Perancangan Perkerasan Jalan
Perancangan Perkerasan Jalan
TSI - 262
(TSI-262)
Oleh :
KELOMPOK XVIII
ASISTEN:
TRI AZHARI, S.T
TAUFIK FAJARKURNIAWAN
INDAH TRI ISLAMYANTI
Menyetujui / Mengesahkan
Padang, April 2021
Koordinator Asisten
(Irfan Taufiqurrahman)
Mengetahui,
Kepala Laboratorium Transportasi dan Perkerasan Jalan Raya
M. Aminsyah, M.T
NIP. 196602021993031005
LEMBAR ASISTENSI
TUGAS BESAR
PERANCANGAN PERKERASAN JALAN
TSI - 262
Mengetahui :
Asisten I Asisten II Asisten III
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan praktikum
Perancangan Perkerasan Jalan dan kemudian menyajikannya dalam bentuk
laporan.
Penyusunan laporan ini tidak lepas dari bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Purnawan, Ph.D, Bapak M. Aminsyah, M.T, Ibu Titi Kurniati, M.T
dan Ibu Elsa Eka Putri, Ph.D, selaku dosen pembimbing mata kuliah
Perancangan Perkerasan Jalan.
Kritik dan saran yang membangun kami harapkan dari semua pihak untuk
kesempurnaan laporan ini. Semoga hasil kerja kami memberikan manfaat bagi
kita semua.
Kelompok XVIII
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR ASISTENSI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR KEPUSTAKAAN
LAMPIRAN
DOKUMENTASI
BAB I
PENDAHULUAN
a. Bulat (Rounded)
Agregat yang dijumpai di sungai pada umumnya telah
mengalami pengikisan oleh air sehingga berbentuk bulat. Partikel
agregat bulat saling bersentuhan dengan luas bidang kontak kecil
yang menghasilkan daya interlocking yang lebih kecil dan lebih
mudah tergelincir.
b. Lonjong (Elongated)
Partikel agregat berbentuk lonjong dapat ditemui di
sungai-sungai atau bekas endapan sungai. Agregat dikatakan
lonjong jika ukuran panjangnya besar dari 1,8 kali diameter rata-
rata. Sifat interlocking-nya hampir sama dengan berbentuk bulat.
c. Pipih (Flaky)
Partikel agregat berbentuk pipih dapat berupa hasil dari
pemecah batu atau memang merupakan sifat dari agregat tersebut
yang dipecahkan cenderung berbentuk pipih. Agregat pipih
adalah agregat yang lebih tipis dari 0,6 kali diameter rata-rata.
Indeks kepipihan adalah berat total agregat yang lolos slot dibagi
dengan berat total agregat yang tertahan pada ukuran nominal
tertentu.
d. Kubus (Cubical)
Partikel agregat berbentuk kubus merupakan bentuk
agregat hasil mesin pemecah batu yang mempunyai bidang
kontak yang lebih luas, berbentuk bidang rata sehingga
memberikan interlocking yang lebih besar. Dengan demikian
kestabilan yang diperoleh lebih besar dan tahan terhadap
deformasi yang timbul. Agregat yang berbentuk kubus ini paling
baik digunakan sebagai bahan konstruksi jalan.
3. Kebersihan
Kotoran terdiri dari debu dan zat organik yang melekat
pada permukaan agregat akan mempengaruhi kurang baiknya
kelekatan agregat terhadap aspal. Kotoran akan mempengaruhi
mutu campuran agregat dengan aspal, karena kotoran
membungkus permukaan agregat sehingga daya lekat antara
agregat dan aspal berkurang.
Adanya kotoran mengakibatkan luas daerah yang harus
diselimuti aspal berkurang. Dengan kadar aspal yang sama akan
menghasilkan lapisan yang lebih tebal yang dapat mengakibatkan
terjadinya bleeding. Kotoran berupa lumpur cenderung menyerap
air yang mengakibatkan hancurnya lapisan aspal.
4. Daya Absorbsi
Agregat yang digunakan untuk campuran perkerasan
haruslah mempunyai pori sedikit. Banyaknya pori akan
mempengaruhi daya absorbsi agregat terhadap aspal. Hal ini
sangat berguna untuk lapisan aus.
