuhi standar
ukuran produk tertentu.

23
24 Pengecilan Ukuran

Proses pengecilan ukuran banyak didasarkan pada pengalaman empiris berupa


mekanisasi operasi yang semula dilakukan secara manual. Setiap alat pengecil
ukuran didisain untuk menghasilkan gaya pukul (impact), atau gaya tekan/gencet
(compression), atau shear atau kombinasi dari gaya-gaya tersebut. Pemilihan jenis
pengecil ukuran yang digunakan dalam pengecilan ukuran dipengaruhi oleh karak-
teristik bahan pangan yang diolah (seperti kekerasan bahan, struktur mekanis
bahan, dan kadar air) serta produk akhir atau derajat pengecilan yang diinginkan.
Pengecilan ukuran dapat dibedakan menjadi pengecilan yang ekstrim/penggi-
lingan (misalnya menghasilkan tepung atau pasta) dan pengecilan yang hasilnya
masih berukuran besar (misalnya pemotongan bahan menjadi bentuk-bentuk yang
khas). Pengecilan ukuran dapat dilakukan secara basah (misalnya alat rasper, stone
grinder, dan pulper), atau secara kering (misalnya alat disc mill, hammer mill, meat saw,
grinder, slicer, dll). Keuntungan dari penggilingan cara basah adalah mudah mem-
peroleh bahan yang sangat lembut, berlangsung pada suhu yang tidak tinggi dan
sedikit kemungkinan terjadi oksidasi atau ledakan. Dalam penggilingan cara basah
biasanya ditambahkan air atau bahan yang mengandung air.
Dalam praktikum ini, akan dilakukan praktek proses pengecilan ukuran secara
basah dan kering dengan menggunakan beberapa alat seperti slicer, meat saw, grinder,
bowl chopper, willey mill, pin disc mill, disc mill dan pedal finisher (pulper).
Slicer banyak digunakan untuk mengiris bahan-bahan berserat seperti umbi-
umbian. Alat ini terdiri dari wadah bahan, alat penekan bahan ke putaran piringan
pisau, pisau pengiris, dan motor penggerak pisau pengiris. Prinsip kerja dari alat ini
ialah bahan ditekan pada piringan yang berputar. Piringan tersebut dilengkapi
pisau-pisau dengan celah antara pisau dan piringannya sesuai ukuran produk
diinginkan. Sekat-sekat dalam wadah pengiris menahan bahan sehingga tidak ikut
putaran piringan pengiris, dengan demikian maka bahan akan teriris.
Meat Saw banyak digunakan untuk memotong daging dan tulangnya serta
untuk memperkecil ukuran daging beku. Alat ini terdiri dari sabuk mata pisau ger-
gaji yang berputar, motor dan lempengan logam pengatur panjang potongan atau
tebal irisan, serta landasan untuk menggerakkan bahan yang dipotong. Prinsip kerja
alat ini adalah dengan mendorong bahan (misalnya daging beku) yang akan dipo-
tong pada putaran sabuk gergaji yang digerakkan oleh motor.
Grinder banyak digunakan untuk menghancurkan bahan yang telah dipotong
kecil-kecil. Alat ini terdiri atas ulir yang berfungsi untuk mendorong bahan ke pisau
yang berputar dan menekan bahan (daging) keluar dari badan ulir. Proses ini mirip
dengan ekstrusi, hanya di depan die-nya dilengkapi pisau yang berputar pada poros
yang sama dengan poros ulir. Prinsip kerja alat ini ialah ulir berputar mendorong
bahan menuju ujung ulir sebelum melalui piringan perforasi, pisau akan memotong-
motong dengan gaya sobek dan gaya tekan.
Chopper digunakan untuk menghaluskan bahan menjadi bentuk pasta seperti
mayonaise. Alat ini terdiri atas pisau berbentuk lengkung yang berputar di dalam
wadah atau bowl yang dilengkapi pengikis untuk mengembalikan bahan yang
menempel pada dinding bowl ke zona kerja pisau. Hasil akhir dari bahan yang
dihasikan atau dihancurkan dengan chopper lebih halus.
Praktikum Teknik Pangan 25

Bowl Chopper banyak dipakai dalam pembuatan produk-produk emulsi


daging dan ikan seperti sosis dan surimi. Alat ini terdiri dari pinggan (bowl) yang
berputar dan pisau yang berputar pada poros yang tegak terhadap poros perpu-
taran pinggan. Prinsip kerja bowl chopper adalah motor menggerakkan tempat bahan
dengan arah hori-zontal serta pisau secara vertikal. Perputaran bowl akan membawa
bahan yang diolah kembali ke area kerja pisau. Dengan perputaran tersebut bahan
akan teriris-iris membentuk suatu produk yang halus.
Willey Mill banyak diaplikasikan untuk penggilingan produk-produk serealia
seperti beras. Alat ini terdiri dari pisau statis, pada dinding alat dan bagian rotor
(dinamis) berupa logam yang pada sisi-sisinya terdapat pisau pemotong. Produk
yang telah halus akan lolos saringan dan keluar. Prinsip alat ini ialah bahan yang
dimasukkan akan terbawa oleh putaran logam, sehingga akan membentur pisau
statis dan akan tertumbuk dan terpotong pisau dinamis pada sisi yang lain. Proses
ini akan menghasilkan partikel undersize dan oversize. Partikel undersize akan lolos
dari saringan dan dikeluarkan melalui corong pengeluaran.
Disc Mill banyak digunakan untuk menggiling biji-bijian. Alat ini terdiri dari
cakram pada dinding penutup dan cakram yang berputar. Pada setiap permukaan
cakram terdapat tonjolan-tonjolan atau pin yang letaknya bersesuaian sehingga
tidak bertabrakan pada waku rotor berputar. Produk yang telah halus akan lolos
saringan yang mengelilingi cakram dan keluar. Prinsip kerja alat ini adalah bahan
yang akan dihancurkan masuk di antara dinding penutup dan cakram berputar.
Bahan akan mengalami gaya gesek karena adanya lekukan-lekukan pada cakram
dan dinding alat. Gaya pukul terbentuk karena adanya logam-logam yang dipasang
pada posisi yang bersesuaian.
Rasper merupakan alat untuk operasi pengecilan ukuran pada bahan basah.
Fungsi alat ini adalah untuk memarut bahan segar, seperti umbi-umbian dan kelapa.
Dengan adanya cakram berputar yang bergerigi, umbi dapat diparut menjadi
berukuran partikel lebih kecil. Prinsip kerja alat ini adalah gaya gesek antara cakram
bergerigi kasar dengan umbi yang akan diparut.
Pulper atau pedal finisher terdiri dari silinder perforasi dan pedal yang terbuat
dari karet keras. Pedal berputar pada porosnya dan menekan bahan ke silinder
perforasi, sehingga bahan akan terkikis, tertekan dan lolos lubang perforasi. Bagian
yang keras atau liat akan keluar dari ujung silinder perforasi.

5.4. Kegiatan Praktikum


Alat-alat : Slicer, meat saw, grinder, bowl chopper, willey mill, pin disc mill, disc mill
rasper, pedal finisher (pulper) dan ayakan bertingkat.
Bahan : Ubi kayu, daging sapi dan biji jagung kering

Praktikum 5.1. Pengenalan Alat


Amati semua alat yang digunakan dalam praktikum ini beserta komponen-
komponen dan fungsinya masing-masing. Isikan pada lembar laporan yang dise-
diakan. Lengkapi gambar dengan keterangan bagian-bagiannya.
26 Pengecilan Ukuran

Pengoperasian Alat
Operasikan alat reduksi ukuran sesuai standar operasional seperti dijelaskan
berikut ini. Berdasarkan bentuk dan cara operasi kerja alat pengecil ukuran yang
diamati, lakukan analisis jenis gaya apa yang dominan.
a. Standar operasional slicer

1. Pasang piringan pisau sesuai dengan bentuk produk yang akan dihasilkan.
2. Pasang steker.
3. Masukan bahan ke dalam silinder pengiris pada alat. Atur supaya bahan berada
pada zona kerja pengiris (tidak di luar area pergerakan pisau pengiris).
4. Atur tuas penekan sehingga tepat di atas bahan.
5. Hidupkan mesin dengan menekan tombol ON.
6. Tekan tuas penekan dan tampung hasil dari corong keluaran.
7. Matikan mesin dengan mengangkat tuas sampai lempeng penekan di atas
permukaan silinder pengiris atau dengan cara menekan tombol OFF.
8. Bersihkan alat.
b. Standar Operasional Meat Saw
Praktikum Teknik Pangan 27

1. Pasang gergaji.
2. Pasang steker.
3. Letakkan bahan di meja bahan dan ditahan dengan blok penahan.
4. Dorong meja bahan ke arah gergaji yang berputar, sehingga gergaji memotong
bahan tersebut.
5. Matikan alat.
6. Bersihkan alat yang telah digunakan.
c. Standar Operasional Grinder

1. Pasang screw, ring beserta pisaunya.


2. Pasang Steker.
3. Kunci dengan menarik pengunci ke bawah.
4. Hidupkan mesin dengan memutar switch pada posisi on
5. Masukan bahan yang telah dipotong-potong kedalam screw yang sedang ber-
putar.
6. Tampung hasil penggilingan yang keluar pada bagian lempeng logam yang
berlubang-lubang.
7. Matikan alat.
8. Lepaskan bagian-bagian ulir, pisau dan pelt perforasi. Bersihkan alat.
d. Standar Operasional Chopper

1. Pasang steker.
2. Pasang pisau.
3. Masukan bahan.
28 Pengecilan Ukuran

4. Tutup chopper.
5. Hidupkan alat.
6. Set kecepatan putaran pisau.
7. Lakukan choppping.
8. Matikan alat.
9. Ambil bahan.
10. Bersihkan alat.
e. Standar Operasional Bowl Chopper

1. Pasang steker.
2. Buka penutup bowl chopper.
3. Masukan bahan
4. Tutup bowl chopper.
5. Hidupkan alat dengan menekan ON.
6. Lakukan cutting.
7. Matikan alat.
8. Angkat bahan dan bersihkan alat.
f. Standar Operasional Willey Mill

1. Pasang saringan sesuai dengan ukuran partikel yang diinginkan.


2. Pasang steker. Kencangkan tutup, dan pasang penampung produk.
3. Hidupkan alat.
4. Masukan bahan melalui hoper.
Praktikum Teknik Pangan 29

5. Tampung hasil penggilingan pada corong keluaran.


6. Matikan mesin.
7. Bersihkan alat.
g. Standar Operasional Disc Mill

1. Kencangkan skrup penutup.


2. Hidupkan mesin.
3. Masukan bahan melalui hoper .
4. Tampung hasil penggilingan pada corong pengeluaran.
5. Periksa produk yang keluar, jika terlalu kasar atur jarak antar piringan menjadi
lebih rapat.
6. Matikan mesin.
7. Bersihkan alat.
h. Standar Operasional Pin Disc Mill

1. Pasang saringan sesuai dengan ukuran partikel yang diinginkan.


2. Kencangkan skrup penutup.
3. Hidupkan mesin.
4. Masukan bahan melalui hoper .
5. Tampung hasil penggilingan pada corong pengeluaran.
6. Matikan mesin.
7. Bersihkan alat.
30 Pengecilan Ukuran

Praktikum 5.2. Percobaan Pengecilan ukuran Cara Basah


a. Pengaruh bentuk dan ukuran pisau dengan bentuk dan ukuran produk
1. Kupas dan bersihkan sampel ubi jalar.
2. Lakukan pengecilan ukuran menggunakan slicer dengan beberapa tipe pisau
(Schredder, Julienne Cutter, dan STD Slicer).
3. Amati bentuk produk dihasilkan, lakukan pengukuran.
4. Buat diagram kesetimbangan massa dari proses pengecilan ukuran ini (mulai
dari pengupasan sampai diperoleh ukuran potongan yang diinginkan).
b. Pengecilan Ukuran Daging
1. Timbang 200 gram potongan daging yang sudah dibekukan.
2. Lakukan cutting, grinding dan chopping.
3. Timbang hasilnya untuk setiap tahap proses.
4. Amati bentuk dan ukuran daging yang dihasilkan dari proses tersebut.
5. Buat diagram kesetimbangan massa dari proses ini.

Praktikum 5.3. Percobaan Pengecilan Ukuran Cara Kering


1. Timbang 500 gram tepung jagung yang masih kasar (grits).
2. Lakukan penggilingan dengan menggunakan disc mill, pin disc mill dan willey
mill dengan berbagai ukuran saringan dan jarak disc penggiling.
3. Catat waktu yang dibutuhkan dan timbang hasilnya. Hitung energi dibutuh-
kan, yaitu daya kali waktu.
4. Keluarkan dan tampung semua bahan termasuk yang tertahan dalam peng-
giling. Lakukan pengayakan dengan saringan 80 mesh.
5. Timbang produk yang lolos saringan 80 mesh (fine = undersize).
6. Lakukan penggilingan kembali bahan yang tidak lolos saringan (oversize).
Ukur waktu yang dibutuhkan. Lakukan pengayakan dan penimbangan pro-
duk yang lolos saringan.
7. Bersihkan alat.
8. Buat diagram kesetimbangan massa dari proses ini.

5.5. Pustaka
Wirakartakusumah A, Subarna, Arpah M, Syah D, Budiwati IS. 1992. Petunjuk Laboratorium
Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
6
Praktikum 6:
Pencampuran, Emulsifikasi
dan Homogenisasi

6.1. Tujuan Praktikum


Kegiatan praktikum ini bertujuan untuk: (1) memperkenalkan prinsip proses
pencampuran, emulsifikasi dan homogenisasi yang dilakukan dalam proses pengo-
lahan pangan, peralatan-peralatan dan prinsip kerjanya yang digunakan dalam
proses tersebut, (2) mempraktekkan beberapa peralatan yang terkait dengan proses
tersebut, (3) menerapkan prinsip kesetimbangan massa dalam proses tersebut, serta
(4) menjelaskan contoh aplikasinya di industri pangan.

6.2. Indikator Belajar


Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. menjelaskan prinsip proses pencampuran, emulsifikasi dan homogenisasi.
2. menjelaskan prinsip kerja peralatan untuk proses pencampuran, emulsifikasi
dan homogenisasi.
3. mempraktekkan berbagai peralatan untuk proses pencampuran kering (tumbler
mixer) dan pencampuran basah (planetary dough mixer, liquid mixer dengan ber-
bagai lengan pengaduk).
4. mempraktekkan berbagai peralatan untuk proses emulsifikasi dan homogenisasi
(rotor-stator homogenizer, high presure homogenizer).
5. menerapkan prinsip kesetimbangan massa dalam pencampuran.
6. menjelaskan aplikasi proses pencampuran, emulsifikasi dan homogenisasi di
industri pangan.

6.3. Prinsip
Proses pencampuran, homogenisasi dan sentrifugasi adalah tahapan proses
pengolahan yang sering dilakukan di industri pangan. Pencampuran (mixing) adalah
proses mencampurkan dua atau lebih komponen sehingga diperoleh campuran

31
32 Pencampuran, Emulsifikasi dan Homogenisasi

yang homogen. Pencampuran dapat berupa bahan kering (pencampuran kering)


atau bahan cair (pencampuran basah). Proses pencampuran umumnya mengguna-
kan alat pencampur atau mixer. Proses emulsifikasi adalah proses pembentukan
suatu campuran yang berasal dari dua fase yang berbeda. Agar dapat membentuk
emulsi yang baik, maka biasanya ditambahkan bahan emulsifier. Proses homoge-
nisasi adalah proses pengecilan ukuran partikel dari fase terdispersi dan sekaligus
mendistribusikannya secara seragam ke dalam fase kontinyu. Di antara peralatan
pencampuran dan homogenisasi yang umum digunakan adalah dough mixer (vari-
mixer), liquid mixer, dan homogenizer (rotor-stator atau ultra-turrax dan pressure homoge-
nizer).
Dough mixer (varimixer) adalah alat untuk mencampurkan adonan dengan
gaya mengangkat/menarik dari pan mixer, kemudian menekan dan melipat. Di
antara bagian penting dari dough mixer adalah agitator (lengan pengaduk), motor
penggerak, pengatur kecepatan agitator, penyangga wadah dan pan mixer. Dough
mixer digunakan pada bahan yang memiliki viskositas tinggi dan biasanya digu-
nakan untuk mencampur adonan roti, donat dan cookies.
Liquid mixer adalah pencampur basah untuk melarutkan padatan dalam media
pelarut atau mencampurkan dua larutan. Alat ini memiliki rotor yang akan memu-
tar lengan pengaduk dengan kecepatan yang dapat disesuaikan. Terdapat variasi
berbagai jenis lengan pengaduk yang akan menentukan kecepatan pelarutan.
Lengan pengaduk juga harus dipilih dan disesuaikan dengan bahan yang akan
dicampurkan.
Homogenizer berfungsi untuk mengecilkan ukuran partikel berdasarkan gaya
gesekan antara fase statis dan fase dinamis. Gaya tersebut akan menyebabkan pen-
campuran sehingga diperoleh campuran yang homogen. Terdapat tiga jenis homo-
genizer berdasarkan energi yang digunakan, yaitu high pressure homogenizer, rotor-
stator homogenizer, dan ultrasonic homogenizer. Pada high pressure homogenizer, peme-
cahan partikel dalam campuran diperoleh dari energi aliran fluida yang melewati
celah sempit, sedangkan pada rotor-stator homogenizer energi pemecahan partikelnya
berasal dari rotor (motor pengaduk).

6.4. Kegiatan Praktikum


Alat-alat : Dough mixer, liquid mixer, dan homogenizer (rotor-stator atau ultraturrax dan
pressure homogenizer)
Bahan : Susu segar, gula, terigu, butter, margarin, telur, lesithin, susu skim dan
air.

Praktikum 6.1. Pengenalan Bagian-Bagian Alat Mixer dan Homogenizer


1. Lakukan pengamatan terhadap alat dough mixer (varimixer), liquid mixer, homoge-
nizer, high pressure homogenizer dan rotor-stator homogenizer.
2. Catat bagian-bagian setiap alat tersebut, dan identifikasi fungsinya.
3. Jelaskan prinsip kerja dari alat masing-masing.
4. Beri keterangan pada gambar untuk masing-masing alat.
Praktikum Teknik Pangan 33

Prosedur Pengoperasian Alat


a. Dough mixer (varimixer)

1. Pasang lengan pengaduk (pan mixer) sesuai dengan tipe adonan.


2. Pasang wadah (11).
3. Pasang streker.
4. Masukan bahan yang akan dicampur (diadon).
5. Hidupkan mesin dengan menekan tombol ON (5).
6. Matikan mesin dengan menekan tombol OFF (5).
7. Keluarkan bahan dari wadah.
8. Bersihkan alat.
b. Liquid mixer
1. Pasang lengan pengaduk pada rotor.
2. Pasang wadah berisi bahan yang akan dicampurkan sehingga lengan peng-
aduk tercelup + 1 cm dari dasar wadah.
3. Hidupkan motor dan naikkan kecepatannya perlahan-lahan.
4. Lakukan proses pencampuran.
5. Turunkan kecepatan secara perlahan-lahan dan matikan alat.
6. Bersihkan alat.
c. High pressure homogenizer
34 Pencampuran, Emulsifikasi dan Homogenisasi

1. Set pengatur tekanan pompa, sesuai dengan ukuran partikel produk akhir.
2. Pasang wadah pada tempat pengeluaran produk.
3. Pasang steker.
4. Hidupkan mesin dengan menekan tombol ON.
5. Masukan bahan melalui tempat pemasukan bahan
6. Atur kecepatan aliran produk dengan mengatur keran aliran produk.
7. Matikan mesin dengan menekan tombol OFF.
8. Bersihkan alat
d. Rotor-stator homogenizer

1. Pasang turrax (2) sesuai dengan ukuran partikel produk akhir yang diharap-
kan.
2. Letakan wadah bahan yang akan dihomogenisasi di bawah turrax.
3. Atur ketinggian turrax (3), sehingga bagian bawah dari turrax tercelup ke
dalam bahan.
4. Pasang Steker.
5. Hidupkan mesin dengan menekan tombol ON.
6. Matikan mesin dengan menekan tombol OFF.
7. Angkat turrax dan keluarkan wadah yang berisi bahan yang telah dihomoge-
nisasi.
8. Bersihkan alat.

Praktikum 6.2. Percobaan Proses Pencampuran dengan Dough Mixer


1. Siapkan bahan dengan formulasi sebagai berikut: (a) terigu dan gula; (b) telur,
terigu, gula, margarin dan air; dan (c) telur dan air.
2. Untuk setiap perlakuan, lakukan pencampuran menggunakan dough mixer
dengan jenis pengaduk yang berbeda sebagai berikut: pengaduk ulir, pengaduk
buffle, dan pengaduk spiral.
3. Catat jenis lengan pengaduk, tipe adonan dan waktu pengadukan yang sesuai
untuk menghasilkan tekstur adonan yang diinginkan.
4. Buat diagram kesetimbangan massa dari proses pencampuran ini.
Praktikum Teknik Pangan 35

Praktikum 6.3. Percobaan Emulsifikasi dan Homogenisasi


1. Satukan seluruh bahan kering dalam bowl varimixer, aduk dengan pengaduk
spiral hingga tercampur homogen
2. Panaskan air/susu hingga suhunya 75 – 80 OC
3. Pindahkan air panas ke dalam vessel, pasang pengaduk turbin pada liquid mixer,
hidupkan dan atur pada putaran tertinggi sebelum terbentuk vortex
4. Sambil terus diaduk, masukkan sedikit demi sedikit bahan kering hingga terlarut
semua
5. Lakukan pengamatan pola aliran pencampuran yang terbentuk
6. Catat waktu untuk proses pelarutan
7. Buat diagram kesetimbangan massa dari proses pelarutan ini
8. Cairkan butter, setelah cair masukkan perlahan ke dalam larutan sambil terus
diaduk
9. Tambahkan lesitin kedalam emulsi yang telah terbentuk.
10. Lakukan sampling, dan amati di bawah mikroskop serta gambarkan bentuk dan
sebaran droplet lemak
11. Lakukan homogenisasi emulsi dengan ultra thurax dan pressure homogenizer
12. Lakukan sampling, dan amati di bawah mikroskop serta gambarkan bentuk dan
sebaran droplet lemak
13. Aging emulsi selama 24 jam dalam refrigerator
14. Lakukan sampling, dan amati di bawah mikroskop serta gambarkan bentuk dan
sebaran droplet lemak

6.5. Pustaka
Canovas,G.V., Ma,L dan B. Barletta. 1997. Food Engineering Laboratory Manual. Technomic
Publishing Co., Inc. Lancaster-USA.
Sharma,S.K., Mulvaney,S.J. dan Rizvi,S.S.H. 2000. Food Process Engineering: Theory and
Laboratory Experiments. Wiley Interscience, New York.
7
Praktikum 7:
Ekstraksi, Filtrasi dan Sentrifugasi

7.1. Tujuan Praktikum


Kegiatan praktikum ini bertujuan untuk (1) menjelaskan prinsip proses separasi
atau pemisahan komponen bahan pangan, (2) memperkenalkan alat-alat untuk pro-
ses separasi (ekstrasksi, filtrasi, dan sentrifugasi), (3) mempraktekkan dan melihat
pengaruh kondisi proses pada rendemen dan efisiensi ekstraksi, (4) menerapkan
prinsip kesetimbangan massa dalam proses yang dilakukan, serta (5) menjelaskan
aplikasi proses tersebut di industri pangan.

7.2. Indikator Belajar


Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. menjelaskan jenis-jenis peralatan dan prinsip kerja peralatan untuk proses sepa-
rasi, ekstraksi, filtrasi dan sentrifugasi (hydraulic pressure, solvent extractor, super-
critical fluid extraction unit, solid-liquid extraction unit, liquid-liquid extraction unit,
juice extractor, cream separator, unit destilasi dan unit filtrasi).
2. mempraktekkan proses ekstraksi menggunakan hydraulic press.
3. mempraktekkan proses pemisahan dengan sentrifugasi.
4. menerapkan prinsip kesetimbangan massa dalam ekstraksi, filtrasi dan sentri-
fugasi.
5. menjelaskan contoh aplikasi proses ekstraksi dan filtrasi di industri pangan.

7.3. Prinsip
Separasi adalah tahapan yang sering dilakukan dalam proses pengolahan
pangan. Separasi adalah proses pemisahan komponen dari suatu campuran, baik
dengan proses ekstraksi, filtrasi maupun sentrifugasi.
Ekstraksi adalah pemisahan satu komponen yang dikehendaki dari campuran
suatu bahan. Contohnya adalah ekstraksi minyak yang dilakukan untuk mengelu-
arkan minyak dari suatu bahan pangan yang mengandung minyak. Proses ekstraksi

37
38 Ekstraksi, Filtrasi dan Sentrifugasi

dapat dilakukan dengan cara mekanik (mechanical expression), cara rendering dan
solvent extraction (solid-liquid dan liquid-liquid extraction).
Ekstraksi secara mekanik terdiri dari dua jenis yaitu pengepresan hidraulik
(hydraulic pressing) (Gambar 7.1) dan pengepresan dengan screw (expeler pressing).
Pengepresan mekanik sering digunakan untuk mengekstrak minyak yang berasal
dari bahan biji-bijian. Cara ini efektif untuk memisahkan minyak dari bahan yang
mempunyai kandungan minyak sekitar 30-70%. Tipe pengepresan secara mekanik
ini juga digunakan untuk mengekstrak gula tebu dimana bahan ditekan atau diperas
diantara dua roll metal sehingga cairan bahan (juice) terekstrak keluar.

Gambar 7.1. Hydraulic press

Cara ekstraksi dengan pelarut organik (solvent extraction) didasarkan pada sifat
kelarutan bahan yang akan diekstrak pada pelarut yang polar atau non-polar.
Ekstraksi minyak atau lemak dengan solvent extraction biasa menggunakan pelarut
non-polar, seperti petroleum eter, gasoline, karbon tetra klorida, benzene, dan n-heksan.
Ekstraksi dengan fluida superkritis didasarkan pada ekstraksi bahan pada kon-
disi atmosfer yang diberi tekanan sampai mencapai kondisi di atas titik kritisnya
(50–250 Bar). Dengan adanya tekanan tersebut, suhu yang digunakan tidak terlalu
tinggi (20–60oC) sehingga dapat menahan kerusakan bahan akibat pemanasan. Kar-
bondioksida adalah jenis fluida atau pelarut yang biasanya digunakan dalam eks-
traksi fluida superkritis ini.
Proses filtrasi pada umumnya menggunakan teknologi membran yang dikenal
dengan istilah membran filtration. Dalam filtrasi membran, membran berperan seba-
gai selective barier untuk memisahkan komponen tertentu.
Cara pemisahan komponen lain yang dapat dilakukan adalah sentrifugasi yaitu
pemisahan berdasarkan gaya sentrifugal untuk mempercepat proses sedimentasi.
Praktikum Teknik Pangan 39

Prinsip ini juga diaplikasikan pada proses pemisahan susu menjadi krim dan skim
pada alat cream separator.

