Teknik Pangan
PENUNTUN PRAKTIKUM
Teknik Pangan
Subarna
Feri Kusnandar
Dede R. Adawiyah
Nur Wulandari
Purwiyatno Hariyadi
Elvira Syamsir
Tjahja Muhandri
Eko Hari Purnomo
Tim Penulis:
Subarna
Feri Kusnandar
Dede R. Adawiyah
Nur Wulandari
Purwiyatno Hariyadi
Elvira Syamsir
Tjahja Muhandri
Eko Hari Purnomo
Editor:
Nurheni Sri Palupi
Dahrul Syah
Diterbitkan oleh:
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
http://fst.ipb.ac.id
Cetakan keempat, Agustus 2013
Kata Pengantar
Penuntun Praktikum Teknik Pangan ini merupakan edisi revisi kedua yang
disempurnakan berdasarkan pengalaman dalam pelaksanaan kegiatan praktikum
pada mata Praktikum Teknik Pangan. Praktikum ini merupakan mata kuliah wajib
dalam Kurikulum Program Studi Teknologi Pangan yang ditujukan bagi mahasiswa
yang menempuh pendidikan sarjana pada Program Studi Teknologi Pangan, Institut
Pertanian Bogor (IPB). Penuntun ini disusun oleh Tim Penulis dan telah dievaluasi
oleh Tim Penelaah di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP), IPB.
Penuntun Praktikum ini disajikan menurut sistematika kegiatan praktikum
sehingga diharapkan dapat memberikan panduan yang jelas dan terstruktur bagi
mahasiswa dalam mengikuti kegiatan praktikum. Untuk memberikan gambaran
tujuan belajar yang ingin dicapai, penuntun ini dilengkapi dengan silabus, jabaran
tujuan praktikum dan indikator hasil belajar, sehingga baik dosen maupun maha-
siswa dapat mengevaluasi apakah kegiatan praktikum yang telah dilaksanakan
telah memenuhi tujuan dan indikator belajar yang ingin dicapai tersebut.
Penjabaran materi dalam Penuntun Praktikum ini mengacu kepada prinsip
belajar bermakna, yaitu belajar yang mengutamakan pengertian dan pemahaman
konsep, dan ditekankan kepada tiga hal penting dalam mempelajari dan mema-
hami prinsip teknik pangan, yaitu:
1. Pengenalan peralatan proses pengolahan pangan, prinsip kerjanya serta kegi-
atan praktikum di laboratorium/pilot plant.
2. Penerapan konsep dan penggunaan teorema dan rumus yang disajikan dalam
bentuk contoh-contoh soal dan penyelesaiannya yang dikemas secara bervariasi.
3. Soal-soal pendalaman dan tugas untuk diselesaikan secara mandiri oleh maha-
siswa atau dibahas melalui responsi untuk meningkatkan pemahaman atau
penerapan konsep, dan penggunaan teorema. Soal-soal latihan disajikan secara
terstruktur dimulai dari yang mudah sampai dengan soal pemecahan masalah
(problem solving) dan mencakup soal-soal kontekstual pembelajaran (contextural
teaching learning).
Kami berharap Penuntun Praktikum ini dapat lebih memotivasi para maha-
siswa dalam mengikuti mata kuliah Praktikum Teknik Pangan (ITP 331), sehingga
mutu pendidikan rekayasa pangan di Departemen ITP secara keseluruhan dapat
ditingkatkan. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi
penyempurnaan buku Penuntun Praktikum Teknik Pangan ini.
Tim Penulis
i
ii
Daftar isi
Kata Pengantar..........................................……………………………………................. i
Daftar Isi..........................................……………………………………............................ iii
Silabus Mata Praktikum Teknik Pangan ……………………………………............ v
Praktikum 1. Utilitas Industri Pangan dan Pengendalian Otomatik..................... 1
Praktikum 2. Kesetimbangan Massa…………………………………........................ 5
Praktikum 3. Pembersihan dan Pengupasan……………………………………...... 11
Praktikum 4. Sortasi dan Grading ……..…................................................................. 19
Praktikum 5. Pengecilan Ukuran ……………………..……………........................... 23
Praktikum 6. Pencampuran, Emulsifikasi dan Homogenisasi ……………............ 31
Praktikum 7. Ekstraksi, Filtrasi dan Sentrifugasi ………………………....……...... 37
Praktikum 8. Aliran Fluida dan Sistem Pipa dan Pompa......................................... 41
Praktikum 9. Kesetimbangan Energi dan Pindah Panas.......................................... 55
Praktikum 10. Penggorengan dan Pemanggangan……………..……..…..……........ 85
Praktikum 11. Pendinginan dan Pembekuan ………………...................................... 91
Praktikum 12. Peralatan Proses Termal………............................................................. 103
Praktikum 13. Uji Penetrasi Panas dan Perhitungan Proses Termal......................... 111
Praktikum 14. Pengeringan………................................................................................. 123
Praktikum 15. Evaporasi dan Pemekatan..................................................................... 133
iii
iv
Silabus
ITP 331 Praktikum Teknik Pangan, 2(0-6)
Deskripsi
Praktikum Teknik Pangan (ITP331) ini mencakup praktek untuk mengenal
berbagai tahapan proses (seperti operasi pembersihan, sortasi, separasi, pengecilan
ukuran, pencampuran, homogenisasi, filtrasi, dan lain-lain), mengenal peralatan
proses pengolahan pangan yang umum digunakan di industri pangan, serta mem-
perdalam pemahaman dan aplikasi prinsip-prinsip teknik pangan (seperti satuan
dan dimensi, kesetimbangan masa, prinsip termodinamika, kesetimbangan energi,
fenomena transpor (meliputi aliran fluida, transportasi fluida, pindah massa dan
pindah panas), pendinginan dan pembekuan, proses termal, pengeringan, dan eva-
porasi.
Tujuan Praktikum
Praktikum ini dirancang untuk memperkenalkan kepada mahasiswa tentang
tahapan-tahapan proses pengolahan pangan yang penting dan peralatan-peralatan
yang umum digunakan di industri pangan, serta pendalaman dan penerapan prin-
sip teknik pangan dalam kasus-kasus proses pengolahan pangan. Setelah menyele-
saikan mata praktikum ini, mahasiswa belajar tentang (1) tahapan-tahapan proses
yang penting dan umum diaplikasikan di industri pangan, (2) peralatan proses
pengolahan (bagian-bagian alat, fungsi, prinsip kerja dan cara mengoperasikannya);
(3) penerapan model/persamaan yang digunakan dalam keteknikan pangan pada
kasus-kasus proses pengolahan pangan; dan (4) mengidentifikasi peralatan-pera-
latan proses yang umum digunakan pada skala komersial di industri pangan.
v
Cakupan
Kode Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa
Garis
LO diharapkan Detil
besar
dan sumber gizi).
Mampu mengidentifikasi sumber dan keragaman bahan
III.A.1 X
pangan serta pengaruhnya dalam pengolahan pangan.
Mampu menjelaskan mekanisme kerusakan bahan pangan
III.B.1 X
dan menetapkan cara pengendaliannya.
Mampu menjelaskan prinsip dasar agar produk pangan aman
III.B.2 X
dikonsumsi.
Mampu menguraikan proses transpor dan unit operasi di
III.C.1 X
industri pangan baik teori maupun praktek.
Mampu menggunakan kesetimbangan massa dan energi
III.C.2 X
dalam menganalisis pengolahan pangan.
Mampu mengidentifikasi unit operasi yang tepat dalam meng-
III.C.3 X
hasilkan suatu produk pangan.
Mampu menerapkan prinsip dan berbagai teknik penanganan,
III.D.1 pengolahan dan umur simpan serta pengaruhnya terhadap X
kualitas produk pangan.
Mampu mengidentifikasi cara pengelolaan air dan limbah
III.G.1 X
yang optimal dalam proses pengolahan pangan.
Mampu menerapkan dan menginkorporasikan prinsip-prinsip
IV.A.1 ilmu pangan dalam konteks permasalahan saat ini dan meru- X
muskan strategi pengembangan produk pangan.
Mampu mengaplikasikan pengetahuan komputer untuk
IV.B.1 menyelesaikan permasalahan dalam ilmu dan teknologi X
pangan.
Mampu merumuskan pengendalian dan penjaminan mutu
IV.D.1 X
produk pangan berdasar-kan prinsip-prinsip ilmu pangan.
Mampu menganalisis perkembangan mutakhir dalam
IV.F.1 X
kerangka pengembangan industri pangan.
Mampu mendemonstrasikan kemampuan komunikasi lisan
VI.A.1 dan tulisan secara formal dalam berbagai bentuk, mengomuni- X
kasikan masalah teknis dan non-teknis dengan baik.
Mampu membangun komitmen dan integritas profesional dan
VI.C.1 X
nilai-nilai etika.
Mampu bekerja dengan individu yang memiliki beragam latar
VI.C.2 X
belakang untuk men-capai hasil maksimal.
VI.E.1 Mampu bekerja secara efektif dengan orang lain. X
VI.E.2 Mampu memimpin dalam berbagai situasi. X
VI.F.2 Mampu menggunakan sumber-sumber informasi/pustaka. X
vi
vii
Minggu Perte-
Kegiatan Pokok Bahasan
Ke Muan ke-
1 Praktikum Sistem Pipa dan Pompa (Penge-nalan Alat dan Praktek)
7
2 Responsi Aliran Fluida
8 Ujian Tengah Semester (Topik Praktikum Minggu ke 1-7)
1 Responsi Kesetimbangan Energi
9
2 Responsi Pindah Panas
Pendinginan dan Pembekuan (Pengenalan Alat) dan
1 Praktikum
10 Praktek
2 Responsi Pendinginan dan Pembekuan
1 Responsi Proses Termal
11
2 Responsi Proses Termal
1 Praktikum Proses Termal (Penetrasi Panas)
12
2 Praktikum Proses Termal (Pengenalan Alat)
1 Praktikum Pengeringan (Pengukuran Laju Pengeringan)
13
2 Praktikum Pengeringan (Pengenalan alat)
1 Responsi Pengeringan (Waktu Pengeringan)
14
2 Responsi Pengeringan (Psychrometric chart)
Evaporasi dan Pemekatan (Pengenalan Alat dan
1 Praktikum
15 Praktek)
2 Responsi Evaporasi dan Pemekatan
16 Ujian Akhir Semester (Topik Praktikum Minggu ke 9-15)
Kriteria Penilaian
Laporan Praktikum
1. Laporan praktikum dibuat secara perorangan dalam logbook laporan yang telah
disediakan. Logbook menjelaskan instruksi isi laporan yang harus diselesaikan
oleh mahasiswa. Laporan dibuat dengan tulisan tangan.
viii
Kuis
Kuis diberikan sewaktu-waktu sebanyak 4-5 kali. Soal kuis terdiri dari 2-3 soal
esay. Soal kuis dapat mencakup topik yang telah atau sedang dipraktikumkan. Nilai
akhir kuis ditentukan dari rata-rata 3 nilai terbaik.
Ujian Tertulis
Ujian tertulis terdiri dari ujian tengah semester (UTS) dan ujian akhir semester
(UAS). Ujian dalam bentuk soal pilihan ganda (A, B, C, D dan E) dan essay dengan
alokasi waktu 120 menit.
ix
Makalah
Tugas penulisan makalah dinilai dengan kriteria sebagai berikut
Kriteria Sangat Baik Kriteria Sangat Kurang
Sub-bagian
(90-100) (20-30)
Pendahuluan Dasar-dasar teori yang terkait Tidak menjelaskan dasar-dasar teori
dan Teori Dasar dengan praktikum yang dilakukan yang terkait dengan praktikum
(15%) dijelaskan dengan baik yang dilakukan
Data percobaan Data-data primer hasil percobaan Data-data primer hasil percobaan
(30%) ditampilkan secara lengkap sesuai tidak lengkap, dan data tidak
informasi yang diminta. Data olah diolah/ditampilkan secara jelas
dibuat dalam bentuk tabel/grafik
dengan judul yang jelas dan meng-
ikuti kaidah penulisan yang benar
Pembahasan Pembahasan data hasil percoba-an Tidak ada pembahasan/penjelasan
(30%) diuraikan, penyimpangan (anomali) mengapa suatu hasil percobaan
data dijelaskan, perbedaan data diperoleh, termasuk bila terjadi
antar contoh yang dianalisis diba- anomali data. Tidak membanding-
has dan dibandingkan dengan kan suatu data dengan informasi
informasi dari literatur, keterba- literatur, tidak ada pembahasan
tasan metode atau faktor yang faktor-faktor yang dapat mempe-
mempengaruhi data hasil analisis ngaruhi data percobaan.
dibahas.
Kesimpulan Kesimpulan jelas dan didasarkan Kesimpulan tidak jelas dan tidak
(15%) bukti/data percobaan, dijabarkan didasarkan pada fakta data perco-
apakah tujuan dari kegiatan perco- baan yang diperoleh.
baan tercapai atau tidak.
Daftar Pustaka Pustaka yang digunakan bervariasi Pustaka sangat minim, tidak muta-
(5%) dan banyak, mutakhir, dan dirujuk khir, tidak dirujuk di dalam teks,
di dalam teks, ditulis dengan tata- ditulis tidak sesuai tatacara penu-
cara penulisan daftar pustaka yang lisan daftar pustaka.
benar.
Format penu- Ditulis dengan tatabahasa yang Tatabahasa banyak yang tidak
lisan (5%) benar, tidak ada kesalahan penge- sesuai kaidah yang benar, banyak
tikan, bebas plagiarisme. kesalahan pengetikan, melakukan
plagiarisme.
Presentasi Oral
Presentasi oral secara kelompok dilakukan oleh mahasiswa pada topik prak-
tikum Pengolahan Air untuk Industri Pangan. Penilaian terhadap presentasi oral
didasarkan pada teknik presentasi (tampilan, ketepatan waktu, dan teknik penyam-
paian), keakuratan/kebenaran informasi yang disampaikan, penguasaan materi
selama diskusi. Kriteria penilaian presentasi oral adalah sebagai berikut:
Baik sekali Kurang
Kriteria
(90-100) (60-69)
Kejelasan dan kea- Informasi yang disampaikan Informasi tidak jelas, banyak
kuratan informasi jelas dan berasal dari sumber yang tidak akurat dan sumber
xi
Excellent Good Limited
Criteria
(85-100) (70-84) (60-69)
shows professional ethics with no dis- disruptive and unaware
ethics with no dis- ruption of ethics
ruption
Group Student’s presence Student’s presence con- Student’s presence
dynamic highly contributes to tributes to better group often disrupts group/
better group discus- discussions/work class discussions/work
sions/work
Penilaian
Penilaian dan penentuan nilai akhir didasarkan pada beberapa kriteria peni-
laian sebagai berikut:
Bobot Maximum
Assessment Tools
(%) Score
Kuis (5X) 10 100
Nilai Pre-lab (14X) 10 100
Tugas/Pekerjaan Rumah 5 100
Ujian Tengah Semester 20 100
Ujian Akhir Semester 20 100
Makalah (Kelompok) 5 100
Presentasi (Kelompok) 5 100
Laporan praktikum 15 100
Partisipasi kelas dan kehadiran 10 100
Skor Maksimum 100
Huruf mutu didasarkan pada nilai total dari kriteria penilaian di atas sebagai
berikut: A : > 80; AB : 75-79 B:70-74; BC : 65-69; C:55-64; D : 45-54; E: <45
xii
1
Praktikum 1:
Utilitas Industri Pangan dan Pengendalian
Otomatik
1.3. Prinsip
Pemanasan di industri pangan dapat dilakukan secara langsung maupun tidak
langsung. Pada pemanasan tidak langsung digunakan alat penukar panas, sehingga
bahan pangan tidak mengalami kontak dengan medium pemanas. Medium pema-
nas yang banyak digunakan baik untuk pemanasan langsung maupun tidak lang-
sung adalah uap panas (steam). Uap panas digunakan dalam pengukusan, sterilisasi,
blansir, pemanas pada drum dryer dll. Uap panas dihasilkan oleh boiler atau steam
generator, yang mengubah air menjadi uap panas. Sumber panas yang digunakan
bisa berasal dari pembakaran bahan bakar ataupun elemen listrik.
1
2 Utilitas Industri Pangan dan Pengendalian Otomatik
Prinsip kerja boiler adalah sebagai berikut: Air dialirkan dalam pipa-pipa mela-
lui filter, kemudian masuk ke penampung air. Air disuplai ke dalam ruang pema-
nasan menggunakan pompa suplai kemudian dipanaskan oleh heater manghasilkan
uap panas. Uap ini akan ditampung dalam ketel uap. Dari ketel uap, uap akan dike-
luarkan melalui pipa pengeluaran utama yang dilengkapi dengan kran utama,
selanjutnya melalui pressure reducer/reducing valve.
