Disusun Oleh:
Kelompok 7 Kelas A
Nama Anggota Kelompok:
Anis Faizatur Rohmah (01211640000073)
Ria Susanti (01211640000074)
Fatma Syifa Izzul Fahma (01211640000084)
Indra Bayu (01211640000085)
Dosen Pengampu:
Dra. Ita Ulfin, MSi
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS SAINS
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2019
i
DAFTAR ISI
Halaman Sampul ............................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................ ii
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................1
1.1 Latar Belakang ................................................................................1
1.2 Tujuan..............................................................................................1
BAB 2. DASAR TEORI ....................................................................................2
2.1 Ekstraksi ..........................................................................................2
2.2 Koefisien Distribusi.........................................................................2
2.3 Titrasi Iodometri ..............................................................................3
BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN .........................................................4
3.1 Alat ..................................................................................................4
3.2 Bahan ...............................................................................................5
3.3 Skema Percobaan ............................................................................7
3.4 Prosedur Percobaan .......................................................................11
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................14
4.1 Hasil ..............................................................................................14
4.1.1 Data Pengamatan ...................................................................14
4.1.2 Data Hasil Percobaan.............................................................19
4.1.3 Perhitungan ............................................................................20
4.2 Pembahasan ...................................................................................24
4.2.1 Reaksi ....................................................................................24
4.2.2 Fungsi Penambahan dan Perlakuan .......................................24
4.2.3 Kesesuaian Teori ...................................................................26
BAB 5. KESIMPULAN ...................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................29
LAMPIRAN .....................................................................................................30
ii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Iodin, I2 dapat terdistribusi di antara air dan karbon tetra klorida (CCl4) dengan
Koefisien Distribusi 85. Sampel I2 ditimbang dan dilarutkan dalam air dengan bantuan KI.
Larutan ini kemudian di ekstraksi. Bagian larutan ini diuji dulu kadar I2 dengan cara titrasi
dengan natrium tiosulfat. Penentuan kadar iodin dengan titrasi dilakukan pada sebelum
ekstraksi, setelah dilakukan sekali ekstraksi dengan CCl4, setelah dua kali ekstraksi dengan
CCl4 dan setelah tiga kali ekstraksi dengan CCl4. Sasaran percobaan ini adalah untuk
menentukan jumlah I2 yang tertinggal setelah satu, dua, dan tiga kali ekstraksi. Titrasi iodin
dengan natrium tiosulfat dilakukan pada fasa berair.
1.2 Tujuan
Tujuan dari percobaan ini yaitu:
1. Menghitung banyaknya zat yang terekstraksi
2. Menentukan Konstanta Distribusi I2
1
BAB 2. DASAR TEORI
2.1 Ekstraksi
Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari sampel berdasarkan kelarutannya pada
pelarut tertentu. Ekstraksi cair cair pelarut merupakan pemisahan suatu senyawa dalam dua
macam pelarut yang tidak saling tercampur satu sama lain dalam hal ini sering kali
merupakan pelarut organik dan air. Proses pemisahan dilakukan dalam corong pemisah
dengan jalan pengocokan beberapa kali sehingga senyawa akan terdistribusi ke dalam dua
macam zat cair. Terjadi partisi zat terlarut antara dua cairan yang tidak dapat campur
sehingga keduanya dapat dipisahkan. Teknik pengerjaan meliputi penambahan pelarut
organik pada larutan air yang mengandung suatu senyawa. Dalam pemilihan pelarut organik
diusahakan agar kedua jenis pelarut tidak saling tercampur satu sama lain. Selanjutnya proses
pemisahan dilakukan dalam corong pemisah dengan jalan pengocokan beberapa kali. Untuk
memilih jenis pelarut yang sesuai harus diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Pembanding distribusi tinggi untuk gugus yang bersangkutan dan pembanding
distribusi rendah untuk gugus pengotor lainnya
2. Kelarutan dalam air rendah
3. Kekentalan rendah dan tidak membentuk emulsi dengan air
4. Tidak mudah terbakar dan tidak bersifat racun
5. Mudah melepas kembali gugus yang terlarut di dalamnya untuk keperluan analisa
lebih lanjut
Campuran dua pelarut dimasukkan dalam corong pemisah, lapisan yang lebih ringan ada
pada lapisan atas. Dengan jalan pengocokan, proses ekstraksi berlangsung. Mengingat bahwa
proses ekstraksi merupakan proses kesetimbangan maka pemisahan salah satu lapisan pelarut
dapat dilakukan setelah kedua jenis pelarut dalam keadaan diam. Lapisan yang ada di bagian
bawah dikeluarkan dan corong dengan jalan membuka kran corong, jaga agar jangan sampai
lapisan atas ikut mengalir keluar.