Agregat yang berpori akan lebih banyak menyerap aspal,
sehingga aspal akan masuk kedalam pori-pori yang
mengakibatkan campuran akan kekurangan aspal, selain itu
agregat yang berpori banyak kurang daya tahannya dibanding
dengan agregat yang sama tetapi kurang berpori. Agregat yang
berpori banyak tidak bisa digunakan untuk campuran perkerasan
jalan. Menurut SNI 1969 : 2008 standar absorbsi agregat kasar
yaitu < 3%.
5. Kekerasan dan Ketahanan
Pada waktu pelaksanaan dan pelayanan, agregat akan
mengalami bermacam-macam pembebanan yang disebabkan oleh
lalu lintas di atasnya. Agregat yang berada didekat permukaan
perkerasan memerlukan kekerasan yang lebih besar dibanding
agregat yang letaknya dibawah.
7. Berat Jenis
Berat jenis dibutuhkan untuk mengetahui keseragaman
sumber agregat dan juga menentukan kadar aspal dengan
metoda luas permukaan untuk DMF (Design Mix Formula).
Penentuan berat jenis agregat berbeda untuk agregat kasar,
halus, dan pengisi. Hal ini disebabkan karena butir-butir yang
berlainan mempunyai daya absorbsi terhadap air yang berbeda
pula.
2.1.3 Metode Penentuan Kadar Agregat
1. Metode grafis 2 fraksi
Metoda grafis 2 fraksi dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
a. Buatlah kotak dengan ukuran bujur sangkar (10 x 10) cm.
b. Sisi kiri dan kanan merupakan persen masing-masing fraksi.
c. Sisi atas dan bawah merupakan persen fraksi agregat yang akan
digunakan, dengan catatan titik 0 pada sisi atas sejajar dengan sisi
seratus pada sisi bawah.
d. Plot pada kotak titik-titik dari masing-masing nomor saringan
untuk agregat fraksi A dan fraksi B.
e. Gabungkan titik-titik yang nomor saringannya sama.
f. Pada garis-garis tersebut ditentukan batas spesifikasi.
g. Tentukan batas maksimum dan minimum yang paling dekat
dengan garis bujur sangkar.
h. Dari batas maksimum dan minimum tadi, ditarik garis vertikal.
i. Tarik garis yang membagi dua daerah maksimum dan minimum
sehingga dari garis ini dapat ditentukan persen agregat kasar dan
halus.
2. Metode diagonal
Metoda diagonal dapat ditentukan dengan prinsip sebagai
berikut:
a. Mengetahui persyaratan gradasi yang diminta.
a1 b1 c1 d1
S a2 b2 c2 D d2
a3 b3 c3 d3
1 1 1
S 2 2 2
3 3 3
2.2 Aspal
B30. Dimana B10 adalah aspal Buton dengan kadar bitumen rata–
rata 10%.
b. Aspal Danau (Lake Asphalt), contohnya aspal dari danau
Bermudes, Trinidad.
2. Aspal Buatan, yang terdiri dari:
a. Aspal Minyak
Merupakan hasil penyulingan minyak bumi. Aspal minyak
dengan bahan dasar dibedakan atas:
Aspal Keras atau Panas (Asphalt Cement/AC)
Aspal yang digunakan dalam keadaan cair atau panas.
Aspal ini berbentuk padat pada keadaan penyimpanan. Aspal
semen terdiri dari beberapa jenis tergantung dari proses
pembuatan dan asal minyak buminya. Pengelompokan aspal
semen dapat dilakukan berdasarkan nilai penetrasi pada
temperatur 25oC ataupun berdasarkan nilai viskositasnya.
Pembagian aspal semen di Indonesia berdasarkan nilai
penetrasinya, antara lain:
1) AC pen 40/50, yaitu AC dengan penetrasi antara 40-50
2) AC pen 60/70, yaitu AC dengan penetrasi antara 60-70
3) AC pen 80/100, yaitu AC dengan penetrasi antara 80-100
Aspal semen dengan penetrasi rendah digunakan pada
daerah bercuaca panas atau lalu lintas dengan volume tinggi.
Sedangkan aspal semen dengan penetrasi tinggi digunakan di
daerah dengan cuaca dingin atau lalu lintas rendah. Di
Indonesia pada umumnya digunakan aspal semen dengan
penetrasi 60/70 dan 80/100.