Kompresor bekerja memampatkan udara sehingga menghasilkan udara berte-
kanan. Motor untuk menggerakkan pompa pada kompresor bisa motor listrik mau-
pun motor bakar (mesin diesel). Udara bertekanan diperlukan dalam pengering
semprot untuk atomisasi, untuk sistem hidrolik dalam proses pengisian produk
pangan dan pengeliman (sealing) kemasan, suplai udara untuk fermentor, juga seba-
gai alat transport bahan yang memanfaatkan laju aliran fluida, yaitu bahan-bahan
kering yang difluidasi dan lain-lain.
Prinsip kerja dari kompresor adalah motor (listrik atau diesel) akan menggerak-
kan piston menggunakan sistem transmisi sabuk (V-belt). Piston akan memampat-
kan udara menjadi udara bertekanan tinggi. Udara ini akan terdesak dan masuk ke
tangki kompresor. Apabila tekanan udara dalam tangki mencapai setting point,
sistem pengendali tekanan akan memutus arus listrik ke motor penggerak sehingga
pompa berhenti. Udara bertekanan yang akan digunakan dikeluarkan melalui katup
keluaran dan saluran pipa yang dilengkapi penunjuk tekanan dan reducing valve.
Pada saat udara ditekan, maka udara menjadi lewat jenuh dan uap air mengembun
dalam tangki udara bertekanan. Oleh karena itu, secara periodik air yang mengem-
bun dalam tangki harus dikeluarkan melalui katup drain.
Langkah-langkah dasar dalam pengendalian proses meliputi: Mengukur varia-
bel proses, membandingkan dengan setting point (standar) dan jika ada error mela-
kukan tindakan koreksi. Dalam sistem pengendalian otomatik elemen-elemen
pengendalian proses terdiri dari: sensor (sensing elements), transmitter, pengendali
(controller) dan aktuator (final control element). Sensor mengukur variabel proses,
transmitter mengubah dan mengirimkan sinyal dari sensor ke pengendali, pengen-
dali membaca sinyal dan membandingkan dengan setting point, jika ada perbedaan
maka akan mengaktifkan aktuator untuk koreksi. Aktuator yang digunakan tergan-
tung pada proses yang dikendalikan, jika menyangkut aliran fluida bertekanan
digunakan katup solenoid, jika menggunakan arus listrik untuk motor atau pema-
nas listrik digunakan kontaktor. Jenis-jenis sensor dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Contoh skema pengendalian suhu proses dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Steam
1.5. Pustaka
Canovas GV, Ma L dan Barletta B. 1997. Food Engineering Laboratory Manual. Technomic Pub-
lishing Co., Inc. Lancaster-USA.
Singh RP and Heldman DR. 2001. Introduction to Food Engineering. Academic Press, London.
Sharma SK., Mulvaney SJ dan Rizvi SSH. 2000. Food Process Engineering: Theory and Labora-
tory Experiments. Wiley Interscience, New York.
Toledo RT. 1991. Fundamentals of Food Process Engineering. 2nd Ed. Van Nonstrand Rein-hold,
New York.
2
Praktikum 2:
Kesetimbangan Massa
2.3. Prinsip
Kesetimbangan massa sangat penting dalam perancangan proses baru untuk
industri pangan maupun dalam analisis ekonomi teknologi alternatif dan modifikasi
proses untuk meningkatkan hasil atau rendemen. Perhitungan kesetimbangan
massa digunakan dalam analisis satuan operasi atau proses pemisahan (seperti pro-
ses pembersihan, pencucian, sortasi, pengupasan, pemekatan, kristalisasi, evaporasi
dan penge ringan) maupun pencampuran untuk menghasillkan produk dengan
karakteristik yang diinginkan (seperti pengenceran, pembuatan formula campuran
dan emulsifi kasi).
Prinsip dasar yang digunakan dalam perhitungan kesetimbangan massa (mate-
rial balance) adalah hukum konservasi massa. Berdasarkan hukum konservasi massa,
kuantitas massa yang masuk ke dalam sistem sama dengan kuantitas massa yang
keluar dari sistem ditambah massa yang terakumulasi dalam sistem. Hukum terse-
but dapat dituliskan sebagai persamaan berikut:
5
6 Kesetimbangan Massa
Contoh 2:
Tentukan massa kristal gula yang bisa dihasilkan dari proses kristalisasi gula
dengan menggunakan bahan baku 500 kg nira pekat dengan kandungan sukrosa
75%. Proses kristalisasi dilakukan dengan menurunkan suhu sampai 15oC dan
diketahui konsentrasi larutan sukrosa jenuh pada 15oC adalah 66%.
Jawab:
Kasus ini merupakan contoh penerapan prinsip kesetimbangan massa pada
proses kristalisasi gula. Nira yang pekat jika diturunkan suhunya akan menjadi
lewat jenuh, karena larutan jenuh pada suhu yang lebih rendah akan mengandung
gula yang lebih rendah. Kristalisasi akan menghasilkan fraksi larutan jenuh dengan
kandungan sukrosa yang lebih rendah dan fraksi kristal gula. Kristalisasi gula
dalam kasus ini dapat digambarkan dalam diagram berikut:
Kesetimbangan massa total : 500kg = A + B
Kesetimbangan massa air : 0.25(500)kg = 0.34, B = 0.25(500)/0.34 = 367.6kg
Substitusi ke kesetimbangan massa total 500kg = A + 367.6 A = 500 – 367.6 =
132.4kg
8 Kesetimbangan Massa
Contoh 3:
Selai dibuat dari 45% buah dan 55% gula. Selai juga harus mempunyai total
padatan terlarut minimal 65% untuk membentuk gel yang baik. Proses pembuatan
selai secara garis besar meliputi pencampuran buah dan gula, penambahan pektin
dan dilanjutkan pemekatan sampai mencapai total padatan terlarut 65%. Jumlah
pektin yang ditambahkan tergantung pada jumlah gula dan derajat kemurnian
(grade) pektin (dibutuhkan 1 kg pektin grade 100 untuk 100 kg gula agar dihasilkan
gel yang baik). Jika buah dengan total padatan 10% dan pektin grade 100 digunakan
untuk membuat 500 kg selai, hitunglah berat buah, gula dan pektin yang dibutuh-
kan. Total padatan terlarut yang terukur dianggap hanya berasal dari buah dan
gula.
Jawab:
Kasus ini merupakan contoh penerapan kesetimbangan massa dalam formulasi
atau proses pencampuran dan pemekatan (evaporasi). Proses pembuatan selai terse-
but dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut.
2.4. Pustaka
Harper JC. 1982. Element of Food Engineering. The Avi Publishing Company, Inc., Westport.
Connecticut
Toledo RT. 1991. Fundamentals of Food Process Engineering, 2nd ed., Van nostrand Reinhold,
New York.
Valentas K.J, Rotstein. E, Singh RP. 1997. Handbook of Food Engineering Practice. CRC Press,
Boca Raton, New York.
3
Praktikum 3:
Pembersihan dan Pengupasan
3.3. Prinsip
Operasi pembersihan adalah pemisahan kotoran dan kontaminan dari bahan
baku. Pengertian kontaminan ini mencakup adanya bahan-bahan yang membahaya-
kan, bahan atau bagian yang tidak bisa dimakan, dan bahan-bahan yang secara etika
dan kebiasaan tidak seharusnya ada pada produk pangan. Karena itulah maka
operasi pengupasan sering pula dimasukkan dalam kategori operasi pembersihan,
karena operasi pengupasan membuang bagian yang tidak layak dimakan dan
mengurangi kontaminan, khususnya jumlah mikroba. Secara lebih detail, jenis-jenis
kontaminan bisa dilihat Tabel 3.1.
11
12 Pembersihan dan Pengupasan
Tabel 3.1. Jenis-jenis kotoran dan kontaminan pada hasil pertanian dan bahan men-
tah industri pangan
Jenis Kontaminan Contoh
Mineral Tanah, batu, pasir, kerikil, pelumas, pecahan gelas
Logam Logam besi dan non besi, baut
Bagian kayu, ranting, daun, tangkai, kelopak, kulit buah,
Bagian tanaman
tempurung, kulit kayu
Eskreta binatang (kotoran, urin, dll); rambut, bulu, telur
Bagian hewan
serangga, larva, bercak darah, bagian serangga
Bahan kimia Residu pupuk, pestisida
Mikroba Bakteri, kapang dan khamir
Produk metabolisme
Warna, bau, dan toksin
mikrobiologis
pengupasan dengan alasan peningkatan mutu atau pun peningkatan nilai tambah
tertentu.
Selain operasi pengupasan, yang termasuk operasi pemisahan bagian yang
tidak layak dimakan (inedible portion) dan bagian yang bisa dimakan (edible portion)
ini adalah husking, pitting, coring, dan shelling.
1. Huller
2. Polisher
3. Abrasive Peeler
3.5. Pustaka
Canovas GV, Ma L, Barletta B. 1997. Food Engineering Laboratory Manual. Technomic
Publishing Co., Inc. Lancaster-USA.
Sharma SK, Mulvaney SJ, Rizvi SSH. 2000. Food Process Engineering: Theory and Laboratory
Experiments. Wiley Interscience, New York.
Toledo RT. 1991. Fundamentals of Food Process Engineering. 2nd Ed. Van Nonstrand Reinhold,
New York.
4
Praktikum 4:
Sortasi dan Grading
4.3. Prinsip
Proses pemilihan (sortasi) bahan pangan berperan dalam mengendalikan efekti-
fitas dari berbagai proses pengolahan pangan. Bahan pangan yang telah disortir
akan memiliki berat, ukuran atau bentuk yang lebih seragam. Proses sortasi juga
dapat memisahkan bahan baku yang bermutu rendah, mengandung penyakit, atau
berwarna tidak sama. Proses sortasi juga dapat memisahkan bahan-bahan asing
yang terbawa dalam bahan baku.
Proses pengkelasan (grading) bahan pangan berperan dalam menentukan mutu
produk pangan yang dihasilkan. Bahan pangan yang seragam dengan kelas yang
sama akan mudah ditangani dan diproses dalam operasi secara mekanis. Karakter
19
20 Sortasi dan Grading
bahan baku yang seragam juga akan menjamin keseragaman di dalam proses pin-
dah panas selama proses pengolahan. Selain itu, dengan ukuran, bentuk dan spesifi-
kasi yang seragam, bahan pangan tersebut akan lebih menarik bagi konsumen.
Tahap sortasi dan grading perlu dilakukan agar bahan baku yang akan diguna-
kan di dalam proses pengolahan pangan sesuai dengan spesifikasi alat pengolah.
Industri pangan sebagian masih menerapkan proses sortasi dan grading secara ma-
nual oleh pekerja yang telah terlatih. Sebagian industri pangan lainnya melakukan
proses sortasi dan grading secara mekanik, antara lain menggunakan prinsip pemi-
sahan berdasarkan berat, ukuran, bentuk, dan warna bahan pangan. Sebagai contoh,
proses aspirasi dan filtrasi dapat digunakan untuk memisahkan bahan pangan,
seperti kacang-kacangan, biji-bijian dan tanaman polong ke dalam kelas-kelas ber-
dasarkan beratnya.
Di dalam proses sortasi, bahan pangan yang masuk akan menghasilkan produk
hasil sortasi yang dikehendaki dan residu atau bahan apkiran yang ingin dipisahkan
dari produk. Efektivitas proses sortasi/grading dapat dihitung dengan rumus beri-
kut:
P. X p .R(1 X r )
Effektivitas sortasi/grading = (4.1)
F . X f .F (1 X f )
dimana:
P (kg s-1) : laju aliran produk
F (kg s-1) : laju aliran pemasukan bahan (umpan)
R (kg s-1) : laju aliran bahan apkiran
Xp : fraksi massa bahan yang diinginkan dalam produk
Xf : fraksi massa bahan yang diinginkan pada umpan
Xr : fraksi massa dari bahan yang diinginkan pada bahan apkiran
4.5. Pustaka
Canovas GV, Ma L, Barletta B.. 1997. Food Engineering Laboratory Manual. Technomic
Publishing Co., Inc. Lancaster-USA.
Sharma SK, Mulvaney SJ, Rizvi SSH. 2000. Food Process Engineering: Theory and Laboratory
Experiments. Wiley Interscience, New York.
Toledo RT. 1991. Fundamentals of Food Process Engineering. 2nd Ed. Van Nonstrand Reinhold,
New York.
Wirakartakusumah A, Subarna, Arpah M, Syah D, Budiwati IS. 1992. Petunjuk Laboratorium
Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
5
Praktikum 5:
Pengecilan Ukuran
5.3. Prinsip
Pengecilan ukuran merupakan suatu operasi yang penting dalam proses pengo-
lahan pangan. Tujuan dari proses pengecilan ukuran adalah untuk: (a) memperluas
permukaan bahan, sehingga bahan lebih mudah diekstrak, dikeringkan, dimasak,
diblansir; (b) meningkatkan efisiensi proses pengadukan; dan (c) memenuhi standar
ukuran produk tertentu.
23
24 Pengecilan Ukuran
Pengoperasian Alat
Operasikan alat reduksi ukuran sesuai standar operasional seperti dijelaskan
berikut ini. Berdasarkan bentuk dan cara operasi kerja alat pengecil ukuran yang
diamati, lakukan analisis jenis gaya apa yang dominan.
a. Standar operasional slicer
1. Pasang piringan pisau sesuai dengan bentuk produk yang akan dihasilkan.
2. Pasang steker.
3. Masukan bahan ke dalam silinder pengiris pada alat. Atur supaya bahan berada
pada zona kerja pengiris (tidak di luar area pergerakan pisau pengiris).
4. Atur tuas penekan sehingga tepat di atas bahan.
5. Hidupkan mesin dengan menekan tombol ON.
6. Tekan tuas penekan dan tampung hasil dari corong keluaran.
7. Matikan mesin dengan mengangkat tuas sampai lempeng penekan di atas
permukaan silinder pengiris atau dengan cara menekan tombol OFF.
8. Bersihkan alat.
b. Standar Operasional Meat Saw
Praktikum Teknik Pangan 27
1. Pasang gergaji.
2. Pasang steker.
3. Letakkan bahan di meja bahan dan ditahan dengan blok penahan.
4. Dorong meja bahan ke arah gergaji yang berputar, sehingga gergaji memotong
bahan tersebut.
5. Matikan alat.
6. Bersihkan alat yang telah digunakan.
c. Standar Operasional Grinder
1. Pasang steker.
2. Pasang pisau.
3. Masukan bahan.
28 Pengecilan Ukuran
4. Tutup chopper.
5. Hidupkan alat.
6. Set kecepatan putaran pisau.
7. Lakukan choppping.
8. Matikan alat.
9. Ambil bahan.
10. Bersihkan alat.
e. Standar Operasional Bowl Chopper
1. Pasang steker.
2. Buka penutup bowl chopper.
3. Masukan bahan
4. Tutup bowl chopper.
5. Hidupkan alat dengan menekan ON.
6. Lakukan cutting.
7. Matikan alat.
8. Angkat bahan dan bersihkan alat.
f. Standar Operasional Willey Mill
5.5. Pustaka
Wirakartakusumah A, Subarna, Arpah M, Syah D, Budiwati IS. 1992. Petunjuk Laboratorium
Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
6
Praktikum 6:
Pencampuran, Emulsifikasi
dan Homogenisasi
6.3. Prinsip
Proses pencampuran, homogenisasi dan sentrifugasi adalah tahapan proses
pengolahan yang sering dilakukan di industri pangan. Pencampuran (mixing) adalah
proses mencampurkan dua atau lebih komponen sehingga diperoleh campuran
31
32 Pencampuran, Emulsifikasi dan Homogenisasi
1. Set pengatur tekanan pompa, sesuai dengan ukuran partikel produk akhir.
2. Pasang wadah pada tempat pengeluaran produk.
3. Pasang steker.
4. Hidupkan mesin dengan menekan tombol ON.
5. Masukan bahan melalui tempat pemasukan bahan
6. Atur kecepatan aliran produk dengan mengatur keran aliran produk.
7. Matikan mesin dengan menekan tombol OFF.
8. Bersihkan alat
d. Rotor-stator homogenizer
1. Pasang turrax (2) sesuai dengan ukuran partikel produk akhir yang diharap-
kan.
2. Letakan wadah bahan yang akan dihomogenisasi di bawah turrax.
3. Atur ketinggian turrax (3), sehingga bagian bawah dari turrax tercelup ke
dalam bahan.
4. Pasang Steker.
5. Hidupkan mesin dengan menekan tombol ON.
6. Matikan mesin dengan menekan tombol OFF.
7. Angkat turrax dan keluarkan wadah yang berisi bahan yang telah dihomoge-
nisasi.