7.4. Kegiatan Praktikum


Alat-alat : Hydraulic pressure, solvent extractor, supercritical fluid extraction unit, solid-
liquid extraction unit, liquid-liquid extraction unit, juice extractor, cream sepa-
rator, unit destilasi dan unit filtrasi.
Bahan : Kopra, buah sawit (mesokarp dan inti sawit), kedelai dan susu segar.

Praktikum 7.1. Pengenalan Alat Ekstraksi dan Filtrasi


1. Amati bagian-bagian alat-alat ekstraksi dan filtrasi, yaitu hydraulic press, super-
critical fluid extraction unit, unit destilasi, solvent extraction unit (solid-liquid dan
liquid-liquid extraction, juice extractor, cream separator dan unit filtrasi.
2. Catat bagian-bagian alat dari masing-masing alat ekstraksi dan filtrasi tersebut
dan identifikasi fungsinya.
3. Catat prinsip kerja alat dalam pemisahan komponen.
4. Catat tahapan operasi standar dari masing-masing alat.
5. Gambarkan diagram dari masing-masing alat ekstraksi dan filtrasi dengan kete-
rangan bagian-bagian dan fungsinya.
6. Gambarkan arah gerakan aliran solvent dan produk.

Praktikum 7.2. Proses Ekstraksi Minyak Menggunakan Hydraulic Press


1. Lakukan pengepresan bahan-bahan yang berbeda, yaitu kopra, mesokarp buah
sawit dan kedelai dengan menggunakan hidraulic press pada 3 kondisi tekanan
yang berbeda.
2. Tampung minyak yang diperoleh dan timbang masing-masing bagian.
3. Saring minyak untuk memisahkan kotoran dan timbang kembali.
4. Hitung rendeman dan efisiensi ekstraksi minyak dari bahan dan kondisi tekanan
yang berbeda. Rendemen (dalam persen) dihitung dari berat minyak yang diha-
silkan dibagi dengan berat bahan yang digunakan. Efisiensi ekstraksi (dalam
persen) dihitung dari berat minyak yang dihasilkan dibagi dengan total minyak
yang ada dalam bahan. Total minyak dalam bahan dicari dari pustaka.
5. Buat diagram kesetimbangan massa dari hasil proses ekstraksi tersebut. Hitung
input/output bahan dengan basis 100 kg.

Praktikum 7.3. Proses Separasi dengan Sentrifugasi


1. Masukkan susu sebanyak 2/3 bagian tabung sentrifugasi.
2. Setting alat pada 2000 rpm dan hidupkan selama 10 menit.
3. Jika alat sentrifuge sudah betul-betul berhenti, buka tutup sentrifuge dan keluar-
kan tabung serta ukur ketinggian krim dan skim.
4. Ulangi langkah 2 – 3 pada kecepatan yang berbeda (4000, 6000 dan 8000 rpm).
5. Tentukan tinggi dan volume dari bagian skim dan krim.
6. Buat diagram kesetimbangan massa dari hasil proses ekstraksi tersebut. Hitung
input/output bahan dengan basis 100 kg.
40 Ekstraksi, Filtrasi dan Sentrifugasi

7.5. Pustaka
Canovas,G.V., Ma,L dan B. Barletta. 1997. Food Engineering Laboratory Manual. Technomic
Publishing Co., Inc. Lancaster-USA.
Sharma,S.K., Mulvaney,S.J. dan Rizvi,S.S.H. 2000. Food Process Engineering: Theory and
Laboratory Experiments. Wiley Interscience, New York.
Ramaswamy, H, dan M Marcotte. 2005. Food Processing: Principles and Applications. CRC
Press, Boca Raton.
8
Praktikum 8:
Aliran Fluida Dalam
Sistem Pipa dan Pompa

8.1. Tujuan Praktikum


Kegiatan praktikum ini bertujuan untuk: (1) memperkenalkan jenis-jenis fluida
dan karakterisasinya, serta jenis-jenis pompa dan prinsip kerjanya, (2) mempraktek-
kan berbagai jenis pompa, (3) menghitung kinerja pompa untuk jenis fluida yang
berbeda, dan (4) menjelaskan aplikasi pompa di industri pangan.

8.2. Indikator Belajar


Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. menjelaskan dan membandingkan karakteristik reologi fluida Newtonian dan
non-Newtonian.
2. menghitung karakteristik fluida Newtonian dan non-Newtonian, yaitu visko-
sitas, nilai indeks tingkah laku aliran (n), indeks kekentalan (K) dan yield stress
(o).
3. menjelaskan aplikasi karakterisasi fluida di industri pangan.
4. menjelaskan dan membandingkan jenis-jenis pompa dan prinsip kerjanya.
5. mengoperasikan berbagai jenis pompa (peristaltik, piston, centrifugal, gear, dan
vakum).
6. membandingkan dan menghitung kinerja pompa dalam mengalirkan fluida
Newtonian dan non-Newtonian.
7. menjelaskan contoh aplikasi pompa di industri pangan.

8.3. Prinsip
8.3.1. Aliran Fluida
Bahan dan produk pangan cair (fluida) dapat diklasifikasikan berdasarkan
kekentalannya dan kemudahannya untuk mengalir. Sifat aliran fluida sangat pen-
ting diketahui dan berperan penting dalam proses pengolahan produk pangan.

41
42 Aliran Fluida Dalam Sistem Pipa dan Pompa

Dalam proses pengolahan pangan, bahan atau produk cair akan dialirkan dari satu
tahap proses ke tahap proses lain hingga ke tahap pengemasan.
Fluida dapat dikelompokkan menjadi fluida Newtonian dan non-Newtonian.
Fluida Newtonian adalah cairan yang nilai kekentalannya tidak diperngaruhi oleh
besarnya gaya yang mengalirkan atau menggerakkannya, misalnya air, minuman
ringan, larutan gula encer, larutan asam dan larutan garam (biasanya larutan yang
encer). Fluida non-Newtonian adalah fluida yang tidak memiliki nilai viskositas
yang konstan, karena nilai kekentalannya dipengaruhi oleh gaya yang mengenai-
nya. Contoh fluida non-Newtonian adalah saus, kecap, madu, dsb (biasanya larutan
yang pekat). Fluida non-Newtonian dikelompokkan menjadi pseudoplastik (viskosi-
tas menurun dengan semakin meningkatnya gaya) dan dilatan (viskositas mening-
kat dengan semakin meningkatnya gaya).
(1) Pengukuran Viskositas Fluida
Kekentalan atau viskositas adalah salah satu karakteristik fluida yang meng-
gambarkan gaya hambat atau friksi internal yang mempengaruhi kemampuan
mengalir suatu fluida. Sifat kekentalan dan sifat aliran produk pangan cair dapat
diukur dengan menggunakan viskometer. Nilai viskositas dinyatakan dengan
satuan N detik/m2 atau Pascal detik (untuk sistem MKS) atau dyne detik/cm2 atau
poise (P) (untuk sistem cgs). Satu poise = 100 centipoise (cP) atau 1 cP = 10-3 Pa.detik
atau 1 mPa.detik (dapat ditulis Pa.s atau mPa.s). Terdapat beberapa jenis viscometer
yang dapat digunakan untuk mengukur viskositas suatu fluida, di antaranya adalah
rotary viscometer dan forced flow tube atau capillary viscometer.
(a) Rotary viscometer
Rotary viscometer didasarkan pada gaya rotasi oleh spindle yang dapat berputar
yang menyebabkan pergerakan dari cairan dan dapat diatur kecepatan putarnya
(Gambar 8.1). Spindle ada yang berbentuk silinder atau lempeng (plate). Spindle
berbentuk silinder umumnya digunakan untuk mengukur cairan fluida yang encer,
sedangkan spindle plate dapat digunakan untuk sampel yang lebih kental. Pengu-
kuran viskositas apparent (a) dilakukan pada kecepatan rotasi spindle tertentu.

Gambar 8.1. Skema rotational viscometer


Praktikum Teknik Pangan 43

Dalam viskometer rotasi dikenal istilah torque dengan satuan dyne-cm. Torque
dapat juga dinyatakan sebagai persen terhadap maksimum kecepatan rotasi dari
spindle. Bila torque (A) menunjukkan nilai 100%, berarti spindle berputar pada kece-
patan maksimumnya, sedangkan bila torque 0% berarti spindle berada dalam
keadaan diam. Spindle yang digunakan pada rotary viscometer memiliki faktor kon-
versi ke viskositas untuk kecepatan rotasi tertentu (Tabel 8.1). Nilai viskositas dapat
dihitung dari % torque yang terbaca pada alat dikalikan dengan faktor konversi pada
tabel pada kecepatan rotasi yang bersesuaian. Sebagai contoh, bila suatu cairan dila-
kukan pengukuran viskositas pada kecepatan rotasi 6 rpm dengan spindle #3, nilai
torque yang terbaca adalah 40.6%. Dengan demikian, nilai viskositas adalah 40.6%*
200 = 8120 mPa.s = 8.12 Pa.s. Nilai viskositas yang terbaca adalah viskositas apparent,
sehingga nilainya dapat berbeda bila diukur pada kecepatan rotasi yang berbeda.
Sebagai catatan, jika ingin membandingkan karakteristik beberapa jenis fluida, maka
jenis dan kecepatan spindle harus sama.

Tabel 8.1. Faktor untuk Brookfield model LV (spindle #3)


Kecepatan rotasi (rpm) Faktor
0,3 4000
0,6 2000
1,5 800
3 400
6 200
12 100
30 40
60 20

(b) Forced flow viscometer


Forced flow viscometer atau capillary viscometer didasarkan pada sifat aliran cairan
di dalam tabung berbentuk silinder. Viskometer ini dapat digunakan untuk mengu-
kur viskositas apparent (a) baik untuk cairan encer maupun kental. Bahan cair
dialirkan ke dalam sebuah tabung silinder dengan panjang L dan jari-jari dalam (R)
dengan kecepatan aliran (V). Agar cairan dapat mengalir pada kece-patan yang
diinginkan, maka diberikan gaya tekan (P). Selama proses aliran fluida ini, terjadi
penurunan tekanan (pressure drop) pada saat cairan masuk ke dalam silin-der dan
saat cairan keluar dari silinder. Penurunan tekanan ini (P) diperoleh dari selisih
antara tekanan pada saat cairan masuk (P1) dan tekanan pada saat cairan keluar (P2)
dari silinder. Nilai viskositas dihitung dengan persamaan 8.1. Untuk flu-ida non-
Newtonian, viskositas yang terukur pada pressure drop tertentu disebut vis-kositas
apparent (a).
( P1  P 2) R 2 PR 2
  (8.1)
8LV 8LV
Contoh 1:
Contoh berikut adalah bagaimana forced flow viscometer digunakan untuk me-
nentukan nilai kekentalan cairan pada laju aliran tertentu. Suatu cairan mengalami
44 Aliran Fluida Dalam Sistem Pipa dan Pompa

pressure drop sebesar 700 Pa setelah diberi gaya alir ke dalam tabung viskometer
berdiameter 0,75 cm dan panjang 30 cm dengan laju aliran 50 cm3/detik. Tentu-
kanlah viskositas dari cairan tersebut!
Jawab:
Diketahui: P = 700 Pa, D = 0,75 cm atau R = 0,375 cm = 0,00375 m, L = 30cm = 0.3 m
Q = 50 cm3/detik.
50
Q= V / A, sehingga V   113,18 cm / s  1,1318 m / s
 0.375 2
PR 2 700 * (0,00375) 2
Viskositas apparent =  a    0,003624 Pa.s
8 LV 8 * 0,3 * 1,1318

Latihan 1:

Diketahui: P = 600 Pa, A = 1,2 cm2, L = 40cm, ρ = 1,5 gr/cm3, dan kec aliran 2
m/detik. Hitung viskositas dari cairan tersebut.
(2) Indeks tingkah laku aliran dan koefisien kekentalan
Karena viskositas dapat memiliki nilai yang berbeda (terutama untuk cairan
non-Newtonian) pada shear stress dan shear rate yang berbeda, maka perlu ada para-
meter lain untuk mengelompokkan sifat fluida, yaitu indeks tingkah laku aliran (n),
koefisien kekentalan (K) dan yield stress (o). Parameter-parameter reologi tersebut
diperoleh dari model matematika yang menghubungkan shear stress dan shear rate.
Shear stress adalah gaya (F) yang diberikan pada bahan per satuan luas (A) yang
dinotasikan dengan  (dalam satuan N/m2), sedangkan shear rate adalah perubahan
kecepatan (dv) akibat gaya yang diberikan pada jarak tertentu (dy) yang dinotasikan
dengan  (dalam satuan 1/detik atau 1/s). Secara matematis, shear stress dan shear
rate dapat dinyatakan dengan persamaan 8.2 dan 8.3.
F
Shear stress :  (N/m2) (8.2)
A
dv
Shear rate :  (1/s) (8.3)
dy
Terdapat 2 model matematika yang umum digunakan untuk menentukan
ketiga parameter sifat fluida tersebut yang menghubungkan shear stress dan shear
rate, yaitu model Power Law dan model Herchel-Bulkley (persamaan 8.4 dan 8.5).

Model power law :  = K()n (8.4)


Model Herchel-Bulkley :  = K()n + o (8.5)
Model power law digunakan untuk cairan Newtonian, non-Newtonian pseudo-
plastik dan dilatan. Dalam model power law, nilai yield stress diasumsikan nol. Model
Herchel-Bulkley digunakan untuk cairan Bingham plastic dan Casson-type plastic,
dimana di dalam persamaannya terdapat nilai yield stress.
Praktikum Teknik Pangan 45

Dalam persamaan 8.4 dan 8.5 tersebut, koefisien kekentalan (K) dinyatakan
dalam satuan Pa.sn, sedangkan indeks tingkah laku aliran (n) tidak memiliki satuan.
Nilai n mengidentifikasikan jenis cairan. Nilai n=1 adalah cairan Newtonian, n<1
adalah cairan non-Newtonian pseudoplastik dan n>1 adalah cairan non-Newtonian
dilatan. Pada cairan Newtonian, nilai K sama dengan , yang menunjukkan nilai
viskositas yang konstan (persamaan 8.6).

K (8.6)

Semakin kecil nilai n menunjukkan cairan semakin bersifat pseudoplastik,
sedangkan semakin besar nilai n menunjukkan cairan semakin bersifat dilatan. Sifat
kekentalan cairan non-Newtonian umumnya dapat dilihat dari nilai K, dimana
semakin besar nilai K menunjukkan kekentalan cairan semakin tinggi.
Baik rotary viscometer maupun forced flow viscometer dapat digunakan untuk
menentukan nilai parameter sifat aliran (n, K dan o) sebagai berikut:
(a) Rotary viscometer
Untuk menentukan nilai n dan K perlu diketahui data shear stress dan shear rate
pada berbagai kecepatan rotasi, sehingga akan diperoleh berbagai nilai torque.
Selanjutnya nilai kecepatan rotasi dan torque dikoversi untuk mendapatkan nilai
shear stress dan shear rate. Viskometer umumnya dapat langsung mengkonversi nilai
torque dan kecepatan rotasi menjadi data shear stress dan shear rate. Untuk selanjut-
nya data diolah dengan menggunakan model Power Law untuk dapat ditentukan
nilai n dan K-nya. Shear stress dapat ditentukan dengan persamaan 8.7, sedangkan
shear rate dapat ditentukan dengan persamaan 8.8.
A 1 A
Shear stress :   (8.7)
R 2RL 2R 2 L
2RN
Shear rate :   (8.8)

dimana: A=torque (%), R=jari-jari silinder spindle, L=panjang silinder spindle, N=
kecepatan rotasi (dalam rpm), dan =jarak (gap) antara dinding silinder spindle
dengan dinding dalam wadah.
Contoh 2:
Rotary viscometer digunakan untuk menentukan viskositas apparent (a) dari
sambal. Spindle yang digunakan adalah spindle #4 yang mengukur sampel pada 4
kecepatan rotasi, yaitu 2, 4, 10 dan 20 rpm (hasil pengukuran disajikan dalam Tabel
8.2). Spindle memiliki diameter 1 cm dan panjang 6 cm. Wadah memiliki diameter
1.5 cm. Konstanta viskometer untuk spindle #4 tersebut adalah 7187 dyne/cm (full
scale). Tentukan koefisien kekentalan (K) dan indeks tingkah laku aliran (n).
46 Aliran Fluida Dalam Sistem Pipa dan Pompa

Tabel 8.2. Hasil pengukuran spindle #4 pada berbagai kecepatan


Kecepatan rotasi Viscometer indicator
(rpm) reading (% full scale)
2 15
4 26
10 53
20 93

Jawab:
Persamaan umumnya adalah :  = K()n
Langkah yang pertama adalah konversikan hasil pengukuran spindle ke
Torque. Langkah selanjutnya adalah cari  dan . Buat dalam bentuk Tabel (lihat
Tabel 8.3).
Torque (A) = % full scale x 7187
A A
   0,106 A
2R L 2 x3,4 x0,5 2 x6
2

2RN 2 x3,14 x0,5 N


    0,2093N (60 merupakan konversi menit ke detik)
 0,25(60)

Tabel 8.2. Hasil perhitungan Torque,  dan 


Viscometer  
Torque (A)
Kec. rotasi indicator 0,106 x A 0,2093 x N
(% full
(rpm) reading (% full
scale*7187)
scale)
2 15 1078,05 114,4 0,419
4 26 1868,62 198,4 0,837
10 53 3809,11 404,4 2,093
20 93 6683,91 709,5 4,187

Plot-kan nilai  dan  pada kertas log. Nilai K diperoleh pada saat  = 1. Nilai n
adalah slope dari garis lurus persamaan. Ambil 2 titik pada nilai  yang “bulat”,
misalnya 10 dan 100. Hitung n.
log 2  log 1
n
log  2  log  1

Bagaimana jika tidak tersedia kertas log ?


Buat grafik persamaan antara log  dan log , kemudian cari persamaannya.
Nilai K adalah antilog dari nilai pada saat log  = 0, dan nilai n adalah slope
persamaan garis lurus. Perhatikan Gambar 8.1.
Praktikum Teknik Pangan 47

K = antilog 

Gambar 8.1. Grafik hubungan antara log  dan log 


Nilai K = antilog 2,356 = 225. Nilai n = 0,790. Maka dapat diperoleh persamaan
=2250,790.
Latihan 2:
Diketahui spindle dengan konstanta 8000 dyne/cm pada kecepatan penuh. Dimensi
spindle adalah panjang 10 cm dan volume 31,4 cm3. Wadah memiliki diameter 3 cm.
Hasil pengukuran pada berbagai kecepatan rotasi adalah sebagai berikut:
Kecepatan rotasi Viscometer indicator
(rpm) reading (% full scale)
4 20
6 25
10 50
20 90

Hitung K dan n.
(b) Viscometer tabung (forced flow viscometer)
Sama halnya pada rotary viscometer, untuk penentuan nilai n dan K suatu fluida
dengan viskometer tabung diperlukan data shear stress dan shear rate. Pengukuran
dengan forced flow viscometer dilakukan dengan cara mengalirkan bahan di dalam
tabung pada laju aliran yang berbeda-beda. Nilai shear stress ditentukan dengan per-
samaan 8.9, sedangkan nilai shear rate ditentukan dengan persamaan 8.10 (untuk
Newtonian) dan persamaan 8.11 untuk non-Newtonian. Hubungan antara laju
aliran dengan perubahan tekanan (pressure drop) tersebut kemudian dicatat dalam
bentuk Tabel.
( P1  P 2) R PR
Shear stress :    (8.9)
2L 2L
48 Aliran Fluida Dalam Sistem Pipa dan Pompa

 dV 4V
Shear rate : Newtonian    (8.10)
dr R
 dV 4V  3 1 
Non-Newtonian       (8.11)
dr R  4 4n 
dimana (P) adalah pressure drop pada laju aliran (flow rate) tertentu, R=jari-jari silin-
der viskometer, L=panjang silinder viskometer, dan V= kecepatan rata-rata aliran
fluida dalam silinder. Sedangkan n merupakan faktor konversi, yang merupakan
slope grafik hubungan antara log 4V/R dan log  (jika n=1, maka cairan merupakan
Newtonian, dan jika n#1, maka cairan adalah Non-Newtonian.
Contoh 3:
Contoh berikut adalah bagaimana viskometer tabung digunakan untuk menen-
tukan parameter sifat aliran dari cairan yang bersifat non-Newtonian, yaitu indeks
tingkah laku aliran (n) dan indeks kekentalan (K). Suatu bahan cair yang memiliki
densitas 1,09 g/cm3 dialirkan ke dalam viskometer tabung berdiameter 1,27 cm dan
panjang silinder 1,219 m. Dari hasil pengukuran, diperoleh data pressure drop (P)
pada berbagai laju aliran yang dinyatakan sebagai berat cairan yang keluar dari
tabung per detik (lihat Tabel). Tentukan indeks tingkah laku aliran (n) dan koefisien
kekentalan (K) dari cairan tersebut.
Data pressure drop pada berbagai laju aliran
(P1 – P2), kPa Laju aliran (g/detik)
19,197 17,53
23,497 26,29
27,144 35,05
30,350 43,81
42,925 87,65

Jawab:
Diketahui: D = 1,27 cm atau R = 0,635 cm = 0,00635 m, L = 1,219 m,  = 1,09
g/cm3 = 1,09x103 kg/m3
Langkah pertama adalah kita harus memeastikan jenis cairannya dengan
mencari nilai n merupakan slope grafik hubungan antara log 4V/R dan log 
(perhatikan Gambar 8.2). Nilai shear stress () diperoleh dengan menggunakan
persamaan 8.9 sebagai berikut:
( P1  P 2) R P(0,00635)
Shear stress :     0,002605P Pa
2L 2 *1,219
q
V   0,007242 q m / s
(1,09 *100 *  * 0,00635) 2
3

Rumus shear rate akan ditentukan oleh sifat aliran, apakah Newtonian atau non-
Newtonian. Untuk itu, perlu dibuat plot hubungan antara shear stress dengan laju
Praktikum Teknik Pangan 49

aliran untuk menentukan nilai n, dimana n adalah slope pada persamaan garis
hubungan antara log 4V/R dan log .
q (g/detik) V = 0,007242 q 4 V /R
(P1 – P2), Pa  = 0,002605 ΔP
(m/detik)
19.197 50,008 17,53 0,127 79,99
23.497 61,209 26,29 0,190 119,68
27.144 70,710 35,05 0,254 159,99
30.350 79,062 43,81 0,317 199,68
42.925 111,82 87,65 0,635 400,01

 = 0,002605 ΔP 4 V /R Log  Log 4 V /R


50,008 79,99 17,53 1.903036
61,209 119,68 26,29 2.078022
70,710 159,99 35,05 2.204093
79,062 199,68 43,81 2.300335
111,82 400,01 87,65 2.602071

Gambar 8.2. Grafik hubungan antara log 4V/R dan log 

Dari persamaan garis, diperoleh hasil bahwa n=0,499 atau n=0,5. Karena
n=0,50, maka cairan bersifat pseudoplatik (Non-Newtonian). Karena fluida non-
Newtonian, shear rate dihitung dengan persamaan 8.11:
4V 3 1 
    
R  4 4n 
4(0,007242 q )  3 1 
Shear rate :       5,704 q
0,00635  4 4 x0,5 
50 Aliran Fluida Dalam Sistem Pipa dan Pompa

Untuk selanjutnya persamaan di atas digunakan untuk mengkonversi data pres-


sure drop dan laju aliran menjadi shear stress dan shear rate sebagaimana tercantum
pada tabel berikut:
Shear stress (, Shear rate (, Log  Log 
Pa) 1/s)
50,008 99,991 1.699  1.999 
61,209 149,958 1.786  2.175 
70,710 199,925 1.849  2.300 
79,062 249,892 1.897  2.397 
111,82 499,955 2.048 2.698

Data pada tabel di atas kemudian diplotkan sebagai hubungan antara shear
stress (sumbu y) dan shear rate (sumbu x). Dari hubungan tersebut dapat diperoleh
nilai n dan K dari model Power Law:  = Kn (lihat gambar), yaitu n = 0,5 dan K =
4,995 Pa.sn (antilog dari 0,698).

Gambar 8.3. Grafik hubungan antara log  dan log 


(3) Transportasi Fluida
Proses pengolahan pangan, bahan atau produk pangan cair umumnya ditrans-
portasikan dari satu unit proses ke unit proses lain melalui pipa dengan bantuan
pompa. Aliran bahan melalui pipa akan dipengaruhi oleh banyak faktor, baik dari
bahan sendiri, desain pipa maupun daya pompa.
Bila bahan bersifat Newtonian, maka yang menjadi perhatian adalah nilai vis-
kositasnya, sedangkan untuk yang non-Newtonian adalah nilai indeks tingkah laku
aliran (n) dan koefisien kekentalan (K) (karena cairan non-Newtonian tidak memiliki
nilai viskositas yang konstan). Sedangkan faktor pipa yang akan mempengaruhi
adalah jenis pipa (diameter dalam pipa dan kekasaran/kehalusan permukaan pipa
bagian dalam), ketinggian pipa dari permukaan tanah, dan gesekan permukaan pipa
dengan fluida akibat kekasaran pipa, adanya penyempitan (kontraksi), pengem-
Praktikum Teknik Pangan 51

bangan (pelebaran), dan sambungan (fitting). Faktor pompa berarti berapa daya
pompa yang diberikan yang akan mempengaruhi laju aliran bahan di dalam pipa.
(a) Pompa
Pompa adalah alat atau mesin untuk menghisap atau mengeluarkan fluida
cairan atau udara dan gas dari satu tempat ke tempat lainnya. Dengan pompa peng-
orepasian aliran fluida dapat dikontrol dan dikendalikan dengan efektif dan efisien.
Peralatan pompa dan pemompaan didukung oleh sistem pipa, sambungan serta
tangki-tangki penampung, dimana disainnya akan sangat dipengaruhi oleh sifat
aliran bahan.
Pompa banyak digunakan di indusri pangan, misalnya untuk memindahkan air
untuk keperluan produksi atau memompa susu atau sari buah ke bagian pasteuri-
zer. Pompa juga digunakan untuk memindahkan bahan mentah yang memanfaat-
kan laju aliran fluida, bahan-bahan kering yang difluidasi dan lain-lain. Berdasarkan
cara kerjanya, dikenal pompa tipe ulir, pompa peristaltik, pompa tipe piston, pompa
tipe gir dan pompa sentrifugal.
(b) Pompa Tipe Ulir
Pompa ulir (Gambar 8.2) adalah sejenis pompa yang mengunakan uliran dari
bahan baja tahan atau metal putih. Prinsip kerja dari pompa ulir adalah seperti
gerakan skrup, dimana motor memutar poros sehingga ulir bergerak dan mendo-
rong bahan yang masuk.