Keterangan:
P = % berat aspal terhadap agregat total
A = % berat agregat tertahan saringan #8
B = % berat agregat lewat saringan #8 dan tertahan saringan #50
C = % berat agregat yang lewat saringan #50 dan tertahan #200
D = % berat agregat lolos saringan #200
Keterangan:
P = % berat aspal terhadap berat agregat total
A = % berat agregat tertahan saringan #50
B = % berat agregat tertahan saringan #50 dan tertahan saringan
#100
C = % berat agregat tertahan saringan #100 dan tertahan saringan
#200
D = % berat agregat lolos saringan #200
dengan jalan dengan volume lalu lintas yang hanya terdiri dari
kendaraan penumpang saja.
Stabilitas terjadi dari hasil geseran antar butir, penguncian antar
partikel dan daya ikat yang baik dari lapisan aspal. Dengan demikian
stabilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan mengusahakan
penggunaan:
a. Agregat dengan gradasi yang rapat (dense graded).
b. Agregat dengan permukaan kasar.
c. Agregat berbentuk kubus.
d. Aspal dengan penetrasi rendah.
e. Aspal dengan jumlah yang mencukupi untuk ikatan antar butir.
Agregat bergradasi baik, dan rapat memberikan rongga antar
butiran agregat (Voids in Mineral Agregat = VMA) yang kecil,
keadaan ini menghasilkan film aspal yang tipis, mudah lepas yang
mengakibatkan lapisan tidak lagi kedap air, sehingga oksidasi mudah
terjadi, dan lapis perkerasan menjadi rusak.
2. Durabilitas (Keawetan/Daya Tahan)
Durabilitas diperlukan pada lapisan permukaan sehingga lapisan
dapat menahan keausan akibat pengaruh cuaca, air, dan perubahan
suhu ataupun keausan akibat gesekan kendaraan.
Faktor yang mempengaruhi durabilitas lapis aspal beton adalah:
1. Film aspal atau selimut aspal, selimut aspal yang tebal dapat
menghasilkan lapis aspal beton yang berdurabilitas tinggi tetapi
kemungkinan terjadinya bleeding tinggi.
2. VIM (Voids In Mix) kecil sehingga lapis kedap air dan udara tidak
masuk kedalam campuran yang menyebabkan terjadinya oksidasi
dan aspal menjadi rapuh.
3. VMA (Voids in Mineral Agregat) besar sehingga film aspal dapat
dibuat tebal. Jika VMA dan VIM kecil serta kadar aspal tinggi
kemungkinan terjadinya bleeding besar.
3. Fleksibilitas (Kelenturan)
Fleksibilitas pada lapisan perkerasan adalah kemampuan lapisan
untuk dapat mengikuti deformasi yang terjadi akibat beban lalu lintas
berulang tanpa timbulnya retak dan perubahan volume.
Fleksibilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan:
a. Penggunaan agregat bergradasi senjang sehingga didapat VMA
yang besar.
b. Penggunaan aspal lunak (aspal dengan penetrasi tinggi).
c. Penggunaan aspal yang cukup banyak sehingga diperoleh VIM
yang kecil.
4. Skid Resistance (Tahanan Geser/Kekesatan)
Tahanan geser adalah kekesatan yang diberikan oleh perkerasan
sehingga tidak mengalami slip baik diwaktu hujan atau basah maupun
diwaktu kering. Kekesatan dinyatakan dengan koefisien gesek antar
permukaan jalan dan ban kendaraan.
Tahanan geser tinggi jika:
a. Penggunaan kadar aspal yang tepat sehingga tak terjadi bleeding.
b. Penggunaan agregat dengan permukaan kasar.
c. Penggunaan berbentuk kubus.
d. Penggunaan agregat yang kasar.
5. Workabilitas
Kemampuan dari campuran aspal yang dalam pengerjaannya
dapat dengan mudah dibentuk, dicetak, ataupun sebagainya. Tingkat
kemudahan dalam pelaksanaan, menentukan tingkat efisiensi
pekerjaan. Faktor yang mempengaruhi tingkat kemudahan dalam
proses penghamparan adalah viskositas aspal, kepekaan aspal terhadap
perubahan temperature, dan gradasi serta kondisi agregat.