8. Bersihkan alat.
6.5. Pustaka
Canovas,G.V., Ma,L dan B. Barletta. 1997. Food Engineering Laboratory Manual. Technomic
Publishing Co., Inc. Lancaster-USA.
Sharma,S.K., Mulvaney,S.J. dan Rizvi,S.S.H. 2000. Food Process Engineering: Theory and
Laboratory Experiments. Wiley Interscience, New York.
7
Praktikum 7:
Ekstraksi, Filtrasi dan Sentrifugasi
7.3. Prinsip
Separasi adalah tahapan yang sering dilakukan dalam proses pengolahan
pangan. Separasi adalah proses pemisahan komponen dari suatu campuran, baik
dengan proses ekstraksi, filtrasi maupun sentrifugasi.
Ekstraksi adalah pemisahan satu komponen yang dikehendaki dari campuran
suatu bahan. Contohnya adalah ekstraksi minyak yang dilakukan untuk mengelu-
arkan minyak dari suatu bahan pangan yang mengandung minyak. Proses ekstraksi
37
38 Ekstraksi, Filtrasi dan Sentrifugasi
dapat dilakukan dengan cara mekanik (mechanical expression), cara rendering dan
solvent extraction (solid-liquid dan liquid-liquid extraction).
Ekstraksi secara mekanik terdiri dari dua jenis yaitu pengepresan hidraulik
(hydraulic pressing) (Gambar 7.1) dan pengepresan dengan screw (expeler pressing).
Pengepresan mekanik sering digunakan untuk mengekstrak minyak yang berasal
dari bahan biji-bijian. Cara ini efektif untuk memisahkan minyak dari bahan yang
mempunyai kandungan minyak sekitar 30-70%. Tipe pengepresan secara mekanik
ini juga digunakan untuk mengekstrak gula tebu dimana bahan ditekan atau diperas
diantara dua roll metal sehingga cairan bahan (juice) terekstrak keluar.
Cara ekstraksi dengan pelarut organik (solvent extraction) didasarkan pada sifat
kelarutan bahan yang akan diekstrak pada pelarut yang polar atau non-polar.
Ekstraksi minyak atau lemak dengan solvent extraction biasa menggunakan pelarut
non-polar, seperti petroleum eter, gasoline, karbon tetra klorida, benzene, dan n-heksan.
Ekstraksi dengan fluida superkritis didasarkan pada ekstraksi bahan pada kon-
disi atmosfer yang diberi tekanan sampai mencapai kondisi di atas titik kritisnya
(50–250 Bar). Dengan adanya tekanan tersebut, suhu yang digunakan tidak terlalu
tinggi (20–60oC) sehingga dapat menahan kerusakan bahan akibat pemanasan. Kar-
bondioksida adalah jenis fluida atau pelarut yang biasanya digunakan dalam eks-
traksi fluida superkritis ini.
Proses filtrasi pada umumnya menggunakan teknologi membran yang dikenal
dengan istilah membran filtration. Dalam filtrasi membran, membran berperan seba-
gai selective barier untuk memisahkan komponen tertentu.
Cara pemisahan komponen lain yang dapat dilakukan adalah sentrifugasi yaitu
pemisahan berdasarkan gaya sentrifugal untuk mempercepat proses sedimentasi.
Praktikum Teknik Pangan 39
Prinsip ini juga diaplikasikan pada proses pemisahan susu menjadi krim dan skim
pada alat cream separator.
7.5. Pustaka
Canovas,G.V., Ma,L dan B. Barletta. 1997. Food Engineering Laboratory Manual. Technomic
Publishing Co., Inc. Lancaster-USA.
Sharma,S.K., Mulvaney,S.J. dan Rizvi,S.S.H. 2000. Food Process Engineering: Theory and
Laboratory Experiments. Wiley Interscience, New York.
Ramaswamy, H, dan M Marcotte. 2005. Food Processing: Principles and Applications. CRC
Press, Boca Raton.
8
Praktikum 8:
Aliran Fluida Dalam
Sistem Pipa dan Pompa
8.3. Prinsip
8.3.1. Aliran Fluida
Bahan dan produk pangan cair (fluida) dapat diklasifikasikan berdasarkan
kekentalannya dan kemudahannya untuk mengalir. Sifat aliran fluida sangat pen-
ting diketahui dan berperan penting dalam proses pengolahan produk pangan.
41
42 Aliran Fluida Dalam Sistem Pipa dan Pompa
Dalam proses pengolahan pangan, bahan atau produk cair akan dialirkan dari satu
tahap proses ke tahap proses lain hingga ke tahap pengemasan.
Fluida dapat dikelompokkan menjadi fluida Newtonian dan non-Newtonian.
Fluida Newtonian adalah cairan yang nilai kekentalannya tidak diperngaruhi oleh
besarnya gaya yang mengalirkan atau menggerakkannya, misalnya air, minuman
ringan, larutan gula encer, larutan asam dan larutan garam (biasanya larutan yang
encer). Fluida non-Newtonian adalah fluida yang tidak memiliki nilai viskositas
yang konstan, karena nilai kekentalannya dipengaruhi oleh gaya yang mengenai-
nya. Contoh fluida non-Newtonian adalah saus, kecap, madu, dsb (biasanya larutan
yang pekat). Fluida non-Newtonian dikelompokkan menjadi pseudoplastik (viskosi-
tas menurun dengan semakin meningkatnya gaya) dan dilatan (viskositas mening-
kat dengan semakin meningkatnya gaya).
(1) Pengukuran Viskositas Fluida
Kekentalan atau viskositas adalah salah satu karakteristik fluida yang meng-
gambarkan gaya hambat atau friksi internal yang mempengaruhi kemampuan
mengalir suatu fluida. Sifat kekentalan dan sifat aliran produk pangan cair dapat
diukur dengan menggunakan viskometer. Nilai viskositas dinyatakan dengan
satuan N detik/m2 atau Pascal detik (untuk sistem MKS) atau dyne detik/cm2 atau
poise (P) (untuk sistem cgs). Satu poise = 100 centipoise (cP) atau 1 cP = 10-3 Pa.detik
atau 1 mPa.detik (dapat ditulis Pa.s atau mPa.s). Terdapat beberapa jenis viscometer
yang dapat digunakan untuk mengukur viskositas suatu fluida, di antaranya adalah
rotary viscometer dan forced flow tube atau capillary viscometer.
(a) Rotary viscometer
Rotary viscometer didasarkan pada gaya rotasi oleh spindle yang dapat berputar
yang menyebabkan pergerakan dari cairan dan dapat diatur kecepatan putarnya
(Gambar 8.1). Spindle ada yang berbentuk silinder atau lempeng (plate). Spindle
berbentuk silinder umumnya digunakan untuk mengukur cairan fluida yang encer,
sedangkan spindle plate dapat digunakan untuk sampel yang lebih kental. Pengu-
kuran viskositas apparent (a) dilakukan pada kecepatan rotasi spindle tertentu.
Dalam viskometer rotasi dikenal istilah torque dengan satuan dyne-cm. Torque
dapat juga dinyatakan sebagai persen terhadap maksimum kecepatan rotasi dari
spindle. Bila torque (A) menunjukkan nilai 100%, berarti spindle berputar pada kece-
patan maksimumnya, sedangkan bila torque 0% berarti spindle berada dalam
keadaan diam. Spindle yang digunakan pada rotary viscometer memiliki faktor kon-
versi ke viskositas untuk kecepatan rotasi tertentu (Tabel 8.1). Nilai viskositas dapat
dihitung dari % torque yang terbaca pada alat dikalikan dengan faktor konversi pada
tabel pada kecepatan rotasi yang bersesuaian. Sebagai contoh, bila suatu cairan dila-
kukan pengukuran viskositas pada kecepatan rotasi 6 rpm dengan spindle #3, nilai
torque yang terbaca adalah 40.6%. Dengan demikian, nilai viskositas adalah 40.6%*
200 = 8120 mPa.s = 8.12 Pa.s. Nilai viskositas yang terbaca adalah viskositas apparent,
sehingga nilainya dapat berbeda bila diukur pada kecepatan rotasi yang berbeda.
Sebagai catatan, jika ingin membandingkan karakteristik beberapa jenis fluida, maka
jenis dan kecepatan spindle harus sama.
pressure drop sebesar 700 Pa setelah diberi gaya alir ke dalam tabung viskometer
berdiameter 0,75 cm dan panjang 30 cm dengan laju aliran 50 cm3/detik. Tentu-
kanlah viskositas dari cairan tersebut!
Jawab:
Diketahui: P = 700 Pa, D = 0,75 cm atau R = 0,375 cm = 0,00375 m, L = 30cm = 0.3 m
Q = 50 cm3/detik.
50
Q= V / A, sehingga V 113,18 cm / s 1,1318 m / s
0.375 2
PR 2 700 * (0,00375) 2
Viskositas apparent = a 0,003624 Pa.s
8 LV 8 * 0,3 * 1,1318
Latihan 1:
Diketahui: P = 600 Pa, A = 1,2 cm2, L = 40cm, ρ = 1,5 gr/cm3, dan kec aliran 2
m/detik. Hitung viskositas dari cairan tersebut.
(2) Indeks tingkah laku aliran dan koefisien kekentalan
Karena viskositas dapat memiliki nilai yang berbeda (terutama untuk cairan
non-Newtonian) pada shear stress dan shear rate yang berbeda, maka perlu ada para-
meter lain untuk mengelompokkan sifat fluida, yaitu indeks tingkah laku aliran (n),
koefisien kekentalan (K) dan yield stress (o). Parameter-parameter reologi tersebut
diperoleh dari model matematika yang menghubungkan shear stress dan shear rate.
Shear stress adalah gaya (F) yang diberikan pada bahan per satuan luas (A) yang
dinotasikan dengan (dalam satuan N/m2), sedangkan shear rate adalah perubahan
kecepatan (dv) akibat gaya yang diberikan pada jarak tertentu (dy) yang dinotasikan
dengan (dalam satuan 1/detik atau 1/s). Secara matematis, shear stress dan shear
rate dapat dinyatakan dengan persamaan 8.2 dan 8.3.
F
Shear stress : (N/m2) (8.2)
A
dv
Shear rate : (1/s) (8.3)
dy
Terdapat 2 model matematika yang umum digunakan untuk menentukan
ketiga parameter sifat fluida tersebut yang menghubungkan shear stress dan shear
rate, yaitu model Power Law dan model Herchel-Bulkley (persamaan 8.4 dan 8.5).
Dalam persamaan 8.4 dan 8.5 tersebut, koefisien kekentalan (K) dinyatakan
dalam satuan Pa.sn, sedangkan indeks tingkah laku aliran (n) tidak memiliki satuan.
Nilai n mengidentifikasikan jenis cairan. Nilai n=1 adalah cairan Newtonian, n<1
adalah cairan non-Newtonian pseudoplastik dan n>1 adalah cairan non-Newtonian
dilatan. Pada cairan Newtonian, nilai K sama dengan , yang menunjukkan nilai
viskositas yang konstan (persamaan 8.6).
K (8.6)
Semakin kecil nilai n menunjukkan cairan semakin bersifat pseudoplastik,
sedangkan semakin besar nilai n menunjukkan cairan semakin bersifat dilatan. Sifat
kekentalan cairan non-Newtonian umumnya dapat dilihat dari nilai K, dimana
semakin besar nilai K menunjukkan kekentalan cairan semakin tinggi.
Baik rotary viscometer maupun forced flow viscometer dapat digunakan untuk
menentukan nilai parameter sifat aliran (n, K dan o) sebagai berikut:
(a) Rotary viscometer
Untuk menentukan nilai n dan K perlu diketahui data shear stress dan shear rate
pada berbagai kecepatan rotasi, sehingga akan diperoleh berbagai nilai torque.
Selanjutnya nilai kecepatan rotasi dan torque dikoversi untuk mendapatkan nilai
shear stress dan shear rate. Viskometer umumnya dapat langsung mengkonversi nilai
torque dan kecepatan rotasi menjadi data shear stress dan shear rate. Untuk selanjut-
nya data diolah dengan menggunakan model Power Law untuk dapat ditentukan
nilai n dan K-nya. Shear stress dapat ditentukan dengan persamaan 8.7, sedangkan
shear rate dapat ditentukan dengan persamaan 8.8.
A 1 A
Shear stress : (8.7)
R 2RL 2R 2 L
2RN
Shear rate : (8.8)
dimana: A=torque (%), R=jari-jari silinder spindle, L=panjang silinder spindle, N=
kecepatan rotasi (dalam rpm), dan =jarak (gap) antara dinding silinder spindle
dengan dinding dalam wadah.
Contoh 2:
Rotary viscometer digunakan untuk menentukan viskositas apparent (a) dari
sambal. Spindle yang digunakan adalah spindle #4 yang mengukur sampel pada 4
kecepatan rotasi, yaitu 2, 4, 10 dan 20 rpm (hasil pengukuran disajikan dalam Tabel
8.2). Spindle memiliki diameter 1 cm dan panjang 6 cm. Wadah memiliki diameter
1.5 cm. Konstanta viskometer untuk spindle #4 tersebut adalah 7187 dyne/cm (full
scale). Tentukan koefisien kekentalan (K) dan indeks tingkah laku aliran (n).
46 Aliran Fluida Dalam Sistem Pipa dan Pompa
Jawab:
Persamaan umumnya adalah : = K()n
Langkah yang pertama adalah konversikan hasil pengukuran spindle ke
Torque. Langkah selanjutnya adalah cari dan . Buat dalam bentuk Tabel (lihat
Tabel 8.3).
Torque (A) = % full scale x 7187
A A
0,106 A
2R L 2 x3,4 x0,5 2 x6
2
Plot-kan nilai dan pada kertas log. Nilai K diperoleh pada saat = 1. Nilai n
adalah slope dari garis lurus persamaan. Ambil 2 titik pada nilai yang “bulat”,
misalnya 10 dan 100. Hitung n.
log 2 log 1
n
log 2 log 1
K = antilog
Hitung K dan n.
(b) Viscometer tabung (forced flow viscometer)
Sama halnya pada rotary viscometer, untuk penentuan nilai n dan K suatu fluida
dengan viskometer tabung diperlukan data shear stress dan shear rate. Pengukuran
dengan forced flow viscometer dilakukan dengan cara mengalirkan bahan di dalam
tabung pada laju aliran yang berbeda-beda. Nilai shear stress ditentukan dengan per-
samaan 8.9, sedangkan nilai shear rate ditentukan dengan persamaan 8.10 (untuk
Newtonian) dan persamaan 8.11 untuk non-Newtonian. Hubungan antara laju
aliran dengan perubahan tekanan (pressure drop) tersebut kemudian dicatat dalam
bentuk Tabel.
( P1 P 2) R PR
Shear stress : (8.9)
2L 2L
48 Aliran Fluida Dalam Sistem Pipa dan Pompa
dV 4V
Shear rate : Newtonian (8.10)
dr R
dV 4V 3 1
Non-Newtonian (8.11)
dr R 4 4n
dimana (P) adalah pressure drop pada laju aliran (flow rate) tertentu, R=jari-jari silin-
der viskometer, L=panjang silinder viskometer, dan V= kecepatan rata-rata aliran
fluida dalam silinder. Sedangkan n merupakan faktor konversi, yang merupakan
slope grafik hubungan antara log 4V/R dan log (jika n=1, maka cairan merupakan
Newtonian, dan jika n#1, maka cairan adalah Non-Newtonian.
Contoh 3:
Contoh berikut adalah bagaimana viskometer tabung digunakan untuk menen-
tukan parameter sifat aliran dari cairan yang bersifat non-Newtonian, yaitu indeks
tingkah laku aliran (n) dan indeks kekentalan (K). Suatu bahan cair yang memiliki
densitas 1,09 g/cm3 dialirkan ke dalam viskometer tabung berdiameter 1,27 cm dan
panjang silinder 1,219 m. Dari hasil pengukuran, diperoleh data pressure drop (P)
pada berbagai laju aliran yang dinyatakan sebagai berat cairan yang keluar dari
tabung per detik (lihat Tabel). Tentukan indeks tingkah laku aliran (n) dan koefisien
kekentalan (K) dari cairan tersebut.