𝐾𝐷 = Koefisien distribusi
𝐶𝑜 𝐶𝑜 = konsentrasi senyawa X pada pelarut
𝐾𝐷 =
𝐶𝑎 organik
𝐶𝑎 = konsentrasi senyawa X pada pelarut
air.
Iodine, I2 larut dalam air tetapi lebih mudah larut di dalam pelarut organik seperti
kloroform (CHCl3), atau karbon tetra klorida (CCI4). Apabila ke dalam larutan Iod dalam air
ditambahkan salah satu pelarut organik (yang tidak saling bercampur dengan air) tersebut,
2
kemudian campuran larutan dikocok dengan kuat, akan terjadi distribusi Iod antara kedua
pelarut tersebut. Sebagian besar Iod larut dalam pelarut organik dan sisa Iod yang pindah
dalam pelarut organik. Proses yang terjadi dalam ekstraksi adalah:
𝐼2 (𝑎𝑞) ↔ 𝐼2 (𝑜𝑟𝑔)
Perbandingan konsentrasi I2 dalam pelarut organik dan air setelah proses ekstraksi
digunakan untuk menghitung harga Koefisien Distribusi Iod dalam sistem organik/air.
Perhitungan konsentrasi I2 dilakukan dengan metode titrasi redoks yaitu mereaksikannya
dengan larutan natrium tiosulfat yang sudah diketahui konsentrasinya. Reaksi yang terjadi
adalah:
3
BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat
1. Labu Ukur 100 ml
Labu ukur digunakan untuk membuat larutan dengan konsentrasi tertentu dan
mengencerkan larutan dengan keakurasian yang tinggi. Labu ukur berkapasitas antara
5 ml sampai 5 L, biasanya digunakan mengencerkan zat hingga batas leher labu ukur.
2. Labu Erlenmeyer 100 ml
Berupa gelas yang diameternya semakin ke atas semakin kecil dengan skala di
sepanjang dindingnya. Alat ini memiliki kapasitas antara 5 ml sampai 5 L.
3. Corong Pisah 125 ml
Memiliki beberapa kapasitas, yaitu: 250, 500, 1000 ml. Berfungsi untuk
memisahkan cairan dari 2 fasa atau lebih yang berbeda berat jenisnya.
4. Statif dan Klem
Alat untuk menopang atau menggantung alat kimia,misalnya buret, soklet,
atau kondensor. Ada dua jenis klem, yaitu klem lingkaran dan klek penjepit.
5. Neraca Analitik
Timbangan yang mampu menimbang massa hingga ukuran miligram.
Memiliki tingkat ketelitian 3 atau 4 digit setelah koma. Ada dua jenis, yaitu neraca
analitik digital dan neraca analitik analog.
6. Botol Timbang atau Gelas Kaca
Berfungsi untuk menenntukan kadar air suatu zat juga untuk menyimpan
bahan yang akan ditimbang terutama untuk bahan yang higroskopis atau mudah
menguap. Kapasitas yang tersedia 5 ml sampai 60 ml dengan beragam diameter dari
(20x40) cm sampai (40x80) cm.
7. Pengaduk Gelas
Berbentuk batang dengan diameter 8-12 mm dan panjang antara 10-15 cm.
8. Pipet Filler
Merupakan alat bantu yang berfungsi menyedot larutan yang dikombinasikan
dengan alat ukur berupa pipet.
9. Pipet Volume 10, 25 ml
Berbentuk seperti pipa tetapi terdapat cembungan di tengah-tengah batang
pipa. Pada batang pipa terdapat tanda batas melingkar dan tulisan angka yang
menyatakan volume pipet tersebut.
10. Beaker Glass 100 ml
Berbentuk silinder dengan alas datar dengan berbagai kapasitas yaitu mulai 25
ml sampai 5 L.
11. Buret 100 ml
Silindris memanjang dengan skala pada sisi luarnya dan terdapat kran pada
sisi bawah. Berfungsi untuk menambah larutan pereaksi dimana volume penambahan
harus dicatat. Kapasitas yang tersedia:
Kapasitas (ml) Sub Skala (ml) Toleransi (ml)
10 0,05 0,05
25 0,1 0,1
50 0,1 0,1
4
Kapasitas (ml) Sub Skala (ml) Toleransi (ml)
100 0,2 0,2
12. Botol Semprot
Memiliki ppa kecil yang menjulur dari dalam sampai keluar. Kapasitas yang
tersedia: 250, 500, 1000, 1500 ml.
13. Botol Vial Hitam 100 ml
Memiliki kapasitas: 5, 8, 10, 12, 100, 150 ml, dst.
