TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
II.1.1 Penetapan Kadar Sari Larut Air Dan Kadar Sari Larut Etanol
Penetapan kadar sari adalah metode kuantitatif untuk jumlah kandungan
senyawa dalam simplisia yang dapat tersari dalam pelarut tertentu.
Penetapan ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu kadar sari yang larut
dalam air dan kadar sari yang larut dalam etanol. Kedua cara ini didasarkan
pada kelarutan senyawa yang terkandung dalam simplisia.
Penetapan kadar sari larut air bertujuan untuk mengetahui kadar
senyawa yang dapat terlarut dalm air. Sedangkan penetapan kadar sari larut
etanol bertujuan untuk mengetahui kadar senyawa yang dapat larut dalam
etanol. Besar kecilnya hasil penetapan kadar sari dipengaruhi oleh factor
biologi diantaranya adalah lokasi tumbuhan, periode pemanenan dan umur
tumbuhnya. Pemanenan dan penyimpanan yang tidak pada waktunya juga
dapat mempengaruhi kandungan senyawa kimia (Depkes RI, 2000).
Ekstraksi adalah proses pemindahan suatu konstituen dalam suatu
sampel ke dalam suatu pelarut dengan cara mengocok atau melarutkannya.
Ekstraksi pelarut bias disebut dengan ekstraksi cair yaitu proses pemindahan
solute dari pelarut satu ke pelarut lainnya dan tidak bercampur dengan
pengocokan berulang. Prinsip dasar dari ekstraksi pelarut ini adalah
distribuso zat terlarut dalam dua pelarut tidak bercampur. Hal-hal yang
penting diperhatikan dalam pemilihan pelarut yang sesuai dengan sifat
polaritas senyawa yang ingin di ekstraksi atau sesuai dengan sifat kepolaran
kandungan senyawa kimia yang di duga dimiliki simplisia tersebut.
II.1.2 Susut Pengeringan
Susut pengeringan merupakan kadar bagian yang menguap dari suatu
zat. Tujuan dari susut pengetingan adalah untuk memberikan batas maksimal
(rentang) besarnya senyawa yang hilang selama proses pengeringan. Nilai
atau rentang yang diperbolehkan terkait dengan kemurnian dan kontaminasi
(Agoes, 2007).
Parameter kadar air merupakan banyaknya hidrat yang terkandung
dalam bahan. Kadar air berhubungan dengan potensi tumbuhnya
mikroorganisme yang dapat menurunkan daya tahan bahan. Parameter ini
juga dapat menggambarkan besaran potensi degradasi senyawa akibat
proses hidrolisis atau degradasi karena mikroorganisme dengan air sebagai
pendukungnya (Pramono, 2014).
Air dalam suatu bahan terdapat dalam tiga bentuk yaitu air bebas, air
terikat lemah dan air terikat kuat.
a) Air bebas, terdapat dalam ruang-ruang antarsel dan inter granular dan
pori-pori yang terdapat dalam bahan.
b) Air yang terikat secara lemah karena (teradsorbsi) pada permukaan
koloid makromolekuler seperti protein, pectin, pati, sellulosa. Selain itu,
air juga terdispersi di antara koloid tersebut dan merupakan pelarut zat-
zat yang ada dalam sel. Air yang ada dalam bentuk ini masih tetap
mempunyai sifat air bebas dan dapat dikristalkan pada proses
pembekuan. Ikatan antara air dengan koloid tersebut merupakan ikatan
hidrogen.
c) Air dalam keadaan terikat kuat yaitu membentuk hidrat. Ikatannya
bersifat ionik sehingga relatif sukar dihilangkan atau diuapkan. Air yang
terdapat dalam bentuk bebas dapat membantu terjadinya proses
kerusakan bahan makanan misalnya prosesmikrobiologis, kimiawi,
enzimatik, bahkan oleh aktivitas serangga perusak.
Sedangkan air dalam bentuk lainnya tidak membantu terjadinya proses
kerusakan tersebut diatas. Oleh karenanya kadar air bukan merupakan
parameter absolut yang dapat dipakai untuk meramalkan kecepatan
terjadinya kerusakan bahan makanan. Dalam hal ini digunakan pengertian
Aw (Aktivitas air) untuk menentukan kemampuan air dalam proses kerusakan
bahan makanan (Sudarmadji dkk., 1996).
II.2 Uraian Tanaman
II.2.1 Klasifikasi Buah Cabai
IV.2 Perhitungan
1. Kadar senyawa larut air
Dik : W0 = 73,1223 g
W1 = 1 g
W2 = 73,4724 g
Dit : …?