Data pressure drop pada berbagai laju aliran
(P1 – P2), kPa Laju aliran (g/detik)
19,197 17,53
23,497 26,29
27,144 35,05
30,350 43,81
42,925 87,65
Jawab:
Diketahui: D = 1,27 cm atau R = 0,635 cm = 0,00635 m, L = 1,219 m, = 1,09
g/cm3 = 1,09x103 kg/m3
Langkah pertama adalah kita harus memeastikan jenis cairannya dengan
mencari nilai n merupakan slope grafik hubungan antara log 4V/R dan log
(perhatikan Gambar 8.2). Nilai shear stress () diperoleh dengan menggunakan
persamaan 8.9 sebagai berikut:
( P1 P 2) R P(0,00635)
Shear stress : 0,002605P Pa
2L 2 *1,219
q
V 0,007242 q m / s
(1,09 *100 * * 0,00635) 2
3
Rumus shear rate akan ditentukan oleh sifat aliran, apakah Newtonian atau non-
Newtonian. Untuk itu, perlu dibuat plot hubungan antara shear stress dengan laju
Praktikum Teknik Pangan 49
aliran untuk menentukan nilai n, dimana n adalah slope pada persamaan garis
hubungan antara log 4V/R dan log .
q (g/detik) V = 0,007242 q 4 V /R
(P1 – P2), Pa = 0,002605 ΔP
(m/detik)
19.197 50,008 17,53 0,127 79,99
23.497 61,209 26,29 0,190 119,68
27.144 70,710 35,05 0,254 159,99
30.350 79,062 43,81 0,317 199,68
42.925 111,82 87,65 0,635 400,01
Dari persamaan garis, diperoleh hasil bahwa n=0,499 atau n=0,5. Karena
n=0,50, maka cairan bersifat pseudoplatik (Non-Newtonian). Karena fluida non-
Newtonian, shear rate dihitung dengan persamaan 8.11:
4V 3 1
R 4 4n
4(0,007242 q ) 3 1
Shear rate : 5,704 q
0,00635 4 4 x0,5
50 Aliran Fluida Dalam Sistem Pipa dan Pompa
Data pada tabel di atas kemudian diplotkan sebagai hubungan antara shear
stress (sumbu y) dan shear rate (sumbu x). Dari hubungan tersebut dapat diperoleh
nilai n dan K dari model Power Law: = Kn (lihat gambar), yaitu n = 0,5 dan K =
4,995 Pa.sn (antilog dari 0,698).
bangan (pelebaran), dan sambungan (fitting). Faktor pompa berarti berapa daya
pompa yang diberikan yang akan mempengaruhi laju aliran bahan di dalam pipa.
(a) Pompa
Pompa adalah alat atau mesin untuk menghisap atau mengeluarkan fluida
cairan atau udara dan gas dari satu tempat ke tempat lainnya. Dengan pompa peng-
orepasian aliran fluida dapat dikontrol dan dikendalikan dengan efektif dan efisien.
Peralatan pompa dan pemompaan didukung oleh sistem pipa, sambungan serta
tangki-tangki penampung, dimana disainnya akan sangat dipengaruhi oleh sifat
aliran bahan.
Pompa banyak digunakan di indusri pangan, misalnya untuk memindahkan air
untuk keperluan produksi atau memompa susu atau sari buah ke bagian pasteuri-
zer. Pompa juga digunakan untuk memindahkan bahan mentah yang memanfaat-
kan laju aliran fluida, bahan-bahan kering yang difluidasi dan lain-lain. Berdasarkan
cara kerjanya, dikenal pompa tipe ulir, pompa peristaltik, pompa tipe piston, pompa
tipe gir dan pompa sentrifugal.
(b) Pompa Tipe Ulir
Pompa ulir (Gambar 8.2) adalah sejenis pompa yang mengunakan uliran dari
bahan baja tahan atau metal putih. Prinsip kerja dari pompa ulir adalah seperti
gerakan skrup, dimana motor memutar poros sehingga ulir bergerak dan mendo-
rong bahan yang masuk.
Komponen penting dari pompa tipe ulir adalah ulir, motor penggerak, poros
dan selongsong. Pompa ulir berada di dalam selongsong yang berfungsi untuk
menahan bahan agar tidak keluar dari ulir. Bentuk ulir dari pangkal ke ujung sema-
kin mengecil untuk meningkatkan tekanan. Peningkatan tekanan dapat juga dilaku-
kan dengan mendangkalkan ulir, memperbesar poros ulir, memperkecil selongsong
dan mempercepat putaran sesuai dengan kebutuhan industri pangan. Pompa ulir
banyak digunakan dalam industri pangan yang menggunakan bahan pasta atau
adonan. Pompa ulir ini dibedakan antara ulir ganda dan pompa ulir tunggal.
(c) Pompa Peristaltik
Pompa peristaltik (Gambar 8.3) adalah jenis pompa yang dapat memindahkan
bahan secara teratur. Bagian-bagian pompa tipe peristaltik terdiri dari selang, motor
penggerak, silinder dan box (rumah pompa). Prinsip kerja pompa ini adalah gerakan
peristaltik pada selang tertentu. Fluida dialirkan ke dalam selang kemudian ditekan
oleh silinder secara bergantian sehingga fluida terdorong secara peristaltik. Pompa
biasanya bekerja dengan kecepatan 20 rpm. Pompa peristaltik digunakan untuk
52 Aliran Fluida Dalam Sistem Pipa dan Pompa
fluida yang tidak diharapkan membentuk buih pada saat dipompa, misalnya susu
dalam proses pengeringan. Pompa ini dapat dibersihkan secara baik dengan clean in
place.
8.5. Pustaka
Canovas,G.V., Ma,L dan B. Barletta. 1997. Food Engineering Laboratory Manual. Technomic
Publishing Co., Inc. Lancaster-USA.
Singh,R.P. and Heldman,D.R. 2001. Introduction to Food Engineering. Academic Press,
London.
Sharma,S.K., Mulvaney,S.J. dan Rizvi,S.S.H. 2000. Food Process Engineering: Theory and
Laboratory Experiments. Wiley Interscience, New York.
Toledo,R.T. 1991. Fundamentals of Food Process Engineering. 2nd Ed. Van Nonstrand Rein-
hold, New York.
Wirakartakusumah, A., Subarna., Arpah, M., Syah, D., Budiwati, I.S. 1992. Petunjuk Labora-
torium Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
9
Praktikum 9:
Kesetimbangan Energi
dan Pindah Panas
9.3. Prinsip
9.3.1. Prinsip Kesetimbangan Energi
Kesetimbangan energi pada suatu sistem didasarkan pada prinsip/hukum
kekekalan energi, yaitu bahwa energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan,
seperti dinyatakan dengan persamaan 9.1 berikut:
55
56 Kesetimbangan Energi dan Pindah Panas
q T
K( ) (9.3)
A X
dimana:
Praktikum Teknik Pangan 57
xA x x
dimana: T A q , TB q B , dan TC q C
kA A kB A kC A
q x A x B xc
T = T2 –T1 = (9.5)
A kA kB kc
jukkan perubahan dari nilai jari-jarinya. Kecepatan aliran panas dinyatakan dengan
simbol qr.
Q dT
qr kA (9.6)
t dr
Ketebalan pipa dinyatakan dengan r atau dr dan perbedaan suhu antara sisi
luar silinder dengan sisi dalam silinder dinyatakan dengan T atau dT. Sedangkan
luasan yang dilalui oleh panas adalah keliling dari silinder tersebut, sehingga A=
2rL, dimana r adalah jari-jari pipa dan L adalah panjang silinder. Dengan demikian,
persamaan 9.6 dapat dinyatakan menjadi persamaan 9.7.
dT
q r k (2rL) (9.7)
dr
Bila persamaan 9.7 diintegrasikan, maka akan diperoleh persamaan 9.8 berikut:
q r ro dr To
2L ri r
k dT
Ti
qr
ln(ro ri ) k (To Ti )
2L
2Lk (Ti To )
qr (9.8)
r
ln o
ri
(c) Model pindah panas konduksi tunak pada silinder multilayer
Apabila silinder memiliki beberapa lapisan dengan konduktivitas panas dan
jari-jari yang berbeda (Gambar 9.4), maka persamaan 9.8 harus dimodifikasi. Luas
penampang silinder (A) yang dilewati oleh panas untuk masing-masing lapisan
silinder akan berbeda-beda, tergantung pada jari-jari silinder pada setiap lapisan.
Praktikum Teknik Pangan 59
Luas penampang silinder untuk setiap lapisan dinyatakan dengan simbol Alm. Persa-
maan pindah panas untuk setiap lapisan dapat dinyatakan dengan persamaan 9.9.
(Ti To )
q r kAlm (9.9)
(ro ri )
(ro ri )
dimana: Alm 2L (9.10)
r
ln o
ri
q r (ro ri )
Ti To (9.11)
kAlm
q r (r2 r1 )
T1 T2 (9.12)
(kAlm )12
q r (r3 r2 )
T2 T3 (9.13)
(kAlm ) 23
(T1 T3 )
qr (9.14)
r r
( ) (kA )
kAlm 12 l m 23
Model pindah panas konduksi tak tunak lebih kompleks dibanding pindah
panas konduksi tunak. Pindah panas tak tunak sering ditemukan dalam proses
pindah panas selama pemanasan dan pendinginan bahan pangan, terutama bahan
pangan padat, cairan yang kental atau campuran padatan dan cairan dengan kan-
dungan padatan yang lebih tinggi.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, suhu dalam pindah panas unsteady state
merupakan fungsi dari dua (2) peubah bebas (independent variable), yaitu waktu dan
posisi/lokasi. Perubahan suhu terhadap waktu dan posisi dapat dinyatakan dengan
persamaan diferensial parsial seperti dapat dilihat pada persamaan 9.15. Dalam
persamaan ini, T adalah suhu (oC), t adalah waktu (detik) dan x adalah posisi/lokasi
(m).
T k 2T
2 (9.15)
t C p x
Dalam persamaan 9.15 tersebut terlihat bahwa laju perubahan suhu dipenga-
ruhi oleh sifat-sifat fisik konduktivitas panas, panas jenis dan densitas. Ketiga sifat
fisik tersebut dapat dinyatakan menjadi nilai konstanta yang disebut dengan difusi-
tas panas yang dinyatakan dengan satuan m2/s (persamaan 9.16). Semakin besar
difusitas panas, maka laju perubahan suhu per satuan waktu semakin besar. Logam
umumnya mempunyai difusifitas panas yang tinggi disebabkan memiliki kondukti-
vitas panas yang besar dan panas jenis yang kecil. Gas juga mempunyai difusitas
panas yang tinggi disebabkan memiliki densitas yang rendah.
k
(9.16)
C p
(a) Tahanan Pindah Panas Internal dan Eksternal
Apabila sebuah benda dimasukkan ke dalam media cair, maka dalam sistem
tersebut terdapat perbedaan suhu antara medium pemanas dan benda yang menga-
kibatkan terjadinya proses pindah panas. Selama proses pindah panas tak tunak,
suhu di dalam benda padat yang tadinya mempunyai suhu yang seragam di setiap
lokasi akan berubah dan berbeda suhunya tergantung pada lokasi dan waktu.
Dengan mengasumsikan bahwa lokasi yang dimaksud adalah pada pusat benda,
maka proses pindah panas dari fluida (media cair) ke posisi pusat benda akan
mengalami dua macam tahanan, yaitu tahanan terhadap pindah panas konveksi di
lapisan sekitar permukaan benda padat (disebut tahanan eksternal), dan tahanan
terhadap pindah panas konduksi di dalam benda padat itu sendiri (disebut tahanan
internal). Perbandingan antara tahanan konveksi (eksternal) dan tahanan konduksi
(internal) ini dapat dinyatakan secara kuantitatif dengan bilangan tak berdimensi
yang disebut dengan bilangan Biot (Bi) (persamaan 9.17).
Tahanan pindah panas internal
Bi = (9.17)
Tahanan pindah panas eksternal
Praktikum Teknik Pangan 61
Dalam hal ini, tahanan pindah panas internal dinyatakan dengan D/k (kon-
duksi), sedangkan tahanan panas eksternal dinyatakan dengan 1/h (konveksi).
Dengan demikian, persamaan 9.17 dapat dinyatakan dengan persamaan 9.18 beri-
kut:
D / k hD
Bi = (9.18)
1/ h k
Dalam persamaan 9.18 tersebut h adalah koefisien pindah panas konveksi
(W/m2oC) dan k adalah konduktivitas panas benda padat yang dipanaskan/didi-
nginkan (W/moC). Untuk benda yang tak berbatas, D menunjukkan karakteristik
dimensi dari benda (m) yang tergantung pada geometri benda, yaitu jarak terpen-
dek antara pusat benda dan permukaan benda. Untuk benda berbentuk bola, nilai D
adalah sama dengan nilai jari-jari bola. Untuk benda berbentuk silinder tak berbatas,
nilai D adalah jari-jari silinder, sedangkan untuk lempeng tak berbatas nilai D ada-
lah separuh dari ketebalan lempeng.
Besarnya bilangan Biot akan menentukan apakah tahanan eksternal atau inter-
nal yang mendominasi. Dalam hal ini, semakin besar bilangan Biot (Bi) maka sema-
kin dominan proses pindah panas secara konveksi. Secara empiris diketahui bahwa
Bi>40 menunjukkan suatu kondisi dimana tahanan eksternal, yaitu tahanan terha-
dap pindah panas secara konveksi dapat diabaikan. Dengan kata lain, Bi>40 berarti
bahwa nilai koefisien pindah panas konveksi (h) jauh lebih besar daripada konduk-
tivitas panas (k), sehingga proses pindah panas secara konveksi berlangsung secara
spontan dan proses pindah panas secara konduksi merupakan faktor pembatas
dalam proses pemanasan tersebut. Proses kondensasi uap pada permukaan buah-
buahan yang sedang diblansir dengan uap panas merupakan contoh proses dimana
tahanan panas eksternal dapat diabaikan.
Untuk Bi<0.1, maka yang terjadi adalah suatu proses pindah panas dimana
tahanan panas internal (tahanan panas konduksi) dapat diabaikan. Hal ini menun-
jukkan bahwa nilai konduktivitas panas (k) jauh lebih besar daripada nilai koefisien
pindah panas konveksi (h) sehingga proses pindah panas secara konveksi meru-
pakan faktor pembatas. Proses pemanasan logam dapat dianggap sebagai proses
dimana tahanan panasnya dapat diabaikan.
Bila bilangan 0.1<Bi<40, maka baik tahanan panas konveksi maupun konduksi
tak dapat diabaikan. Proses pemanasan makanan kaleng (misalnya tomat dalam
kaleng) merupakan contoh proses pemanasan dimana baik tahanan eksternal mau-
pun internalnya tidak boleh diabaikan.
(b) Model Pindah Panas Tak Tunak Benda Tak Berbatas
(a) Model Pindah Panas dengan Tahanan Internal Diabaikan (Bi<0.1)
Untuk proses pemanasan dengan bilangan Biot (Bi<0.1), maka tahanan internal
bahan terhadap laju penetrasi panas dapat diabaikan. Hal ini akan terjadi pada
proses pemanasan atau pendinginan berbagai logam. Namun hal ini hampir tidak
pernah terjadi pada proses pemanasan atau pendinginan bahan pangan, karena nilai
konduktivitas panas (k) produk pangan biasanya relatif kecil.
62 Kesetimbangan Energi dan Pindah Panas
Dalam prakteknya pada kondisi Bi<0.1 (tahanan internal terhadap pindah panas
diabaikan), suhu produk yang dipanaskan relatif seragam dan dapat dianggap
sama. Hal ini hanya dimungkinkan jika proses pindah panas di dalam bahan ber-
langsung secara instan dan sangat cepat, sehingga tidak terdapat gradien suhu di
dalam bahan. Cara lain untuk mendapatkan kondisi dimana tahanan internal terha-
dap pindah panas dapat diabaikan adalah dengan cara memberikan pengadukan
yang baik (well-mixed) untuk produk pangan cair yang sedang dipanaskan dalam
suatu wadah. Dalam hal ini, tidak akan terdapat perbedaan suhu yang berarti pada
berbagai lokasi dalam produk.
Proses pindah panas dengan dengan Bi<0.1 dapat dinyatakan secara matematis
dengan menurunkan persamaan sebagai berikut: Anggap suatu benda yang mem-
punyai suhu rendah dan seragam, kemudian dicelupkan ke dalam cairan panas
pada suhu Ta. Untuk kondisi tak tunak, kesetimbangan panasnya dapat dinyatakan
dengan persamaan 9.19 berikut:
dT
Q VC p . h. A Ta T (9.19)
dt
dimana Ta adalah suhu medium pemanas, T suhu benda setelah waktu t, dan A
adalah luas permukaan benda. Dengan memisah-misahkan peubah, akan diperoleh:
dT h. A
dt (9.20)
Ta T V .C p
ln Ta - To
hA t
dt
T
(9.21)
Ti
C p .V 0
T T hA
ln a t (9.22)
C .V
Ta Ti p
hA
Ta T t
hA
e Cp.V exp[ t] (9.23)
Ta Ti C p V
Dalam persamaan 9.23 tersebut, Ti adalah suhu awal benda. Persamaan ini
dapat digunakan untuk menduga suhu produk selama proses pemanasan jika
tahanan internal pindah panas dapat diabaikan, atau pada kondisi pindah panas
dimana Bi < 0.1.