3.2 Bahan
1. Iodin
Sifat fisika dan kimia:
Berbentuk padat, berwarna hitam-ungu, berbau khas, densitas 4,93 g/cm3, titik didih
184◦C, titik leleh 113◦C, kelarutan dalam air 0,034 g/100 mL pada suhu 25◦C,
higroskopis.
Potensi bahaya:
Mudah menyublim menjadi gas ungu dengan aroma khas yang mengiritasi,
menyebabkan iritasi kulit, berbahaya jika tertelan, terhirup, atau terserap melalui kulit,
tidak mudah terbakar.
2. Kloroform (CHCl3)
Sifat fisika dan kimia:
Berbentuk cair, tidak berwarna, berbau manis, densitas 1,48 g/cm3, titik didih 61◦C,
titik leleh -63◦C, kelarutan dalam air 8,7 g/L pada suhu 23◦C, higroskopis.
Potensi bahaya:
Tidak mudah terbakar, menyebabkan iritasi pada mata, kulit, dan organ, serta
menyebabkan bahaya jika tertelan.
4. Aquades
Sifat fisika dan kimia:
Berbentuk cair, tidak berwarna, tidak berbau, densitas 1,00 g/cm3, titik didih 100◦C,
titik leleh 0◦C.
Potensi bahaya:
Tidak berbahaya
5
Berbentuk padat, berwarna putih, tidak berbau, densitas 1,55 g/cm3, titik didih 400◦C,
titik leleh 851◦C, larut dalam air, higroskopis.
Potensi bahaya:
Tidak mudah terbakar, menyebabkan iritasi pada mata, kulit, saluran pernafasan dan
pencernaan, berbahaya jika terhirup.
6. Amilum
Sifat fisika dan kimia:
Berbentuk padat, berwarna putih, densitas 1,5 g/cm3, titik larut dalam air.
Potensi bahaya:
Menyebabkan iritasi pada mata, kulit, dan inhalasi, berbahaya jika tertelan atau
terhirup.
8. KI
Sifat fisika dan kimia:
Berbentuk padat, berwarna putih, tidak berbau, densitas 3,23 g/cm3 pada 25◦C, titik
didih 1325◦C, titik leleh 723◦C, kelarutan dalam air 1430 g/L pada 20◦C , berat
molekul 166,00 g/mol.
Potensi bahaya:
Menyebabkan iritasi pada mata, kulit, inhalasi, berbahaya jika terhirup atau tertelan.
9. HCl
Sifat fisika dan kimia:
Berbentuk cair, berwarna kuning, berbau menyengat, titik didih 85◦C, titik leleh -20◦C,
larut dalam air pada suhu 20◦C, berat molekul 36,4606 g/mol.
Potensi bahaya:
Menyebabkan iritasi pada mata, kulit, menyebabkan luka bakar, berbahaya jika
tertelan atau tehirup.
6
3.3 Skema Percobaan
3.3.1 Pembuatan larutan I2
7
3.3.3 Standardisasi larutan Natrium Tiosulfat
8
3.3.5 Ekstraksi I2 satu kali
9
3.3.6 Ekstraksi I2 dua kali
10
3.3.7 Ekstraksi I2 tiga kali
11
3.4.2 Pembuatan Larutan Natrium Tiosulfat
- 2,7 gram padatan Na2S2O3.5H2O ditimbang
- Padatan dilarutkan menggunakan akuades
- Larutan ditambahkan 0,02 gram Na2CO3
- Campuran dilarutkan dan diencerkan menggunakan akuades
12
- Campuran dikocok selama 10 menit dan terpisah
- Campuran didiamkan hingga benar-benar terpisah
- Kedua lapisan dipisahkan
- Lapisan kloroform dipisah dan ditampung dalam botol 2
- Lapisan Akuose ditampung dalam erlenmeyer
- Larutan Akuose dititrasi menggunakan Na-Tiosulfat hingga berwarna kuning jerami
- Larutan ditetesi dengan amilum
- Dilanjutkan Titrasi hingga warna menghilang
- Volume Na-Tiosulfat yang dipakai dicatat sebagai V3