Penyelesaian :
(W 2 – W 0 )
Kadar sari larut air = x 100%
W1
(73,4724-73,1223)
= x 100%
1
= 0,3501 x 100%
= 35,01 %
2. Kadar senyawa larut etanol
Dik : W0 = 59,6100 g
W1 = 1 g
W2 = 59,8474 g
Dit : …?
Penyelesaian :
(W 2 – W 0)
Kadar sari larut etanol = x 100%
W1
= ¿ ¿x 100%
= 0,2374x100%
= 23,74 %
3. Susut Pengeringan
Dik : W0 = 25,4364 g
W1 = 1 g
W2 = 26,3436 g
Dit : …?
Penyelesaian :
(W 2 – W 0 )
Susut pengeringan = x 100%
W1
= ¿ ¿x 100%
= 0,878x100%
= 8,78%
IV. 3 Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan percobaan mengenai penetapan kadar sari
larut air dan etanol serta penetapan susut pengeringan pada sampel cabai
(Capsicum frutescens L.). kadar sari merupakan jumlah senyawa dalam
simplisia yang mampu tertarik oleh pelarut, sedangkan susut pengeringan
adalah hasil dari pengeringan bobot sampel basah dikurangi dengan bobot
sampel kering (setelah pemanasan) pada suhu 105 0C (Dwi, 2009).
Pada penepatan kadar sari larut air dan etanol digunakan masing-
masing 1 gram simplisia dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer. Untuk
penetapan kadar sari larut air ditambahkan 100 ml larutan air jenuh kloroform
sedangkan untuk penetapan kadar sari larut etanol ditambahkan 100 ml
alkohol. Penambahan kloroform pada penetapan kadar sari larut air yaitu
sebagai antimikroba karena maserasi menggunakan air merupakan media
yang baik untuk pertumbuhan mikroba dan dikhawatirkan terjadi hidrolisis
sehingga menurunkan mutu dan kualitas simplisia sedangkan pada
penetapan kadar sari larut etanol tidak ditambahan kloroform karena etanol
sudah memiliki sifat antibakteri (Agustina, 2016). Selanjutnya distirer selama
6 jam dan didiamkan selama 18 jam agar dapat menarik senyawa yang lebih
banyak dari dalam simplisia sehingga diperoleh kadar sari yang maksimal.
Namun pada praktikum penstireran hanya dilakukan 20 menit dan didiamkan
selama 3o menit, hal ini karenakan adanya keterbatasan waktu praktikum.
Kemudian disaring dan diuapkan. Pada penetapan kadar sari larut air
diperoleh bobot cawan kosong yaitu 73,1223 gram, bobot cawan + ekstrak
yaitu 73,424 gram sehinggah diperoleh bobot ekstrak yaitu 0,3501 gram dan
% kadar sari larut air yaitu 35,01%. Pada penetapan kadar sari larut etanol
diperoleh bobot cawan kosong yaitu 59,61 gram, bobot cawan + ekstrak
yaitu 59,6474 gram sehingga diperoleh bobot ekstrak yaitu 0,2374 gram dan
% kadar sari laut etanol yaitu 23,74%. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa
pada simplisia cabai (Capsicum frutescens L.) kadar sari larut air tidak kurang
dari 32,2 % dan kadar sari larut etanol tidak kurang dari 20,5 % (Depkes RI,
2017).
Pada penetapan susut pengeringan digunakan 1 gram simplisia
dimasukkan kedalam krus dan dipanaskan selama 30 menit pada suhu
1050C. pemanasan pada suhu 105 0C digunakan karena adanya komponen-
komponen yang menguap pada pemanasan 105 0C sampai dengan 1100C
akan diperoleh kadar bahan kering (kadar yang bebas air), adapun titik didih
air yaitu 1000C sehingga dibutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk
menguapkan air tersebut. Setelah pemanasan dinginkan krus dalam
desikator yang berisi silika gel. Silika gel dapat dimanfaatkan dalam
pengeringan karena silika merupakan adsorben yang memiliki kestabilan
yang cukup baik (Meriatna, 2015). Pada percobaan ini diperoleh bobot krus
kosong yaitu 25,4364 gram, bobot krus + ekstrak yaitu 26,3486 gram
sehingga diperoleh bobot ekstrak yaitu 0,9122 gram dan susut pengeringan
yaitu 8,78%. Hal ini sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa susut
pengeringan pada simplisia cabai yaitu tidak lebih dari 10% (Depkes, 2017).
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2017. Farmakope Herbal Indonesia Edisi II. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI
Dwi, Resky. 2009. Uji Kadar Sari Larut Air Dan Kadar Sari Larut Etanol Daun
Kumpai Mahung (Euphatonium infilifolium H). Jurnal
Pharmascience