(b) Model Pindah Panas dengan Tahanan Internal dan Eksternal (0,1<Bi <40)
Kondisi dimana kedua tahanan internal dan eksternal tidak dapat diabaikan
adalah pada kondisi 0.1<Bi<40. Persamaan matematika yang menggambarkan peru-
bahan suhu pada kondisi ini adalah:
T k 2T
(9.24)
dt Cp dx 2
Praktikum Teknik Pangan 63
Persamaan 9.24 terutama ditujukan untuk benda dengan bentuk tertentu yang
sederhana dan dapat didefinisikan dengan baik, seperti bentuk bola, silinder tak
berbatas dan lempeng tak terhingga. Asumsi yang digunakan adalah bahwa benda
harus mempunyai suhu yang seragam pada t=0 dan bahwa benda ditempatkan
secara instan pada suhu medium pendingin atau pemanas pada t=0.
Persoalan pindah panas dengan tahanan internal dan eksternal dapat dipecah-
kan dan disederhanakan dengan membuat diagram hubungan suhu dan waktu
untuk masing-masing geometri lempeng, silinder dan bola (Gambar 9.5, 9.6, dan
9.7). Diagram hubungan suhu dan waktu ini menggunakan bilangan tak berdimensi
yang disebut bilangan Fourier (Fo) yang diformulasikan dengan persamaan 9.25
berikut:
k t t
Fo 2 (9.25)
Cp D 2
D
Arti fisik dari bilangan Fourier dapat dipelajari dengan memilah persamaan
9.25 tersebut menjadi persamaan 9.26 dan 8.27. Dengan demikian, untuk suatu
volume bahan tertentu, bilangan Fourier dapat diartikan sebagai suatu ukuran laju
konduksi panas per satuan laju penyerapan panas. Semakin besar bilangan Fourier
menunjukkan penetrasi panas yang lebih masuk ke dalam bahan padat pada peri-
ode pemanasan tertentu.
t k 1 / D D 2
Fo (9.26)
D2 CpD 3 /t
Sekarang kembali ke diagram hubungan suhu dan waktu pada Gambar 9.5
(untuk geometri silinder), 9.6 (untuk geometri lempeng tak terbatas) dan 9.7 (untuk
geometri bola). Sumbu ordinat (sumbu y) pada gambar tersebut dinyatakan sebagai
Ta T
perbandingan suhu yang diplotkan dalam skala logaritmik, sedangkan pada
Ta Ti
sumbu aksis (sumbu x) adalah bilangan Fourier (Fo), yaitu t/D2. Grafik-grafik
hubungan suhu-waktu ini disebut dengan Gurnie-Lurrey Chart. Pada perbandingan
suhu tersebut, T adalah suhu benda pada waktu t, Ta adalah suhu medium pemanas,
dan Ti adalah suhu awal. Perbandingan antara (Ta-T) dengan (Ta-Ti) menunjukkan
porsi peningkatan atau penurunan suhu yang masih belum tercapai (unaccomplished
rise or fall in temperature) pada waktu pemanasan tertentu. Penyebut dari perban-
dingan suhu itu (Ta – Ti) merupakan peningkatan atau penurunan suhu maksimum
yang mungkin terjadi, sedangkan pembilang (Ta – T) merupakan perubahan suhu
pada waktu t. Garis-garis yang terdapat pada grafik adalah kebalikan dari nilai
Bilangan Biot (1/Bi atau k/hD).
64 Kesetimbangan Energi dan Pindah Panas
(c) Model Pindah Panas dengan Tahanan Eksternal (Permukaan) yang Diabaikan
(Bi>40)
Kasus dimana Bi>40 menunjukkan bahwa tahanan eksternal pindah panas yang
terjadi di permukaan dapat diabaikan. Penyelesaian soal yang melibatkan Bi>40
dapat dilakukan dengan menggunakan Gurnie-Lurrey Chart (Gambar 9.5, 9.6 dan
9.7) seperti pada untuk kasus 0.1<Bi<40. Namun demikian, untuk kasus Bi>40 digu-
nakan garis yang menunjukkan 1/Bi atau hD/k = 0.
(c) Model Pindah Panas untuk Benda Berbatas (Finite Cylinder Atau Finite Slab)
Jenis-jenis benda yang dipanaskan atau didinginkan dalam proses pengolahan
pangan tentunya tidak merupakan benda dengan ukuran tak berbatas (infinite
object). Bentuk-bentuk yang umum dijumpai adalah bentuk balok, dadu atau pun
silinder. Proses pengalengan, misalnya, merupakan proses pemanasan benda yang
berbentuk kaleng (silinder) dengan diameter dan tinggi tertentu. Untuk benda-
benda demikian, model matematika dapat dikembangkan dari gabungan antara
benda-benda dengan ukuran tak berbatas. Sebuah kaleng dengan diameter D dan
tinggi T misalnya dapat dianggap sebagai bagian perpotongan antara silinder tak
berbatas dengan diameter D (jari-jari = R) dan lempeng tak berbatas dengan kete-
balan T =(2L) (Gambar 9.8). Demikian juga benda berbentuk kubus (balok) diang-
gap sebagai bagian perpotongan antara panjang (p), lebar (l) dan tinggi (t) dari lem-
peng tak berbatas (Gambar 9.9).
Secara ringkas, model pindah panas untuk benda berbentuk silinder berbatas
mempunyai hubungan matematis sebagai berikut:
Ta T T T Ta T
a (9.28)
Ta Ti silinder berbatas Ta Ti silinder tak berbatas Ta Ti lempeng tak berbatas
Hal yang sama dapat diturunkan untuk benda berbentuk balok atau bata yang
berukuran panjang (p), lebar (l) dan tebal (t) (persamaan 9.29).
Ta T T T Ta T Ta T
a (9.29)
Ta Ti balok
berbatas
Ta Ti lempeng tak
berbatas dengan Ta Ti lempeng tak
berbatas dengan Ta Ti lempeng tak
berbatas dengan
ketebalan p ketebalan l ketebalan t
Persamaan 9.28 dan 8.29 di atas dapat digunakan untuk menentukan nilai
perbandingan suhu benda-benda yang mempunyai ukuran geometri tertentu, misal-
nya kaleng silinder yang banyak digunakan untuk proses sterilisasi bahan pangan.
Rumus di atas menggambarkan bahwa proses pemanasan dalam kaleng, khususnya
proses pindah panas ke arah radial akan berlangsung mirip atau sama dengan yang
terjadi pada proses pemanasan benda silinder tak berbatas. Di samping itu, pindah
panas kedua ujung (tutup kaleng) sama dengan pindah panas yang terjadi pada
benda lempeng tak berbatas.
Praktikum Teknik Pangan 65
Gambar 9.5. Diagram T-t : hubungan antara suhu di sumbu silinder dan NFo (t/D2)
66 Kesetimbangan Energi dan Pindah Panas
Gambar 9.6. Diagram T-t : hubungan suhu di “midplane” lempeng tak berbatas dan NFo
(t/D2)
Praktikum Teknik Pangan 67
Gambar 9.7. Diagram T-t : hubungan antara suhu di pusat bola dan NFo (t/D2)
68 Kesetimbangan Energi dan Pindah Panas
Infinite cylinder,
radius R
Infinite slab,
thickness=h
panjang
tinggi
lebar
k t t
Fo 2
Cp D 2
D
(b) Gunakan Gurnie-Lurrey Chart untuk menentukan titik Fo pada sumbu
x. Ingat! gunakan grafik yang sesuai dengan geometri benda (Gambar
9.5, 9.6 dan 9.7).
(c) Hitung 1/Bi. Tarik garis vertikal dari titik nilai Fo sehingga memo-
tong garis k/hD atau 1/Bi yang bersesuaian, kemudian tarik garis
horisontal dari titik perpotongan tersebut sehingga memotong sumbu
y. Garis perpotongan dengan sumbu y tersebut menunjukkan nilai
Ta T
, sehingga nilai T dapat dihitung.
Ta Ti
(3) Bila Bi>40, gunakan juga Gurnie-Lurrey Chart, tetapi gunakan nilai k/hD
atau 1/Bi=0. Dari titik perpotongan tersebut, tarik garis horisontal
Ta T
sehingga memotong sumbu y dan dapat diperoleh nilai . Lalu
Ta Ti
hitunglah nilai T.
4. Untuk lempeng/silinder berbatas:
a. Langkah yang dilakukan sama dengan untuk lempeng/silinder berbatas
dengan menghitung bilangan Biot, 1/Bi, bilangan Fourier, dan menggunakan
Ta T
Gurnie-Lurrey Chart untuk menentukan untuk lempeng/silinder tak
Ta Ti
berbatas.
Ta T
(1) Untuk silinder berbatas, tentukan nilai untuk silinder tak berba-
Ta Ti
tas dan untuk lempeng tak berbatas (ikuti langkah b(2) di atas)
Ta T
(2) Untuk lempeng berbatas, tentukan nilai untuk masing-masing
Ta Ti
lempeng tak berbatas (panjang, lebar dan tingginya) (ikuti langkah b(2)
di atas)
Ta T
b. Hitung dengan menggunakan persamaan untuk lempeng berbatas
Ta Ti
dan persamaan untuk lempeng berbatas.
dibayangkan pada saat memasak air luas permukaan alas adalah panci sedangkan
di bagian atasnya adalah air yang dimasak).
dimana L = tinggi dari vertical plate atau cylinder m); Do = diameter luar (m); ΔT =
selisih antara Tw dan Tf (oK); Tw = T permukaan; Tf = T fluida dan h = w/m2 . oK
Nilai C1 dari persamaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.1 berikut:
Tabel 9.1. Nilai C1 untuk menghitung koefisien pindah panas konveksi
Permukaan Fluida C1
Horizontal cylinder Udara 1.3196
Air 291.1
Vertical cylinder Udara 1.3683
atau plate Air 127.1
Horizontal plate Udara diatas plate Tw > Tf 2.4493
Udara dibawah plate Tw < Tf 2.4493
Udara dibawah plate Tw > Tf 1.3154
Udara diatas plate Tw < Tf 1.3154
D
h. N NU f ( N RE , N Pr ) (9.31)
K
NNU = Nusselt Number
NRE = Reynold Number . D .V /
NPr = Prandtl Number . Cp / K
h = koefisien heat transfer (w/m2 oC)
D = dimensi karakteristik (m) = diameter
K = konduktifitas termal fluida (w/m oC)
ρ = densitas fluida (kg/m3)
V = kecepatan aliran fluida (m/dt)
μ = viskositas (Pa.dt)
Cp = panas jenis (kJ/kg.oC)
Aliran laminar dalam pipa horizontal
NRE < 2100
Untuk (NRE x NPr x D/L) > 100 :
D 0.33 b 0.14
N NU 1.86 ( N RE x N Pr x ) ( )
L w
μw dihitung pada Tdinding pipa
parameter lain dihitung pada Tbulk dari fluida
Tin Tout
T rata-rata fluida
2
Aliran transisi
L/D = 60
2100 < NRE < 10000`
120
Gunakan chart 180
h . Cp 2 3 w 0.14 235
( )( ) ( ) 0.0015
. Cp . V K 103 NRE 104
Aliran turbulen
NRE > 10000
b 0.14
N NU 0.023 N RE
0.8
x N Pr0.33 x ( )
w
Untuk (NRE x NPr x D/L) <100 :
74 Kesetimbangan Energi dan Pindah Panas
D
0.085 ( N RE x N Pr x )
L
N NU 3.66 x ( b ) 0.14
1 0.045 ( N RE x N Pr
D
x ) 0.66
w
L
(4) Kombinasi Konveksi dan Konduksi
T T
q
R1 R 2 Rn R
R untuk :
X
Konduksi ; R
K.A
1
Konduksi ; R
h. A
Jika menggunakan koefisien U (koefisien heat transfer overall)
T
q U . A . T
1
R
UA
Jika pindah panas melalui lempengan, maka A pada semua titik sama
q T T
A 1 R1 R 2 Rn
U
Nilai R untuk:
X
Konduksi R
K
1
Konveksi R
h
Jika pindah panas melalui dinding silinder, maka nilai R untuk:
ln r2 / r1
Konduksi R ( )
2LK
1
Konveksi R
h. A ho
K T2
hi
T Ti
q [ ] Tf
1 ln ro / ri 1
( )
Ao . ho 2LK Ai . hi
Praktikum Teknik Pangan 75
T
q
1
UA
1 1 ln ro / ri 1
UA Ao . ho 2LK Ai . hi
q U ? Ui /U o
q U i . Ai . T U o . Ao . T
Jika dikalikan dengan Ao, maka diperoleh Uo
Ao . T
q U o . Ao . T
1
Uo
1 1 ro . ln ro / ri r
o
U o ho K ri . hi
Jika dikalikan dengan Ai, maka diperoleh Ui
q U i . Ai . T
1 1 r . ln ro / ri r
i i
U i hi K ro . ho
d. Panas dari (dinding) retort (diasumsikan suhu retort pada saat proses pendi-
nginan selesai sama dengan T2)
Qretort = 0
e. Sehingga, total panas yang keluar dari sistem (proses pendinginan) adalah:
Qkeluar sistem = Qkaleng + Qtuna + Qair + Qretort
= 0 + 0 + (-20.9mair kJ/kg) + 0
= – 20.9mair kJ/kg
5. Selesaikan persamaan kesetimbangan energinya
Qmasuk sistem = Qkeluar sistem
345183.6 kJ – 62.7mair kJ/kg = – 20.9mair kJ/kg
41.8mair kJ/kg = 345183.6 kJ
mair = 8257.98 kg = 8258 kg
6. Berikan jawaban dari kasus yang ditanyakan
o o
Untuk mendinginkan ikan tuna kaleng dari 116 C menjadi 35 C, dibutuhkan air
o
pendingin (suhu 20 C) sebanyak 8258 kg.
Contoh 2:
Susu akan disterilisasi dalam sistem UHT dengan menggunakan penukar panas
(heat exchanger) jenis tubular concurrent untuk memanaskannya. Susu dialirkan ke
dalam sistem UHT dengan kecepatan 5000 kg/jam untuk melewati penukar panas
pada suhu 135oC selama 6 detik. Susu yang memiliki suhu awal 15oC dan penukar
panas yang memiliki tekanan uap 313.18 kPa dan 100% kualitas uap air (artinya
seluruh uap air berada dalam fase gas dan digunakan sebagai media pemanas).
Hitunglah laju aliran dari uap air (media pemanas) (ms, kg/jam) yang harus masuk
ke dalam penukar panas agar kondisi proses yang diinginkan tercapai. Diketahui
panas jenis susu adalah 3,894 kJ/kgoC.
Jawab:
1. Definisikan proses yang menjadi target (gambarkan diagram proses, jika perlu),
dan apa yang ingin dicari
Dari soal ini, proses yang menjadi target adalah proses sterilisasi, dengan suhu
135C Yang ingin dicari adalah laju aliran uap air (media pemanas) yang dibu-
tuhkan. Yang menjadi input adalah susu dan uap air (steam), sedangkan yang
keluar adalah produk susu dan kondensat. Diagram harus diberi keterangan
dengan variabel yang diketahui atau tidak diketahui, baik yang masuk maupun
keluar dari sistem. Diagram dari sistem dapat digambarkan sebagai berikut:
2. Tentukan basis perhitungan
Dalam soal ini, kecepatan aliran susu 5000 kg/jam dipilih sebagai basis perhi-
tungan.
3. Tulis persamaan kesetimbangan energinya.
Kesetimbangan energinya adalah merupakan kesetimbangan antara jumlah dari
energi yang masuk (Qin) dengan energi yang keluar dari sistem (Qout).
78 Kesetimbangan Energi dan Pindah Panas
Tanya : q = ? 40 m
Jawab :
T
q
ln (r0 / ri )
2LK 115 oC 90 oC
(115 90) 0C
q
ln (5 / 3)
w di
2 . 40 m . 43 0 6 cm
m C
do
q W 10 cm
80 Kesetimbangan Energi dan Pindah Panas
Contoh 2:
Kecepatan pindah panas (q/A) dari suatu plate metal = 1000 w/m2. suhu permu-
kaan plate = 120oC dan suhu ruang = 20oC. Berapa nilai dari koefisien heat transfer?
Jawab:
Karena kasus ini merupakan proses pindah panas konveksi, maka penyelesaiannya
dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus penyelesaian pindah panas secara
konveksi.
Diketahui :
T1 = 120 0C
T2 = 20 0C
q/A = 1000 w/m2
Tanya : h = ?