Gambar 8.2. Pompa ulir

Komponen penting dari pompa tipe ulir adalah ulir, motor penggerak, poros
dan selongsong. Pompa ulir berada di dalam selongsong yang berfungsi untuk
menahan bahan agar tidak keluar dari ulir. Bentuk ulir dari pangkal ke ujung sema-
kin mengecil untuk meningkatkan tekanan. Peningkatan tekanan dapat juga dilaku-
kan dengan mendangkalkan ulir, memperbesar poros ulir, memperkecil selongsong
dan mempercepat putaran sesuai dengan kebutuhan industri pangan. Pompa ulir
banyak digunakan dalam industri pangan yang menggunakan bahan pasta atau
adonan. Pompa ulir ini dibedakan antara ulir ganda dan pompa ulir tunggal.
(c) Pompa Peristaltik
Pompa peristaltik (Gambar 8.3) adalah jenis pompa yang dapat memindahkan
bahan secara teratur. Bagian-bagian pompa tipe peristaltik terdiri dari selang, motor
penggerak, silinder dan box (rumah pompa). Prinsip kerja pompa ini adalah gerakan
peristaltik pada selang tertentu. Fluida dialirkan ke dalam selang kemudian ditekan
oleh silinder secara bergantian sehingga fluida terdorong secara peristaltik. Pompa
biasanya bekerja dengan kecepatan 20 rpm. Pompa peristaltik digunakan untuk
52 Aliran Fluida Dalam Sistem Pipa dan Pompa

fluida yang tidak diharapkan membentuk buih pada saat dipompa, misalnya susu
dalam proses pengeringan. Pompa ini dapat dibersihkan secara baik dengan clean in
place.

Gambar 8.3. Pompa peristaltik

(d) Pompa Vakum


Pompa vakum (Gambar 8.4) digunakan untuk mengeluarkan udara dari
ruangan sehingga ruangan menjadi vakum, selain itu juga berguna untuk memin-
dahkan gas yang tidak terkondensasi oleh sistem. Prinsip kerja alat ini adalah udara
dihisap oleh baling-baling dan tertampung pada ruang baling-baling tersebut,
kemudian udara dialirkan melalui dua lubang kecil. Setelah sampai di tengah-
tengah fluida udara disalurkan pada lubang pengeluaran.

Gambar 8.4. Pompa vakum

(e) Pompa Tipe Piston


Pompa piston adalah pompa tipe pemindah positif. Piston digerakan oleh eng-
kol dan tuas penghubung, dengan sumber tenaga berasal dari motor penggerak atau
tenaga uap. Pompa tipe ini memiliki beberapa keunggulan seperti dapat menghasil-
kan tekanan tinggi dengan penurunan kapasitas yang tak berarti, tidak terjadi slip
atau bocor, tidak memerlukan priming, mempunyai kecepatan rendah, bagian-
bagian alatnya sederhana dan mudah menggantikannya.
Prinsip kerja pompa piston hampir sama dengan cara kerja suntikan. Pada saat
piston ditarik, katup pemasukan bahan terbuka. Karena terdapat perbedaan tekanan
dalam ruangan, maka bahan masuk. Setelah piston ditekan bahan akan keluar mela-
lui pipa.
Praktikum Teknik Pangan 53

8.4. Kegiatan Praktikum


Alat-alat : Pompa ulir, pompa vakum, pompa peristaltik, pompa piston, pompa gir,
pompa sentrifugal
Bahan : Fluida

Praktikum 8.1. Pengenalan Jenis Pompa


1. Amati jenis-jenis pompa, yaitu pompa peristaltik, pompa sentrifugal, pompa pis-
ton, pompa ulir, pompa gir, dan pompa vakum
2. Catat bagian-bagian dari pompa tersebut, gambar dan tuliskan fungsinya
masing-masing.
3. Tuliskan mekanisme terjadinya pemompaan yang terjadi pada setiap jenis
pompa yang diamati.

Praktikum 8.2. Percobaan Pengperasian Pompa


1. Lakukan percobaan untuk melakukan pemompaan berbagai jenis fluida dengan
pompa-pompa yang tersedia.
2. Amati perubahan yang terjadi setelah proses pemompaan.
Soal Pendalaman (Bahan Responsi)
1. Suatu cairan non-Newtonian akan diukur sifat alirannya dengan menggunakan
viskometer rotasi yang memiliki konstanta spindle silinder dengan 7187 dyne/
cm pada skala penuh digunakan untuk mengukur cairan. Spindle (diameter 1 cm,
panjang 6 cm) dimasukkan ke dalam thermo jacket housing berdiamater dalam 1.5
cm. Pembacaan dilakukan pada 4 kecepatan rotasi, yaitu 2, 4, 10 dan 20 rpm.
Hasil pembacaan %torque (% full scale) adalah seperti pada tabel. Tentukan
indeks tingkah laku aliran (n) dari cairan tersebut.
Kecepatan rotasi Viscometer indicator
(rpm) Reading (% full scale)
2 53.5
4 67
10 80.5
20 97

2. Suatu cairan Newtonian diukur dengan menggunakan forced flow viscometer.


Cairan yang dialirkan ke dalam tabung berdiameter 0,75 cm dan panjang 30 cm
diberikan tekanan sehingga memberikan pressure drop sebesar 600 Pa dan laju
aliran 40 cm3/ detik. Tentukan kecepatan rata-rata aliran dari cairan tersebut
adalah!
3. A single-cylinder rotational viscometer is used to measure a liquid with viscosity
of 100 cP using a spindle wih 6 cm length and 1 cm radius. At maximum shear
rate (rpm =60), the masurements approach a full-scale reading of 100. Determine
the spindle dimensions that will allow the viscometer to measure viscosities up
to 10,000 cP at maximum shear rate.
54 Aliran Fluida Dalam Sistem Pipa dan Pompa

8.5. Pustaka
Canovas,G.V., Ma,L dan B. Barletta. 1997. Food Engineering Laboratory Manual. Technomic
Publishing Co., Inc. Lancaster-USA.
Singh,R.P. and Heldman,D.R. 2001. Introduction to Food Engineering. Academic Press,
London.
Sharma,S.K., Mulvaney,S.J. dan Rizvi,S.S.H. 2000. Food Process Engineering: Theory and
Laboratory Experiments. Wiley Interscience, New York.
Toledo,R.T. 1991. Fundamentals of Food Process Engineering. 2nd Ed. Van Nonstrand Rein-
hold, New York.
Wirakartakusumah, A., Subarna., Arpah, M., Syah, D., Budiwati, I.S. 1992. Petunjuk Labora-
torium Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
9
Praktikum 9:
Kesetimbangan Energi
dan Pindah Panas

9.1. Tujuan Praktikum


Kegiatan praktikum ini bertujuan untuk: (1) menjelaskan penerapan dan perhi-
tungan prinsip kesetimbangan panas dan pindah panas konduksi/konveksi dalam
proses pengolahan pangan, serta (2) menjelaskan aplikasinya dalam kasus-kasus
proses pengolahan pangan.

9.2. Indikator Belajar


Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. menjelaskan prinsip kesetimbangan energi dan menyelesaikan perhitungan yang
berhubungan dengan prinsip kesetimbangan energi.
2. menjelaskan prinsip pindah panas secara konduksi steady state dan unsteady state
dan parameter-parameternya.
3. menjelaskan prinsip pindah panas secara konveksi alami dan paksaan dan para-
meter-parameternya.
4. menerapkan dan melakukan perhitungan kasus-kasus pindah panas secara kon-
duksi (steady state dan unsteady state) dan konveksi (alami dan paksaan) dalam
proses pengolahan pangan.
5. menjelaskan contoh aplikasi prinsip kesetimbangan energi dan pindah panas di
industri pangan.

9.3. Prinsip
9.3.1. Prinsip Kesetimbangan Energi
Kesetimbangan energi pada suatu sistem didasarkan pada prinsip/hukum
kekekalan energi, yaitu bahwa energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan,
seperti dinyatakan dengan persamaan 9.1 berikut:

55
56 Kesetimbangan Energi dan Pindah Panas

Energi yang masuk = energi keluar + akumulasi di dalam sistem (9.1)


Dalam kondisi steady state dimana tidak terjadi akumulasi energi di dalam
sistem, maka persamaan di atas dapat disederhanakan lagi sebagai berikut (persa-
maan 9.2):
Energi yang masuk = energi yang keluar (9.2)
Kesetimbangan energi ini berlaku pada unit-unit proses pengolahan yang meli-
batkan energi, misalnya dalam proses pasteurisasi dimana bahan mengambil energi
dari media pemanas untuk meningkatkan suhunya hingga mencapai suhu proses
yang dibutuhkan.
Perhitungan kesetimbangan panas mirip dengan kesetimbangan massa, dimana
jumlah panas yang masuk harus sama dengan jumlah panas yang meninggalkan
sistem. Tahapan-tahapan yang dilakukan untuk mempermudah penyelesaian kasus
kesetimbangan energi adalah sebagai berikut: (a) tentukan proses yang menjadi
target (gambarkan diagram proses target, dan batas-batasnya jika perlu); (b) tentu-
kan basis untuk penyelesaian masalah; dan (c) tulis persamaan kesetimbangan
energi untuk menyelesaikan kasus kesetimbangan energi.
9.3.2. Prinsip Pindah Panas
Proses pindah panas yang umum terjadi dalam proses pengolahan pangan
adalah pindah panas konduksi dan konveksi. Proses pindah panas konduksi dapat
dinyatakan sebagai model pindah panas tunak (steady state) dan tak tunak (unsteady
state).
(1) Pindah Panas Konduksi Tunak (Steady State)
Dalam model mindah panas tunak, perubahan suhu hanya dipengaruhi perbe-
daan jarak (x) dan luasan bahan (A) dan tidak dipengaruhi oleh waktu (∆T ≠ f(t)
(lihat Gambar 9.1).

Gambar 9.1. Pindah panas secara konduksi tunak (steady state)


Persamaan umum untuk model pindah panas konduksi tunak adalah sebagai
berikut:

q T
K( ) (9.3)
A X
dimana:
Praktikum Teknik Pangan 57

q : kecepatan aliran panas (w)


K : konstanta konduktivitas termal (w/moC)
A : daerah yang memperoleh aliran panas (m2)
T : suhu (oC)
X : jarak (m)
(a) Model pindah panas konduksi tunak pada lempeng multilayer
Untuk benda lempeng yang disusun oleh lebih dari satu lapisan bahan dengan
konduktivitas panas dan ketebalan yang berbeda, maka pindah panas harus mem-
perhatikan bahan-bahan penyusunnya tersebut. Gambar 9.2 berikut mengilustrasi-
kan benda dengan 3 lapisan yang memiliki konduktivitas panas (kA, kB, kC) dan
ketebalan (xA, xB, xc) yang berbeda. Perubahan suhu dari T1 ke T2 (T) akan sama
dengan TA +TB +Tc, yang secara matematis dapat dituliskan dalam persamaan
9.4.

Gambar 9.2. Pindah panas secara konduksi


pada system multilayer

T = T2 –T1 = TA +TB +Tc (9.4)

xA x x
dimana: T A   q , TB   q B , dan TC   q C
kA A kB A kC A

Dengan demikian, persamaan 9.4 dapat dirubah menjadi:

q  x A x B xc 
T = T2 –T1 =      (9.5)
A  kA kB kc 

(b) Model pindah panas konduksi tunak pada silinder monolayer


Untuk benda yang berbentuk silinder, maka jarak yang ditempuh oleh panas
dari bagian luar silinder ke bagian dalam silinder atau sebaliknya tergantung pada
nilai jari-jarinya (Gambar 9.3). Dengan demikian persamaan kecepatan aliran panas
(heat flux) pada persamaan 9.3 untuk benda berbentuk silinder monolayer dapat
dimodifikasi menjadi persamaan 9.6, dimana dx digantikan dengan dr yang menun-
58 Kesetimbangan Energi dan Pindah Panas

jukkan perubahan dari nilai jari-jarinya. Kecepatan aliran panas dinyatakan dengan
simbol qr.
Q dT
qr    kA (9.6)
t dr

Gambar 9.3. Pindah panas secara konduksi pada


benda berbentuk silinder monolayer

Ketebalan pipa dinyatakan dengan r atau dr dan perbedaan suhu antara sisi
luar silinder dengan sisi dalam silinder dinyatakan dengan T atau dT. Sedangkan
luasan yang dilalui oleh panas adalah keliling dari silinder tersebut, sehingga A=
2rL, dimana r adalah jari-jari pipa dan L adalah panjang silinder. Dengan demikian,
persamaan 9.6 dapat dinyatakan menjadi persamaan 9.7.

dT
q r   k (2rL) (9.7)
dr
Bila persamaan 9.7 diintegrasikan, maka akan diperoleh persamaan 9.8 berikut:

q r ro dr To

2L ri r
 k  dT
Ti

qr
ln(ro  ri )   k (To  Ti )
2L
2Lk (Ti  To )
qr  (9.8)
r 
ln o 
 ri 
(c) Model pindah panas konduksi tunak pada silinder multilayer
Apabila silinder memiliki beberapa lapisan dengan konduktivitas panas dan
jari-jari yang berbeda (Gambar 9.4), maka persamaan 9.8 harus dimodifikasi. Luas
penampang silinder (A) yang dilewati oleh panas untuk masing-masing lapisan
silinder akan berbeda-beda, tergantung pada jari-jari silinder pada setiap lapisan.
Praktikum Teknik Pangan 59

Luas penampang silinder untuk setiap lapisan dinyatakan dengan simbol Alm. Persa-
maan pindah panas untuk setiap lapisan dapat dinyatakan dengan persamaan 9.9.
(Ti  To )
q r  kAlm (9.9)
(ro  ri )

Gambar 9.4. Pindah panas secara konduksi


pada benda berbentuk silinder
multilayer

(ro  ri )
dimana: Alm  2L (9.10)
r
ln o
ri
q r (ro  ri )
Ti  To  (9.11)
kAlm
q r (r2  r1 )
T1  T2  (9.12)
(kAlm )12
q r (r3  r2 )
T2  T3  (9.13)
(kAlm ) 23

Dengan demikian, pindah panas pada silinder multilayer dapat dinyatakan


dengan persamaan 9.14 berikut:

(T1  T3 )
qr  (9.14)
 r   r 
    
( )   (kA ) 
 kAlm 12   l m 23 

(2) Pindah Panas Konduksi Tak Tunak (Unsteady State)


Pindah panas tak tunak (unsteady state heat transfer) terjadi apabila bahan pangan
dipanaskan atau didinginkan dalam kondisi dimana suhu pada titik tertentu dari
bahan atau suhu medium berubah dengan adanya perubahan waktu. Dengan kata
lain, pada kondisi unsteady state ini suhu suatu benda (T) merupakan fungsi dari
posisi atau lokasi (x) dan waktu (t) atau secara matematis dinyatakan dengan
T=f(x,t).
60 Kesetimbangan Energi dan Pindah Panas

Model pindah panas konduksi tak tunak lebih kompleks dibanding pindah
panas konduksi tunak. Pindah panas tak tunak sering ditemukan dalam proses
pindah panas selama pemanasan dan pendinginan bahan pangan, terutama bahan
pangan padat, cairan yang kental atau campuran padatan dan cairan dengan kan-
dungan padatan yang lebih tinggi.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, suhu dalam pindah panas unsteady state
merupakan fungsi dari dua (2) peubah bebas (independent variable), yaitu waktu dan
posisi/lokasi. Perubahan suhu terhadap waktu dan posisi dapat dinyatakan dengan
persamaan diferensial parsial seperti dapat dilihat pada persamaan 9.15. Dalam
persamaan ini, T adalah suhu (oC), t adalah waktu (detik) dan x adalah posisi/lokasi
(m).
T k   2T 
  2  (9.15)
t C p  x 
Dalam persamaan 9.15 tersebut terlihat bahwa laju perubahan suhu dipenga-
ruhi oleh sifat-sifat fisik konduktivitas panas, panas jenis dan densitas. Ketiga sifat
fisik tersebut dapat dinyatakan menjadi nilai konstanta yang disebut dengan difusi-
tas panas yang dinyatakan dengan satuan m2/s (persamaan 9.16). Semakin besar
difusitas panas, maka laju perubahan suhu per satuan waktu semakin besar. Logam
umumnya mempunyai difusifitas panas yang tinggi disebabkan memiliki kondukti-
vitas panas yang besar dan panas jenis yang kecil. Gas juga mempunyai difusitas
panas yang tinggi disebabkan memiliki densitas yang rendah.

k
 (9.16)
C p
(a) Tahanan Pindah Panas Internal dan Eksternal
Apabila sebuah benda dimasukkan ke dalam media cair, maka dalam sistem
tersebut terdapat perbedaan suhu antara medium pemanas dan benda yang menga-
kibatkan terjadinya proses pindah panas. Selama proses pindah panas tak tunak,
suhu di dalam benda padat yang tadinya mempunyai suhu yang seragam di setiap
lokasi akan berubah dan berbeda suhunya tergantung pada lokasi dan waktu.
Dengan mengasumsikan bahwa lokasi yang dimaksud adalah pada pusat benda,
maka proses pindah panas dari fluida (media cair) ke posisi pusat benda akan
mengalami dua macam tahanan, yaitu tahanan terhadap pindah panas konveksi di
lapisan sekitar permukaan benda padat (disebut tahanan eksternal), dan tahanan
terhadap pindah panas konduksi di dalam benda padat itu sendiri (disebut tahanan
internal). Perbandingan antara tahanan konveksi (eksternal) dan tahanan konduksi
(internal) ini dapat dinyatakan secara kuantitatif dengan bilangan tak berdimensi
yang disebut dengan bilangan Biot (Bi) (persamaan 9.17).
Tahanan pindah panas internal
Bi = (9.17)
Tahanan pindah panas eksternal
Praktikum Teknik Pangan 61

Dalam hal ini, tahanan pindah panas internal dinyatakan dengan D/k (kon-
duksi), sedangkan tahanan panas eksternal dinyatakan dengan 1/h (konveksi).
Dengan demikian, persamaan 9.17 dapat dinyatakan dengan persamaan 9.18 beri-
kut:

D / k hD
Bi =  (9.18)
1/ h k
Dalam persamaan 9.18 tersebut h adalah koefisien pindah panas konveksi
(W/m2oC) dan k adalah konduktivitas panas benda padat yang dipanaskan/didi-
nginkan (W/moC). Untuk benda yang tak berbatas, D menunjukkan karakteristik
dimensi dari benda (m) yang tergantung pada geometri benda, yaitu jarak terpen-
dek antara pusat benda dan permukaan benda. Untuk benda berbentuk bola, nilai D
adalah sama dengan nilai jari-jari bola. Untuk benda berbentuk silinder tak berbatas,
nilai D adalah jari-jari silinder, sedangkan untuk lempeng tak berbatas nilai D ada-
lah separuh dari ketebalan lempeng.
Besarnya bilangan Biot akan menentukan apakah tahanan eksternal atau inter-
nal yang mendominasi. Dalam hal ini, semakin besar bilangan Biot (Bi) maka sema-
kin dominan proses pindah panas secara konveksi. Secara empiris diketahui bahwa
Bi>40 menunjukkan suatu kondisi dimana tahanan eksternal, yaitu tahanan terha-
dap pindah panas secara konveksi dapat diabaikan. Dengan kata lain, Bi>40 berarti
bahwa nilai koefisien pindah panas konveksi (h) jauh lebih besar daripada konduk-
tivitas panas (k), sehingga proses pindah panas secara konveksi berlangsung secara
spontan dan proses pindah panas secara konduksi merupakan faktor pembatas
dalam proses pemanasan tersebut. Proses kondensasi uap pada permukaan buah-
buahan yang sedang diblansir dengan uap panas merupakan contoh proses dimana
tahanan panas eksternal dapat diabaikan.
Untuk Bi<0.1, maka yang terjadi adalah suatu proses pindah panas dimana
tahanan panas internal (tahanan panas konduksi) dapat diabaikan. Hal ini menun-
jukkan bahwa nilai konduktivitas panas (k) jauh lebih besar daripada nilai koefisien
pindah panas konveksi (h) sehingga proses pindah panas secara konveksi meru-
pakan faktor pembatas. Proses pemanasan logam dapat dianggap sebagai proses
dimana tahanan panasnya dapat diabaikan.
Bila bilangan 0.1<Bi<40, maka baik tahanan panas konveksi maupun konduksi
tak dapat diabaikan. Proses pemanasan makanan kaleng (misalnya tomat dalam
kaleng) merupakan contoh proses pemanasan dimana baik tahanan eksternal mau-
pun internalnya tidak boleh diabaikan.
(b) Model Pindah Panas Tak Tunak Benda Tak Berbatas
(a) Model Pindah Panas dengan Tahanan Internal Diabaikan (Bi<0.1)
Untuk proses pemanasan dengan bilangan Biot (Bi<0.1), maka tahanan internal
bahan terhadap laju penetrasi panas dapat diabaikan. Hal ini akan terjadi pada
proses pemanasan atau pendinginan berbagai logam. Namun hal ini hampir tidak
pernah terjadi pada proses pemanasan atau pendinginan bahan pangan, karena nilai
konduktivitas panas (k) produk pangan biasanya relatif kecil.
62 Kesetimbangan Energi dan Pindah Panas

Dalam prakteknya pada kondisi Bi<0.1 (tahanan internal terhadap pindah panas
diabaikan), suhu produk yang dipanaskan relatif seragam dan dapat dianggap
sama. Hal ini hanya dimungkinkan jika proses pindah panas di dalam bahan ber-
langsung secara instan dan sangat cepat, sehingga tidak terdapat gradien suhu di
dalam bahan. Cara lain untuk mendapatkan kondisi dimana tahanan internal terha-
dap pindah panas dapat diabaikan adalah dengan cara memberikan pengadukan
yang baik (well-mixed) untuk produk pangan cair yang sedang dipanaskan dalam
suatu wadah. Dalam hal ini, tidak akan terdapat perbedaan suhu yang berarti pada
berbagai lokasi dalam produk.
Proses pindah panas dengan dengan Bi<0.1 dapat dinyatakan secara matematis
dengan menurunkan persamaan sebagai berikut: Anggap suatu benda yang mem-
punyai suhu rendah dan seragam, kemudian dicelupkan ke dalam cairan panas
pada suhu Ta. Untuk kondisi tak tunak, kesetimbangan panasnya dapat dinyatakan
dengan persamaan 9.19 berikut:
dT
Q  VC p .  h. A Ta  T  (9.19)
dt
dimana Ta adalah suhu medium pemanas, T suhu benda setelah waktu t, dan A
adalah luas permukaan benda. Dengan memisah-misahkan peubah, akan diperoleh:

dT h. A
 dt (9.20)
Ta  T  V .C p
ln Ta - To 
hA t
 dt
T
 (9.21)
Ti
C p .V 0

 T T   hA 
ln  a    t (9.22)
 C .V 
 Ta  Ti   p 
 hA 
Ta  T   t
hA
 e  Cp.V   exp[ t] (9.23)
Ta  Ti C p V
Dalam persamaan 9.23 tersebut, Ti adalah suhu awal benda. Persamaan ini
dapat digunakan untuk menduga suhu produk selama proses pemanasan jika
tahanan internal pindah panas dapat diabaikan, atau pada kondisi pindah panas
dimana Bi < 0.1.
(b) Model Pindah Panas dengan Tahanan Internal dan Eksternal (0,1<Bi <40)
Kondisi dimana kedua tahanan internal dan eksternal tidak dapat diabaikan
adalah pada kondisi 0.1<Bi<40. Persamaan matematika yang menggambarkan peru-
bahan suhu pada kondisi ini adalah:

T k  2T 
   (9.24)
dt Cp  dx 2 
Praktikum Teknik Pangan 63

Persamaan 9.24 terutama ditujukan untuk benda dengan bentuk tertentu yang
sederhana dan dapat didefinisikan dengan baik, seperti bentuk bola, silinder tak
berbatas dan lempeng tak terhingga. Asumsi yang digunakan adalah bahwa benda
harus mempunyai suhu yang seragam pada t=0 dan bahwa benda ditempatkan
secara instan pada suhu medium pendingin atau pemanas pada t=0.
Persoalan pindah panas dengan tahanan internal dan eksternal dapat dipecah-
kan dan disederhanakan dengan membuat diagram hubungan suhu dan waktu
untuk masing-masing geometri lempeng, silinder dan bola (Gambar 9.5, 9.6, dan
9.7). Diagram hubungan suhu dan waktu ini menggunakan bilangan tak berdimensi
yang disebut bilangan Fourier (Fo) yang diformulasikan dengan persamaan 9.25
berikut:

k t t
Fo   2 (9.25)
Cp D 2
D
Arti fisik dari bilangan Fourier dapat dipelajari dengan memilah persamaan
9.25 tersebut menjadi persamaan 9.26 dan 8.27. Dengan demikian, untuk suatu
volume bahan tertentu, bilangan Fourier dapat diartikan sebagai suatu ukuran laju
konduksi panas per satuan laju penyerapan panas. Semakin besar bilangan Fourier
menunjukkan penetrasi panas yang lebih masuk ke dalam bahan padat pada peri-
ode pemanasan tertentu.

t k 1 / D  D 2
Fo   (9.26)
D2 CpD 3 /t

laju pindah panas konduki sepanjang D pada volume D 3 (W/o C)


Fo = (9.27)
penyerapan panas pada volume D 3 (W/o C)

Sekarang kembali ke diagram hubungan suhu dan waktu pada Gambar 9.5
(untuk geometri silinder), 9.6 (untuk geometri lempeng tak terbatas) dan 9.7 (untuk
geometri bola). Sumbu ordinat (sumbu y) pada gambar tersebut dinyatakan sebagai
Ta  T
perbandingan suhu yang diplotkan dalam skala logaritmik, sedangkan pada
Ta  Ti
sumbu aksis (sumbu x) adalah bilangan Fourier (Fo), yaitu t/D2. Grafik-grafik
hubungan suhu-waktu ini disebut dengan Gurnie-Lurrey Chart. Pada perbandingan
suhu tersebut, T adalah suhu benda pada waktu t, Ta adalah suhu medium pemanas,
dan Ti adalah suhu awal. Perbandingan antara (Ta-T) dengan (Ta-Ti) menunjukkan
porsi peningkatan atau penurunan suhu yang masih belum tercapai (unaccomplished
rise or fall in temperature) pada waktu pemanasan tertentu. Penyebut dari perban-
dingan suhu itu (Ta – Ti) merupakan peningkatan atau penurunan suhu maksimum
yang mungkin terjadi, sedangkan pembilang (Ta – T) merupakan perubahan suhu
pada waktu t. Garis-garis yang terdapat pada grafik adalah kebalikan dari nilai
Bilangan Biot (1/Bi atau k/hD).
64 Kesetimbangan Energi dan Pindah Panas

(c) Model Pindah Panas dengan Tahanan Eksternal (Permukaan) yang Diabaikan
(Bi>40)
Kasus dimana Bi>40 menunjukkan bahwa tahanan eksternal pindah panas yang
terjadi di permukaan dapat diabaikan. Penyelesaian soal yang melibatkan Bi>40
dapat dilakukan dengan menggunakan Gurnie-Lurrey Chart (Gambar 9.5, 9.6 dan
9.7) seperti pada untuk kasus 0.1<Bi<40. Namun demikian, untuk kasus Bi>40 digu-
nakan garis yang menunjukkan 1/Bi atau hD/k = 0.
(c) Model Pindah Panas untuk Benda Berbatas (Finite Cylinder Atau Finite Slab)
Jenis-jenis benda yang dipanaskan atau didinginkan dalam proses pengolahan
pangan tentunya tidak merupakan benda dengan ukuran tak berbatas (infinite
object). Bentuk-bentuk yang umum dijumpai adalah bentuk balok, dadu atau pun
silinder. Proses pengalengan, misalnya, merupakan proses pemanasan benda yang
berbentuk kaleng (silinder) dengan diameter dan tinggi tertentu. Untuk benda-
benda demikian, model matematika dapat dikembangkan dari gabungan antara
benda-benda dengan ukuran tak berbatas. Sebuah kaleng dengan diameter D dan
tinggi T misalnya dapat dianggap sebagai bagian perpotongan antara silinder tak
berbatas dengan diameter D (jari-jari = R) dan lempeng tak berbatas dengan kete-
balan T =(2L) (Gambar 9.8). Demikian juga benda berbentuk kubus (balok) diang-
gap sebagai bagian perpotongan antara panjang (p), lebar (l) dan tinggi (t) dari lem-
peng tak berbatas (Gambar 9.9).
Secara ringkas, model pindah panas untuk benda berbentuk silinder berbatas
mempunyai hubungan matematis sebagai berikut:
 Ta  T   T T   Ta  T 
    a    (9.28)
 Ta  Ti  silinder berbatas  Ta  Ti  silinder tak berbatas  Ta  Ti  lempeng tak berbatas

Hal yang sama dapat diturunkan untuk benda berbentuk balok atau bata yang
berukuran panjang (p), lebar (l) dan tebal (t) (persamaan 9.29).