6. Fatigue Resistance (Ketahanan Terhadap Kelelahan)
Kemampuan suatu campuran aspal untuk menerima beban
berulang atau secara terus menerus tanpa terjadinya kelelahan berupa
alur dan retak. Hal ini dapat tercapai jika mempergunakan kadar aspal
yang tinggi.
7. Kedap Air
Kemampuan suatu campuran aspal untuk tidak dilalui air atau
udara ke dalam lapisan aspal. Air dan udara dapat mengakibatkan
percepatan proses penuaan aspal, dan pengelupasan selimut aspal dari
permukaan agregat. Jumlah pori yang tersisa setelah aspal dipadatkan
dapat menjadi indikator kekedapan air campuran.
Lapisan aspal yang menggunakan gradasi rapat akan
menghasilkan kepadatan yang baik, berarti memberikan stabilitas
yang baik, tetapi mempunyai rongga pori yang kecil sehingga
memberikan kelenturan yang kurang baik dan akibat tambahan
pemadatan dari beban lalu lintas berulang serta aspal yang mencair
akibat pengaruh cuaca akan memberikan tahanan geser yang kecil.
Lapisan perkerasan harus memenuhi 4 syarat:
a. Kadar aspal cukup memberikan kelenturan.
b. Stabilitas cukup memberikan kemampuan yang memikul beban
sehingga tak terjadi deformasi yang merusak.
c. Kadar rongga cukup memberikan kesempatan untuk pemadatan
tambahan akibat beban berulang dan flow dari aspal.
d. Dapat menghasilkan campuran yang akhirnya menghasilkan
lapisan perkerasan yang sesuai dengan persyaratan dalam
pemilihan lapis perkerasan pada tahap perencanaan
Grafik Tipikal
Perencanaan Campuran Asphalt Concrete- Binder Course
“ Gradasi Kasar “
A. Maksud
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan gradasi atau
pembagian butiran dari agregat halus, agregat sedang, dan agregat
kasar dengan menggunakan saringan.
B. Peralatan
1. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram dari berat benda uji.
2. Satu set saringan ukuran: 1", 3/4", 1/2", 3/8", #4, #8, #16, #30,
#50, #100, #200, dan PAN.
3. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi
sampai (110+5)ºC.
4. Mesin pengguncang saringan (Sieve Shaker).
5. Talam-talam.
C. Benda uji
Benda uji yaitu jenis agregat halus sebanyak 500 gram,
agregat sedang 1000 gram, dan agregat kasar 5000 gram.
D. Prosedur Kerja
1. Benda uji dimasukkan kedalam oven dengan suhu (110+5)ºC dan
dikeringkan sampai berat tetap, kemudian ditimbang. Berat tetap
yaitu keadaan berat benda uji selama 3 kali penimbangan dan
pemanasan dalam oven selama 2 jam berturut-turut tidak
mengalami perubahan kadar air lebih dari 0,1%;
2. Saring benda uji kering lewat susunan saringan dengan saringan
paling besar ditempatkan paling atas;
Laporan Praktikum Perancangan Perkerasan Jalan
Laboratorium Transportasi dan Perkerasan Jalan Raya
Jurusan Teknik Sipil – Universitas Andalas
5. Timbang dan catat berat benda uji yang tertahan pada tiap-tiap
ukuran saringan;
F. Analisa Percobaan
Pada praktikum perancangan perkerasan jalan raya, metoda
yang digunakan untuk mengetahui persentase pembagian agregrat
dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : metoda diagonal dan metoda
Trial and Error. Dalam metoda diagonal, diperoleh nilai persentase
untuk agregrat kasar sebesar 12,948%, agregrat sedang sebesar
26,053%, dan agregrat halus sebesar 60,999%. Dari pembagian
nilai persentase diatas didapatkan tiga data yang tidak memenuhi
standar spesifikasi, hal itu disebabkan karena kesalahan saat
melakukan pengujian seperti adanya agregrat yang terbuang saat
penyaringan. Untuk metoda Trial and Error, diperoleh nilai
persentase untuk agregrat kasar sebesar 13%, agregrat sedang
sebesar 32%, dan agregrat halus sebesar 55%. Dari masing-masing
nilai persentase diatas, semua data yang didapatkan telah
memenuhi standar spesifikasi yang ada, sehingga metoda Trial and
Error mampu mengubah data memenuhi spesifikasi. Hal ini
dikarenakan dari pengujian Trial and Error didapatkan seluruh
data yang telah memenuhi standar spesifikasi.