Jawab :
q
h x T
A
q
h
A x T
1000 w / m 2 w
h 10 2 0
(120 20) C
0
m C
Contoh 3:
Sebuah pipa dengan diameter dalam (di) = 2.5 cm digunakan untuk membawa
cairan pangan yang suhunya 80oC. Diketahui koefisien heat transfer bagian dalam =
10 w/m2oC. Pipa (tebal 0.5 cm) dibuat dari baja (K = 43 w/moC). Suhu udara luar =
20oC. Koefisien heat transfer bagian luar = 100 w/m2oC. Hitunglah jumlah panas
yang hilang dari pipa yang panjangnya 1 m.
0.5 cm 20 oC
Diketahui :
w ri = 1.25 x 10-2 m
ho = 100
m 2 oC ro = 1.75 x 10-2 m
80 oC
hi = 10 w/m2 0C
ho = 100 w/m2 0C
K = 43 w/m oC
Tf = 80 oC
w Tw = 20 oC
hi = 10 2 o Ditanya : q = ?
m C
di
2.5 cm
do
3.5 cm
Praktikum Teknik Pangan 81
Jawab:
Kasus ini diselesaikan dengan menggunakan kombinasi persamaan pindah panas
konduksi dan konveksi.
Ai . T
q U i . Ai . T U o . Ao . T
1/ U i
1 r r . ln ro / ri 1
i i
U i ro . ho K hi
1 1.25 1.25 x 10 2 m x ln 1.75 / 1.25 1
Ui w w w
1.75 x 100 43 o 10
2o m C 2 o
m C m C
2 o
1 m C
0.10724 U i 9.32 w / m 2 o C
Ui w
panas yang hilang (q)
q U i . Ai . T Ai 2ri L
w
q (9.32 2 o ) (2 x 1.25 x 10 2 m x 1 m) (80 20) o C
m C
q 43.9 W
Contoh 4:
Air mengalir didalam sebuah pipa horizontal yang panjangnya 1 m (Di = 2.5 cm).
Kecepatan aliran 0.02 kg/dt dari suhu mula-mula 20oC menjadi 60oC. Suhu permu-
kaan pipa bagian dalam = 90oC. Tentukan koefisien heat transfer dari air !
Diketahui :
m = 0.02 kg/dt
Ti air = 20oC TBulk = 40oC
To air = 60oC
Di = 2.5 cm = 0.025 m
Tw = 90oC
L =1m
Ditanya : h = ?
Jawab :
1. Hitung NRE , pada Tbulk
Perlu data sifat fisik air Lihat di tabel (untuk Tbulk)
Diperoleh : Tbulk = 40oC
ρ = 992.2 kg/m3
Cp = 4.175 kJ/kgoK
K = 0.633 w/moK
μ40 = 658.026 x 10-6 Pa.dt
μ90 = 308.909 x 10-6 Pa.dt
NPr = 4.3
82 Kesetimbangan Energi dan Pindah Panas
. D .V .D m
N RE ( )
.1 / 4 . D 2
4 m
N RE
. .D
4 x 0.02 kg / dt
N RE
x 658.0256 x 10 6 Pa.dt x 0.025 m
N RE 1547.9 N Re 2100 Laminar
2. Hitung nilai NNU
D
NRE = 1547.9 N RE x N Pr x
L
NPr = 4.3 1547.9 x 4.3 x 0.025
D/L = 0.025 166.4
D 0.33 b 0.14
N NU 1.86 ( N RE x N Pr x ) ( )
L w
658.026 x 10 6 0.14
N NU 1.86 (166.4) 0.33 ( )
308.909 x 10 6
11.2
3. Hitung nilai h
D
N NU h .
K
N NU . K
h
D
11.2 x (0.633 w / m o K )
h
0.025 m
w
h 284 2 o
m K
Contoh 5:
Dugalah waktu yang dibutuhkan oleh apel (D = 6 cm) yang direndam dalam air (T =
2oC) untuk mencapai suhu 3oC dibagian tengah apel tersebut. Suhu awal apel =
15oC. Koefisien heat transfer air perendam = 50 w/m2.oC. Sifat-sifat apel : K = 0.355
w/m.oC, Cp = 3.6 kJ/kg.oC, ρ = 820 kg/m3
Diketahui : bentuk : bola 15
D = 0.06 m
h = 50 w/m2.oC
Ta = 2oC 3
Ti = 15oC
T = 3 oC
2
K = 0.355 w/m.oC
Cp = 3.6 x 103 J/kg.oC
Praktikum Teknik Pangan 83
ρ = 820 kg/m3
Tanya : t = ?
Jawab :
Ta T 23
0.077
Ta Ti 2 15
h. D h. R 50 x 0.03
N Bi 4.23
K K 0.355
1
m 0.237
Bi
r 0
n 0
R 0.03
Soal Pendalaman
1. Calculate the amount of energy (kJ/kg) required to convert saturated water at
150 kPa to superheated steam at 170oC and at the same pressure.
2. A pudding mix is being formulated to achieve a total solids content of 20% in the
final product. The initial product has a temperature of 60oC and is preheated to
90oC by direct steam injection using saturated steam at 105oC. If there is no addi-
tional gain or loss moisture from the product, what is the total solid contents of
the initial product?
3. Hitunglah jumlah air (suhu 20oC) yang harus dialirkan ke pemindah panas (heat
exchanger) untuk mendinginkan 100 kg/jam pasta tomat dari 90oC ke 20oC.
Pasta tomat mengandung 40% total padatan. Suhu air ketika meninggalkan
pemindah panas tidak melebihi 10oC. Tidak terjadi pencampuran antara pasta
tomat dengan pemindah panas. Diketahui panas jenis air = 4187 J/kgK dan
panas jenis pasta tomat adalah 2846,76 J/kgK.
4. Diketahui hancuran tomat yang mengandung 94,9% H2O, 5,1% padatan dan
bersuhu 70oF diblansir dengan menggunakan uap jenuh pada 1 atm (212oF).
84 Kesetimbangan Energi dan Pindah Panas
Kondesat uap akan mengencerkan hancuran tomat dan suhu hancuran tomat
yang keluar = 190oF. Hitung konsentrasi total padatan hancuran tomat yang
dihasilkan. Diketahui Cp padatan tomat = 0.5 BTU/lboF.
5. Calculate the rate of heat transfer per unit area through a 200 mm thick concrete
wall when the temperatures are 20oC and 5oC on the two surfaces, respectively.
The thermal conductivity of concrete is 0.935 W/moC.
6. Hitung kecepatan hilangnya panas/meter pipa baja (di = 5.25 cm, tebal dinding
= 3.91 mm) yang diinsulasi dengan magnesia setebal 102 mm (Kbaja = 3.75 w/
moC dan Kmagnesia = 2.88 mw/moC). Permukaan dalam pipa suhunya 120oC dan
permukaan luar dari insulator 20oC.
7. Air mengalir di dalam sebuah pipa horizontal yang panjangnya 1 m (Di = 2.5
cm). Kecepatan aliran 0.2 kg/dt dari suhu mula-mula 20 oC menjadi 60oC. Suhu
permukaan pipa bagian dalam = 90oC. Tentukan koefisien heat transfer dari air !
8. Sebuah slab dari daging beku (tebal 80 mm, K 1 w/m oK, Cp 1600 J/kgoK, ρ =
800 kg/m3), suhu awalnya adalah –10oC. Slab ditempatkan pada ruang pendi-
ngin yang suhunya –30oC. Hitung waktu yang diperlukan oleh titik tengah slan
untuk mencapai suhu –25oC. Berapa waktu yang diperlukan oleh slab yang
tebalnya 50 mm untuk mencapai suhu yang sama ?
9. A multi-layered wall of a blancher is composed of three layers: A (k=15 W/moC),
B (k=0.06 W/moC) and C (k=22 W/moC). The thickness of each wall: A 3 cm, B 8
cm and C 2 cm. The rate of heat transfer through this multi-layered wall is 600
W. Someone suggests that to reduce the rate of heat transfer through the wall,
replace layer B with a 6 cm thick insulation (k=0.08 W/moC). Using the thermal
resistance concept, determine if the suggestion is valid. If the area of a wall is
unknown, then assume area = 1 m2.
10. Estimate the convective heat-transfer coefficient for natural convection from a
horizontal steam pipe. The outside surface temperature of the insulated pipe is
80oC. The surrounding air temperatures is 25oC. The outside diameter of the
insulated pipe is 10 cm.
11. A 1 cm thick steel pipe, 1 m long, with an internal diameter of 5 cm is covered
with 4 cm thick insulation. The inside wall temperature of the steel pipe is 100oC.
The ambient temperature aroun the insulated pipe is 20oC. The convective heat-
transfer coefficient on the outer insulated surface is 50 W/m2K. Calculate the
temperature at the steel insulation interface. The thermal conductivity of steel is
54 W/mK, and the thermal conductivity of insulation is 0.04 W/mK.
9.5. Pustaka
Sharma,S.K., Mulvaney,S.J. dan Rizvi,S.S.H. 2000. Food Process Engineering: Theory and
Laboratory Experiments. Wiley Interscience, New York.
Singh,R.P. and Heldman,D.R. 2001. Introduction to Food Engineering. 3rd ed, Academic
Press, San Diego, CA.
Toledo,R.T. 1991. Fundamentals of Food Process Engineering. 2nd Ed. Van Nonstrand
Reinhold, New York.
10
Praktikum 10:
Penggorengan dan Pemanggangan
10.3. Prinsip
Penggorengan adalah suatu operasi yang digunakan untuk merubah mutu
suatu bahan pangan dengan menggunakan minyak sebagai media panas. Penggo-
rengan juga berfungsi mengawetkan makanan karena adanya destruksi mikroorga-
nisme dan aktivitas enzim oleh panas, serta karena penurunan aw pada permukaan
bahan pangan, jika digoreng dalam bentuk irisan tipis.
Selama penggorengan suhu permukaan bahan pangan meningkat dan air
menguap sehingga permukaan menjadi kering dan membentuk kerak. Kerak ini
85
86 Penggorengan dan Pemanggangan
mempunyai struktur yang berongga dimana air di dalamnya digantikan oleh mi-
nyak. Terdapat dua metode penggorengan, yaitu shallow frying dasn deep fat frying.
Pada metode pertama pidah panas terjadi terutama secara konduksi dari permukaan
wajan melalui lapisan minyak. Pada metode kedua pindah panas yang terjadi ada-
lah kombinasi antara konveksi dalam minyak dan konduksi dalam bahan pangan.
Pemanggangan adalah suatu operasi yang digunakan untuk merubah mutu makan
suatu bahan pangan dengan menggunakan udara panas sebagai media panas.
Di dalam praktikum ini, anda akan diperkenalkan dengan deep fat fryer, vacuum
fryer dan oven. Pada deep fat fryer, sumber panas dari electric heater memanaskan
minyak. Termocouple dipasang untuk pengaturan suhu penggorengan. Panas dari
elemen pemanas akan meningkatkan suhu media pengoreng sesuai set suhu yang
dikehendaki. Pada vacuum fryer, kompor gas digunakan untuk menyuplai panas ke
minyak yang berada dalam tangki penggorengan. Kerja pompa dan water jet menu-
runkan tekanan pada ketel penggorengan. Dengan penurunan tekanan maka suhu
penggorengan bisa dilakukan relatif lebih rendah dibanding suhu penggorengan
pada tekanan atmosfir. Pada oven yang akan diamati, sumber panas berasal dari
elemen pemanas elektrik. Dengan bantuan kipas (fan) panas disebarkan ke media
pemanas udara. Panas disuplai ke bahan pangan secara radiasi dari dinding oven,
secara konveksi melalui udara yang bersirkulasi di dalam oven dan secara konduksi
melalui loyang tempat bahan pangan diletakkan.
b. Vacuum fryer
1. Pasang steker.
2. Masukan minyak ke dalam tabung penggorengan.
3. Hidupkan pengatur suhu.
4. Set suhu.
5. Nyalakan kompor pemanas.
6. Setelah SP tercapai, masukan bahan.
7. Tutup tabung penggorengan.
8. Hidupkan pompa.
9. Set timer dip-lift system (lama penggorengan: waktu keranjang di bawah dan
di atas).
10. Buka katup sampai dengan tekanan konstan.
11. Cara mengakhiri proses:
a. Tutup katup ke system vakum.
b. Buka katup udara.
c. Buka tabung penggorengan.
88 Penggorengan dan Pemanggangan
1. Hidupkan alat.
2. Set suhu pada tombol termostat.
3. Lakukan pre heater selama 30 menit.
4. Setelah suhu tercapai Masukan bahan.
5. Set timer.
6. Keluarkan produk dan dinginkan.
10.5. Pustaka
Canovas,G.V., Ma,L dan B. Barletta. 1997. Food Engineering Laboratory Manual. Technomic
Publishing Co., Inc. Lancaster-USA.
Sharma,S.K., Mulvaney,S.J. dan Rizvi,S.S.H. 2000. Food Process Engineering: Theory and
Laboratory Experiments. Wiley Interscience, New York.
Toledo,R.T. 1991. Fundamentals of Food Process Engineering. 2nd Ed. Van Nonstrand Rein-
hold, New York.
11
Praktikum 11:
Pendinginan dan Pembekuan
11.3. Prinsip
11.3.1. Prinsip Sistem Refrigerasi
Pendinginan atau pembekuan dengan sistem refrigerasi adalah salah satu
operasi mendasar dalam pengolahan pangan dan pengawetan pangan. Pengetahuan
tentang prinsip pindah panas merupakan hal yang sangat penting untuk dapat
memahami prinsip, disain dan operasi sistem refrigerasi.
91
92 Pendinginan dan Pembekuan
Q = m Cp ∆T (11.1)
dimana: Q = jumlah panas yang dihilangkan (joule atau BTU)
m = massa bahan pangan (kg)
Cp = panas spesifik bahan pangan (joule/kgoC)
∆T = perbedaan suhu bahan (To-T1), dimana To adalah suhu awal
bahan dan T1 adalah suhu bahan yang diinginkan setelah
pendinginan (oC)
(b) Beban pendinginan
Beban pendinginan (cooling load) adalah total energi panas yang harus dihilang-
kan untuk mendapatkan penurunan suhu yang diinginkan. Satuan yang umum
digunakan untuk menyatakan jumlah panas yang dipindahkan adalah ton refrige-
rasi, yaitu laju pembuangan panas untuk membekukan 1 ton air selama 24 jam.
Untuk air, panas yang diperlukan untuk perubahan wujud dari cair ke es adalah
12.000 BTU/jam yang dapat dinyatakan dengan rumus berikut (persamaan 11.2):
( H 2 H 1) M
tonr (11.2)
12.000
dimana M adalah berat refrigeran yang bersirkulasi melalui sistem refrigerator per
satuan waktu.
94 Pendinginan dan Pembekuan
Nilai tergantung dari jenis refrigeran, yaitu untuk CHCl2F2 (R12)=1,14, CHClF2
(R22) =1,18, dan amonia (R 717)=1,29.
(g) Koefisien kinerja (Coefficent of performance atau COP)
Unjuk kerja suatu sistem refrigerasi dinyatakan dalam “coefficient of performance”
atau COP, yaitu perbandingan antara panas yang diserap oleh refrigeran pada saat
melewati evaporator dengan panas yang dipasok oleh kompresor (persamaan 11.7).
( H 2 H 1)
COP (11.7)
( H 3 H 2)
(h) Kerja yang diperlukan untuk mendinginkan
( H 2 H 1) M
P (11.8)
COP
Dengan mensubstitusikan persamaan 11.2 ke persamaan 11.8, maka diperoleh
kerja untuk proses pendinginan (dalam satuan BTU/jam tonr) sebagai berikut:
(ton r )(12.000)
P (11.9)
COP
Bila dinyatakan dalam unit horse power (HP), maka diperoleh nilai:
HP 4,715
(11.10)
ton r COP
(i) Berat refrigeran yang bersirkulasi
Berat refrigeran yang bersirkulasi dalam sistem refrigerasi dapat dihitung dari
rasio antara kapasitas pendinginan per ton refrigerasi (12.000 BTU/jam) dengan
kapasitas pendinginan per satuan berat refrigeran (H2 – H1) (BTU/lb atau Joule/
kg):
Berat refrigeran = kapasitas pendinginan per ton refrigerasi (11.11)
H2 – H1
Contoh 1:
Suatu sistem refrigerasi dioperasikan pada suhu coil evaporator (sisi tekanan
rendah) -30oF (-34,4oC) dan suhu kondensor (sisi tekanan tinggi) 100oF (37.8oC).
Refrigeran yang digunakan adalah R12 dengan nilai cp/cv = 1.14.
(a) Tentukanlah sisi tekanan tinggi dan tekanan rendah
(b) Tentukanlah nilai H1, H2 dan H3
(c) Buat diagram P-H
(d) Tentukanlah (i) kapasitas refrigerasi, dan (ii) COP!