 Ta  T   T T   Ta  T   Ta  T 
    a      (9.29)
 Ta  Ti  balok
berbatas
 Ta  Ti  lempeng tak
berbatas dengan  Ta  Ti  lempeng tak
berbatas dengan  Ta  Ti  lempeng tak
berbatas dengan
ketebalan p ketebalan l ketebalan t

Persamaan 9.28 dan 8.29 di atas dapat digunakan untuk menentukan nilai
perbandingan suhu benda-benda yang mempunyai ukuran geometri tertentu, misal-
nya kaleng silinder yang banyak digunakan untuk proses sterilisasi bahan pangan.
Rumus di atas menggambarkan bahwa proses pemanasan dalam kaleng, khususnya
proses pindah panas ke arah radial akan berlangsung mirip atau sama dengan yang
terjadi pada proses pemanasan benda silinder tak berbatas. Di samping itu, pindah
panas kedua ujung (tutup kaleng) sama dengan pindah panas yang terjadi pada
benda lempeng tak berbatas.
Praktikum Teknik Pangan 65

Gambar 9.5. Diagram T-t : hubungan antara suhu di sumbu silinder dan NFo (t/D2)
66 Kesetimbangan Energi dan Pindah Panas

Gambar 9.6. Diagram T-t : hubungan suhu di “midplane” lempeng tak berbatas dan NFo
(t/D2)
Praktikum Teknik Pangan 67

Gambar 9.7. Diagram T-t : hubungan antara suhu di pusat bola dan NFo (t/D2)
68 Kesetimbangan Energi dan Pindah Panas

Infinite cylinder,
radius R

Infinite slab,
thickness=h

Gambar 9.8. Kaleng berbentuk silinder berbatas


Praktikum Teknik Pangan 69

panjang

tinggi

lebar

Gambar 9.9. Benda berbentuk kubus terbatas

(c) Langkah Dalam Perhitungan Model Pindah Panas Tak Tunak


Langkah pemecahan masalah model pindah panas unsteady state, yaitu menen-
tukan waktu pemanasan/pendinginan yang diperlukan agar suhu pada pusat
benda mencapai suhu yang diinginkan dapat tercapai mengikuti tahapan-tahapan
sebagai berikut:
1. Identifikasi geometri benda, apakah berbentuk lempeng, silinder atau bola. Iden-
tifikasi juga apakah benda merupakan lempeng/silinder tak berbatas atau berba-
tas.
2. Definisikan suhu medium pemanas/pendingin (Ta), suhu awal benda (Ti), suhu
yang diinginkan di pusat benda setelah pemanasan t; sifat-sifat fisik benda (kon-
duktivitas panas k, densitas , dan panas jenis Cp), koefisien pindah panas kon-
veksi (h) dari medium pemanas/pendingin.
3. Untuk benda berbentuk lempeng/silinder tak berbatas dan bola:
a. Hitunglah bilangan Biot dengan menggunakan persamaan (NBi=hD/k).
(1) Bila berbentuk lempeng tak berbatas, maka nilai D adalah separuh dari
ketebalan lempeng.
(2) Bila berbentuk geometri silinder tak berbatas, maka nilai D adalah jari-
jari silinder.
(3) Bila berbentuk bola, maka nilai D adalah jari-jari bola
b. Kategorikan pindah panas berdasarkan nilai bilangan Biotnya.
(1) Bila Bi<0.1, gunakan persamaan berikut untuk menentukan waktu pema-
nasan agar pusat benda mencapai suhu T, yaitu:
 hA 
Ta  T   t hA
 e  Cp.V   exp[ t]
Ta  Ti C p V
70 Kesetimbangan Energi dan Pindah Panas

(2) Bila 0,1<Bi<40:


(a) Hitung bilangan Fourier dengan menggunakan persamaan berikut
dengan syarat waktu pemanasan/pendinginan diketahui), yaitu:

k t t
Fo   2
Cp D 2
D
(b) Gunakan Gurnie-Lurrey Chart untuk menentukan titik Fo pada sumbu
x. Ingat! gunakan grafik yang sesuai dengan geometri benda (Gambar
9.5, 9.6 dan 9.7).
(c) Hitung 1/Bi. Tarik garis vertikal dari titik nilai Fo sehingga memo-
tong garis k/hD atau 1/Bi yang bersesuaian, kemudian tarik garis
horisontal dari titik perpotongan tersebut sehingga memotong sumbu
y. Garis perpotongan dengan sumbu y tersebut menunjukkan nilai
Ta  T
, sehingga nilai T dapat dihitung.
Ta  Ti

(3) Bila Bi>40, gunakan juga Gurnie-Lurrey Chart, tetapi gunakan nilai k/hD
atau 1/Bi=0. Dari titik perpotongan tersebut, tarik garis horisontal
Ta  T
sehingga memotong sumbu y dan dapat diperoleh nilai . Lalu
Ta  Ti
hitunglah nilai T.
4. Untuk lempeng/silinder berbatas:
a. Langkah yang dilakukan sama dengan untuk lempeng/silinder berbatas
dengan menghitung bilangan Biot, 1/Bi, bilangan Fourier, dan menggunakan
Ta  T
Gurnie-Lurrey Chart untuk menentukan untuk lempeng/silinder tak
Ta  Ti
berbatas.
Ta  T
(1) Untuk silinder berbatas, tentukan nilai untuk silinder tak berba-
Ta  Ti
tas dan untuk lempeng tak berbatas (ikuti langkah b(2) di atas)
Ta  T
(2) Untuk lempeng berbatas, tentukan nilai untuk masing-masing
Ta  Ti
lempeng tak berbatas (panjang, lebar dan tingginya) (ikuti langkah b(2)
di atas)
Ta  T
b. Hitung dengan menggunakan persamaan untuk lempeng berbatas
Ta  Ti
dan persamaan untuk lempeng berbatas.

(3) Pindah Panas Secara Konveksi


Pindah panas secara konveksi mulai dari permukaan bahan yang panas kepada
fluida di atasnya dapat diilustrasikan pada Gambar 9.10 (sebagai ilustrasi dapat
Praktikum Teknik Pangan 71

dibayangkan pada saat memasak air luas permukaan alas adalah panci sedangkan
di bagian atasnya adalah air yang dimasak).

Gambar 9.10. Pindah panas secara konveksi

Pindah panas dapat dievaluasi laju perpindahan panas dari permukaan ke


fluida yang dapat dinyatakan dengan persamaan 9.30 berikut:

q = hA (Tp - T) = hAT (9.30)


dimana
q = Kecepatan aliran panas (w)
A = Daerah yang memperoleh aliran panas (m2)
Tf = suhu fluida (oC)
T = suhu permukaan (oC)
h = koefisien pindah panas udara atau fluida(w/m2 .oC)
q  h x A x T
(a) Pindah Panas Melalui Konveksi Alami
Konveksi alami terjadi karena adanya perbedaan densitas sebagai akibat adanya
perbedaan suhu karena bagian fluida tertentu mengalami kontak dengan permu-
kaan panas. Hal ini karena peningkatan suhu menyebabkan penurunan densitas
fluida, sehingga fluida tersebut akan cenderung bergerak ke atas, sedangkan yang
lebih rendah suhunya akan cenderung bergerak ke bawah. Hal ini menyebabkan
pergerakan fluida. Contoh tentang proses pemasakan air yang telah dijelaskan di
atas merupakan proses konveksi alami. Nilai koefisien heat transfer untuk:
 Horizontal plate h  C1 (T ) 0.25
 Vertical plate T 0.25
h  C1 ( )
L
72 Kesetimbangan Energi dan Pindah Panas

 Vertical cylinder T 0.25


h  C1 ( )
D
 Horizontal cylinder T 0.25
h  C1 ( )
Do

dimana L = tinggi dari vertical plate atau cylinder m); Do = diameter luar (m); ΔT =
selisih antara Tw dan Tf (oK); Tw = T permukaan; Tf = T fluida dan h = w/m2 . oK
Nilai C1 dari persamaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.1 berikut:
Tabel 9.1. Nilai C1 untuk menghitung koefisien pindah panas konveksi
Permukaan Fluida C1
Horizontal cylinder Udara 1.3196
Air 291.1
Vertical cylinder Udara 1.3683
atau plate Air 127.1
Horizontal plate Udara diatas plate Tw > Tf 2.4493
Udara dibawah plate Tw < Tf 2.4493
Udara dibawah plate Tw > Tf 1.3154
Udara diatas plate Tw < Tf 1.3154

(b) Pindah Panas Konveksi yang dipaksakan


Koefisien pindah panas secara konveksi (h) diduga dari hubungan-hubungan
secara empiris. Nilai koefisien pindah panas ini dipengaruhi oleh banyak parameter,
seperti jenis fluida (Newtonian/non-Newtonian), sifat aliran fluida (laminar/tur-
bulen), sifat-sifat fisik fluida, perbedaan suhu serta bentuk dan ukuran geometri dari
sistem yang dipelajari. Hubungan empiris untuk menduga besarnya nilai koefisien
pindah panas konveksi ini biasanya dikembangkan dengan menggunakan analisis
dimensional. Dalam pembahasan berikut akan dikemukan tentang pendugaan nilai
koefisien pindah panas konveksi pada fluida Newtonian dengan konveksi paksaaan
(forced convection).
Pada konveksi paksaan (forced convection), fluida Newtonian dipaksa untuk
mengalir dengan gaya mekanik, misalnya dengan menggunakan kipas, pompa atau
pengaduk. Dalam hal ini koefisien pindah panas akan dipengaruhi oleh laju aliran
fluida (v), jenis aliran (laminar/turbulen), viskositas (), dimensi pipa (diameter D,
panjang L), densitas fluida (), dan panas jenis (Cp). Untuk menduga koefisien pin-
dah panas konveksi (h) pada konveksi paksaan ini, maka faktor-faktor di atas harus
diperhitungkan. Untuk itu, perlu dibuat hubungan umum untuk menduga besarnya
nilai h dengan melibatkan beberapa bilangan tak berdimensi, yaitu yang disebut
dengan Reynolds number (Re), Prandle number (Pr) dan Nusselt number (Nu).
Dalam hal ini, koefisien pindah panas dapat diturunkan dari persamaan Nusselt
number.
Praktikum Teknik Pangan 73

(a) Untuk fluida Newtonian

D
h.  N NU  f ( N RE , N Pr ) (9.31)
K
NNU = Nusselt Number
NRE = Reynold Number   . D .V / 
NPr = Prandtl Number   . Cp / K
h = koefisien heat transfer (w/m2 oC)
D = dimensi karakteristik (m) = diameter
K = konduktifitas termal fluida (w/m oC)
ρ = densitas fluida (kg/m3)
V = kecepatan aliran fluida (m/dt)
μ = viskositas (Pa.dt)
Cp = panas jenis (kJ/kg.oC)
Aliran laminar dalam pipa horizontal
NRE < 2100
Untuk (NRE x NPr x D/L) > 100 :
D 0.33  b 0.14
N NU  1.86 ( N RE x N Pr x ) ( )
L w
μw dihitung pada Tdinding pipa
parameter lain dihitung pada Tbulk dari fluida
Tin  Tout
T rata-rata fluida
2

Aliran transisi
L/D = 60
2100 < NRE < 10000`
120
Gunakan chart 180
h  . Cp 2 3  w 0.14 235
( )( ) ( ) 0.0015
 . Cp . V K  103 NRE 104
Aliran turbulen
NRE > 10000
 b 0.14
N NU  0.023 N RE
0.8
x N Pr0.33 x ( )
w
Untuk (NRE x NPr x D/L) <100 :
74 Kesetimbangan Energi dan Pindah Panas

D
0.085 ( N RE x N Pr x )
L 
N NU  3.66  x ( b ) 0.14
1  0.045 ( N RE x N Pr
D
x ) 0.66
w
L
(4) Kombinasi Konveksi dan Konduksi
T T
q 
R1  R 2    Rn R
R untuk :
X
Konduksi ; R 
K.A
1
Konduksi ; R 
h. A
 Jika menggunakan koefisien U (koefisien heat transfer overall)
T
q  U . A . T 
1
R
UA
 Jika pindah panas melalui lempengan, maka A pada semua titik sama
q T T
 
A 1 R1  R 2    Rn
U
Nilai R untuk:
X
Konduksi  R 
K
1
Konveksi  R 
h
 Jika pindah panas melalui dinding silinder, maka nilai R untuk:
ln r2 / r1
Konduksi  R  ( )
2LK
1
Konveksi  R 
h. A ho

K T2
hi
T Ti
q [ ] Tf
1 ln ro / ri 1
(   )
Ao . ho 2LK Ai . hi
Praktikum Teknik Pangan 75

T
q
1
UA
1 1 ln ro / ri 1
  
UA Ao . ho 2LK Ai . hi
q  U ?  Ui /U o
q  U i . Ai . T  U o . Ao . T
Jika dikalikan dengan Ao, maka diperoleh Uo
Ao . T
q  U o . Ao . T 
1
Uo
1 1 ro . ln ro / ri r
   o
U o ho K ri . hi
Jika dikalikan dengan Ai, maka diperoleh Ui
q  U i . Ai . T
1 1 r . ln ro / ri r
  i  i
U i hi K ro . ho

Contoh Penyelesaian Kasus


(1) Kesetimbangan Energi
Contoh 1:
Sebanyak 2000 kaleng ikan tuna dipanaskan di dalam retort sehingga mencapai
suhu 116oC. Diinginkan untuk mendinginkan suhu kaleng sebelum dikeluarkan dari
dalam retort sehingga suhunya menjadi 35oC. Berapa banyak air pendingin yang
diperlukan untuk mendinginkan, jika suhu pendingin yang masuk adalah 20oC dan
ketika keluar adalah 30oC. Diketahui panas jenis air adalah 4,18 kJ/kgoC, panas jenis
ikan tuna dalam kaleng = 3,65 kJ/kgoC dan panas jenis kaleng = 0,46 kJ/kgoC. Panas
yang dikeluarkan retort selama proses pendinginan adalah 75.000 kJ. Diketahui juga,
berat kaleng adalah 55 g/kaleng dan berat tuna dalam kaleng adalah 450 g/kaleng.
Jawab:
1. Definisikan proses yang menjadi target (gambarkan diagram proses, jika perlu),
dan apa yang ingin dicari. Dari soal ini, proses yang menjadi target adalah pro-
ses pendinginan, suhu target 35C. Yang ingin dicari adalah jumlah air pendi-
ngin yang dibutuhkan.
2. Tentukan basis perhitungan. Dalam soal ini, 2000 kaleng ikan tuna dipilih seba-
gai basis perhitungan
76 Kesetimbangan Energi dan Pindah Panas

3. Tulis persamaan kesetimbangan energinya, yaitu kesetimbangan antara jumlah


dari energi yang masuk (Qin) dengan energi yang keluar dari sistem (Qout).
a. Tentukan panas yang masuk ke dalam sistem:
Panas yang masuk ke dalam sistem pendinginan berasal dari 4 sumber yaitu:
(a) panas dari kaleng, (b) panas dari ikan tuna, (c) panas dari air pendingin,
dan (d) panas dari (dinding) retort.
b. Panas dari kaleng (Qkaleng ):
Qkaleng = mCp kaleng (T2 – T1)
o o
Qkaleng = (55 g/kaleng)(2000 kaleng)(1 kg/1000 g)(0,46 kJ/kg C)(116 – 35 C)
Qkaleng = 4098.6 kJ
c. Panas dari ikan tuna
Qtuna = mCp tuna (T2 – T1)
o o
Qtuna = (450 g/kaleng)(2000 kaleng)(1 kg/1000 g)(3,65 kJ/kg C)(116 – 35 C)
Qtuna = 266085.0 kJ
d. Panas dari air pendingin
Qair = mairCp(T2 – T1)
Qair =mair(4.18 kJ/kgoC)(20 – 35oC)
Qair= -62.7mair kJ/kg
e. Panas dari (dinding) retort
Qretort = 75000 kJ
f. Sehingga, total panas yang masuk ke dalam sistem (proses pendinginan)
adalah:
Qmasuk sistem = Qkaleng + Qtuna + Qair + Qretort
= 4098.6 kJ + 266085.0 kJ + (-62.7m kJ/kg) + 75000 kJ
= 345183.6 kJ – 62.7m kJ/kg
4. Tentukan panas yang keluar dari sistem:
Panas yang keluar dari sistem pendinginan berasal dari 4 sumber yaitu: a). panas
dari kaleng, b). panas dari ikan tuna, c). panas dari air pendingin dan d). panas
dari (dinding) retort.
a. Panas dari kaleng (Qkaleng ):
Qkaleng = mCp kaleng (T2 – T1)
o o
Qkaleng = (55 g/kaleng)(2000 kaleng)(1 kg/1000 g)(0,46 kJ/kg C)(35 – 35 C)
Qkaleng = 0
b. Panas dari ikan tuna
Qtuna = mCp tuna (T2 – T1)
o o
Qtuna = (450 g/kaleng)(2000 kaleng)(1 kg/1000 g)(3,65 kJ/kg C)(35 – 35 C)
Qtuna = 0
c. Panas dari air pendingin
Qair = mairCp(T2 – T1)
Qair = mair(4.18 kJ/kgoC)(30 – 35oC)
Qair= -20.9mairkJ/kg
Praktikum Teknik Pangan 77

d. Panas dari (dinding) retort (diasumsikan suhu retort pada saat proses pendi-
nginan selesai sama dengan T2)
Qretort = 0
e. Sehingga, total panas yang keluar dari sistem (proses pendinginan) adalah:
Qkeluar sistem = Qkaleng + Qtuna + Qair + Qretort
= 0 + 0 + (-20.9mair kJ/kg) + 0
= – 20.9mair kJ/kg
5. Selesaikan persamaan kesetimbangan energinya
Qmasuk sistem = Qkeluar sistem
345183.6 kJ – 62.7mair kJ/kg = – 20.9mair kJ/kg
41.8mair kJ/kg = 345183.6 kJ
mair = 8257.98 kg = 8258 kg
6. Berikan jawaban dari kasus yang ditanyakan
o o
Untuk mendinginkan ikan tuna kaleng dari 116 C menjadi 35 C, dibutuhkan air
o
pendingin (suhu 20 C) sebanyak 8258 kg.

Contoh 2:
Susu akan disterilisasi dalam sistem UHT dengan menggunakan penukar panas
(heat exchanger) jenis tubular concurrent untuk memanaskannya. Susu dialirkan ke
dalam sistem UHT dengan kecepatan 5000 kg/jam untuk melewati penukar panas
pada suhu 135oC selama 6 detik. Susu yang memiliki suhu awal 15oC dan penukar
panas yang memiliki tekanan uap 313.18 kPa dan 100% kualitas uap air (artinya
seluruh uap air berada dalam fase gas dan digunakan sebagai media pemanas).
Hitunglah laju aliran dari uap air (media pemanas) (ms, kg/jam) yang harus masuk
ke dalam penukar panas agar kondisi proses yang diinginkan tercapai. Diketahui
panas jenis susu adalah 3,894 kJ/kgoC.
Jawab:
1. Definisikan proses yang menjadi target (gambarkan diagram proses, jika perlu),
dan apa yang ingin dicari
Dari soal ini, proses yang menjadi target adalah proses sterilisasi, dengan suhu
135C Yang ingin dicari adalah laju aliran uap air (media pemanas) yang dibu-
tuhkan. Yang menjadi input adalah susu dan uap air (steam), sedangkan yang
keluar adalah produk susu dan kondensat. Diagram harus diberi keterangan
dengan variabel yang diketahui atau tidak diketahui, baik yang masuk maupun
keluar dari sistem. Diagram dari sistem dapat digambarkan sebagai berikut:
2. Tentukan basis perhitungan
Dalam soal ini, kecepatan aliran susu 5000 kg/jam dipilih sebagai basis perhi-
tungan.
3. Tulis persamaan kesetimbangan energinya.
Kesetimbangan energinya adalah merupakan kesetimbangan antara jumlah dari
energi yang masuk (Qin) dengan energi yang keluar dari sistem (Qout).
78 Kesetimbangan Energi dan Pindah Panas

4. Tentukan panas yang masuk kedalam sistem:


Panas yang masuk ke dalam sistem sterilisasi berasal dari 2 sumber yaitu: (a)
panas dari susu, dan (b) uap air.
a. Panas dari susu (Qsusu masuk):
Qsusu masuk = msusuCsusu masuk (T2 – T1)
o o
= (5000 kg/jam)(3.894 kJ/kg C)(135 – 15 C)
= 2336400 kJ/jam
b. Panas dari uap air
Karena diketahui kualitas uap adalah 100%, berarti semua uap air berada
dalam fase gas. Dengan menggunakan Tabel uap, maka dapat diperoleh nilai
hg pada suhu 135oC adalah 2727.3 kJ/kg, sehingga:
Quap air = muap airhg
= (muap air )(2726.54 kJ/kg)
c. Sehingga, total panas yang masuk ke dalam sistem (proses sterilisasi) adalah:
Qmasuk sistem = Qsusu masuk + Quap air
= 2336400 kJ/jam + (muap air )(2727.3 kJ/kg)
5. Tentukan panas yang keluar dari sistem:
Panas yang keluar dari sistem sterilisasi berasal dari 2 sumber yaitu: (a) panas
dari susu steril, dan (b) kondensat.
a. Panas dari susu steril (Qsusu steril):
Qsusu steril = msterilCsusu steril (T2 – T1)
o o
= (5000 kg/jam)(3.894 kJ/kg C)(135 – 135 C) = 0
b. Panas dari uap air
Diasumsikan bahwa panas berasal dari panas laten pengembunan uap air
dan semua uap berubah menjadi kondensat. Dengan menggunakan Tabel
uap, maka dapat diperoleh nilai hf pada suhu 135oC adalah 567.69 kJ/kg,
sehingga:
Quap air = muap airhf
Praktikum Teknik Pangan 79

= (muap air )(567.69 kJ/kg)


c. Sehingga, total panas yang keluar dari sistem (proses sterilisasi) adalah:
Qmasuk sistem = Qsusu masuk + Quap air
= 0 + (muap air )(567.69 kJ/kg)
= (muap air )(567.69 kJ/kg)
6. Selesaikan persamaan kesetimbangan energinya
Qmasuk sistem = Qkeluar sistem
2336400 kJ/jam + (muap air )(2727.3 kJ/kg) = (muap air )(567.69 kJ/kg)
(muap air )( 2727.3 kJ/kg – 567.69 kJ/kg) = 2336400 kJ/jam
muap air = (2336400 kJ/jam)/(2159.61 kJ/kg) = 1081.9 kg/jam
7. Berikan jawaban dari kasus yang ditanyakan.
o
Untuk proses sterilisasi susu pada suhu 135 C, dibutuhkan uap air (steam)
dengan laju aliran (kecepatan) 1081.9 kg/jam

(2) Kasus Pindah Panas


Contoh 1:
Pipa baja setebal 2 cm (K=43 w/moC) dengan diameter dalam 6 cm, digunakan
untuk mengalirkan steam dari boiler ke alat pegolahan dengan jarak 40 m. Suhu
permukaan pipa bagian dalam = 115oC, dan 90oC pada permukaan pipa bagian luar.
Tentukan total panas yang hilang ke lingkungan ?
Jawab:
Kasus ini merupakan proses pindah panas konduksi, sehingga terkait dengan
rumus-rumus penyelesaian pindah panas secara konduksi.
Diketahui :
L = 40 m K = 43 w/moC
ri = 3 cm Ti = 115oC
ro = 5 cm To = 90oC

Tanya : q = ? 40 m
Jawab :
T
q
ln (r0 / ri )
2LK 115 oC 90 oC

(115  90) 0C
q
ln (5 / 3)
w di
2 . 40 m . 43 0 6 cm
m C
do
q W 10 cm
80 Kesetimbangan Energi dan Pindah Panas

Contoh 2:
Kecepatan pindah panas (q/A) dari suatu plate metal = 1000 w/m2. suhu permu-
kaan plate = 120oC dan suhu ruang = 20oC. Berapa nilai dari koefisien heat transfer?
Jawab:
Karena kasus ini merupakan proses pindah panas konveksi, maka penyelesaiannya
dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus penyelesaian pindah panas secara
konveksi.
Diketahui :
T1 = 120 0C
T2 = 20 0C
q/A = 1000 w/m2
Tanya : h = ?
Jawab :
q
 h x T
A
q
h
A x T
1000 w / m 2 w
h  10 2 0
(120  20) C
0
m C
Contoh 3:
Sebuah pipa dengan diameter dalam (di) = 2.5 cm digunakan untuk membawa
cairan pangan yang suhunya 80oC. Diketahui koefisien heat transfer bagian dalam =
10 w/m2oC. Pipa (tebal 0.5 cm) dibuat dari baja (K = 43 w/moC). Suhu udara luar =
20oC. Koefisien heat transfer bagian luar = 100 w/m2oC. Hitunglah jumlah panas
yang hilang dari pipa yang panjangnya 1 m.