- Mol I2 yang tertinggal dihitung sebagai X2
13
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Data Pengamatan
1. Pembuatan larutan Na2S2O3
No Perlakuan Pengamatan
2,6176 g Na2S2O3.5H2O dilarutkan dalam Na2S2O3.5H2O berbentuk padatan putih
1
aquades di dalam gelas beaker 250 mL Campuran A: tidak berwarna
Na2CO3 berbentuk padatan putih
2 Ditambahkan dengan 0,0207 g Na2CO3
Campuran B: tidak berwarna
3 Dimasukkan ke labu ukur (campuran B) Tidak ada perubahan
Ditambahkan aquades sampai batas, Volume akhir larutan Na2S2O3 adalah
4
diencerkan 100 mL
14
3. Pembuatan larutan I2
No Perlakuan Pengamatan
I2 berbentuk padatan hitam
0,6330 g I2 ditambah KI, lalu digerus
1 KI berbentuk padatan putih
bersama
I2 ditambah KI: hitam kecoklatan
Ditambah aquades 250 mL ke dalam labu
2 Larutan I2: coklat kekuningan
ukur 250 mL
15
No Perlakuan Pengamatan
Hasil tidak berwarna
Dititrasi dengan Na2S2O3 sampai warna biru
10 Volume Na2S2O3 = 0,15 mL (3 tetes)
hilang
Volume total Na2S2O3 = 0,85 mL
16
No Perlakuan Pengamatan
15 Ditambah 3 tetes amilum Amilum: tidak berwarna
Hasil tidak berwarna
Dititrasi dengan Na2S2O3 sampai warna biru
16 Volume Na2S2O3 = 0,05 mL (1 tetes)
hilang
Volume total Na2S2O3 = 0,15 mL
17
No Perlakuan Pengamatan
Lapisan aquose dibiarkan di dalam corong
7 Berwarna kuning
pisah 125 mL
8 Ditambah 10 mL CHCl3 CHCl3: tidak berwarna
10 menit
9 Dikocok
Campuran: merah muda kecoklatan
10 Dibiarkan sampai larutan terpisah Terbentuk dua lapisan
11 Dipisahkan kedua larutan Atas: kuning, bawah: ungu muda
12 Lapisan CHCl3 dimasukkan botol 3 Berwarna ungu
Lapisan aquose dibiarkan di dalam corong
13 Berwarna kuning
pisah 125 mL
14 Ditambah 10 mL CHCl3 CHCl3: tidak berwarna
15 Dikocok 10 menit
16 Dibiarkan sampai larutan terpisah Terbentuk dua lapisan
17 Dipisahkan kedua larutan Atas: kuning muda, bawah: merah muda
18 Lapisan CHCl3 dimasukkan botol 3 Berwarna merah muda
Lapisan aquose ditampung dalam
19 Berwarna kuning muda
erlenmeyer 250 mL
20 Ditambah 3 tetes amilum Berwarna kuning muda
Hasil tidak berwarna
Dititrasi dengan Na2S2O3 sampai warna biru
21 Volume Na2S2O3 = 0,05 mL (1 tetes)
hilang
Volume total Na2S2O3 = 0,05 mL
18
Lapisan aquose dibiarkan di dalam corong
13 Berwarna kuning
pisah 125 mL
14 Ditambah 10 mL CHCl3 CHCl3: tidak berwarna
10 menit
15 Dikocok
Campuran: merah muda pudar
16 Dibiarkan sampai larutan terpisah Terbentuk dua lapisan
Atas: kuning muda, bawah: merah muda
17 Dipisahkan kedua larutan
pudar
18 Lapisan CHCl3 dimasukkan botol 3 Berwarna merah muda pudar
Lapisan aquose ditampung dalam
19 Berwarna kuning muda
erlenmeyer 250 mL
20 Ditambah 3 tetes amilum Berwarna kuning muda
Hasil tidak berwarna
Dititrasi dengan Na2S2O3 sampai warna biru
21 Volume Na2S2O3 = 0,05 mL (1 tetes)
hilang
Volume total Na2S2O3 = 0,05 mL
19
(mL) Sebelum Ditambah Setelah Ditambah Volume
Amilum Amilum Total
1 20 0,1 (2 tetes) 0,05 (1 tetes) 0,15
2 20 0,05 (1 tetes) 0,1 (2 tetes) 0,15