(e) Hitunglah tenaga yang diperlukan (HP) per ton refrigerasi!
(f) Hitunglah jumlah refrigeran yang diperlukan per ton refrigerasi!
Praktikum Teknik Pangan 97
Jawab:
(a) Dengan menggunakan Gambar 11.2 untuk R12, maka nilai tekanan rendah (P1)
pada suhu evaporator 30oF adalah 12,3 psia (P1) atau 85 kPa, sedangkan sisi
tekanan tinggi (P2) pada 100oF adalah 133 psia (P2) atau 910 kPa.
(b) Dengan menggunakan Diagram Mollier untuk R12 (Gambar 11.2), maka dapat
ditentukan nilai-nilai H1, H2 dan H3 sebagai berikut:
a. H1: garis perpotongan antara garis horisontal pada tekanan 133 psia (P2)
dengan saturated liquid line, kemudian ditarik garis vertikal sehingga memo-
tong sumbu x. Diperoleh nilai 32 BTU/lb (8.4 kJ/kg)
b. H2: garis perpotongan antara garis horisontal pada tekanan 12,3 psia (P1)
dengan saturated vapor line, kemudian ditarik garis vertikal sehingga memo-
tong sumbu x. Diperoleh nilai 74 BTU/lb (17,2 kJ/kg).
c. H3: ditarik garis horisontal dari P2 sehingga memotong constant temperature
line pada suhu kondensasi tertentu (100oF). Garis pada proses kompresi
diperoleh dengan cara menarik garis dari perpotongan P1 dengan H2 sepan-
jang entropy line sehingga memotong garis perpotongan antara P2 pada suhu
kondensasi tersebut. Nilai H3 diperoleh dengan menarik garis memotong
sumbu x melalui constant temperature line. Diperoleh nilai 94 BTU/lb (21,8 kJ/
kg).
(c) Diagram P-H dibuat dengan memplot data tekanan (P1 dan P2) dan entalpi (H1,
H2 dan H3).
Untuk bahan berbentuk balok (brick-shape), nilai P dan R diperoleh dari plot
hubungan 1 dan 2 (Gambar 11.5). 1 adalah rasio antara sisi balok kedua terpan-
jang dibagi dengan yang terpendek, sedangkan 2 adalah rasio antara sisi balok
yang terpanjang dibagi dengan yang terpendek.
Contoh 2:
Bila balok mempunyai dimensi 0.3x0.6x0.9 m3, maka sisi terpanjang adalah 0.9
m, kedua terpanjang 0.6 m, dan yang terpendek 0.3 m. Dengan demikian, nilai 1=
0.60/0.3=2.0 sedangkan 2=0.9/0.3 = 3.0. Dengan membaca Grafik plot hubungan 1
dan 2 (Gambar 11.5), maka diperoleh nilai P=0.275 dan nilai R=0.078.
Contoh 3:
Daging sapi berbentuk balok dibekukan dalam freezer tipe konveksi yang
bersuhu -30oC. Suhu awal bahan 5oC dan dimensi ukuran produk 1x0.25x0.6 m3.
Tentukan waktu yang dibutuhkan untuk membekukan produk sampai -10oC
dengan menggunakan persamaan Plank. Jika diketahui =1050 kg/m3, L=248.25
kJ/kg, K=1108 w/mK, Tf=-1.75oC, hc=30 w/m2K.
Jawab:
Waktu pembekuan ditentukan dengan persamaan Plank sebagai berikut:
f f Ra 2 Pa
tf
T f Ti k f h
Nilai P dan R dapat diperoleh dengan menggunakan Gambar 11.5, dimana 1=
0.6/0.25=2.4 dan 2=1/0.25=4, sehingga P=0.3 dan R=0.085.
Praktikum Teknik Pangan 99
6. Buat kurva pembekuan pada proses pembekuan apel (hingga titik pusat apel
membeku) dengan memplotkan profil suhu selama waktu pembekuan di pusat
apel.
9. Using Plank’s equation, determine the freezing time for a potato sphere with a
moisture content of 88%. The potato will be frozen in a blast freezer where air is
available at -40oC and the convective heat transfer coefficient is 40 W/m2K. The
thermal conductivity of frozen potato is estimated to be 1.3 W/moC and its den-
sity is 950 kg/m3. The initial freezing temperature of potato is -2oC. The diameter
of the potato spehere is 2 cm.
11.5. Pustaka
Canovas,G.V., Ma,L dan B. Barletta. 1997. Food Engineering Laboratory Manual. Technomic
Publishing Co., Inc. Lancaster-USA.
Sharma,S.K., Mulvaney,S.J. dan Rizvi,S.S.H. 2000. Food Process Engineering: Theory and
Laboratory Experiments. Wiley Interscience, New York.
Toledo,R.T. 1991. Fundamentals of Food Process Engineering. 2nd Ed. Van Nonstrand Rein-
hold, New York.
12
Praktikum 12:
Peralatan Proses Termal
12.3. Prinsip
Pengolahan dengan panas merupakan salah satu operasi terpenting dalam
industri pangan. Proses pangan yang menggunakan panas berfungsi untuk mengu-
bah mutu makan (eating quality) karena beberapa makanan hanya dikonsumsi sete-
lah dimasak, untuk pengawetan dengan cara destruksi enzim dan mikroba, serta
untuk meningkatkan kecernaan.
Proses panas untuk pengawetan meliputi blanching, pasteurisasi dan sterilisasi.
Berdasarkan tingkat suhu pemanasan proses panas untuk pengawetan dibagi dalam
tiga kategori, yaitu pemanasan :
103
104 Peralatan Proses Termal
(a) Pada suhu di bawah 100oC, biasanya disebut proses pasteurisasi dirancang
untuk mikroba patogen (untuk pangan berasam rendah pH>4.5) atau membu-
nuh seluruh mikroba pembusuk atau enzim (untuk pangan asam). Proses lain
adalah blanching yaitu pemanasan untuk menginaktifkan enzim dalam buah-
buahan atau sayuran sebelum pengolahan lebih lanjut.
(b) Pada suhu 100oC, biasanya disebut appertisasi adalah pemanasan pangan dalam
kaleng tertutup dalam air mendidih. Masih digunakan dalam pengalengan
komersial pangan asam (pH 3.7- 4.5), misalnya buah.
(c) Pada suhu di atas 100oC. Sterilisasi dilakukan pada suhu diatas 100oC, yaitu
untuk sterilisasi pangan berasam rendah. Pemanasan dilakukan dengan meng-
gunakan tekanan dalam retort.
Pasteurisasi bisa dilakukan dengan sistem terputus (batch) maupun sistem
kontinyu, baik untuk bahan dalam kemasan maupun untuk bahan tanpa kemasan.
Untuk skala besar biasanya digunakan sistem kontinyu dengan metode HTST (high
temperature short time) menggunakan pemindah panas pelat (Plate Heat Exchanger).
Plate Heat Exchanger terdiri dari rangkaian pelat baja tahan karat yang disusun
vertikal membentuk saluran pangan cair dan saluran medium pemanas berselang-
seling.
Pengalengan dapat mengawetkan pangan karena ada pemanasan yang akan
membunuh mikroba pembusuk maupun patogen, dan pengemasan yang kedap
(hermetis) sehingga tidak terjadi rekontaminasi. Selain alat sterilisasi (retort) diperlu-
kan peralatan pendukung seperti exhauster dan double seamer untuk menghasilkan
kondisi kemasan yang hermetis. Sistem pengemasan aseptik harus ada dalam
industri yang mengolah pangan cair dengan cara sterilisasi aseptik menggunakan
Ultra High Temperature Unit.
Blancher digunakan untuk proses blanching. Prinsip kerja blancher adalah seba-
gai berikut: uap panas yang disuplai oleh boiler, dialirkan melalui pipa yang dileng-
kapi spreader ke dalam bak yang berfungsi sebagai tempat pemanasan.
Fungsi exhauster adalah untuk pengeluaran udara dari kemasan sebelum sealing,
sehingga dapat mengurangi tekanan dalam kaleng selama proses. Dengan begitu
integritas kemasan terjaga selama dan setelah proses sehingga tutup tetap rapat.
Prinsip kerja exhauster adalah sebagai berikut: Uap yang disuplai oleh boiler dialirkan
melalui pipa yang dilengkapi spreader ke dalam exhaust box. Uap panas ini diguna-
kan untuk mengusir udara pada headspace kaleng yang berjalan pada rel dalam
exhauster.
Double seamer digunakan untuk memasang tutup kaleng pada badan kaleng.
Prinsip operasi double seamer adalah kaleng diletakkan pada base plate dan ditekan
dengan seaming chuck. Roll pelipat akan membentuk lipatan ganda antara tutup
kaleng dengan badan kaleng dan roll pengepres akan mengepres dan merapatkan
lipatan.
Untuk serilisasi makanan dalam kaleng digunakan retort dengan medium
pemanas uap. Dalam skala lab atau pilot plant sering digunakan retort atau auto-
clave baik dengan pemanas listrik maupun uap panas. Pada retort berpemanas lis-
Praktikum Teknik Pangan 105
trik, elemen pemanas pada retort akan memanaskan air membentuk uap panas. Uap
panas ini akan mengusir udara dalam retort, sehingga terbentuk uap panas murni.
Bisa juga digunakan uap panas yang berasal dari boiler. Uap panas murni tersebut
digunakan untuk memanaskan bahan dalam kemasan yang terdapat dalam retort.
Dalam HTST Pasteurizer, bahan berupa cairan dialirkan masuk ke heat exchanger
(Plate heat exchanger). Pada bagian alat ini terjadi pindah panas. Panas melalui plate
dipindahkan dari air pemanas ke bahan. Air pemanas berasal dari tangki air yang
dipanaskan dengan menggunakan electric heater, kemudian dialirkan dengan arah
yang berlawanan dengan aliran bahan. Lama pemanasan produk dihitung berda-
sarkan lamanya setiap partikel produk mengalir pada holding tube. Apabila suhu
produk keluar holding tube lebih rendah dari setting point, maka bahan dialirkan
kembali ke tangki pengumpan kemudian kembali ke heat exchanger serta holding tube.
Apabila suhu bahan keluar holding tube sesuai set point maka bahan dialirkan ke
bagian regenerasi lalu pendingin pada heat exchanger dan masuk penampung. Peng-
aturan aliran ini dikontrol menggunakan katup diversi aliran atau flow diversion
device.
Ultra High Temperature Unit (UHT) digunakan untuk sterilisasi bahan cair tanpa
kemasan secara kontinyu. Pemindah panas berupa tube heat exchanger. Pada pemin-
dah panas, uap panas dari boiler mengalir pada ruang (anular) antara pipa dalam
dengan pipa bagian luar. Bahan dialirkan pada pipa bagian dalam dengan aliran
yang berlawanan arah dengan aliran uap. Sebelum masuk ke heat exchanger, uap
diatur jumlahnya melalui katup pengatur. Untuk mempertahankan suhu (proses)
pemanasan digunakan holding tube. Lama pemanasan produk dihitung berdasarkan
lamanya setiap partikel produk mengalir pada holding tube. Lama produk melalui
holding tube dipengaruhi oleh kecepatan pompa dan panjang holding tube.
4. Alirkan uap panas ke dalam blanser, dengan cara membuka kran uap panas
dari boiler.
5. Set suhu dengan mengatur kran aliran panas pada bak.
6. Tentukan waktu proses.
7. Celupkan bahan ke dalam air dalam bak blancer selama waktu yang telah
ditentukan.
8. Angkat bahan dari bak blancer , celupkan bahan ke dalam bak air dingin.
9. Tutup kran uap panas pada boiler.
10. Buang air pada bak dengan cara membuka kran pada bagian bawah bak.
11. Tutup kran uap pada bak blancher.
12. Bersihkan alat.
8
10
5 6
5. Hidupkan retort dengan memutar tombol power ke posisi on dan atau buka
kran pemasukan uap panas.
6. Lakukan venting.
7. Tutup katup vent setelah proses venting dilakukan.
8. Lakukan perhitungan waktu setelah retort mencapai suhu proses.
9. Matikan retort dengan memutar tombol power ke posisi off atau tutup kran
uap.
10. Lakukan pendinginan dengan membuka kran air pendingin pada retort.
11. Setelah pendinginan cukup, buka katup vent sampai penunjuk tekanan
dalam retort menunjukkan 0. Buka penutup retort.
12. Keluarkan keranjang yang berisi bahan (dalam wadah) dari dalam retort.
13. Bersihkan alat.
16
12
15
13
17
14
12.5. Pustaka
Fellows. P. 1992. Food Processing Technology Principles and Practice. Ellis Horwood. New York
Rizvi.SSH., Mittal.GS. 1992. Experimental Methods in Food Engineering, Van Nostrand Rein-
hold, New York
Sharma.SK., Mulvaney.SJ, Rizvi.SSH., 2000. Food Process Engineering. Theory and laboratory
experiments. Wiley Interscience Publ., New York
Wirakartakusumah.A., Subarna., Arpah.M., Syah,D., Budiwati.IS. 1992. Petunjuk Laborato-
rium Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
13
Praktikum 13:
Uji Penetrasi Panas dan
Perhitungan Proses Termal
13.3. Prinsip
Proses termal dirancang untuk menghasilkan produk yang steril secara komer-
sial. Karena itu perlu pemanasan yang cukup, tetapi harus sesingkat mungkin untuk
mempertahankan mutu produk dan meminimumkan biaya. Perhitungan proses
termal dapat diklasifikasikan menjadi dua metode, yaitu Metode Umum (General
Method) dan Metode Formula (Formula Method). Metode Umum adalah metode yang
paling teliti dalam perhitungan letalitas proses termal karena data suhu bahan hasil
pengukuran dalam percobaan, secara langsung digunakan dalam perhitungan tanpa
asumsi dan prediksi berdasarkan persamaan hubungan suhu dengan waktu.
Metode ini tidak digunakan untuk meramalkan hubungan waktu dengan suhu
dalam bahan pangan selama pemanasan, sehingga tidak biasa digunakan untuk
merancang proses termal, tetapi sering digunakan untuk evaluasi proses termal
111
112 Uji Penetrasi Panas dan Perhitungan Proses Termal
Atau
t
Fo Lt (13.5)
0
Fo adalah ekuivalen letalitas proses termal dengan waktu pemanasan pada suhu
250oF.
13.3.2. Metode Formula
Untuk perhitungan proses termal menggunakan metode formula, data penetrasi
panas diolah sehingga diperoleh karakteristik penetrasi panas dalam pangan yang
diproses (fh, .fc , jh, jc). Parameter respon suhu fh dan fc menunjukkan laju penetrasi
Praktikum Teknik Pangan 113
panas ke dalam produk dalam wadah, fh adalah waktu yang diperlukan kurva pene-
trasi panas melewati 1 siklus log pada fase pemanasan,dan fc untuk fase pendi-
nginan. Lag factor jh dan jc menggambarkan waktu lag (kelambatan) sebelum laju
penetrasi mencapai fh dan fc.
Persamaan umum hubungan suhu produk dengan waktu pemanasan pangan
dalam wadah adalah sebagai berikut :
(Tr T ) (Tr Ti )10 ( t / f h ) (13.6)
Atau:
t
log (Tr T ) log (Tr Ti ) (13.7)
fh
dimana :
T = waktu proses
T = suhu produk (pada titik terdingin)
Tr= suhu retort saat proses
Ti = Suhu awal produk
fh = waktu diperlukan kurva penetrasi panas melewati 1 siklus log
Ball menggunakan fakta bahwa nilai sterilitas porsi pemanasan dari proses
termal merupakan fungsi dari slope (kemiringan) kurva pemanasan (fh) dan
perbedaan suhu medium pemanas dengan suhu produk pada akhir pemanasan (Tr –
T) = g. Dari persamaan hubungan suhu produk dengan waktu pemanasan, maka
diturunkan persamaan berikut :
tB = (fh) log (Jh.Ih/g) (13.8)
tB = waktu proses, log Jh= log(Tr-Tpih)/(Tr – Ti), Ih = Tr - Ti, (13.9)
Dari tabel atau kurva hubungan fh dan waktu pemanasan pada suhu retort
untuk mencapai sterilitas diinginkan (U = Fo/Lr ) dengan nilai g, dapat ditentukan
nilai g, sehingga nilai tB dapat dihitung. Atau sebaliknya jika waktu proses (tB) telah
diketahui, nilai sterilitas proses (Fo) dapat dihitung. Pertama dihitung log g
kemudian dengan tabel ditentukan nilai ( fh/U), selanjutnya dapat dihitung nilai
sterilitas proses Fo = (fh x Lr)/( fh/U).
Ball formula method menggunakan asumsi :
fh = fc, jc = 1.41
dimana transisi pemanasan ke pendinginan berupa parabola pada plot semilog dan
suhu medium pendinginan 180 di bawah suhu medium pemanasan.