0.5 cm 20 oC
Diketahui :
w ri = 1.25 x 10-2 m
ho = 100
m 2 oC ro = 1.75 x 10-2 m
80 oC
hi = 10 w/m2 0C
ho = 100 w/m2 0C
K = 43 w/m oC
Tf = 80 oC
w Tw = 20 oC
hi = 10 2 o Ditanya : q = ?
m C
di
2.5 cm

do
3.5 cm
Praktikum Teknik Pangan 81

Jawab:
Kasus ini diselesaikan dengan menggunakan kombinasi persamaan pindah panas
konduksi dan konveksi.
Ai . T
q  U i . Ai . T  U o . Ao . T
1/ U i
1 r r . ln ro / ri 1
 i  i 
U i ro . ho K hi
1 1.25 1.25 x 10 2 m x ln 1.75 / 1.25 1
  
Ui w w w
1.75 x 100 43 o 10
2o m C 2 o
m C m C
2 o
1 m C
 0.10724 U i  9.32 w / m 2 o C
Ui w
panas yang hilang (q)
q  U i . Ai . T Ai  2ri L
w
q  (9.32 2 o ) (2 x 1.25 x 10 2 m x 1 m) (80  20) o C
m C
q  43.9 W

Contoh 4:
Air mengalir didalam sebuah pipa horizontal yang panjangnya 1 m (Di = 2.5 cm).
Kecepatan aliran 0.02 kg/dt dari suhu mula-mula 20oC menjadi 60oC. Suhu permu-
kaan pipa bagian dalam = 90oC. Tentukan koefisien heat transfer dari air !
Diketahui :

m = 0.02 kg/dt
Ti air = 20oC TBulk = 40oC
To air = 60oC
Di = 2.5 cm = 0.025 m
Tw = 90oC
L =1m
Ditanya : h = ?
Jawab :
1. Hitung NRE , pada Tbulk
Perlu data sifat fisik air  Lihat di tabel (untuk Tbulk)
Diperoleh : Tbulk = 40oC
ρ = 992.2 kg/m3
Cp = 4.175 kJ/kgoK
K = 0.633 w/moK
μ40 = 658.026 x 10-6 Pa.dt
μ90 = 308.909 x 10-6 Pa.dt
NPr = 4.3
82 Kesetimbangan Energi dan Pindah Panas

 . D .V .D m
N RE   ( )
   .1 / 4 . D 2
4 m
N RE 
 . .D
4 x 0.02 kg / dt
N RE 
 x 658.0256 x 10 6 Pa.dt x 0.025 m
N RE  1547.9  N Re  2100  Laminar
2. Hitung nilai NNU
D
NRE = 1547.9 N RE x N Pr x
L
NPr = 4.3  1547.9 x 4.3 x 0.025
D/L = 0.025  166.4
D 0.33  b 0.14
N NU  1.86 ( N RE x N Pr x ) ( )
L w
658.026 x 10 6 0.14
N NU  1.86 (166.4) 0.33 ( )
308.909 x 10 6
 11.2
3. Hitung nilai h
D
N NU  h .
K
N NU . K
h
D
11.2 x (0.633 w / m o K )
h
0.025 m
w
h  284 2 o
m K
Contoh 5:
Dugalah waktu yang dibutuhkan oleh apel (D = 6 cm) yang direndam dalam air (T =
2oC) untuk mencapai suhu 3oC dibagian tengah apel tersebut. Suhu awal apel =
15oC. Koefisien heat transfer air perendam = 50 w/m2.oC. Sifat-sifat apel : K = 0.355
w/m.oC, Cp = 3.6 kJ/kg.oC, ρ = 820 kg/m3
Diketahui : bentuk : bola 15
D = 0.06 m
h = 50 w/m2.oC
Ta = 2oC 3
Ti = 15oC
T = 3 oC
2
K = 0.355 w/m.oC
Cp = 3.6 x 103 J/kg.oC
Praktikum Teknik Pangan 83

ρ = 820 kg/m3
Tanya : t = ?
Jawab :
Ta  T 23
  0.077
Ta  Ti 2  15
h. D h. R 50 x 0.03
N Bi     4.23
K K 0.355
1
m  0.237
Bi
r 0
n  0
R 0.03

Jarak yang ditanya terhadap pusat


Dari gambar :
Ta  T
 0.077 diperoleh:
Ta  Ti
K t
m = 0.237 N FO   0.5
 . Cp R 2
0.5 x R 2 x  x Cp
n=0 t
K
0.5 x (0.03) 2 x (820) x (3.6 x 10 3 )
t
(0.355)
t  3742 dt  1.04 jam

Soal Pendalaman
1. Calculate the amount of energy (kJ/kg) required to convert saturated water at
150 kPa to superheated steam at 170oC and at the same pressure.
2. A pudding mix is being formulated to achieve a total solids content of 20% in the
final product. The initial product has a temperature of 60oC and is preheated to
90oC by direct steam injection using saturated steam at 105oC. If there is no addi-
tional gain or loss moisture from the product, what is the total solid contents of
the initial product?
3. Hitunglah jumlah air (suhu 20oC) yang harus dialirkan ke pemindah panas (heat
exchanger) untuk mendinginkan 100 kg/jam pasta tomat dari 90oC ke 20oC.
Pasta tomat mengandung 40% total padatan. Suhu air ketika meninggalkan
pemindah panas tidak melebihi 10oC. Tidak terjadi pencampuran antara pasta
tomat dengan pemindah panas. Diketahui panas jenis air = 4187 J/kgK dan
panas jenis pasta tomat adalah 2846,76 J/kgK.
4. Diketahui hancuran tomat yang mengandung 94,9% H2O, 5,1% padatan dan
bersuhu 70oF diblansir dengan menggunakan uap jenuh pada 1 atm (212oF).
84 Kesetimbangan Energi dan Pindah Panas

Kondesat uap akan mengencerkan hancuran tomat dan suhu hancuran tomat
yang keluar = 190oF. Hitung konsentrasi total padatan hancuran tomat yang
dihasilkan. Diketahui Cp padatan tomat = 0.5 BTU/lboF.
5. Calculate the rate of heat transfer per unit area through a 200 mm thick concrete
wall when the temperatures are 20oC and 5oC on the two surfaces, respectively.
The thermal conductivity of concrete is 0.935 W/moC.
6. Hitung kecepatan hilangnya panas/meter pipa baja (di = 5.25 cm, tebal dinding
= 3.91 mm) yang diinsulasi dengan magnesia setebal 102 mm (Kbaja = 3.75 w/
moC dan Kmagnesia = 2.88 mw/moC). Permukaan dalam pipa suhunya 120oC dan
permukaan luar dari insulator 20oC.
7. Air mengalir di dalam sebuah pipa horizontal yang panjangnya 1 m (Di = 2.5
cm). Kecepatan aliran 0.2 kg/dt dari suhu mula-mula 20 oC menjadi 60oC. Suhu
permukaan pipa bagian dalam = 90oC. Tentukan koefisien heat transfer dari air !
8. Sebuah slab dari daging beku (tebal 80 mm, K 1 w/m oK, Cp 1600 J/kgoK, ρ =
800 kg/m3), suhu awalnya adalah –10oC. Slab ditempatkan pada ruang pendi-
ngin yang suhunya –30oC. Hitung waktu yang diperlukan oleh titik tengah slan
untuk mencapai suhu –25oC. Berapa waktu yang diperlukan oleh slab yang
tebalnya 50 mm untuk mencapai suhu yang sama ?
9. A multi-layered wall of a blancher is composed of three layers: A (k=15 W/moC),
B (k=0.06 W/moC) and C (k=22 W/moC). The thickness of each wall: A 3 cm, B 8
cm and C 2 cm. The rate of heat transfer through this multi-layered wall is 600
W. Someone suggests that to reduce the rate of heat transfer through the wall,
replace layer B with a 6 cm thick insulation (k=0.08 W/moC). Using the thermal
resistance concept, determine if the suggestion is valid. If the area of a wall is
unknown, then assume area = 1 m2.
10. Estimate the convective heat-transfer coefficient for natural convection from a
horizontal steam pipe. The outside surface temperature of the insulated pipe is
80oC. The surrounding air temperatures is 25oC. The outside diameter of the
insulated pipe is 10 cm.
11. A 1 cm thick steel pipe, 1 m long, with an internal diameter of 5 cm is covered
with 4 cm thick insulation. The inside wall temperature of the steel pipe is 100oC.
The ambient temperature aroun the insulated pipe is 20oC. The convective heat-
transfer coefficient on the outer insulated surface is 50 W/m2K. Calculate the
temperature at the steel insulation interface. The thermal conductivity of steel is
54 W/mK, and the thermal conductivity of insulation is 0.04 W/mK.

9.5. Pustaka
Sharma,S.K., Mulvaney,S.J. dan Rizvi,S.S.H. 2000. Food Process Engineering: Theory and
Laboratory Experiments. Wiley Interscience, New York.
Singh,R.P. and Heldman,D.R. 2001. Introduction to Food Engineering. 3rd ed, Academic
Press, San Diego, CA.
Toledo,R.T. 1991. Fundamentals of Food Process Engineering. 2nd Ed. Van Nonstrand
Reinhold, New York.
10
Praktikum 10:
Penggorengan dan Pemanggangan

10.1. Tujuan Praktikum


Kegiatan praktikum ini bertujuan untuk: (1) memperkenalkan jenis-jenis alat
penggorengan dan pemanggangan yang digunakan industri pangan beserta prinsip
kerjanya, (2) mempraktekkan beberapa unit penggorengan dan pemanggangan, (3)
menerapkan prinsip pindah panas dan pindah massa dalam proses penggorengan
dan pemanggangan, serta (4) menjelaskan contoh aplikasi proses penggorengan dan
pemangganggan di industri pangan.

10.2. Indikator Belajar


Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. menjelaskan jenis-jenis alat penggorengan dan pemanggangan dan prinsip ker-
janya.
2. mempraktekkan unit penggorengan (deep fat frying, shalow frying, vaccum frying).
3. mempraktekkan unit pemanggangan (deck oven).
4. menerapkan dan menghitung prinsip pindah panas dan pindah massa dalam
proses penggorengan dan pemanggangan.
5. menerapkan prinsip kesetimbangan massa dalam proses penggorengan.
6. menjelaskan contoh aplikasi proses penggorengan dan pemanggangan di
industri pangan.

10.3. Prinsip
Penggorengan adalah suatu operasi yang digunakan untuk merubah mutu
suatu bahan pangan dengan menggunakan minyak sebagai media panas. Penggo-
rengan juga berfungsi mengawetkan makanan karena adanya destruksi mikroorga-
nisme dan aktivitas enzim oleh panas, serta karena penurunan aw pada permukaan
bahan pangan, jika digoreng dalam bentuk irisan tipis.
Selama penggorengan suhu permukaan bahan pangan meningkat dan air
menguap sehingga permukaan menjadi kering dan membentuk kerak. Kerak ini

85
86 Penggorengan dan Pemanggangan

mempunyai struktur yang berongga dimana air di dalamnya digantikan oleh mi-
nyak. Terdapat dua metode penggorengan, yaitu shallow frying dasn deep fat frying.
Pada metode pertama pidah panas terjadi terutama secara konduksi dari permukaan
wajan melalui lapisan minyak. Pada metode kedua pindah panas yang terjadi ada-
lah kombinasi antara konveksi dalam minyak dan konduksi dalam bahan pangan.
Pemanggangan adalah suatu operasi yang digunakan untuk merubah mutu makan
suatu bahan pangan dengan menggunakan udara panas sebagai media panas.
Di dalam praktikum ini, anda akan diperkenalkan dengan deep fat fryer, vacuum
fryer dan oven. Pada deep fat fryer, sumber panas dari electric heater memanaskan
minyak. Termocouple dipasang untuk pengaturan suhu penggorengan. Panas dari
elemen pemanas akan meningkatkan suhu media pengoreng sesuai set suhu yang
dikehendaki. Pada vacuum fryer, kompor gas digunakan untuk menyuplai panas ke
minyak yang berada dalam tangki penggorengan. Kerja pompa dan water jet menu-
runkan tekanan pada ketel penggorengan. Dengan penurunan tekanan maka suhu
penggorengan bisa dilakukan relatif lebih rendah dibanding suhu penggorengan
pada tekanan atmosfir. Pada oven yang akan diamati, sumber panas berasal dari
elemen pemanas elektrik. Dengan bantuan kipas (fan) panas disebarkan ke media
pemanas udara. Panas disuplai ke bahan pangan secara radiasi dari dinding oven,
secara konveksi melalui udara yang bersirkulasi di dalam oven dan secara konduksi
melalui loyang tempat bahan pangan diletakkan.

10.4. Kegiatan Praktikum


Alat-alat : Deep fat fryer, vacuum fryer dan oven
Bahan : Ubi jalar dan minyak goreng

Praktikum 10.1. Pengenalan Bagian-Bagian Alat Evaporator


1. Amati bagian-bagian alat deep fat fryer, vacuum fryer dan oven
2. Catat bagian-bagian alat tersebut dan identifikasi fungsinya.
Prosedur Operasi Peralatan
a. Deep fat fryer
1. Pasang steker
2. Turunkan elemen pemanas.
3. Masukan minyak goreng.
4. hidupkan alat.
5. Atur suhu secara gradual mulai dari penggunan suhu penggorengan teren-
dah.
6. Masukan bahan saat lampu indikator tidak menyala, sebagai penunjuk suhu
yang diinginkan telah tercapai.
7. Cara mematikan alat: (a) Turunkan suhu; (b) Matikan alat; (c) Angkat elemen
pemanas; dan (d) Cabut steker
Praktikum Teknik Pangan 87

b. Vacuum fryer

1. Pasang steker.
2. Masukan minyak ke dalam tabung penggorengan.
3. Hidupkan pengatur suhu.
4. Set suhu.
5. Nyalakan kompor pemanas.
6. Setelah SP tercapai, masukan bahan.
7. Tutup tabung penggorengan.
8. Hidupkan pompa.
9. Set timer dip-lift system (lama penggorengan: waktu keranjang di bawah dan
di atas).
10. Buka katup sampai dengan tekanan konstan.
11. Cara mengakhiri proses:
a. Tutup katup ke system vakum.
b. Buka katup udara.
c. Buka tabung penggorengan.
88 Penggorengan dan Pemanggangan

d. Angkat keranjang bahan.


e. Keluarkan bahan.
f. Masukan bahan ke centrifuge untuk penirisan minyak.
g. Matikan pengatur suhu.
h. Matikan pompa.
i. Matikan alat.
j. Cabut steker.
k. Bersihkan alat.
c. Oven

1. Hidupkan alat.
2. Set suhu pada tombol termostat.
3. Lakukan pre heater selama 30 menit.
4. Setelah suhu tercapai Masukan bahan.
5. Set timer.
6. Keluarkan produk dan dinginkan.

Praktikum 10.2. Percobaan Penggorengan dengan Deep fat fryer


1. Bagi sampel ubi jalar menjadi 4 kelompok dengan berat yang relatif sama. Tim-
bang berat awal masing-masing kelompok.
2. Kupas ubi jalar, iris tipis (sekitar 2 mm). Timbang berat irisan ubi jalar yang
dihasilkan.
3. Pisahkan minyak goreng menjadi 4 kelompok dengan berat yang relatif sama.
Timbang berat awal minyak goreng.
4. Goreng irisan ubi jalar dengan deep fat fryer. Waktu penggorengan untuk 4
kelompok sampel berturut-turut 2, 4, 6 dan 8 menit, tiriskan.
5. Timbang berat produk goreng yang dihasilkan dan minyak goreng yang tersisa.
6. Ukur nilai kekerasan (dengan penetrometer) dan warna (dengan kromameter).
Praktikum Teknik Pangan 89

7. Gambarkan diagram kesetimbangan massa proses penggorengan. Hitung rende-


men proses dan perkiraan jumlah air yang hilang per 100 kg irisan ubi jalar.
8. Dari percobaan yang anda lakukan, jelaskan pengaruh lama waktu proses peng-
gorengan terhadap kekerasan dan warna produk, rendemen dan penguapan air.

Praktikum 10.3. Percobaan Pemanggangan dengan Oven


1. Bagi ubi jalar menjadi dua kelompok. Timbang berat ubi jalar masing-masing
kelompok.
2. Kupas ubi jalar, potong kubus, ukuran 1x1x1 cm3. Timbang berat masing-masing
kelompok potongan ubi jalar yang dihasilkan. Kelompok satu akan digunakan
untuk pengukuran profil suhu bahan selama pemanggangan. Kelompok dua
akan digunakan untuk menghitung rendemen produk.
3. Pada kelompok satu, masukkan termokopel ke bagian pusat 3–4 potongan ubi
jalar. Panggang ubi jalar di dalam oven dengan suhu 160C. Catat perubahan
suhu bagian tengah bahan dengan interval 1 menit (60 detik) sekali. Lakukan
pencatatan sampai produk matang.
4. Pada kelompok dua, panggang bahan sampai matang (waktu sesuai dengan
waktu pemanggangan yang diperoleh dari profil di atas). Keluarkan produk
matang dari oven, dinginkan. Timbang berat produk yang dihasilkan.
5. Gambarkan kurva hubungan perubahan suhu bahan selama proses pemang-
gangan. Bagaimana profil perubahan suhunya menurut anda?
6. Gambarkan diagram kesetimbangan massa. Hitung rendemen produk yang
dihasilkan. Hitung jumlah air yang hilang per 100 kg ubi jalar.

10.5. Pustaka
Canovas,G.V., Ma,L dan B. Barletta. 1997. Food Engineering Laboratory Manual. Technomic
Publishing Co., Inc. Lancaster-USA.
Sharma,S.K., Mulvaney,S.J. dan Rizvi,S.S.H. 2000. Food Process Engineering: Theory and
Laboratory Experiments. Wiley Interscience, New York.
Toledo,R.T. 1991. Fundamentals of Food Process Engineering. 2nd Ed. Van Nonstrand Rein-
hold, New York.
11
Praktikum 11:
Pendinginan dan Pembekuan

11.1. Tujuan Praktikum


Kegiatan praktikum ini bertujuan untuk: (1) menjelaskan prinsip sistem refri-
gerasi dan parameter untuk mengukur kemampuan refrigerator, (2) mempraktekkan
proses pembekuan beberapa jenis dan ukuran produk pangan dan membuat kurva
pembekuannya, (3) menerapkan prinsip pindah panas dalam perhitungan waktu
pembekuan, dan (4) menjelaskan aplikasi proses pendinginan dan pembekuan di
industri pangan.

11.2. Indikator Belajar


Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. menjelaskan prinsip kerja dari sistem refrigerasi.
2. menggunakan diagram Molier dari sistem refrigrasi.
3. menghitung parameter-parameter untuk mengukur kemampuan suatu sistem
refrigerasi.
4. membuat kurva pembekuan (freezing curve) dan membandingkannya untuk
beberapa produk pangan yang berbeda (jenis dan ukuran).
5. menerapkan prinsip pindah panas dalam menghitung waktu pembekuan dari
suatu proses pembekuan dengan menggunakan persamaan Plank.
6. menjelaskan masing-masing minimal satu contoh aplikasi proses pendinginan
dan pembekuan di industri pangan.

11.3. Prinsip
11.3.1. Prinsip Sistem Refrigerasi
Pendinginan atau pembekuan dengan sistem refrigerasi adalah salah satu
operasi mendasar dalam pengolahan pangan dan pengawetan pangan. Pengetahuan
tentang prinsip pindah panas merupakan hal yang sangat penting untuk dapat
memahami prinsip, disain dan operasi sistem refrigerasi.

91
92 Pendinginan dan Pembekuan

Pengertian pendinginan (refrigerasi) mengacu pada proses penurunan suhu


produk yang tidak mencapai titik bekunya. Pendinginan produk pangan biasanya
dilakukan pada suhu -2 hingga -16oC. Pembekuan (freezing) adalah penyimpanan
bahan pangan di bawah titik bekunya, dimana melibatkan proses perubahan fase air
dari cair menjadi es dan kristal es pada suhu -18 hingga -40oC.
Salah satu metode yang banyak digunakan untuk proses pendinginan dan pem-
bekuan adalah sistem kompresi mekanis. Pada sistem ini panas dipindahkan dari
ruangan pendingin ke lingkungannya yang bersuhu lebih tinggi melalui pemakaian
refrigeran.
Refrigeran adalah zat yang berperan sebagai agen pendingin, dengan cara
menyerap dan melepas panas dari dan ke zat lain. Pada alat pendingin tipe kom-
presi uap, refrigeran secara berulang mengalami penguapan dan pengembunan.
Pada saat tersebut refrigeran melakukan penyerapan dan pelepasan panas. Jenis
refrigeran yang banyak adalah gas NH3, CHClF2, dan CClF2.
Pada mesin pendingin tipe kompresi uap terjadi empat proses utama yang
membentuk siklus (Gambar 11.1). Proses pertama adalah terjadinya peristiwa kom-
presi uap refrigeran. Proses ini terjadi pada gas refrigeran yang keluar dari evapo-
rator dan masuk ke kondensor sebelum melalui katup pengembang. Pada tahap ini
terjadi kenaikkan tekanan gas refrigeran. Gas dengan tekanan tinggi tersebut masuk
ke bagian kondensor dengan tekanan dipertahankan tinggi. Fase gas berubah men-
jadi fase cair jenuh. Tahap ini disebut dengan proses kondensasi. Peristiwa konden-
sasi akan melepaskan panas sehingga suhu refrigeran mengalami kenaikan. Panas
dilepaskan ke lingkungan atau media penangkap panas lainnya. Saat melalui katup
ekspansi tekanan refrigeran menurun. Proses ini akan meningkatkan mutu gas refri-
geran. Hal ini terjadi karena dengan menurunnya tekanan maka sebagian fase cair
refrigeran berubah menjadi fase uap. Selanjutnya refrigeran masuk evaporator, dan
di dalam evaporator terjadi proses evaporasi refrigeran. Panas laten yang dibutuh-
kan refrigeran untuk penguapan diambil dari lingkungan, sehingga terjadi pendi-
nginan lingkungan.
Komponen-komponen utama refrigerator adalah evaporator, kondensor, katup
ekspansi dan kompresor. Evaporator berfungsi sebagai pengambil panas yang terda-
pat dalam ruangan yang akan didinginkan. Kondensor berfungsi sebagai “pem-
buang” atau pemindah panas dari bahan ke lingkungan. Katup ekspansi berfungsi
untuk mengendalikan laju alir refrigeran sehingga suplai refrigeran konstan. Kom-
presor berfungsi untuk meningkatkan suhu dan tekanan dari refrigeran setelah
keluar dari evaporator.
Jenis-jenis evaporator terdiri dari bare pipe (pipa telanjang), finned tube (tabung
bersayap) dan plate. Tipe kompresor yang sering digunakan antara lain adalah; kom-
presor torak (reciprocating), sentrifugal dan rotari. Salah satu pembagian tipe kon-
densor adalah kondensor sistem pendingin air, kondensor sistem pendingin udara
dan sistem penguapan. Katup ekspansi yang sering digunakan adalah jenis pipa
kapiler, manually controlled valve, low pressure float valve dan high pressure float valve.
Praktikum Teknik Pangan 93

Gambar 11.1. Siklus pendingin kompresi uap

(1) Perhitungan dalam Sistem Refrigerasi


Dalam disain sistem refrigerasi perlu terdapat beberapa parameter yang sering
digunakan untuk mengetahui kemampuan refrigerator. Dalam perhitungan diper-
lukan diagram Mollier (Gambar 11.2 dan 11.3) dan grafik hubungan suhu-tekanan
(P-H) (Gambar 11.4) yang digunakan untuk menentukan nilai-nilai P1, P2, H1, H2
dan H3 pada kondisi tertentu.
(a) Jumlah panas yang dipindahkan dari produk

Q = m Cp ∆T (11.1)
dimana: Q = jumlah panas yang dihilangkan (joule atau BTU)
m = massa bahan pangan (kg)
Cp = panas spesifik bahan pangan (joule/kgoC)
∆T = perbedaan suhu bahan (To-T1), dimana To adalah suhu awal
bahan dan T1 adalah suhu bahan yang diinginkan setelah
pendinginan (oC)
(b) Beban pendinginan
Beban pendinginan (cooling load) adalah total energi panas yang harus dihilang-
kan untuk mendapatkan penurunan suhu yang diinginkan. Satuan yang umum
digunakan untuk menyatakan jumlah panas yang dipindahkan adalah ton refrige-
rasi, yaitu laju pembuangan panas untuk membekukan 1 ton air selama 24 jam.
Untuk air, panas yang diperlukan untuk perubahan wujud dari cair ke es adalah
12.000 BTU/jam yang dapat dinyatakan dengan rumus berikut (persamaan 11.2):
( H 2  H 1) M
tonr  (11.2)
12.000
dimana M adalah berat refrigeran yang bersirkulasi melalui sistem refrigerator per
satuan waktu.
94 Pendinginan dan Pembekuan

Gambar 11.2. Diagram entalpi vs tekanan untuk Freon 12 (R12)

Gambar 11.3. Diagram entalpi vs tekanan untuk amonia


Praktikum Teknik Pangan 95

Gambar 11.4. Tekanan uap refrigeran sebagai fungsi dari suhu


(c) Laju refrigeran
Beban pendinginan
Kecepatan alir refrigeran = v  (11.3)
H 2  H1
(d) Panas yang dilepaskan kondensor
Dalam kondensor terjadi perubahan entalpi sebesar H3-H1. Banyaknya panas
yang dilepaskan oleh refrigeran ke lingkungan dapat dihitung dengan persamaan
11.4.
Qc = v(H3 – H1) (11.4)
(e) Panas yang diserap refrigeran di evaporator
Dalam evaporator terjadi perubahan entalpi sebesar H2-H1. Jumlah panas yang
diserap oleh refrigeran dapat dihitung dengan persamaan 11.5.
Panas yang diserap di evaporator = Qe = v(H2-H1) (11.5)
(f) Kerja pada Kompressor
Kompresor akan memberikan kerja dengan mengikuti garis entropi konstan
pada diagram Mollier. Kerja yang diberikan oleh kompresor dapat dihitung dengan
persamaan 11.6.
v( H 3  H 2)
Qw (11.6)

dimana: v = laju alir refrigeran (J/detik)
H2 = entalpi refrigeran sebelum kompresi (J/kg)
H3 = entalpi refrigeran setelah kompresi (J/kg)
 = cp/cv
96 Pendinginan dan Pembekuan

Nilai  tergantung dari jenis refrigeran, yaitu untuk CHCl2F2 (R12)=1,14, CHClF2
(R22) =1,18, dan amonia (R 717)=1,29.
(g) Koefisien kinerja (Coefficent of performance atau COP)
Unjuk kerja suatu sistem refrigerasi dinyatakan dalam “coefficient of performance”
atau COP, yaitu perbandingan antara panas yang diserap oleh refrigeran pada saat
melewati evaporator dengan panas yang dipasok oleh kompresor (persamaan 11.7).
( H 2  H 1)
COP  (11.7)
( H 3  H 2)
(h) Kerja yang diperlukan untuk mendinginkan
( H 2  H 1) M
P (11.8)
COP
Dengan mensubstitusikan persamaan 11.2 ke persamaan 11.8, maka diperoleh
kerja untuk proses pendinginan (dalam satuan BTU/jam tonr) sebagai berikut:
(ton r )(12.000)
P (11.9)
COP
Bila dinyatakan dalam unit horse power (HP), maka diperoleh nilai:
HP 4,715
 (11.10)
ton r COP
(i) Berat refrigeran yang bersirkulasi
Berat refrigeran yang bersirkulasi dalam sistem refrigerasi dapat dihitung dari
rasio antara kapasitas pendinginan per ton refrigerasi (12.000 BTU/jam) dengan
kapasitas pendinginan per satuan berat refrigeran (H2 – H1) (BTU/lb atau Joule/
kg):
Berat refrigeran = kapasitas pendinginan per ton refrigerasi (11.11)
H2 – H1

Contoh 1:
Suatu sistem refrigerasi dioperasikan pada suhu coil evaporator (sisi tekanan
rendah) -30oF (-34,4oC) dan suhu kondensor (sisi tekanan tinggi) 100oF (37.8oC).
Refrigeran yang digunakan adalah R12 dengan nilai cp/cv = 1.14.
(a) Tentukanlah sisi tekanan tinggi dan tekanan rendah
(b) Tentukanlah nilai H1, H2 dan H3
(c) Buat diagram P-H
(d) Tentukanlah (i) kapasitas refrigerasi, dan (ii) COP!
(e) Hitunglah tenaga yang diperlukan (HP) per ton refrigerasi!
(f) Hitunglah jumlah refrigeran yang diperlukan per ton refrigerasi!
Praktikum Teknik Pangan 97

Jawab:
(a) Dengan menggunakan Gambar 11.2 untuk R12, maka nilai tekanan rendah (P1)
pada suhu evaporator 30oF adalah 12,3 psia (P1) atau 85 kPa, sedangkan sisi
tekanan tinggi (P2) pada 100oF adalah 133 psia (P2) atau 910 kPa.
(b) Dengan menggunakan Diagram Mollier untuk R12 (Gambar 11.2), maka dapat
ditentukan nilai-nilai H1, H2 dan H3 sebagai berikut:
a. H1: garis perpotongan antara garis horisontal pada tekanan 133 psia (P2)
dengan saturated liquid line, kemudian ditarik garis vertikal sehingga memo-
tong sumbu x. Diperoleh nilai 32 BTU/lb (8.4 kJ/kg)
b. H2: garis perpotongan antara garis horisontal pada tekanan 12,3 psia (P1)
dengan saturated vapor line, kemudian ditarik garis vertikal sehingga memo-
tong sumbu x. Diperoleh nilai 74 BTU/lb (17,2 kJ/kg).
c. H3: ditarik garis horisontal dari P2 sehingga memotong constant temperature
line pada suhu kondensasi tertentu (100oF). Garis pada proses kompresi
diperoleh dengan cara menarik garis dari perpotongan P1 dengan H2 sepan-
jang entropy line sehingga memotong garis perpotongan antara P2 pada suhu
kondensasi tersebut. Nilai H3 diperoleh dengan menarik garis memotong
sumbu x melalui constant temperature line. Diperoleh nilai 94 BTU/lb (21,8 kJ/
kg).
(c) Diagram P-H dibuat dengan memplot data tekanan (P1 dan P2) dan entalpi (H1,
H2 dan H3).