Rata-rata 20 0,15
4.1.3 Perhitungan
1. Penentuan normalitas Na2S2O3 hasil standarisasi
Volume Na2S2O3 = 24,35 mL
Normalitas KIO3 = 0,1 N
Volume KIO3 = 25 mL
𝑁1 × 𝑉1 = 𝑁2 × 𝑉2
𝑁 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 × 𝑉 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 = 𝑁 𝐾𝐼𝑂3 × 𝑉 𝐾𝐼𝑂3
𝑁 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 × 24,35 𝑚𝐿 = 0,1 𝑁 × 25 𝑚𝐿
𝑁 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 = 0,103 𝑁
1 mol 2 mol
Normalitas I2 sebelum ekstraksi
Volume I2 = 20 mL
Normalitas Na2S2O3 = 0,103 N
Volume Na2S2O3 = 2,325 mL (V1)
𝑚𝑜𝑙 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
= 𝑚𝑜𝑙 𝐼2
2
𝑁 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 × 𝑉 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
= 𝑁 𝐼2 × 𝑉 𝐼2
2
0,103 𝑁 × 2,325 𝑚𝐿
= 𝑁 𝐼2 × 20 𝑚𝐿
2
20
0,103 𝑁 × 2,325 𝑚𝐿
𝑁 𝐼2 = = 5,987 × 10−3 𝑁
2 × 20 𝑚𝐿
𝑚𝑜𝑙 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
= 𝑚𝑜𝑙 𝐼2
2
𝑁 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 × 𝑉 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
= 𝑁 𝐼2 × 𝑉 𝐼2
2
0,103 𝑁 × 0,725 𝑚𝐿
= 𝑁 𝐼2 × 20 𝑚𝐿
2
0,103 𝑁 × 0,725 𝑚𝐿
𝑁 𝐼2 = = 1,867 × 10−3 𝑁
2 × 20 𝑚𝐿
𝑚𝑜𝑙 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
= 𝑚𝑜𝑙 𝐼2
2
𝑁 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 × 𝑉 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
= 𝑁 𝐼2 × 𝑉 𝐼2
2
0,103 𝑁 × 0,15 𝑚𝐿
= 𝑁 𝐼2 × 20 𝑚𝐿
2
0,103 𝑁 × 0,15 𝑚𝐿
𝑁 𝐼2 = = 3,862 × 10−4 𝑁
2 × 20 𝑚𝐿
𝑚𝑜𝑙 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
= 𝑚𝑜𝑙 𝐼2
2
𝑁 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 × 𝑉 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
= 𝑁 𝐼2 × 𝑉 𝐼2
2
0,103 𝑁 × 0,05 𝑚𝐿
= 𝑁 𝐼2 × 20 𝑚𝐿
2
21
0,103 𝑁 × 0,05 𝑚𝐿
𝑁 𝐼2 = = 1,287 × 10−4 𝑁
2 × 20 𝑚𝐿
B. Penentuan mol I2
Mol I2 sebelum ekstraksi (𝑋0 )
𝑋0 = 𝑁 𝐼2 × 𝑉 𝐼2 = 5,987 × 10−3 𝑁 × 20 𝑚𝐿 = 0,119 𝑚𝑚𝑜𝑙
1
𝑋𝟏 = 𝑋0 ( )
𝑉𝑜𝑟𝑔
1 + 𝐾𝐷 𝑉𝑎𝑞
1
0,037 𝑚𝑚𝑜𝑙 = 0,119 𝑚𝑚𝑜𝑙 ( )
10 𝑚𝐿
1 + 𝐾𝐷 20 𝑚𝐿
0,037 𝑚𝑚𝑜𝑙 1
=( )
0,119 𝑚𝑚𝑜𝑙 10 𝑚𝐿
1 + 𝐾𝐷 20 𝑚𝐿
1
0,311 = ( )
1
1 + 𝐾𝐷 2
0,311 + 0,1555 𝐾𝐷 =1
0,1555 𝐾𝐷 = 1 − 0,311 = 0,689
𝐾𝐷 = 4,431
22
2
1
𝑋𝟐 = 𝑋0 ( )
𝑉𝑜𝑟𝑔
1 + 𝐾𝐷 𝑉𝑎𝑞
2
1
7,725 × 10−3 𝑚𝑚𝑜𝑙 = 0,119 𝑚𝑚𝑜𝑙 ( )
20 𝑚𝐿
1 + 𝐾𝐷 20 𝑚𝐿
2
−3
7,725 × 10 𝑚𝑚𝑜𝑙 1
=( )
0,119 𝑚𝑚𝑜𝑙 20 𝑚𝐿
1 + 𝐾𝐷 20 𝑚𝐿
2
1
0,065 = ( )
1 + 𝐾𝐷
1
0,255 = ( )
1 + 𝐾𝐷
0,255 + 0,255 𝐾𝐷 =1
0,255 𝐾𝐷 = 1 − 0,255 = 0,745
𝐾𝐷 = 2,921
1
𝑋𝟑 = 𝑋0 ( )
𝑉𝑜𝑟𝑔
1 + 𝐾𝐷 𝑉𝑎𝑞
3
1
2,575 × 10−3 𝑚𝑚𝑜𝑙 = 0,119 𝑚𝑚𝑜𝑙 ( )
30 𝑚𝐿
1 + 𝐾𝐷 20 𝑚𝐿
3
−3
2,575 × 10 𝑚𝑚𝑜𝑙 1
=( )
0,119 𝑚𝑚𝑜𝑙 30 𝑚𝐿
1 + 𝐾𝐷 20 𝑚𝐿
3
1
0,022 = ( )
3
1 + 𝐾𝐷 2
1
0,279 = ( )
3
1 + 𝐾𝐷 2
0,279 + 0,418 𝐾𝐷 =1
23
0,418 𝐾𝐷 = 1 − 0,279 = 0,721
𝐾𝐷 = 1,725
4,431 + 2,921 + 1,725
𝐾𝐷 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝐼2 = = 3,026
3
4.2 Pembahasan
4.2.1 Reaksi
Iodin akan mengoksidasi tiosulfat menjadi tetrationat dengan persamaan reaksi
sebagai berikut:
I2 (aq) + 2e → 2I- (aq)
2S2O32- (aq) → S4O62- (aq) + 2e
I2 (aq) + 2S2O32- (aq) → 2I- (aq) + S4O62 (aq) (Wahyuni, 2019).