B atau tB = Ball processing time = 0.42 tc + tp
th = total heating time = tc + tp
tc = come up time = waktu sejak uap dimasukan sampai retort mencapai suhu
proses
tp = operator time = waktu sejak suhu retort mencapai suhu proses diinginkan
sampai suplai uap dihentikan
114 Uji Penetrasi Panas dan Perhitungan Proses Termal
a. Hitung Fo proses
b. Berapa siklus log reduksi mikroba dengan proses tersebut
c. Jika diinginkan Fo = 5 menit, berapa waktu proses diperlukan
Jawab:
Harus diingat bahwa bentuk persamaan umum hubungan suhu dengan waktu
adalah
log(Tr – T) = log(Tr – Tpih) – t /fh
t = waktu proses T = suhu produk
Tr = suhu retort saat proses Tpih = Suhu awal semu berdasarkan kurva linier
Fh = waktu diperlukan kurva penetrasi panas melewati 1 siklus log
Praktikum Teknik Pangan 115
Plot suhu bahan pangan dan waktu proses pada kertas grafik semilog. Perbe-
daan suhu retort dengan suhu bahan pangan diplotkan pada ordinat dengan skala
logaritma, waktu proses diplotkan pada absis dengan skala linier. Jika diinginkan
pada ordinat langsung digunakan suhu bahan pangan, kertas grafik semilog diputar
180o. Pada skala paling atas (skala 1 pada posisi normal) ditulis suhu 1o di bawah
suhu retort. Pada skala lainnya ditulis angka suhu retort dikurangi skala di sisi
kanan kertas grafik semilog, misalnya jika di sisi kanan skala 100 (dua siklus log),
maka skala ordinat ditulis suhu retort dikurang 100, dalam contoh soal ini 140.
Selanjutnya suhu bahan pangan diplot langsung.
Jika ingin kertas semilog dalam posisi normal sehingga dapat menunjukkan
bahwa hubungan linier adalah antara nilai log perbedaan suhu proses (retort) dan
suhu bahan atau ditulis log(Tr-T) dengan waktu, bukan log suhu bahan atau log(T)
dengan waktu, sebelumnya harus dihitung nilai-nilai suhu retort dikurangi suhu
produk pada setiap titik pengukuran (Gambar 13.1).
Fase linier kurva suhu pemanasan memotong sumbu Y pada 580 dan untuk
melalui 1 siklus log perlu waktu 17.5 menit.
Karena Tr = 240 maka persamaan garis tersebut dapat ditulis menjadi:
log(240 – T) = log(580) – (1/17.5)t
log (jh) = log(Tr-Tpih) – log(Tr-Ti)
jh= (Tr-Tpih)/(Tr-Ti) = 580/(240-70) = 3.4
sehingga:
log(Tr-T) = log(Tr-Ti) + log (jh) - t/fh
log(Tr – T) = log[jh(Tr – Ti)] – t/fh
Persamaan garis dapat ditulis menjadi:
log(240 – T) = log[3.4(240 – 70)] – t /17.5
log(240 – T) = 2.76 – t /17.5
Untuk pendinginan persamaan umum yang digunakan adalah sebagai berikut
log(T – Tc) = log[jc(TB– Tc)] – t /fc
Ball processing time mulai pada 0.58(tc). Jika diketahui come up time 10 menit (lihat
tabel data suhu retort), maka tB dimulai 0.58(10) = 5.8. Dengan menggunakan me-
tode Ball, persamaan kurva pemanasan menjadi:
log(Tr – TB) = log[jh(Tr – Ti)] – tB /fh
jh dicari dari (Tr – Tpih ) pada tB = 0
Tr - Tpih = 330 dan (Tr – Ti) = 170, sehingga jh = 330/170 = 1.94
1000
100
10
1
0 10 20 30 40 50
Untuk log (g) = 0.564 fh/U diprediksi dengan intrapolasi, diperoleh nilai 3.267
f h xLr
Fo
fh U
Lr = L = 10[(T-250)/z]
Jika diinginkan Fo = 5 menit, maka perlu waktu proses (Ball) 49.4 menit
Operator time : 49.4 – (0.42x10) = 45.2 menit
a. Hitung Fo Proses
b. Berapa siklus log reduksi mikroba dengan proses tersebut
Jawab:
Data di atas merupakan kasus aplikasi perhitungan proses termal berdasarkan
data hasil pengukuran penetrasi panas dalam bahan pangan. Karena diminta perhi-
tungan dengan metode umum, bisa digunakan metode trapezoidal atau spreadsheet.
Untuk metode spreadsheet digunakan langkah-langkah prosedur pendugaan letalitas
proses termal dengan Patashnik’s Method.
Praktikum Teknik Pangan 119
Tabel letalitas
Waktu Suhu (T 250 )
0 70 1E-10
5 75 1,9E-10
10 94 2,15E-09
15 154 4,64E-06
20 194 0,000774
25 215 0,011365
30 229 0,068129
35 234 0,129155
40 237 0,189574
45 195 0,00088
50 145 1,47E-06
55 118 4,64E-08
60 100 4,64E-09
1. Masukkan data waktu pada satu kolom (misalnya kolom A). Rentang waktu
tidak harus sama.
2. Masukkan data suhu pada kolom berikutnya (misalnya B).
3. Pada kolom ke tiga dimasukkan rumus untuk menghitung letalitas dan copy
untuk baris-baris di bawahnya pada kolom tersebut.
Excell: =10^((B2-250)/18)
4. Pada cell pertama kolom ke tiga dimasukkan rumus untuk menghitung luas
(area) parallelogram.
Excell: =(A3-A2)*(C2+C3)/2
5. Untuk menghitung total area atau letalitas proses, masukkan penjumlahan pada
cell di bawah yang masih kosong pada kolom luas (area).
Excell: =Sum(D3:Dn)
6. Untuk menduga nilai letalitas sepanjang proses, pada kolom berikutnya (E) tulis
rumus penjumlahan kolom tersebut cell di atasnya dengan kolom sebelumnya
pada cell tersebut.
Excell: =E2+D3
Praktikum 13.3. Perhitungan waktu proses dengan metode formula (Ball Method)
1. Plot (Tr-T) vs waktu pada grafik semilog.
2. Tarik kurva garis lurus berdasarkan titik-titik pada fase linier.
3. Hitung faktor lag jh = Tr-Tpih/(Tr-Ti), pada tB = 0 atau t = 0.58 tc.
4. Hitung fh.
5. Hitung log (g).
6. Hitung nilai U dan Lr.
7. Hitung Fo = U x Lr.
8. Bandingkan Fo proses dengan target.
9. Jika tidak cukup:
a. Hitung U dari Fo/Lr, dan fh/U.
b. Cari nilai log (g).
10. Hitung kembali tB = fh [log jh (Tr - Ti) – log(g)]
13.5. Pustaka
Rizvi.SSH, Mittal.GS. 1992. Experimantal Methods In Food Engineering. Van nostrand Reinhold,
New York
Sharma.SK., Mulvaney.SJ, Rizvi.SSH. 2000. Food Process Engineering. Theory and laboratory
experiments. Wiley Interscience Publ., New York
Toledo.RT. 1991. Fundamentals of Food Process Engineering, 2nd ed., Van nostrand Reinhold,
New York
Valentas.K.J, Rotstein.E, Singh.RP. 1997. Handbook of Food Engineering Practice. CRC Press,
Boca Raton, New York.
14
Praktikum 14:
Pengeringan
14.3. Prinsip
Pengeringan merupakan metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian air dari suatu bahan pangan dengan cara menguapkannya, sehingga kadar
air seimbang dengan kondisi udara normal atau setara dengan nilai aktivitas air (aw)
yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis dan kimiawi. Berdasarkan sum-
ber panasnya, pengeringan dibagi menjadi pengeringan alami dengan sinar mata-
hari dan pengeringan buatan dengan menggunakan sumber panas artifisial untuk
menggantikan panas sinar matahari.
123
124 Pengeringan
(Xo X c )
t AB (14.2)
Rc
Pada tahap falling rate I (sepanjang garis B-C), waktu pengeringan tBC dapat
dihitung sebagai berikut (persamaan 14.3):
t X
dX Rc X dX
( X ) atau dt c
dt Xc tc
Rc Xc
X
Xc Xc
Sehingga: t tc ln (14.3)
Rc X
Total waktu yang diperlukan dari Xo ke X selama tahap laju penguapan
konstan dan tahap falling rate adalah sebagai berikut (persamaan 14.4)
Xo Xc Xc Xc
t ln (14.4)
Rc Rc X
14.3.3. Psychrometric Chart
Pada kebanyakan alat pengering, medium pengering yang digunakan adalah
udara kering. Hubungan sifat-sifat fisik dari udara kering, uap air dan campuran
udara dan uap air digambarkan dalam bentuk kurva yang disebut kurva psikrome-
trik (psychrometric chart) (Gambar 14.2). Kurva psikrometrik menggambarkan kelem-
baban udara sebagai fungsi dari suhu pada berbagai tingkat kejenuhan.
(1) Cara penggunaan kurva psikrometrik
Parameter yang penting untuk diketahui dalam kurva psikrometrik adalah
suhu udara basah (wet-bulb temperature atau Twb) dan suhu udara kering (dry-bulb
temperature atau Tdb). Beberapa parameter yang dapat diketahui dari kurva psikro-
metrik adalah nilai kelembaban mutlak (absolute humidity), kelembaban relatif (RH),
suhu/titik embun (dew point atau Tdp), nilai entalpi, dan volume spesifik.
126 Pengeringan
RH 100% RH 100%
A B
Tdp Twb
Tdb
RH 100% RH 100%
C D
RH 80%
RH 60% a
RH 40%
c b
Tdp Twb
Tdb Tdb
dengan garis udara basah sehingga memotong garis RH 100% (titik b). Dari titik
perpotongan pada RH 100% ini kemudian ditarik garis vertikal sehingga memotong
sumbu x. Titik perpotongan pada sumbu x ini menunjukkan suhu bola basah (Twb).
Gambar 14.3(C) menunjukkan bagaimana kelembaban relatif (%RH) dapat
diketahui dari kelembaban mutlak dan suhu bola kering. Caranya adalah dengan
menarik garis horisontal dari kelembaban mutlak pada sumbu y dan garis vertikal
dari suhu bola kering pada sumbu x. Titik perpotongan antara kedua garis tersebut
akan terjadi pada garis RH. Garis dimana titik perpotongan ini terjadi menunjukkan
nilai RH dari udara.
Gambar 14.3(D) menunjukkan bagaimana titik embun (Tdp) dapat diketahui
dari suhu udara basah dan suhu udara kering. Caranya adalah dengan dengan
menarik garis dari suhu bola basah pada sumbu x sehingga memotong garis RH
100% (titik a), kemudian dari titik perpotongan ini ditarik garis sejajar dengan garis
bola basah (wet-bulb line). Selanjutnya dari suhu bola kering pada sumbu x ditarik
garis vertikal sehingga memotong garis bola basah tersebut (titik b). Dari titik perpo-
tongan ini kemudian ditarik garis sehingga memotong garis RH 100% (titik c),
kemudian ditarik garis vertikal sehingga memotong sumbu x. Titik perpotongan ini
menunjukkan titik embun (Tdp).
6. Timbang bahan setiap 5 menit untuk fluid bed dryer dan setiap 30 menit untuk
tray/cabinet/oven.
7. Buat kurva hubungan antara kadar air produk terhadap waktu.
14.5. Pustaka
Canovas,G.V., Ma,L dan B. Barletta. 1997. Food Engineering Laboratory Manual. Technomic
Publishing Co., Inc. Lancaster-USA.
Sharma,S.K., Mulvaney,S.J. dan Rizvi,S.S.H. 2000. Food Process Engineering: Theory and
Laboratory Experiments. Wiley Interscience, New York.
Toledo,R.T. 1991. Fundamentals of Food Process Engineering. 2nd Ed. Van Nonstrand
Reinhold, New York.
15
Praktikum 15:
Evaporasi dan Pemekatan
15.3. Prinsip
Evaporasi adalah unit operasi yang digunakan untuk menghilangkan sebagian
air yang terdapat dalam bahan pangan cair dengan cara mendidihkan. Pemisahan
133
134 Evaporasi dan Pemekatan
air atau pemekatan padatan terjadi karena adanya pebedaan volatilitas antara air
(solvent) dan bahan terlarut (solute). Proses pemekatan awal bahan pangan cair,
seperti jus buah, susu dan kopi, merupakan tahap yang penting sebelum dilakukan
proses pengeringan, pembekuan atau sterilisasi untuk menurunkan berat dan
volume bahan. Peningkatan total padatan dengan evaporasi akan mengurangi akti-
vitas air (misalnya pada selai atau molases), sehingga dapat meningkatkan umur
simpannya. Evaporasi juga digunakan untuk menghasilkan flavor dan warna pro-
duk yang diinginkan, misalnya dalam proses karamelisasi sirup selama proses
baking.
Selama proses evaporasi, panas laten dipindahkan dari medium pemanas ke
bahan pangan sehingga meningkatkan suhunya ke titik didihnya. Laju evaporasi
ditentukan berdasarkan laju pindah panas ke bahan dan laju pindah massa uap dari
bahan. Evaporasi biasanya dilakukan pada kondisi vakum untuk meningkatkan laju
evaporasi dan menurunkan titik didih larutan sehingga kerusakan bahan oleh
pemanasan dapat diminimalkan.
Alat yang digunakan dalam proses evaporasi adalah evaporator. Terdapat bebe-
rapa jenis alat evaporator, yaitu evaporator berwadah terbuka (batch evaporator), eva-
porator bertabung pendek vertikal, evaporator bertabung pendek horizontal, evapo-
rator dengan external calandria, evaporator sirkulasi pompa, evaporator bertabung
panjang, evaporator plat, expanding flow evaporator, evaporator sentrifusi, dan evapo-
rator beraliran refrigeran.
Dalam praktikum ini, Anda akan diperkenalkan salah satu jenis evaporator,
yaitu Universal reduced pressure concentration steel apparatus yang digunakan dalam
proses pemekatan sari buah nenas. Evaporator ini menggunakan air sebagai
medium pemanas yang dipanaskan dengan electric heater. Prinsip kerja dari alat ini
adalah sebagai berikut: Produk dalam fase cair (likuid) dipanaskan menggunakan
medium air yang ada dalam water bath vessel pada suhu dan waktu tertentu. Pemva-
kuman dengan menggunakan pompa vakum, akan menurunkan tekanan di dalam
evaporator sehingga titik didih bahan akan menurun dan fase cair akan lebih cepat
menguap. Uap akan mengalir ke tabung kapasitor dan mengalami proses konden-
sasi saat masuk ke bagian kondensor (sistem pendingin air). Dengan adanya pengu-
apan fase cair ini, total solid bahan akan meningkat yang berbanding lurus dengan
lamanya waktu proses.
Pembahasan
1. Gambarkan diagram kesetimbangan massa dari proses pemekatan sari buah
nenas, mulai dari tahap pengupasan, tahap pemekatan 1 dan 2. Hitung rende-
men dari setiap tahapan proses (pengupasan, pemekatan 1 dan pemekatan 2)
dan rendemen proses keseluruhan.
2. Dari percobaan yang anda lakukan, bahas pengaruh konsentrasi solid terhadap
efisiensi proses pemekatan? Bahan juga pengaruh proses evaporasi terhadap
berat sari buah yang dihasilkan, total solid, dan warna?
3. Dengan menggunakan data daya (Watt) dan waktu proses hitunglah:
a. Jumlah energi yang digunakan untuk proses pemekatan sari buah nenas
(sampai pemekatan 1, pada pemekatan 2, dan sampai pemekatan 2).
b. Efisiensi energi (rasio energi terhadap kondensat) selama proses pemekatan
sari buah nenas (sampai pemekatan 1, pada pemekatan 2 dan sampai peme-
katan 2). Buat kesimpulan dari hasil percobaan tersebut?
Praktikum Teknik Pangan 137
15.5. Pustaka
Canovas,G.V., Ma,L dan B. Barletta. 1997. Food Engineering Laboratory Manual. Technomic
Publishing Co., Inc. Lancaster-USA.
138 Evaporasi dan Pemekatan
Sharma,S.K., Mulvaney,S.J. dan Rizvi,S.S.H. 2000. Food Process Engineering: Theory and
Laboratory Experiments. Wiley Interscience, New York.
Singh,R.P. and Heldman,D.R. 2001. Introduction to Food Engineering. 3rd ed, Academic
Press, San Diego, CA.
Toledo,R.T. 1991. Fundamentals of Food Process Engineering. 2nd Ed. Van Nonstrand Rein-
hold, New York.