(d) (i) Kapasitas refrigerasi = H2 – H1 = 74 – 32 = 42 BTU/lb = 98.000 J/kg


( H 2  H 1)
(ii) COP  = (74 – 32)/(94 -74) = 2,1
( H 3  H 2)
HP 4,715
(e)  = 4,716/(1,14*2,1) = 1,97 HP/tonr
ton r COP
(f) Refrigeran yang dibutuhkan per ton refrigerasi
= 12.000 BTU/h / 42 BTU/lb = 286 lb refrigeran/jam = 129 kg/jam.tonr
98 Pendinginan dan Pembekuan

Perhitungan Waktu Pembekuan


Perkiraan waktu pembekuan dengan menggunakan metode waktu-suhu dikem-
bangkan oleh Plank. Dalam hal ini didefinisikan waktu efektif pembekuan, yaitu
waktu yang diperlukan untuk menurunkan suhu dari bahan dari suhu awal ke suhu
tertentu yang inginkan pada titik pusat bahan yang dianggap paling lambat mele-
paskan panas.
Untuk bahan berdimensi lain, dapat menggunakan persamaan umum Plank
(persamaan 11.12). Nilai R, P dan L akan bervariasi untuk dimensi bahan yang
berbeda (lihat tabel).
 f  f  Ra 2 Pa 
tf     (11.12)
T f  Ti  k f h 

Lempeng Bola Silinder Kubus


P ½ 1/6 ¼ 1/8
R 1/8 1/24 1/6 1/24
a Tebal diameter diameter sisi

Untuk bahan berbentuk balok (brick-shape), nilai P dan R diperoleh dari plot
hubungan 1 dan 2 (Gambar 11.5). 1 adalah rasio antara sisi balok kedua terpan-
jang dibagi dengan yang terpendek, sedangkan 2 adalah rasio antara sisi balok
yang terpanjang dibagi dengan yang terpendek.
Contoh 2:
Bila balok mempunyai dimensi 0.3x0.6x0.9 m3, maka sisi terpanjang adalah 0.9
m, kedua terpanjang 0.6 m, dan yang terpendek 0.3 m. Dengan demikian, nilai 1=
0.60/0.3=2.0 sedangkan 2=0.9/0.3 = 3.0. Dengan membaca Grafik plot hubungan 1
dan 2 (Gambar 11.5), maka diperoleh nilai P=0.275 dan nilai R=0.078.
Contoh 3:
Daging sapi berbentuk balok dibekukan dalam freezer tipe konveksi yang
bersuhu -30oC. Suhu awal bahan 5oC dan dimensi ukuran produk 1x0.25x0.6 m3.
Tentukan waktu yang dibutuhkan untuk membekukan produk sampai -10oC
dengan menggunakan persamaan Plank. Jika diketahui =1050 kg/m3, L=248.25
kJ/kg, K=1108 w/mK, Tf=-1.75oC, hc=30 w/m2K.
Jawab:
Waktu pembekuan ditentukan dengan persamaan Plank sebagai berikut:
 f  f  Ra 2 Pa 
tf    
T f  Ti  k f h 
Nilai P dan R dapat diperoleh dengan menggunakan Gambar 11.5, dimana 1=
0.6/0.25=2.4 dan 2=1/0.25=4, sehingga P=0.3 dan R=0.085.
Praktikum Teknik Pangan 99

Gambar 11.5. P dan R untuk digunakan dalam


persamaan Plank untuk produk
berbentuk balok (brick-shape)

(1050 kg / m 3 )(248.25 kJ / kg )(1000 J / kg )  0.085(0.25 m) 2 0.3(0.25m) 


tf    
[1.75 o C  (30 o C )(3600 det/ jam)  1.108w / mK 30 w / m 2 K 
 (2563.05 J . jam / m 3C )(0.0025 m 3 K / w  0.0048 m 3 K / w)  18.7 jam

11.4. Kegiatan Praktikum


Bahan: Buah apel
Alat-alat : Modul refrigerator, freezer, dan termokopel

Praktikum 11.1. Siklus Refrigerasi pada Modul Refrigerator


1. Amati bagian-bagian modul refrigerator.
2. Catat bagian-bagian modul refrigerator tersebut dan identifikasi fungsinya.
3. Nyalakan modul refrigerator sampai suhu evaporator terasa dingin.
4. Gambarkan siklus refrigerasi yang terjadi, dilengkapi dengan data suhu dan
tekanan yang terjadi pada setiap bagian modul refrigerator.
5. Amati fase refrigeran pada setiap bagian modul refrigerator.
Standar Operasional Alat
(a) Cara menyalakan alat:
1. Pasang steker
2. Hidupkan main power refrigerator
3. Hidupkan kompressor
4. Set evaporator
5. Set kondensor
100 Pendinginan dan Pembekuan

(b) Cara mematikan alat:


1. Matikan kompresor
2. Matikan refrigerator
Perhitungan Kemampuan Refrigerator
Berdasarkan data hasil pengamatan pada sistem refrigerator, lakukan perhi-
tungan parameter untuk mengukur kemampuan refrigerator tersebut. Gunakan
asumsi pada data yang belum tersedia.
1. Beban pendinginan (cooling load)
2. Kecepatan alir refrigeran
3. Banyaknya panas yang dilepaskan kondensor
4. Jumlah panas yang diserap oleh evaporator
5. Kerja yang diberikan oleh kompresor
6. COP
7. Kerja untuk proses pendinginan
8. Berat refrigeran yang bersirkulasi dalam sistem refrigerasi

Praktikum 11.2. Pengamatan Sistem Refrigerasi pada Freezer


1. Amati bagian-bagian sistem refrigerasi pada freezer
2. Catat bagian-bagian sistem refrigerasi dan identifikasi fungsinya
3. Gambarkan siklus refrigerasi yang terjadi

Praktikum 11.3. Pengukuran Waktu Pembekuan


1. Sediakan satu buah apel.
2. Tusukkan termokopel pada posisi di 1/3, 2/3 dan di pusat buah apel.
3. Bekukan apel di dalam freezer.
4. Evaluasi perubahan suhu selama proses pembekuan. Target suhu pembekuan
seluruh bagian apel adalah suhu -10oC. Ambil 20 titik pengamatan waktu.
5. Catat waktu yang dibutuhkan oleh setiap bagian apel yang diukur suhunya
untuk mencapai suhu target pembekuan.
Praktikum Teknik Pangan 101

6. Buat kurva pembekuan pada proses pembekuan apel (hingga titik pusat apel
membeku) dengan memplotkan profil suhu selama waktu pembekuan di pusat
apel.

Soal Pendalaman (Bahan Responsi)


1. Bila diketahui suatu sistem refrigerasi nilai-nilai entalpi H1, H2 dan H3 secara
berturut-turut adalah 155 BTU/lb, 600 BTU/lb dan 784 BTU/lb. Hitunglah nilai
dari COP-nya! Bila diketahui  = 1.29, maka hitung kerja untuk pendinginan
yang dinyatakan dalam horse power per ton refrigerasi (HP/tonr).
2. Suatu sistem refrigerasi berdaya 2,45 HP digunakan untuk mempertahankan
suhu ruang pendingin sebesar 29oF. Refrigerant yang digunakan adalah R12.
Suhu evaporator dan kondensor masing-masing adalah 20oF dan 108oF. Gambar-
kan diagram P-H pada refrigeran yang digunakan. Hitung laju alir refrigerant,
COP dan beban pendinginan yang dapat ditanggung (dalam satuan BTU/jam).
3. Suatu ruang pendingin ingin dipertahankan pada suhu 40oF dan RH 80%.
Asumsikan udara yang melewati bagian evaporator mempunyai suhu 2oF
(1.11oC) di atas suhu refrigerant dalam evaporator. Tentukan sisi tekanan rendah
dari sistem refrigerasi tersebut. Jika refrigerant yang digunakan adalah amonia.
Jika diketahui T rata-rata di kondensor 45oF (25oC) dan COP sistem refrigerasi
tersebut adalah 2, tentukan ton refrigerasi (ton)r yang dibutuhkan. Diketahui :
U=ho=9 BTU/h.ft2.F = 51.1 W/m2.K
4. Hitung waktu yang diperlukan untuk membekukan sosis berbentuk infinite
cylinder (diameter 2.0 cm, panjang 5 cm) dengan kadar air 85%. ”Blast freezer”
yang digunakan mempunyai udara pendingin dengan suhu -30oC dan koefisien
pindah panas konveksi 45 W/m2C. Konduktivitas panas sosis adalah 1.5 W/moC
dan densitasnya adalah 975 kg/m3. Suhu beku awal sosis adalah -5oC.
5. Determine the COP of a simple saturate ammonia (R-717) compression refrigera-
tion cycle. The evaporation temperature is -20oC and the condenser temperature
is 30oC.
6. For a 10-ton-capacity refrigeration system, the pressure of refrigerant in the eva-
porator is 210 kPa, whereas in the condenser it is 750 kPa. If ammonia (R-717) is
used under saturated conditions, calculate the theoretical power required to ope-
rate the compressor.
7. A food product with 82% moisture content is being frozen. Estimate the specific
heat of the product at -10oC when 80% of the water in in frozen state. The specific
heat of dry product solid is 2.0 kJ/kgoC. Assume specific heat of water at -10oC is
similar to specific heat of water at 0oC.
8. A 5 cm-thick beef steak is being frozen in a -30oC room. The product has 73%
moisture content, density of 970 kg/m3, and thermal conductivity (frozen) of 1.1
W/mK. Estimate the freezing time using Plank’s equation. The product has an
initial freezing temperature of -1.75oC, and the movement of air in the freezing
room provides a convective heat transfer coefficient of 5 W/m2K.
102 Pendinginan dan Pembekuan

9. Using Plank’s equation, determine the freezing time for a potato sphere with a
moisture content of 88%. The potato will be frozen in a blast freezer where air is
available at -40oC and the convective heat transfer coefficient is 40 W/m2K. The
thermal conductivity of frozen potato is estimated to be 1.3 W/moC and its den-
sity is 950 kg/m3. The initial freezing temperature of potato is -2oC. The diameter
of the potato spehere is 2 cm.

11.5. Pustaka
Canovas,G.V., Ma,L dan B. Barletta. 1997. Food Engineering Laboratory Manual. Technomic
Publishing Co., Inc. Lancaster-USA.
Sharma,S.K., Mulvaney,S.J. dan Rizvi,S.S.H. 2000. Food Process Engineering: Theory and
Laboratory Experiments. Wiley Interscience, New York.
Toledo,R.T. 1991. Fundamentals of Food Process Engineering. 2nd Ed. Van Nonstrand Rein-
hold, New York.
12
Praktikum 12:
Peralatan Proses Termal

12.1. Tujuan Praktikum


Kegiatan praktikum ini bertujuan untuk: (1) menjelaskan peralatan proses dan
prinsip kerja alat dalam lini proses pengalengan, dan unit pasteurisasi/sterilisasi sis-
tem kontinyu, (2) mempraktekkan peralatan untuk proses pengalengan dan
pengumpulan data penetrasi panas serta mengolah datanya; serta (3) menjelaskan
aplikasi proses termal di industri pangan.

12.2. Indikator Belajar


Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. menyebutkan peralatan proses pada lini pengalengan dan prinsip kerjanya
(blancher, exhauster, double seamer, dan retort).
2. menyebutkan peralatan untuk pasteurisasi sistem batch dan prinsip kerjanya
(batch pasteurizer).
3. menyebutkan peralatan untuk pasteurisasi/sterilisasi kontinyu (HTST pasteu-
rizer, UHT) dan prinsip kerjanya.
4. menjelaskan aplikasi proses termal di industri pangan.

12.3. Prinsip
Pengolahan dengan panas merupakan salah satu operasi terpenting dalam
industri pangan. Proses pangan yang menggunakan panas berfungsi untuk mengu-
bah mutu makan (eating quality) karena beberapa makanan hanya dikonsumsi sete-
lah dimasak, untuk pengawetan dengan cara destruksi enzim dan mikroba, serta
untuk meningkatkan kecernaan.
Proses panas untuk pengawetan meliputi blanching, pasteurisasi dan sterilisasi.
Berdasarkan tingkat suhu pemanasan proses panas untuk pengawetan dibagi dalam
tiga kategori, yaitu pemanasan :

103
104 Peralatan Proses Termal

(a) Pada suhu di bawah 100oC, biasanya disebut proses pasteurisasi dirancang
untuk mikroba patogen (untuk pangan berasam rendah pH>4.5) atau membu-
nuh seluruh mikroba pembusuk atau enzim (untuk pangan asam). Proses lain
adalah blanching yaitu pemanasan untuk menginaktifkan enzim dalam buah-
buahan atau sayuran sebelum pengolahan lebih lanjut.
(b) Pada suhu 100oC, biasanya disebut appertisasi adalah pemanasan pangan dalam
kaleng tertutup dalam air mendidih. Masih digunakan dalam pengalengan
komersial pangan asam (pH 3.7- 4.5), misalnya buah.
(c) Pada suhu di atas 100oC. Sterilisasi dilakukan pada suhu diatas 100oC, yaitu
untuk sterilisasi pangan berasam rendah. Pemanasan dilakukan dengan meng-
gunakan tekanan dalam retort.
Pasteurisasi bisa dilakukan dengan sistem terputus (batch) maupun sistem
kontinyu, baik untuk bahan dalam kemasan maupun untuk bahan tanpa kemasan.
Untuk skala besar biasanya digunakan sistem kontinyu dengan metode HTST (high
temperature short time) menggunakan pemindah panas pelat (Plate Heat Exchanger).
Plate Heat Exchanger terdiri dari rangkaian pelat baja tahan karat yang disusun
vertikal membentuk saluran pangan cair dan saluran medium pemanas berselang-
seling.
Pengalengan dapat mengawetkan pangan karena ada pemanasan yang akan
membunuh mikroba pembusuk maupun patogen, dan pengemasan yang kedap
(hermetis) sehingga tidak terjadi rekontaminasi. Selain alat sterilisasi (retort) diperlu-
kan peralatan pendukung seperti exhauster dan double seamer untuk menghasilkan
kondisi kemasan yang hermetis. Sistem pengemasan aseptik harus ada dalam
industri yang mengolah pangan cair dengan cara sterilisasi aseptik menggunakan
Ultra High Temperature Unit.
Blancher digunakan untuk proses blanching. Prinsip kerja blancher adalah seba-
gai berikut: uap panas yang disuplai oleh boiler, dialirkan melalui pipa yang dileng-
kapi spreader ke dalam bak yang berfungsi sebagai tempat pemanasan.
Fungsi exhauster adalah untuk pengeluaran udara dari kemasan sebelum sealing,
sehingga dapat mengurangi tekanan dalam kaleng selama proses. Dengan begitu
integritas kemasan terjaga selama dan setelah proses sehingga tutup tetap rapat.
Prinsip kerja exhauster adalah sebagai berikut: Uap yang disuplai oleh boiler dialirkan
melalui pipa yang dilengkapi spreader ke dalam exhaust box. Uap panas ini diguna-
kan untuk mengusir udara pada headspace kaleng yang berjalan pada rel dalam
exhauster.
Double seamer digunakan untuk memasang tutup kaleng pada badan kaleng.
Prinsip operasi double seamer adalah kaleng diletakkan pada base plate dan ditekan
dengan seaming chuck. Roll pelipat akan membentuk lipatan ganda antara tutup
kaleng dengan badan kaleng dan roll pengepres akan mengepres dan merapatkan
lipatan.
Untuk serilisasi makanan dalam kaleng digunakan retort dengan medium
pemanas uap. Dalam skala lab atau pilot plant sering digunakan retort atau auto-
clave baik dengan pemanas listrik maupun uap panas. Pada retort berpemanas lis-
Praktikum Teknik Pangan 105

trik, elemen pemanas pada retort akan memanaskan air membentuk uap panas. Uap
panas ini akan mengusir udara dalam retort, sehingga terbentuk uap panas murni.
Bisa juga digunakan uap panas yang berasal dari boiler. Uap panas murni tersebut
digunakan untuk memanaskan bahan dalam kemasan yang terdapat dalam retort.
Dalam HTST Pasteurizer, bahan berupa cairan dialirkan masuk ke heat exchanger
(Plate heat exchanger). Pada bagian alat ini terjadi pindah panas. Panas melalui plate
dipindahkan dari air pemanas ke bahan. Air pemanas berasal dari tangki air yang
dipanaskan dengan menggunakan electric heater, kemudian dialirkan dengan arah
yang berlawanan dengan aliran bahan. Lama pemanasan produk dihitung berda-
sarkan lamanya setiap partikel produk mengalir pada holding tube. Apabila suhu
produk keluar holding tube lebih rendah dari setting point, maka bahan dialirkan
kembali ke tangki pengumpan kemudian kembali ke heat exchanger serta holding tube.
Apabila suhu bahan keluar holding tube sesuai set point maka bahan dialirkan ke
bagian regenerasi lalu pendingin pada heat exchanger dan masuk penampung. Peng-
aturan aliran ini dikontrol menggunakan katup diversi aliran atau flow diversion
device.
Ultra High Temperature Unit (UHT) digunakan untuk sterilisasi bahan cair tanpa
kemasan secara kontinyu. Pemindah panas berupa tube heat exchanger. Pada pemin-
dah panas, uap panas dari boiler mengalir pada ruang (anular) antara pipa dalam
dengan pipa bagian luar. Bahan dialirkan pada pipa bagian dalam dengan aliran
yang berlawanan arah dengan aliran uap. Sebelum masuk ke heat exchanger, uap
diatur jumlahnya melalui katup pengatur. Untuk mempertahankan suhu (proses)
pemanasan digunakan holding tube. Lama pemanasan produk dihitung berdasarkan
lamanya setiap partikel produk mengalir pada holding tube. Lama produk melalui
holding tube dipengaruhi oleh kecepatan pompa dan panjang holding tube.

12.4. Kegiatan Praktikum


Alat-alat : Kaleng, blancher, exhauster, double seamer, retort, pasteurizer dan UHT unit
Bahan : Buncis, kentang, apel, larutan garam dan air

Praktikum 12.1. Pengenalan dan Pengoperasian Alat


1. Pengenalan alat
Amati semua alat yang digunakan dalam praktikum ini catat komponen-kom-
ponennya dan pelajari fungsi masing-masing komponen tersebut. Pelajari juga
bagaimana mekanisme kerja alat-alat tersebut. Tulis semua informasi dalam logbook
yang disediakan.
2. Pengoperasian Alat
Operasikan alat-alat sesuai prosedur operasi standar alat. Amati dan catat
bagaimana alat beroperasi.
a. Standar Operasional Alat Blancher (Gambar 12.1)
1. Tutup kran pada bagian bawah bak untuk blancher dengan air panas.
2. Isi bak dengan air sampai merendam pipa aliran uap panas pada bak.
3. Buka kran aliran uap panas pada bak blancher.
106 Peralatan Proses Termal

Gambar 12.1. Blancher

4. Alirkan uap panas ke dalam blanser, dengan cara membuka kran uap panas
dari boiler.
5. Set suhu dengan mengatur kran aliran panas pada bak.
6. Tentukan waktu proses.
7. Celupkan bahan ke dalam air dalam bak blancer selama waktu yang telah
ditentukan.
8. Angkat bahan dari bak blancer , celupkan bahan ke dalam bak air dingin.
9. Tutup kran uap panas pada boiler.
10. Buang air pada bak dengan cara membuka kran pada bagian bawah bak.
11. Tutup kran uap pada bak blancher.
12. Bersihkan alat.

b. Standar Operasional Alat Exhauster (Gambar 12.2)


1. Nyalakan exhauster dengan cara memasang staker dan menekan tombol on.
2. Atur waktu exhausting, dengan cara mengatur kecepatan konveyor.
3. Buka kran uap pada exhauster.
4. Alirkan uap panas dari boiler.
5. Set suhu exhausting dengan cara mengatur kran uap pada exhauster.
6. Letakan bahan (dalam wadah) yang akan diproses pada rantai di bagian
pemasukan exhaust box.
7. Tutup wadah setelah bahan (dalam wadah) keluar dari exhaust box.
8. Tutup aliran uap panas dari boiler.
9. Tutup kran uap pada exhauster.
10. Matikan alat dengan menekan tombol off.
11. Bersihkan alat.
Praktikum Teknik Pangan 107

8
10

Gambar 12.2. Exhauster

c. Standar Operasional Double Seamer (Gambar 12.3)


1. Letakan kaleng pada base plate. Atur posisi base plate sampai chuck menekan
tutup atas kaleng.
2. Atur roll pelipat sehingga menyentuh tepi tutup kaleng.
3. Putar secara konstan handle pemutar sehingga roll pelipat mendorong flens
tutup kaleng dan terbentuk lipatan ganda antara tutup kaleng dengan badan
kaleng.
4. Putaran diteruskan dan roll pengepres akan merapatkan lipatan tutup kaleng
dengan badan kaleng.

5 6

Gambar 12.3. Double seamer

d. Standar Operasional Retort/Autoclave (Gambar 12.4)


1. Isi bagian bawah retort dengan air (jika digunakan pemanas listrik dalam
retort) .
2. Masukan keranjang yang sudah berisi bahan (dalam wadah) ke dalam retort.
3. Tutup retort dan pastikan vent terbuka.
4. Set pengatur suhu pada suhu proses yang akan dilakukan.
108 Peralatan Proses Termal

5. Hidupkan retort dengan memutar tombol power ke posisi on dan atau buka
kran pemasukan uap panas.
6. Lakukan venting.
7. Tutup katup vent setelah proses venting dilakukan.
8. Lakukan perhitungan waktu setelah retort mencapai suhu proses.
9. Matikan retort dengan memutar tombol power ke posisi off atau tutup kran
uap.
10. Lakukan pendinginan dengan membuka kran air pendingin pada retort.
11. Setelah pendinginan cukup, buka katup vent sampai penunjuk tekanan
dalam retort menunjukkan 0. Buka penutup retort.
12. Keluarkan keranjang yang berisi bahan (dalam wadah) dari dalam retort.
13. Bersihkan alat.

Gambar 12.4. Retort

e. Standar Operasional HTST Pasteurizer (Gambar 12.5)


1. Pasang steker.
2. Masukan bahan yang akan dipasteurisasi ke dalam feed tank.
3. Set suhu dan waktu pasteurisasi.
4. Hidupkan alat dengan cara menekan tombol on.
5. Cek apakah pengendali otomatik bekerja dengan baik, yaitu apabila suhu di
bawah set point bahan dialirkan kembali ke tangki pengumpan.
6. Tampung hasil pada tangki produk.
7. Bersihkan alat dengan mgalirkan air kemudian alkali dan asam.
8. Matikan alat.
Praktikum Teknik Pangan 109

Gambar 12.5. Pasteurizer

f. Standar Operasional Unit UHT (Gambar 12.6)


1. Pasang steker.
2. Hidupkan alat.
3. Hubungkan hose pemasukkan bahan dengan bahan dan hose lainnya dengan
air bersih.
4. Tutup katup pemasukan bahan, buka katup pemasukkan air.
5. Hidupkan pompa.
6. Setelah air mengalir dalam UHT unit, buka katup steam.
7. Set kecepatan pompa, sesuai waktu diinginkan.
8. Alirkan produk dengan cara mambuka katup pemasukkan bahan dan
menutup katup pemasukan air.
9. Tampung produk.