24
kedalam larutan I2 yang telah distandarisasi. Penambahan kloroform kedua bertujuan untuk
memperoleh iodium yang masih tercampur di dalam larutan berair setelah ekstraksi pertama
dilakukan. Penambahan kloroform ketiga mengakibatkan iodium yang diperoleh semakin
bersih dari pengotor.
Proses ekstraksi adalah teknik pemisahan dan pemurnian yang didasarkan pada
kelarutan suatu zat dalam pelarut yang mempunyai kelarutan lebih besar dalam melarutkan
senyawa yang ingin diekstraksi. Zat yang diekstrak tidak dapat larut pada semua jenis pelarut
sehingga diperlukan pelarut tertentu yang sesuai. Adapun syarat-syarat pelarut untuk
ekstraksi antara lain perbedaan polaritas antara pelarut dan zat terlarut kecil, titik didih
rendah, mudah menguap, tidak berbahaya, tidak beracun, tidak mudah meledak atau terbakar,
dan bersifat inert atau tidak bereaksi dengan zat terlarut. Pelarut yang digunakan dalam
percobaan ekstraksi iodium ini adalah kloroform. Pelarut organik ini memenuhi syarat pelarut
untuk memperoleh iodium.
Percobaan ini terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut:
Pembuatan larutan Na2S2O3
Langkah pertama yang dilakukan yaitu ditimbang 2,6176 gram Na2S2O3·5H2O lalu
dilarutkan dengan aquades dalam gelas beker 250 mL menghasilan campuran yang tidak
berwarna. Ditambahkan dengan 0,0207 gram Na2CO3, dimasukkan kedalam labu ukur 100
mL dan ditambahkan aquades hingga garis batas.
Standarisasi larutan Na2S2O3
Larutan Na2S2O3 harus distandarisasi terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
titran pada proses titrasi. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara
langsung tetapi harus distandarisasi terhadap standar primer. Larutan Na2S2O3 tidak stabil
dalam waktu yang lama. Sejumlah zat padat seperti KIO3 digunkan sebagai sebagai standar
primer untuk larutan ini (Fitri, C.D., 2019). Standarisasi dilakukan dengan cara dimasukkan
25 mL KIO3 ke dalam Erlenmeyer 250 mL. Larutan KIO3 berfungsi sebagai sumber dari
sejumlah iod yang diketahui dalam titrasi. Ditambahkan 2,0187 gram KI, ditambahkan 10
mL HCl 2N sehingga terbentuk campuran B berwarna coklat kekuningan. Larutan KIO3
harus dicampurkan dengan asam kuat seperti HCl agar dapat digunakan dalam proses titrasi.
Dilakukan titrasi campuran B dengan larutan Na2S2O3 sebagai titran dan dihasilkan campuran
C berwarna kuning jerami. Dihitung volume titran yang dibutuhkan yaitu 25,1 mL. Ditambah
5 tetes amilum sehingga terbentuk campuran D berwarna hijau lumut. Dititrasi lagi campuran
D dengan larutan Na2S2O3 sebesar 0,4 mL hingga tidak berwarna. Ditambah 1 tetes amilum
untuk uji positif bahwa larutan standar Na2S2O3 sudah terbentuk. Volume total Na2S2O3 yang
dibutuhkan dalam tahap ini sebesar 25,5 mL.
Pembuatan larutan I2
Larutan iodium dibuat dengan cara 0,6330 g I2 ditambah KI, lalu digerus bersama.
Ditambah aquades ke dalam labu ukur 250 mL. Iodium hanya sedikit larut dalam air (0,00134
mol/ L pada suhu 25◦C) tetapi agak larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. Suatu
KI berlebih ditambahkan untuk meningkatkan kelarutan dan mengurangi penguapan iodium.