16

12
15

13
17
14

Gambar 12.6. Ultra high temperature

Praktikum 12.2. Proses Pengalengan


1. Cuci dan potong bahan sehingga mudah dimasukkan ke dalam kaleng.
2. Lakukan proses blansir selama 5 menit.
3. Isi kaleng dengan bahan dan larutan garam sampai batas head space (0.25 in).
4. Lakukan proses exhausting.
110 Peralatan Proses Termal

5. Lakukan proses penutupan kaleng (seaming).


6. Lakukan sterilisasi dengan retort pada suhu 121.1oC selama 15 menit.
7. Lakukan pengamatan terhadap: (a) Kondisi kaleng setelah proses sterilisasi; (b)
mutu visual terhadap produk yang dihasilkan (rasa, tesktur, warna, dan aroma).

Praktikum 12.3. Pengaruh lama waktu blanching terhadap perubahan warna


1. Cuci bahan (apel dan kentang).
2. Kupas dengan pisau yang tajam.
3. Iris-iris berukuran 1 cm.
4. Masukkan irisan bahan ke dalam blancher pada suhu 90oC. Sisakan bahan untuk
dijadikan sebagai kontrol.
5. Ambil masing-masing sampel setelah 2, 4, 6, 8 dan 10 menit. Beri tanda pada
masing-masing contoh.
6. Tiriskan lalu biarkan 30 menit. Amati warna permukaan bahan. Lakukan pengu-
kuran warna menggunakan chromameter.

12.5. Pustaka
Fellows. P. 1992. Food Processing Technology Principles and Practice. Ellis Horwood. New York
Rizvi.SSH., Mittal.GS. 1992. Experimental Methods in Food Engineering, Van Nostrand Rein-
hold, New York
Sharma.SK., Mulvaney.SJ, Rizvi.SSH., 2000. Food Process Engineering. Theory and laboratory
experiments. Wiley Interscience Publ., New York
Wirakartakusumah.A., Subarna., Arpah.M., Syah,D., Budiwati.IS. 1992. Petunjuk Laborato-
rium Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
13
Praktikum 13:
Uji Penetrasi Panas dan
Perhitungan Proses Termal

13.1. Tujuan Praktikum


Kegiatan praktikum ini bertujuan untuk: (1) menjelaskan prinsip perhitungan
proses termal. Kerja alat dalam lini proses pengalengan, (2) mempraktekkan peng-
operasian peralatan untuk proses pengalengan dan pengumpulan data penetrasi
panas, dan (3) mengolah data penetrasi panas dan mengevaluasi kecukupan proses
termal.

13.2. Indikator Belajar


Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menjelaskan langkah-langkah dalam evaluasi dan penetapan proses termal.
2. Mempraktekkan proses pengalengan, pengumpulan data penetrasi panas.
3. Mengolah data dan menginterpretasikannya untuk menentukan kecukupan
proses termal.

13.3. Prinsip
Proses termal dirancang untuk menghasilkan produk yang steril secara komer-
sial. Karena itu perlu pemanasan yang cukup, tetapi harus sesingkat mungkin untuk
mempertahankan mutu produk dan meminimumkan biaya. Perhitungan proses
termal dapat diklasifikasikan menjadi dua metode, yaitu Metode Umum (General
Method) dan Metode Formula (Formula Method). Metode Umum adalah metode yang
paling teliti dalam perhitungan letalitas proses termal karena data suhu bahan hasil
pengukuran dalam percobaan, secara langsung digunakan dalam perhitungan tanpa
asumsi dan prediksi berdasarkan persamaan hubungan suhu dengan waktu.
Metode ini tidak digunakan untuk meramalkan hubungan waktu dengan suhu
dalam bahan pangan selama pemanasan, sehingga tidak biasa digunakan untuk
merancang proses termal, tetapi sering digunakan untuk evaluasi proses termal

111
112 Uji Penetrasi Panas dan Perhitungan Proses Termal

pada proses yang sedang berjalan di industri pengalengan. Dalam perhitungan


dengan Metode Formula, digunakan parameter-parameter yang diperoleh dari data
penetrasi panas dan prosedur-prosedur matematik untuk mengintegrasikan lethal
effects.
13.3.1. Nilai D, Nilai Z, Letalitas dan Nilai Fo
Target pembunuhan proses termal sering dinyatakan dalam satuan reduksi
desimal mikroba, misalnya 12D artinya reduksi mikroba 12 siklus log atau reduksi
dari 1 menjadi 10-12. Nilai D adalah waktu pemanasan pada suhu tertentu untuk
reduksi mikroorganisme sebanyak 90% atau menjadi 1/10. Dalam persamaan dapat
ditulis sebagai berikut:
(t 2  t1 )
D (13.1)
log a  log b
Nilai a dan b menunjukkan jumlah mikroorganisme yang tahan setelah pemanasan
t1 dan t2 menit. Nilai z adalah derajat kenaikan atau penurunan suhu untuk menu-
runkan atau menaikkan nilai D 10 kali. Dalam persamaan dapat ditulis sebagai
berikut :
(T2  T1 )
z (13.2)
log D1  log D2
Letalitas (L) adalah ekuivalen menit pada suhu 250oF dengan pemanasan 1
menit pada suhu tertentu. Letalitas kadang-kadang dinyatakan sebagai Lr atau Lv,
yaitu lethal rate. L Dalam persamaan dapat ditulis sebagai berikut :
L = 10[(T-250)/z] (13.3)
Untuk evaluasi dan penetapan proses termal, maka harus diidentifikasi mikro-
organisme atau enzim yang menjadi target. Kinetika destruksi mikroorganisme atau
enzim yang menjadi target (nilai D, nilai z, dan Lethal rate) harus diketahui. Kemu-
dian harus diperoleh data profil suhu pada kondisi proses. Untuk perhitungan
dengan Metode Umum, letalitas proses dihitung dengan cara integrasi lethal rate
terhadap waktu, dalam persamaan dapat ditulis sebagai berikut:
t
Fo   Ldt (13.4)
t0

Atau
t
Fo   Lt (13.5)
0

Fo adalah ekuivalen letalitas proses termal dengan waktu pemanasan pada suhu
250oF.
13.3.2. Metode Formula
Untuk perhitungan proses termal menggunakan metode formula, data penetrasi
panas diolah sehingga diperoleh karakteristik penetrasi panas dalam pangan yang
diproses (fh, .fc , jh, jc). Parameter respon suhu fh dan fc menunjukkan laju penetrasi
Praktikum Teknik Pangan 113

panas ke dalam produk dalam wadah, fh adalah waktu yang diperlukan kurva pene-
trasi panas melewati 1 siklus log pada fase pemanasan,dan fc untuk fase pendi-
nginan. Lag factor jh dan jc menggambarkan waktu lag (kelambatan) sebelum laju
penetrasi mencapai fh dan fc.
Persamaan umum hubungan suhu produk dengan waktu pemanasan pangan
dalam wadah adalah sebagai berikut :
(Tr  T )  (Tr  Ti )10  ( t / f h ) (13.6)
Atau:
t
log (Tr  T )  log (Tr  Ti )  (13.7)
fh
dimana :
T = waktu proses
T = suhu produk (pada titik terdingin)
Tr= suhu retort saat proses
Ti = Suhu awal produk
fh = waktu diperlukan kurva penetrasi panas melewati 1 siklus log
Ball menggunakan fakta bahwa nilai sterilitas porsi pemanasan dari proses
termal merupakan fungsi dari slope (kemiringan) kurva pemanasan (fh) dan
perbedaan suhu medium pemanas dengan suhu produk pada akhir pemanasan (Tr –
T) = g. Dari persamaan hubungan suhu produk dengan waktu pemanasan, maka
diturunkan persamaan berikut :
tB = (fh) log (Jh.Ih/g) (13.8)
tB = waktu proses, log Jh= log(Tr-Tpih)/(Tr – Ti), Ih = Tr - Ti, (13.9)
Dari tabel atau kurva hubungan fh dan waktu pemanasan pada suhu retort
untuk mencapai sterilitas diinginkan (U = Fo/Lr ) dengan nilai g, dapat ditentukan
nilai g, sehingga nilai tB dapat dihitung. Atau sebaliknya jika waktu proses (tB) telah
diketahui, nilai sterilitas proses (Fo) dapat dihitung. Pertama dihitung log g
kemudian dengan tabel ditentukan nilai ( fh/U), selanjutnya dapat dihitung nilai
sterilitas proses Fo = (fh x Lr)/( fh/U).
Ball formula method menggunakan asumsi :
fh = fc, jc = 1.41
dimana transisi pemanasan ke pendinginan berupa parabola pada plot semilog dan
suhu medium pendinginan 180 di bawah suhu medium pemanasan.
B atau tB = Ball processing time = 0.42 tc + tp
th = total heating time = tc + tp
tc = come up time = waktu sejak uap dimasukan sampai retort mencapai suhu
proses
tp = operator time = waktu sejak suhu retort mencapai suhu proses diinginkan
sampai suplai uap dihentikan
114 Uji Penetrasi Panas dan Perhitungan Proses Termal

Stumbo memasukkan nilai jc dalam perhitungan proses termal tanpa asumsi,


sehingga akan berbeda dengan metode Ball jika nilai jc tidak sama dengan 1.41.
Tabel hubungan fh /U dengan nilai g atau nilai log (g) pada berbagai nilai jc telah
tersedia.
Dalam uji penetrasi panas, termokopel diletakkan dalam kaleng sehingga akan
mengukur suhu makanan pada titik terdingin atau titik pemanasan paling lambat.
Untuk produk yang kental sehingga transfer panas terjadi dengan cara konduksi,
titik terdingin terletak pada pusat geometris kaleng. Untuk produk pangan yang
menghantarkan panas secara konveksi dan tanpa agitasi, titik tersebut terletak sedi-
kit di bawah pusat geometris kaleng. Data suhu produk di plot pada kertas grafik
semilog. Hasil pemetaan data akan menghasilkan dua bagian yaitu fase lag dimana
slope kurva meningkat dan fase linier. Dari kurva tersebut dapat dicari nilai nilai fh,
dan jh. Demikian juga dari kurva pendinginan akan dapat dicari nilai nilai fc, dan jc.
Contoh 1 :
Suhu pada titik terdingin dalam kaleng selama proses sterilisasi tertera pada
tabel berikut :
Waktu Suhu retort Suhu produk
Tr-Tp
(menit) (Tr, oF) (Tp, oF)
0 71 To= 70
5 152 75
10 Tr = 240 94
15 240 154
21 240 194
25 240 215
30 240 229
35 240 234
40 240 TB = 237
45 158 195
50 70 145
55 Tw = 68 118
60 68 100

a. Hitung Fo proses
b. Berapa siklus log reduksi mikroba dengan proses tersebut
c. Jika diinginkan Fo = 5 menit, berapa waktu proses diperlukan
Jawab:
Harus diingat bahwa bentuk persamaan umum hubungan suhu dengan waktu
adalah
log(Tr – T) = log(Tr – Tpih) – t /fh
t = waktu proses T = suhu produk
Tr = suhu retort saat proses Tpih = Suhu awal semu berdasarkan kurva linier
Fh = waktu diperlukan kurva penetrasi panas melewati 1 siklus log
Praktikum Teknik Pangan 115

Plot suhu bahan pangan dan waktu proses pada kertas grafik semilog. Perbe-
daan suhu retort dengan suhu bahan pangan diplotkan pada ordinat dengan skala
logaritma, waktu proses diplotkan pada absis dengan skala linier. Jika diinginkan
pada ordinat langsung digunakan suhu bahan pangan, kertas grafik semilog diputar
180o. Pada skala paling atas (skala 1 pada posisi normal) ditulis suhu 1o di bawah
suhu retort. Pada skala lainnya ditulis angka suhu retort dikurangi skala di sisi
kanan kertas grafik semilog, misalnya jika di sisi kanan skala 100 (dua siklus log),
maka skala ordinat ditulis suhu retort dikurang 100, dalam contoh soal ini 140.
Selanjutnya suhu bahan pangan diplot langsung.
Jika ingin kertas semilog dalam posisi normal sehingga dapat menunjukkan
bahwa hubungan linier adalah antara nilai log perbedaan suhu proses (retort) dan
suhu bahan atau ditulis log(Tr-T) dengan waktu, bukan log suhu bahan atau log(T)
dengan waktu, sebelumnya harus dihitung nilai-nilai suhu retort dikurangi suhu
produk pada setiap titik pengukuran (Gambar 13.1).
Fase linier kurva suhu pemanasan memotong sumbu Y pada 580 dan untuk
melalui 1 siklus log perlu waktu 17.5 menit.
Karena Tr = 240 maka persamaan garis tersebut dapat ditulis menjadi:
log(240 – T) = log(580) – (1/17.5)t
log (jh) = log(Tr-Tpih) – log(Tr-Ti)
jh= (Tr-Tpih)/(Tr-Ti) = 580/(240-70) = 3.4
sehingga:
log(Tr-T) = log(Tr-Ti) + log (jh) - t/fh
log(Tr – T) = log[jh(Tr – Ti)] – t/fh
Persamaan garis dapat ditulis menjadi:
log(240 – T) = log[3.4(240 – 70)] – t /17.5
log(240 – T) = 2.76 – t /17.5
Untuk pendinginan persamaan umum yang digunakan adalah sebagai berikut
log(T – Tc) = log[jc(TB– Tc)] – t /fc
Ball processing time mulai pada 0.58(tc). Jika diketahui come up time 10 menit (lihat
tabel data suhu retort), maka tB dimulai 0.58(10) = 5.8. Dengan menggunakan me-
tode Ball, persamaan kurva pemanasan menjadi:
log(Tr – TB) = log[jh(Tr – Ti)] – tB /fh
jh dicari dari (Tr – Tpih ) pada tB = 0
Tr - Tpih = 330 dan (Tr – Ti) = 170, sehingga jh = 330/170 = 1.94

Persamaan untuk prediksi suhu menjadi:


log(240 – T) = log[1.94(240 – 70)] – tB /17.5
log(240 – T) = 2.518 – t /17.5

Dari tabel data suhu retort diketahui tB = 40 – 5.8 = 34.2 menit


log(240 – T) = log (g) = 2.518 – (34.2/17.5) = 0.564

Dari Tabel nilai-nilai fh/U Vs log (g), maka:


fh/U 3.000 3.500
log (g) 0.525 0.598
116 Uji Penetrasi Panas dan Perhitungan Proses Termal

1000

100

10

1
0 10 20 30 40 50

Gambar 13.1. Plot suhu (Tr – T) dengan waktu

Untuk log (g) = 0.564 fh/U diprediksi dengan intrapolasi, diperoleh nilai 3.267
f h xLr
Fo 
fh U
Lr = L = 10[(T-250)/z]

Jika mikroba target C. Botulinum z = 18oF dan D250 = 0.2 menit


Maka L = 10-10/18 = 0.278, sehingga Fo = 17.5 X 0.278 /3.267 = 1.49
Praktikum Teknik Pangan 117

Tabel hasil perhitungan


Variabel Nilai
tB (min) 34.2
fh (min) 17.5
Ti (oF) 70
Tr (oF) 240
jh 1.94
[( Tr  250 ) / 18 ] 0.278
L = 10
Ih = (Tr – Ti) 170
Jh I h 329.8
Log Jh Ih 2.518
tB/fh 1.954
Log (g)=log(jhIh)- tB/fh 0.564
fh/U dari tabel/grafik 3.267
Fo = U x L = (fh x L)/( fh/U) 1.49

Jadi Fo proses adalah 1.49 menit


Jumlah desimal reduksi mikroba dengan proses tersebut adalah (Fo /D250)
Fo /D250 = 1.49/0.2 = 7.45
Jika diinginkan Fo = 5 menit , maka hasil perhitungan dapat ditabulasi seperti Tabel
di bawah : fh/U = fh x L/ Fo = 17.5 x 0.278/5 = 0.973
fh/U 0.950 1.000 0.973
log (g) -0.328 -0.273 -0.303

Tabel hasil perhitungan


Variabel Nilai
Fo (min) 5
fh (min) 17.5
Ti (0F) 70
Tr ( F)
0 240
Ih = (Tr – Ti) 170
Jh 1.94
Jh I h 329.8
Log JhIh 2.518
[( Tr  250 ) / 18 ] 0.278
L = 10
fh/U = fh x L/ F0 0.973
Log (g) dari tabel/grafik -0.303
Log JhIh – log(g) 2.821
tB = fh{log JhIh – log(g)} 49.4
118 Uji Penetrasi Panas dan Perhitungan Proses Termal

Jika diinginkan Fo = 5 menit, maka perlu waktu proses (Ball) 49.4 menit
Operator time : 49.4 – (0.42x10) = 45.2 menit

13.3.3. Metode Umum


Metode umum (trapezoidal) menganggap letalitas antar titik (waktu) yang
diukur membentuk garis lurus sehingga letalitas proses setiap selang waktu adalah
luas trapezium dengan tinggi (tn-tn-1), panjang atas dan bawah masing-masing Ln
dan Ln-1. Perhitungan dapat dilakukan dengan menggunakan spreadsheet (Excel).
Nilai Fo merupakan hasil penjumlahan Fo parsial atau luasan di bawah kurva trape-
sium.
n
t
Fo   ( L0  2 L1  2 L2  2 L3  ..............  2 Ln 1  Ln ) (13.10)
i 1 2
Contoh 2 :
Penyelesaian perhitungan proses termal dilakukan dengan Metode Umum
(Metode trapezoidal dan spreadsheet). Suhu pada titik terdingin dalam kaleng selama
proses sterilisasi tertera pada tabel berikut :

Waktu Suhu Waktu Suhu


(menit) produk (oF) (menit) Produk oF)
0 70 35 234
5 75 40 237
10 94 45 195
15 154 50 145
21 194 55 118
25 215 60 100
30 229

a. Hitung Fo Proses
b. Berapa siklus log reduksi mikroba dengan proses tersebut
Jawab:
Data di atas merupakan kasus aplikasi perhitungan proses termal berdasarkan
data hasil pengukuran penetrasi panas dalam bahan pangan. Karena diminta perhi-
tungan dengan metode umum, bisa digunakan metode trapezoidal atau spreadsheet.
Untuk metode spreadsheet digunakan langkah-langkah prosedur pendugaan letalitas
proses termal dengan Patashnik’s Method.
Praktikum Teknik Pangan 119

Tabel letalitas
Waktu Suhu (T  250 )

(menit) Produk (oF) L  10 18

0 70 1E-10
5 75 1,9E-10
10 94 2,15E-09
15 154 4,64E-06
20 194 0,000774
25 215 0,011365
30 229 0,068129
35 234 0,129155
40 237 0,189574
45 195 0,00088
50 145 1,47E-06
55 118 4,64E-08
60 100 4,64E-09

2(L2 + L3+…………+ L11+L12) = 0.799765


L1 = 1E-10
L13 = 4,64E-09 +
------------------------
0.799765
Fo = (5/2) X 0.799765 = 1.9994 menit

 Pemanasan yang dilakukan setara letalitasnya dengan pemanasan 1.9994 menit


pada 250oF
 Jumlah desimal reduksi mikroba dengan proses tersebut adalah (Fo /D250)
 Jika mikroba target C. botulinum D250 = 0.2 menit
 Fo /D250 = 1.9994/0.2 = 9.997
Jika perhitungan menggunakan spreadsheet, maka akan diperoleh hasil seperti
tabel berikut:

Waktu Suhu Nilai Fo


Letalitas Luas
(menit Produk (oC) (menit)
0 70 1E-10 0.000
5 75 1,9E-10 7,23934E-10 7,23934E-10
10 94 2,15E-09 5,86002E-09 6,58395E-09
15 154 4,64E-06 1,16094E-05 1,16159E-05
21 194 0,000774 0,002336716 0,002348332
25 215 0,011365 0,024277801 0,026626132
30 229 0,068129 0,198734609 0,225360741
35 234 0,129155 0,493210434 0,718571175
120 Uji Penetrasi Panas dan Perhitungan Proses Termal

Waktu Suhu Nilai Fo


Letalitas Luas
(menit Produk (oC) (menit)
40 237 0,189574 0,796821329 1,515392504
45 195 0,00088 0,476133719 1,991526224
50 145 1,47E-06 0,002203476 1,9937297
55 118 4,64E-08 3,78554E-06 1,993733485
60 100 4,64E-09 1,27644E-07 1,993733613
1,993733613

 Fo dari rangkaian proses pemanasan dan pendinginan adalah 1.99 menit


 Jumlah desimal reduksi mikroba dengan proses tersebut adalah (Fo /D250)
 Jika mikroba target C. botulinum D250 = 0.2 menit
Fo /D250 = 1.99/0.2 = 9.95

13.4. Kegiatan Praktikum


Alat : Blancher atau retort (autoclave), jangka sorong, timbangan, cup plastik atau
kaleng, cup sealer atau double seamer, termokopel dengan fitting, dan tempe-
rature recorder.
Bahan : Produk pangan cair dan pasta

Praktikum 13.1. Pengumpulan data penetrasi panas dalam bahan pangan


1. Lakukan kalibrasi setiap termokopel. Beri nomor setiap termokopel.
2. Pasang termokopel pada titik paling dingin (slowest heating point). Pastikan
gasket benar-benar rapat.
3. Isi wadah dengan produk sampai 90% volume total. Rapatkan tutup dengan
sealer
4. Ukur dan catat dimensi wadah dan massa produk.
5. Hubungkan termokopel dengan rekorder.
6. Letakkan wadah dalam pemanas (blancher yang telah dipanaskan atau retort)
dengan suhu 80o sampai 95oC).
7. Set suhu retort dengan memutar tombol pengendali suhu pada suhu yang
diinginkan.
8. Nyalakan retort sampai suhu yang diinginkan. Hidupkan rekorder sehingga
suhu medium maupun suhu produk selama pemanasan dan pendinginan ter-
catat.
9. Lakukan pendinginan setelah waktu proses diinginkan terpenuhi.
10. Lakukan perhitungan proses termal berdasarkan data yang diperoleh dari perco-
baan, dengan metode umum (trapezoidal atau computer spreadsheet) dan metode
formula.

Praktikum 13.2. Perhitungan letalitas proses termal dengan Metode Umum


Perhitungan nilai letalitas dari data penetrasi panas dapat dilakukan dengan meng-
gunakan program Excel sebagai berikut:
Praktikum Teknik Pangan 121

1. Masukkan data waktu pada satu kolom (misalnya kolom A). Rentang waktu
tidak harus sama.
2. Masukkan data suhu pada kolom berikutnya (misalnya B).
3. Pada kolom ke tiga dimasukkan rumus untuk menghitung letalitas dan copy
untuk baris-baris di bawahnya pada kolom tersebut.
Excell: =10^((B2-250)/18)
4. Pada cell pertama kolom ke tiga dimasukkan rumus untuk menghitung luas
(area) parallelogram.
Excell: =(A3-A2)*(C2+C3)/2
5. Untuk menghitung total area atau letalitas proses, masukkan penjumlahan pada
cell di bawah yang masih kosong pada kolom luas (area).
Excell: =Sum(D3:Dn)
6. Untuk menduga nilai letalitas sepanjang proses, pada kolom berikutnya (E) tulis
rumus penjumlahan kolom tersebut cell di atasnya dengan kolom sebelumnya
pada cell tersebut.
Excell: =E2+D3

Praktikum 13.3. Perhitungan waktu proses dengan metode formula (Ball Method)
1. Plot (Tr-T) vs waktu pada grafik semilog.
2. Tarik kurva garis lurus berdasarkan titik-titik pada fase linier.
3. Hitung faktor lag jh = Tr-Tpih/(Tr-Ti), pada tB = 0 atau t = 0.58 tc.
4. Hitung fh.
5. Hitung log (g).
6. Hitung nilai U dan Lr.
7. Hitung Fo = U x Lr.
8. Bandingkan Fo proses dengan target.
9. Jika tidak cukup:
a. Hitung U dari Fo/Lr, dan fh/U.
b. Cari nilai log (g).
10. Hitung kembali tB = fh [log jh (Tr - Ti) – log(g)]

13.5. Pustaka
Rizvi.SSH, Mittal.GS. 1992. Experimantal Methods In Food Engineering. Van nostrand Reinhold,
New York
Sharma.SK., Mulvaney.SJ, Rizvi.SSH. 2000. Food Process Engineering. Theory and laboratory
experiments. Wiley Interscience Publ., New York
Toledo.RT. 1991. Fundamentals of Food Process Engineering, 2nd ed., Van nostrand Reinhold,
New York
Valentas.K.J, Rotstein.E, Singh.RP. 1997. Handbook of Food Engineering Practice. CRC Press,
Boca Raton, New York.
14
Praktikum 14:
Pengeringan

14.1. Tujuan Praktikum


Kegiatan praktikum ini bertujuan untuk: (1) memperkenalkan alat-alat penge-
ring yang digunakan dalam proses pengolahan pangan dan prinsip kerjanya, (2)
menjelaskan prinsip proses pengeringan, mempraktekkan proses pengeringan, (3)
membuat kurva pengeringan yang digunakan dalam menentukan waktu penge-
ringan, (4) menerapkan psychrometric chart dalam proses pengeringan, serta (5)
menerapkan prinsip kesetimbangan massa dalam proses pengeringan.

14.2. Indikator Belajar


Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. menyebutkan jenis-jenis alat pengering, serta menjelaskan prinsip kerjanya dan
prosedur pengoperasiannya.
2. menyebutkan bagian-bagian alat pengering dan menjelaskan fungsinya masing-
masing.
3. mempraktekkan proses pengeringan bahan pangan dan menggunakan datanya
untuk pembuatan kurva pengeringan dan perhitungan waktu pengeringan.
4. menggunakan psichrometric chart dalam proses pengeringan.
5. menerapkan prinsip kesetimbangan massa dalam proses pengeringan.
6. mengidentifikasi contoh aplikasi proses pengeringan di industri pangan.

14.3. Prinsip
Pengeringan merupakan metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian air dari suatu bahan pangan dengan cara menguapkannya, sehingga kadar
air seimbang dengan kondisi udara normal atau setara dengan nilai aktivitas air (aw)
yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis dan kimiawi. Berdasarkan sum-
ber panasnya, pengeringan dibagi menjadi pengeringan alami dengan sinar mata-
hari dan pengeringan buatan dengan menggunakan sumber panas artifisial untuk
menggantikan panas sinar matahari.