Adapun reaksi pembuatan larutan iodium adalah sebagai berikut:
I2 + I- → I3- (Erryanti, Fajar., dkk, 2015)
Butiran iodium yang dicampurkan dengan 250 mL aquades mula-mula berwarna kuning
bening disebabkan iodium berdifusi pada aquades. Butiran iodium tidak larut dalam aquades
25
karena aquades bersifat polar sedangkan iodium bersifat nonpolar. Apabila suatu pelarut yang
memiliki interaksi lemah dengan aquades dimasukkan kedalam sistem ini maka iodium akan
lebih mudah melarutkan dirinya ke dalam pelarut kloroform (Wahyuni, 2019).
Titrasi dan Duplo titrasi sebelum ekstraksi (Titrasi Iodometri)
20 mL I2 dimasukkan erlenmeyer 250 mL. Dititrasi dengan Na2S2O3 sampai berwarna
kuning jerami. Ditambah 3 tetes amilum. Lalu Dititrasi dengan Na2S2O3. Titrasi iodometri
pada percobaan ini tergolong titrasi secara tidak langsung. Na2S2O3 digunakan sebagai titran
dengan indicator larutan amilum. Larutan Na2S2O3 akan bereaksi dengan larutan iodin yang
telah dihasilkan sebelumnya dari reaksi antara analit dengan larutan KI berlebih. Indikator
amilum ditambahkan saat titrasi mendekati titik ekivalen karena amilum dapat membentuk
kompleks yang stabil dengan iodin (Tutik Padmaningrum, Regina, 2008). Na2S2O3 dipilih
sebagai titran karena merupakan agen pengoksidasi yang diperlukan larutan asam agar dapat
bereaksi dengan iodin. Iodin akan mengoksidasi tiosulfat menjadi tetrationat dengan
persamaan reaksi sebagai berikut:
I2 (aq) + 2e → 2I- (aq)
2S2O32- (aq) → S4O62- (aq) + 2e
I2 (aq) + 2S2O32- (aq) → 2I- (aq) + S4O62 (aq) (Wahyuni, 2019).
Ekstraksi Iodium
Ekstraksi pada percobaan ini dilakukan sebanyak 3 kali. Ekstraksi ini dilakukan
dengan cara 20 mL I2 dimasukkan corong pisah 125 mL. Kemudian Ditambah 10 mL CHCl3,
dikocok selama 10 menit hingga terbentuk dua lapisan yang terpisah karena berbeda fasa.
Penambahan CHCl3 bertujuan untuk melarutkan iod dan membentuk larutan menjadi 2 fasa.
Pemilihan penggunaan kloroform disebabkan kloroform dan iod merupakan senyawa kovalen
nonpolar. Saat iod dikocok bersama campuran kloroform dan aquose lalu didiamkan maka
iod akan terbagi dalam kedua pelarut itu dan mencapai kesetimbangan sehingga zat terlarut
iod dapat tereksrak dari fasa aaquose ke fasa kloroform. Saat terbentuk 2 fasa, fasa Aquose
dibagian atas berwarna kuning dan fasa kloroform berada di bawah berwarna ungu. Fasa
aquose memiliki densitas lebih kecil dibanngkan fasa kloroform sehingga berada di bagian
atas. Setelah larutan iodium terekstrak maka fasa kloroform dikeluarkan dari corong pisah
dan fasa aquose dimasukkan dalam Erlenmeyer dan dititrasi seperti langkah sebelumnya dan
didapatkan larutan berwarna kuning kecoklatan. Larutan ini terus dititrasi hingga larutan yang
berubah warna biru menjadi tidak berwarna yang menunjukkan titik akhir titrasi. Setelah
dilakukan ekstraksi sebanyak 3 kali, iodine telah mencaai titik akhir titrasi yang dibuktikan
dengan penambahan tetes amilum. Iodin akan mengoksidasi tiosulfat menjadi tetrationat
dengan persamaan reaksi sebagai berikut:
I2 (aq) + 2e → 2I- (aq)
2S2O32- (aq) → S4O62- (aq) + 2e
I2 (aq) + 2S2O32- (aq) → 2I- (aq) + S4O62 (aq) (Wahyuni, 2019).
26
dengan teori yaitu jika semua Na2S4O6 telah teroksidasi, maka kelebihan larutan iod akan
berubah warna menjadi kuning pucat. Tetapi kelebihan iodin pada akhir titrasi akan
memberikan warna yang samar, yaitu seperti pada hasil percobaan dimana hasil akhir titrasi
iodometri larutan menjadi tidak berwarna.