123
124 Pengeringan

Tipe-tipe alat pengering yang digunakan di industri pangan didisain berda-


sarkan jenis bahan dan tujuan proses yang ingin dicapai. Bahan pangan padat dapat
dikeringkan menggunakan tipe pengering kabinet (tray dryer) dan fluidized bed dryer,
sedangkan bahan pangan cair atau pasta dapat dikeringkan dengan menggunakan
drum dryer dan spray dryer.
Alat pengering juga dapat dibedakan menjadi pengering tekanan atmosfir
(misal tray dryer dan fluidized bed dryer) dan pengering vakum (misal oven vakum
dan freeze dryer). Dalam pengering tekanan atmosfir, panas yang diperlukan untuk
penguapan ditransfer dengan aliran udara yang disirkulasikan. Udara akan menam-
pung dan membawa air yang diuapkan. Dalam pengering tekanan vakum, bahan
yang dikeringkan diletakkan dalam ruangan tertutup dan ruang pengering diturun-
kan tekanannya sehingga titik didih air menurun. Oleh karena itu, suhu penge-
ringan dapat dilakukan pada suhu yang lebih rendah. Panas untuk penguapan
ditransfer dengan cara radiasi atau konduksi dari permukaan panas.

14.3.1. Perhitungan Waktu Pengeringan


Kecepatan atau laju pengeringan bahan dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal. Faktor-faktor internal meliputi sifat kimia, struktur fisik dan ukuran
bahan pangan. Faktor-faktor eksternal meliputi suhu udara dan kecepatan udara.
Secara umum, pola laju perpindahan air dari bahan pangan selama proses penge-
ringan melewati beberapa periode sebagaimana dapat dilihat dari grafik hubungan
laju pengeringan terhadap jumlah air yang dibebaskan (Gambar 14.1). Periode per-
tama disebut periode pengeringan dengan laju konstan (drying rate constant). Periode
ini ditunjukkan dengan garis horisontal A-B. Periode kedua adalah periode penge-
ringan dengan laju menurun (falling rate). Periode ini dapat berlangsung satu atau
dua tahap (disebut falling rate I dan II), tergantung dari derajat kesulitan air keluar
dari bahan pangan sehingga kecepatannya tidak linier (garis B-C dan C-D). Pada
periode ketiga terjadi penguapan air berhenti dan berat bahan pangan akan konstan.
Waktu pengeringan adalah waktu yang diperlukan untuk mengeringkan bahan
sehingga mencapai kadar air yang diinginkan. Perhitungan waktu pengeringan
dapat dapat dilakukan pada masing-masing tahap. Umumnya perhitungan dilaku-
kan pada periode falling rate I dan falling rate II (lihat Gambar 14.1). Apabila suatu
bahan pangan mempunyai berat padatan Xo dan berat air X, maka konstanta laju
penguapan air (Rc) adalah sebagai berikut:
dX
Rc   (14.1)
dt

14.3.2. Pengeringan satu falling rate


Untuk proses pengeringan pada tahap A-C, waktu pengeringan adalah penjum-
lahan pada tahap laju penguapan konstan (A-B) dan falling rate (B-C). Untuk tahap
penguapan konstan, waktu pemgeringan adalah sebagai berikut (persamaan 14.2).
Dalam persamaan ini, Xo = kadar air pada titik A (kg air/kg bahan kering) dan Xc =
kadar air kritis pada titik B (kg air/kg bahan kering), RC adalah laju penguapan
konstan air sepanjang A-B.
Praktikum Teknik Pangan 125

Gambar 14.1. Kurva laju pengeringan bahan pangan

(Xo  X c )
t AB  (14.2)
Rc
Pada tahap falling rate I (sepanjang garis B-C), waktu pengeringan tBC dapat
dihitung sebagai berikut (persamaan 14.3):
t X
dX Rc X dX
  ( X ) atau  dt  c 
dt Xc tc
Rc Xc
X
Xc Xc
Sehingga: t  tc  ln (14.3)
Rc X
Total waktu yang diperlukan dari Xo ke X selama tahap laju penguapan
konstan dan tahap falling rate adalah sebagai berikut (persamaan 14.4)
Xo  Xc Xc Xc
t  ln (14.4)
Rc Rc X
14.3.3. Psychrometric Chart
Pada kebanyakan alat pengering, medium pengering yang digunakan adalah
udara kering. Hubungan sifat-sifat fisik dari udara kering, uap air dan campuran
udara dan uap air digambarkan dalam bentuk kurva yang disebut kurva psikrome-
trik (psychrometric chart) (Gambar 14.2). Kurva psikrometrik menggambarkan kelem-
baban udara sebagai fungsi dari suhu pada berbagai tingkat kejenuhan.
(1) Cara penggunaan kurva psikrometrik
Parameter yang penting untuk diketahui dalam kurva psikrometrik adalah
suhu udara basah (wet-bulb temperature atau Twb) dan suhu udara kering (dry-bulb
temperature atau Tdb). Beberapa parameter yang dapat diketahui dari kurva psikro-
metrik adalah nilai kelembaban mutlak (absolute humidity), kelembaban relatif (RH),
suhu/titik embun (dew point atau Tdp), nilai entalpi, dan volume spesifik.
126 Pengeringan

Gambar 14.2. Psychrometric Chart


Praktikum Teknik Pangan 127

RH 100% RH 100%
A B

H (kg H2O/kg udara

H (kg H2O/kg udara


b

Tdp Twb
Tdb

Suhu (oC) Suhu (oC)

RH 100% RH 100%
C D
RH 80%

H (kg H2O/kg udara kering)


H (kg H2O/kg udara

RH 60% a
RH 40%

c b

Tdp Twb
Tdb Tdb

Suhu (oC) Suhu (oC)

Gambar 14.3. Diagram penggunaan kurva psikrometrik

Untuk dapat menggunakan kurva psikrometrik tersebut, Gambar 14.2 dapat


dibagi-bagi menjadi bagian-bagian kurva sebagaimana dapat dilihat pada Gambar
14.3(A-D). Kurva Gambar 14.3(A) memperlihatkan bagaimana menentukan titik
embun (dp). Titik embun diperoleh dengan menarik garis horisontal dari titik
kelembaban mutlak (pada sumbu y) sehingga memotong garis kelembaban relatif
(RH) 100%. Dari titik perpotongan dengan RH 100% ini kemudian ditarik garis ver-
tikal sehingga memotong sumbu x. Titik perpotongan pada sumbu x ini menunjuk-
kan titik embun (Tdp).
Gambar 14.3(B) menunjukkan cara menentukan suhu udara basah (Twb) bila
kelembaban multak dan suhu udara kering diketahui. Caranya adalah dengan
menarik garis horisontal dari kelembaban mutlak pada sumbu y dan menarik garis
vertikal dari suhu udara kering pada sumbu x. Titik perpotongan antara garis
kelembaban mutlak dengan suhu udara kering (titik a) akan terjadi pada garis udara
basah (wet-bulb line). Dari titik perpotongan ini kemudian ditarik garis sejajar
128 Pengeringan

dengan garis udara basah sehingga memotong garis RH 100% (titik b). Dari titik
perpotongan pada RH 100% ini kemudian ditarik garis vertikal sehingga memotong
sumbu x. Titik perpotongan pada sumbu x ini menunjukkan suhu bola basah (Twb).
Gambar 14.3(C) menunjukkan bagaimana kelembaban relatif (%RH) dapat
diketahui dari kelembaban mutlak dan suhu bola kering. Caranya adalah dengan
menarik garis horisontal dari kelembaban mutlak pada sumbu y dan garis vertikal
dari suhu bola kering pada sumbu x. Titik perpotongan antara kedua garis tersebut
akan terjadi pada garis RH. Garis dimana titik perpotongan ini terjadi menunjukkan
nilai RH dari udara.
Gambar 14.3(D) menunjukkan bagaimana titik embun (Tdp) dapat diketahui
dari suhu udara basah dan suhu udara kering. Caranya adalah dengan dengan
menarik garis dari suhu bola basah pada sumbu x sehingga memotong garis RH
100% (titik a), kemudian dari titik perpotongan ini ditarik garis sejajar dengan garis
bola basah (wet-bulb line). Selanjutnya dari suhu bola kering pada sumbu x ditarik
garis vertikal sehingga memotong garis bola basah tersebut (titik b). Dari titik perpo-
tongan ini kemudian ditarik garis sehingga memotong garis RH 100% (titik c),
kemudian ditarik garis vertikal sehingga memotong sumbu x. Titik perpotongan ini
menunjukkan titik embun (Tdp).

14.4. Kegiatan Praktikum


Alat-alat : Drum dryer, tray dryer, cabinet dryer, freeze dryer, spray dryer, fluid bed dryer
dan freeze dryer
Bahan : Wortel dan ubi jalar

Praktikum 14.1. Pengenalan Bagian-bagian Alat Pengering


1. Amati bagian-bagian alat pengering: (a) tray dyer; (b) cabinet dyer; (c) drum dryer;
(d) spray dryer; (e) fluidized bed dryer; dan (f) freeze dyer.
2. Identifikasi bagian-bagian alat dari masing-masing pengering tersebut dan catat
fungsinya.
3. Lengkapi keterangan pada skema alat beserta fungsinya masing-masing.
4. Gambarkan pada gambar skema alat arah pergerakan aliran udara pengering
dan produk pada proses pengeringan pada masing-masing alat pengering.

Praktikum 14.2. Pengukuran Laju Pengeringan


1. Potong-potong wortel bentuk bulat dengan ketebalan 2 mm dan ubi kayu bentuk
kubus ukuran 1 cm3. Carilah data kadar air awal wortel dan ubi kayu dari pus-
taka.
2. Letakkan potongan bahan pada tray atau loyang dan wadah sampel fluid bed
dyer yang sudah diketahui beratnya.
3. Timbang berat awal bahan.
4. Lakukan setting masing-masing alat pengering pada suhu 60oC dan dua kece-
patan aliran udara yang berbeda.
5. Masukkan bahan pada alat pengering sesuai dengan setting kondisi yang dilaku-
kan pada nomor 4.
Praktikum Teknik Pangan 129

6. Timbang bahan setiap 5 menit untuk fluid bed dryer dan setiap 30 menit untuk
tray/cabinet/oven.
7. Buat kurva hubungan antara kadar air produk terhadap waktu.

Praktikum 14.3. Pengukuran Kondisi Proses


1. Letakkan termometer (kering) dan termometer yang dibungkus dengan kapas
basah untuk memantau suhu bola kering (Tdb) dan suhu bola basah (Twb) di
dalam oven.
2. Lakukan pemantauan terhadap suhu bola kering dan suhu bola basah setiap 30
menit.
3. Ukur aliran udara pengering menggunakan anemometer.
4. Gunakan psychometric chart (Gambar 14.2) untuk mengidentifikasi RH, kelem-
baban mutlak dari udara pengering yang digunakan.

Gambar 14.4. Tray dryer

Gambar 14.5. Drum dryer


130 Pengeringan

Gambar 14.6. Spray dryer

Gambar 14.7. Fluidized bed dryer

Gambar 14.8. Freeze dryer


Praktikum Teknik Pangan 131

Soal Pendalaman (Bahan Responsi)


1. The barometer for atmospheric air reads 750 mmHg; the dry bulb temperature is
30oC; wet bulb temperature is 20oC. Determine (a) the relative humidity, (b) the
humidity ratio; and (c) the dew-point temperature.
2. Atmospheric air at 750 mmHg has an 11oC wet bulb depression from 36oC dry
bulb temperature, during adiabatic saturation process. Determine: (a) humidity
ratio from adiabatic saturation process; (b) vapor pressure and relative humidity
at 36oC; and (c) dew-point temperature.
3. Atmospheric air at 760 mmHg is at 22oC dry bulb temperature and 20oC wet bulb
temperature. Using the psychrometric chart, determine (a) relative humidity, (b)
humidity ratio, (c) dew point temperature, (d) enthalphy of air per kg dry air,
and (e) volume of moist air/kg dry air.
4. Moist air flowing at 2 kg/s and a dry bulb temperature of 46oC and wet bulb
temperature of 20oC mixes with another stream of moist air flowing at 3 kg/s at
25oC and relative humidity of 60%. Using a psychrometric chart, determine the
(a) humidity ratio, (b) enthalpy, (c) and (c) dry bulb temperature of the two
streams mixed together.
5. Heated air at 50oC and 10% relative humidity is used to dry rice in a bin drier.
The air exits the bin under saturated conditions. Determine the amount of water
removed per kg dry air.
6. Suatu bahan pangan mempunyai laju pengeringan 0,15 kg H2O/(menit.kg bahan
kering) dan mempunyai kadar air kritis pada 1,10 kg H2O/kg bahan kering.
Hitung waktu yang diperlukan untuk mengeringkan bahan pangan tersebut dari
kadar air 75% menjadi kadar air 8% (dalam basis basah).
7. Satu pengering kabinet (cabinet dryer) digunakan untuk mengeringkan produk
pangan dengan kadar air awal 68% (basis basah) menjadi kadar air akhir 5.5%
(basis basah). Udara pengering masuk ke dalam sistem pada suhu 54oC dan RH
10% dan keluar dengan suhu 30oC dan RH 70%. Suhu produk adalah 25oC
selama pengeringan. Hitunglah jumlah udara yang diperlukan berdasarkan
basis 1 kg padatan produk!
8. A cabinet dryer is to be used for drying of a new food product. The product has
an initial moisture content of 75% (wet basis) and requires 10 minutes to reduce
the moisture content to critical level of 30% (wet basis). Determine the final
moisture of the product if a total drying time of 15 minutes is used.
9. A sample of a food material weighing 20 kg is initially at 45% moisture content
dry basis. It is dried to 25% moisture content wet basis. How much water is
removed from the sample per kg of dry solids?
10. Air enters a counter-flow drier at 60oC dry bulb temperature and 25oC dew point
temperature. Air leaves the drier at 40oC and 60% relative humidity. The initial
moisture content of the product is 72% (wet basis). The amount of air moving
through the drier is 200 kg of dry air/h. The mass flow rate of the product is 1000
kg dry solid per hour. What is the final moisture content of the dried product (in
wet basis)?
132 Pengeringan

14.5. Pustaka
Canovas,G.V., Ma,L dan B. Barletta. 1997. Food Engineering Laboratory Manual. Technomic
Publishing Co., Inc. Lancaster-USA.
Sharma,S.K., Mulvaney,S.J. dan Rizvi,S.S.H. 2000. Food Process Engineering: Theory and
Laboratory Experiments. Wiley Interscience, New York.
Toledo,R.T. 1991. Fundamentals of Food Process Engineering. 2nd Ed. Van Nonstrand
Reinhold, New York.
15
Praktikum 15:
Evaporasi dan Pemekatan

15.1. Tujuan Praktikum


Kegiatan praktikum ini bertujuan untuk: (1) menjelaskan prinsip evaporasi dan
pemekatan, (2) memperkenalkan alat evaporator dan pemekatan yang digunakan
dalam proses pengolahan pangan, (3) mempraktekkan proses evaporasi bahan
pangan dengan alat evaporator, serta (4) menerapkan prinsip keseimbangan massa
dan energi dalam proses evaporasi dan pemekatan.

15.2. Indikator Belajar


Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. menjelaskankan tujuan evaporasi dan pemekatan dalam proses pengolahan
pangan.
2. menjelaskan jenis dan prinsip kerja alat evaporator dan pemekatan.
3. mengidentifikasi bagian-bagian alat evaporator dan menyebutkan fungsinya
masing-masing.
4. membuat skema operasi evaporator dalam tahapan proses pengolahan pangan.
5. mempraktekkan proses pemekatan dengan menggunakan alat evaporator dalam
proses pengolahan pangan.
6. membuat diagram kesetimbangan massa dan energi dalam proses evaporasi.
7. mengidentifikasi perubahan mutu produk yang terjadi sebelum dan setelah
proses evaporasi.
8. menyelesaikan perhitungan yang berhubungan dengan proses evaporasi (nilai
ekonomis steam dan kebutuhan steam).
9. menjelaskan minimal satu aplikasi alat evaporator di industri pengolahan
pangan.

15.3. Prinsip
Evaporasi adalah unit operasi yang digunakan untuk menghilangkan sebagian
air yang terdapat dalam bahan pangan cair dengan cara mendidihkan. Pemisahan

133
134 Evaporasi dan Pemekatan

air atau pemekatan padatan terjadi karena adanya pebedaan volatilitas antara air
(solvent) dan bahan terlarut (solute). Proses pemekatan awal bahan pangan cair,
seperti jus buah, susu dan kopi, merupakan tahap yang penting sebelum dilakukan
proses pengeringan, pembekuan atau sterilisasi untuk menurunkan berat dan
volume bahan. Peningkatan total padatan dengan evaporasi akan mengurangi akti-
vitas air (misalnya pada selai atau molases), sehingga dapat meningkatkan umur
simpannya. Evaporasi juga digunakan untuk menghasilkan flavor dan warna pro-
duk yang diinginkan, misalnya dalam proses karamelisasi sirup selama proses
baking.
Selama proses evaporasi, panas laten dipindahkan dari medium pemanas ke
bahan pangan sehingga meningkatkan suhunya ke titik didihnya. Laju evaporasi
ditentukan berdasarkan laju pindah panas ke bahan dan laju pindah massa uap dari
bahan. Evaporasi biasanya dilakukan pada kondisi vakum untuk meningkatkan laju
evaporasi dan menurunkan titik didih larutan sehingga kerusakan bahan oleh
pemanasan dapat diminimalkan.
Alat yang digunakan dalam proses evaporasi adalah evaporator. Terdapat bebe-
rapa jenis alat evaporator, yaitu evaporator berwadah terbuka (batch evaporator), eva-
porator bertabung pendek vertikal, evaporator bertabung pendek horizontal, evapo-
rator dengan external calandria, evaporator sirkulasi pompa, evaporator bertabung
panjang, evaporator plat, expanding flow evaporator, evaporator sentrifusi, dan evapo-
rator beraliran refrigeran.
Dalam praktikum ini, Anda akan diperkenalkan salah satu jenis evaporator,
yaitu Universal reduced pressure concentration steel apparatus yang digunakan dalam
proses pemekatan sari buah nenas. Evaporator ini menggunakan air sebagai
medium pemanas yang dipanaskan dengan electric heater. Prinsip kerja dari alat ini
adalah sebagai berikut: Produk dalam fase cair (likuid) dipanaskan menggunakan
medium air yang ada dalam water bath vessel pada suhu dan waktu tertentu. Pemva-
kuman dengan menggunakan pompa vakum, akan menurunkan tekanan di dalam
evaporator sehingga titik didih bahan akan menurun dan fase cair akan lebih cepat
menguap. Uap akan mengalir ke tabung kapasitor dan mengalami proses konden-
sasi saat masuk ke bagian kondensor (sistem pendingin air). Dengan adanya pengu-
apan fase cair ini, total solid bahan akan meningkat yang berbanding lurus dengan
lamanya waktu proses.

15.4. Kegiatan Praktikum


Alat-alat : Universal reduced pressure concentration steel apparatus, pisau, fruit presser,
refraktometer, Hunter Lab colorimeter, timbangan, thermometer (termo-
kopel), stopwatch, wadah plastik, kain saring.
Bahan : Buah nenas matang

Praktikum 15.1. Pengenalan Alat Evaporator


1. Identifikasi bagian-bagian alat evaporator jenis Universal reduced pressure concen-
tration steel apparatus.
2. Catat bagian-bagian alat evaporator tersebut dan fungsinya.
Praktikum Teknik Pangan 135

Prosedur Operasi Evaporator


1. Buka katup suplai air ke water bath vessel.
2. Isi air pada vessel tersebut sampai 70% volume total.
3. Buka penutup atas dan masukkan bahan yang akan dipekatkan.
4. Tutup bagian atas vessel tersebut.
5. Masukan steker.
6. Hidupkan main power.
7. Hidupkan heater.
8. Set suhu.
9. Hidupkan pompa vakum.
10. Hidupkan agitator.
11. Buka katup suplai air untuk mengisi unit sistem pendingin.

Prosedur Operasi Menghentikan Proses


1. Matikan agitator.
2. Tutup katup tank suction.
3. Matikan pompa vakum. PERHATIAN! Saat mematikan pompa, pastikan katup
suction dalam kondisi tertutup. Karena bila masih terbuka akan mengakibatkan
terhisapnya oli ke kondensor (destilat).
4. Matikan main power.
5. Tutup katup penyuplai air.
6. Buka katup tank leak, untuk mengembalikan tekanan pada vessel kembali normal.
7. Buka tutup atas.
8. Ambil konsentrat.
9. Buka katup pipa pengeluaran destilat.
10. Tampung kondensat.
11. Bersihkan alat.
136 Evaporasi dan Pemekatan

Praktikum 15.2. Percobaan Pemekatan Sari Buah Nenas


(1) Tahap Persiapan
1. Kupas dan potong nanas menjadi beberapa bagian. Timbang berat bahan sebe-
lum dan setelah dikupas.
2. Iris dan pres nenas dengan menggunakan fruit presser. Timbang berat sari buah
yang diperoleh, ukur total solidnya dengan refraktometer dan warna (visual).
Catat suhu sari buah nenas yang akan di evaporasi.
3. Ambil sedikit contoh sari buah sebagai pembanding.

(2) Tahap Proses pemekatan


1. Siapkan alat evaporator jenis Universal reduced pressure concentration steel appa-
ratus.
2. Catat besarnya daya (Watt) yang digunakan unit proses evaporasi.
3. Masukkan sari buah nenas yang akan dipekatkan.
4. Hidupkan heater, set suhu di dalam water bath vessel 70C. Tunggu sampai suhu
pada water bath vessel 70C, lalu mulai hitung proses evaporasi selama 15 menit.
Pada kondisi ini, diasumsikan bahwa suhu medium pemanas akan sama dengan
suhu di dalam water bath vessel. Catat suhu water bath vessel dan tekanan vakum
(tekanan di dalam ruang evaporasi) yang dihasilkan. Catat juga lama waktu
yang dibutuhkan mulai dari menyalakan heater sampai suhu 70C.
5. Setelah 15 menit, sampling bahan (konsentrat). Lakukan pengamatan dan peng-
ukuran terhadap warna dan total solid konsentrat. Ambil kondensat dari air sari
buah yang diuapkan. Timbang jumlah kondensat yang dihasilkan.
6. Ulangi tahap 3 dan 4. Matikan alat. Lakukan pengamatan dan pengukuran terha-
dap warna dan total solid konsentrat. Timbang jumlah kondensat dan konsentrat
yang dihasilkan.
7. Bersihkan alat.

Pembahasan
1. Gambarkan diagram kesetimbangan massa dari proses pemekatan sari buah
nenas, mulai dari tahap pengupasan, tahap pemekatan 1 dan 2. Hitung rende-
men dari setiap tahapan proses (pengupasan, pemekatan 1 dan pemekatan 2)
dan rendemen proses keseluruhan.
2. Dari percobaan yang anda lakukan, bahas pengaruh konsentrasi solid terhadap
efisiensi proses pemekatan? Bahan juga pengaruh proses evaporasi terhadap
berat sari buah yang dihasilkan, total solid, dan warna?
3. Dengan menggunakan data daya (Watt) dan waktu proses hitunglah:
a. Jumlah energi yang digunakan untuk proses pemekatan sari buah nenas
(sampai pemekatan 1, pada pemekatan 2, dan sampai pemekatan 2).
b. Efisiensi energi (rasio energi terhadap kondensat) selama proses pemekatan
sari buah nenas (sampai pemekatan 1, pada pemekatan 2 dan sampai peme-
katan 2). Buat kesimpulan dari hasil percobaan tersebut?
Praktikum Teknik Pangan 137

Soal Pendalaman (Bahan Responsi)


1. Sari buah dipekatkan dengan menggunakan evaporator efek tunggal dan aliran
konveksi yang dipaksakan, dari 10% padatan terlarut menjadi 45% padatan ter-
larut. Laju aliran dari buah masuk ke dalam evaporator sebesar 5500 lg/jam.
Media pemanas yang digunakan adalah steam dengan suhu 250oF. Suhu pendi-
dihan di dalam evaporator sebesar 130oF. Suhu dari buah yang masuk ke dalam
evaporator sebesar 125oF. Koefisien pindah panas keseluruhan sebesar 500 Btu/
jam.ft2.oF. Hitunglah : (a) nilai ekonomis steam; dan (b) luas permukaan pema-
nasan yang dibutuhkan.
2. Single effect evaporator digunakan untuk memekatkan jus tomat dari total padatan
5% menjadi 30%. Jus masuk ke evaporator pada suhu 15oC. Evaporator diopera-
sikan dengan steam (kualitas 80%) pada 143.27 KPa. Keadaan vakum membuat
jus mendidih dalam evaporator pada suhu 75oC. Hitunglah : (a) Kebutuhan
steam; b) nilai ekonomis steam.
3. A single-effect falling-film evaporator is used to concentrate orange juice from
14% tp 45% solids. The evaporator utilizes a mechanical refrigeration cycle using
ammonia as a refrigerant for heating and for condensing the vapors. The refrige-
ration cycle is operated at a high-side pressure of 200 psia (1.379 MPa) and a low-
side pressure of 50 psia (344.7 kPa). The evaporator is operated at a vapor tempe-
rature of 90oF (32.2oC). Feed enters at 70oF (21.1oC). The ratio of insoluble to
soluble solids in the juice is 0.09, and the soluble solids consist of glucose and
sucrose in 70:30 ratio. Consider the T as the log mean T between the liquid
refrigerant temperature and the feed temperature at one point and the hot refri-
gerant gas temperature and the concentrated liquid boiling temperature at the
other point. The evaporator has a heat transfer surface area of 100 ft2 (9.29 m2),
and an overall heat transfer coefficient of 300 BTU (h.ft2.oF) or 1073 W/(m2.K)
may be expected. Calculate:
a. The evaporator capacity in weight of feed per hour
b. The tons of refrigeration capacity required for the refrigeration unit based in
the heating requirement for the evaporator.
c. The additional cooling required for condensation of vapors if the refrige-
ration unit is designed to provide all of the heating requirements for evapo-
ration.
4. Milk with 14% (w/w) total solids is being concentrated in a single-effect evapo-
rator with a feed rate of 20,000 kg/hr at 10oC. The evaporator is being operated
at a sufficient vacuum to allow the product moisture to evaporate at 75oC while
steam is being supplied at 232.1 kPa. If the desired concentration of the final pro-
duct is 40% total solids, compute the steam requirement and economy for the
process when condensate is released at 75oC.

15.5. Pustaka
Canovas,G.V., Ma,L dan B. Barletta. 1997. Food Engineering Laboratory Manual. Technomic
Publishing Co., Inc. Lancaster-USA.
138 Evaporasi dan Pemekatan

Sharma,S.K., Mulvaney,S.J. dan Rizvi,S.S.H. 2000. Food Process Engineering: Theory and
Laboratory Experiments. Wiley Interscience, New York.
Singh,R.P. and Heldman,D.R. 2001. Introduction to Food Engineering. 3rd ed, Academic
Press, San Diego, CA.
Toledo,R.T. 1991. Fundamentals of Food Process Engineering. 2nd Ed. Van Nonstrand Rein-
hold, New York.

Anda mungkin juga menyukai