Secara umum, ekstraksi adalah proses penarikan suatu zat terlarut dari larutannya di
dalam air oleh suatu pelarut lain yang tidak dapat bercampur (Arsyad, 2001). Dalam
percobaan ini, digunakan uji suatu zat terlarut yaitu larutan I2 dengan pelarut organiknya
adalah kloroform. Juga digunakan metode ekstraksi yang paling sederhana, yaitu ekstraksi
bertahap, dimana caranya cukup menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur
dengan pelarut semula kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan
konsentrasi yang akan diekstraksi pada kedua lapisan. Kedua lapisan didiamkan agar mudah
untuk dipisahkan melalui corong pisah.
Pada percobaannya, setelah larutan I2 ditambah dengan pelarut kloroform terbentuk
dua lapisan berwarna kuning orange (atas) dan merah muda keunguan (bawah). Hal ini sesuai
dengan hukum distribusi Nernst yaitu bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur
dimasukkan solute yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut, maka akan terjadi
pembagian solut dengan perbandingan tertentu. Perbandingan konsentrasi solut di dalam
kedua pelarut tersebut tetap dan merupakan suatu tetapan pada suhu yang tetap, yang disebut
sebagai tetapan distribusi atau koefisien distribusi yang dinyatakan sebagai KD (Arsyad,
2001).
Berdasarkam teorinya, jika nilai KD nya besar, maka solut akan cenderung
terdistribusi lebih banyak ke dalam pelarut organik dan sebaliknya. Sedangkan pada
percobaan ini, diperoleh harga KD pada ekstraksi satu kali, dua kali, dan tiga kali yang
nilainya kecil dengan harga KD rata-ratanya adalah 3,026. Hal ini menunjukkan hanya sedikit
kloroform yang terekstrak dan menyebabkan larutan fase air masih mengandung kloroform.
Pada percobaan ini juga dilakukan duplo yang bertujuan untuk meningkatkan
ketepatan percobaan. Selain itu teori juga menegaskan bahwa ekstraksi lebih efisien bila
dilakukan berulang kali dengan jumlah pelarut yang kecil daripada jumlah pelarut yang
banyak tetapi ekstraksinya hanya sekali (Arsyad, 2001).
27
BAB 5. KESIMPULAN
Kesimpulan dari percobaan ini yaitu:
1. Banyaknya I2 yang terekstraksi ke fase organik pada ekstraksi satu kali yaitu sebesar
68,817 %; pada ekstraksi dua kali yaitu sebesar 93,548 %; dan pada ekstraksi tiga kali
yaitu sebesar 93,548 %. Semakin banyak ekstraksi yang dilakukan maka semakin banyak
I2 yang terekstrak ke fase organik.
2. Konstanta Distribusi I2 pada ekstraksi satu kali yaitu sebesar 4,431; pada ekstraksi dua
kali yaitu sebesar 2,921; dan pada ekstraksi tiga kali yaitu sebesar 1,725. Semakin
banyak ekstraksi yang dilakukan maka semakin kecil nilai Konstanta Distribusi.
Konstanta Distribusi rata-rata I2 yaitu sebesar 3,026.
28
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, M. Natsir. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta: Gramedia.
Diktat Penentuan Praktikum Pemisahan Kimia. 2017. Kimia. Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibahim Malang.
Erryanti, F., dkk. 2015. Iodimetri. Kimia Analisis SMK-SMAK Bogor.
Fitri, C.D. 2019. Standarisasi Natrium Tiosulfat. Diakses pada 25 Februari 2019 pukul 22.10
WIB.
Haryadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia.
Padmaningrum, R. T. 2008. Titrasi Iodometri. Jurdik Kimia. Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta.
Tutik Padmaningrum, Regina. 2008. Jurusan Pendidikan Kimia, FMIPA, Universitas Negeri
Yogyakarta.
Wahyuni, Risma. 2019. Pembahasan Ekstraksi Iodin. Diakses pada 25 Februari 2019 pukul
22.00 WIB.
29
LAMPIRAN
1. PEMBUATAN LARUTAN STANDAR
30
DUPLO STANDARISASI LARUTAN NA2S2O3
31
DUPLO TITRASI SEBELUM EKSTRAKSI
32
5. EKSTRAKSI DUA KALI
33
Lapisan CHCl3 dimasukkan Dibuka kran corong pisah Terbentuk 2 fasa yaitu atas
kuning
botol 3 untuk memisah kedua fasa muda, bawah merah muda
Dibiarkan larutan terpisah Terbentuk 2 fasa, atas kuning Lapisan aquose dalam
oranye, bawah ungu muda corong pisah
34
Dibuka kran corong pisah Lapisan aquose kuning Lapisan aquose dalam
Untuk memisah kedua fasa muda erlenmeyer
35