G. Kesimpulan
Pada saat praktikum perancangan perkerasan jalan raya
pengujian analisa saringan didapatkan hasil dari metode diagonal,
yaitu agregat kasar sebesar 12,948%, agregat sedang sebesar
26,053%, dan agregat halus sebesar 60,999%, karena data yang
diperoleh tersebut tidak semuanya masuk ke dalam spesifikasi AC-
WC. Maka digunakan metode Trial and Error yang diperoleh nilai
persentase untuk agregrat kasar sebesar 13%, agregrat sedang
sebesar 32%, dan agregrat halus sebesar 55%.
H. Aplikasi Lapangan
Pada pemeriksaan analisa saringan ini digunakan untuk
menentukan nilai berat jenis agregrat yang akan digunakan pada
saat merancang Design Mix Formula ( DMF ), agar nilai persentase
masing-masing agregrat yang telah didapat pada pengujian dapat
digunakan dalam campuran perkerasan jalan, maka gradasi dari
agregrat kasar, agregrat sedang, dan agregrat halus yang didapatkan
harus masuk dalam Spesifikasi AC - WC.
Catatan : …………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………...
………………………………………………………………………………...
………………………………………………………………………………..
Catatan : …………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………...
………………………………………………………………………………...
………………………………………………………………………………..
Catatan : …………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………...
………………………………………………………………………………...
………………………………………………………………………………..
NOMOR
PERSEN LOLOS
SARINGAN
AGREGAT KASAR AGREGAT SEDANG AGREGAT HALUS
3/4" 100,000 100,000 100,000
1/2" 51,875 100,000 100,000
3/8" 6,177 100,000 100,000
#4 1,477 38,477 100,000
#8 0,000 1,475 95,500
#16 0,000 0,745 66,547
#30 0,000 0,675 47,013
#50 0,000 0,477 24,655
#100 0,000 0,346 14,624
#200 0,000 0,202 10,766
PAN 0,000 0,000 0,000
3/4" 100,000 100,000 100,000
Catatan : …………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………...
……………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………...
B. Peralatan
1. Timbangan dengan kapasitas 1 kg atau lebih dengan ketelitian
0,1 gram.
2. Piknometer dengan kapasitas 500 ml.
3. Kerucut terpancung (cone), diameter bagian atas (40+3) mm,
diameter bagian bawah (90±3) mm, dan tinggi (75±3) mm
dibuat dari logam tebal minimum 0,8 mm.
C. Benda Uji
Benda uji adalah agregat yang lolos saringan #4 sebanyak 1 kg.
D. Prosedur Kerja
1. Ambil benda uji kondisi lapangan ,kemudian rendam selama
±24 jam;
2. Setelah ±24 jam buang air perendaman dengan hati-hati,jangan
ada butiran yang hilang ,tebarkan agregat diatas talam
,kemudian keringkan di udara panas dengan cara membolak-
balikkan benda uji;
3. Periksa keadaan kering permukaan jenuh dengan memasukkan
agregat ke dalam kerucut terpancung . Padatkan dengan batang
penumbuk sebanyak 25 kali,angkat kerucut terpancung dan
keadaan kering permukaan jenuh tercapai bila benda uji runtuh
tetapi masih dalam keadaan tercetak;
4. Segera setelah tercapai keadaan kering pemukaan jenuh,
masukkan 500 gram agregat kedalam piknometer. Masukkan
air suling sampai mencapai 90% isi piknometer, putar sambil
diguncang sampai tidak terlihat gelembung udara didalamnya;
5. Rendam piknometer dalam air selama beberapa menit dan ukur
suhu air untuk penyesuaian perhitungan kepada suhu standar
25ºC;
6. Tambahkan air sampai mencapai tanda batas;
7. Timbang piknometer berisi air dan benda uji sampai ketelitian
0,1 g(Bt) ;
Bk
( B 500 Bt )
500
( B 500 Bt )
Bk
( B Bk Bt )
(500 Bk )
x100%
Bk
Maka didapatkan hasil sebagai berikut:
1. Berat jenis (bulk spesific gravity) = 2,604
2. Berat jenis kering permukaan jenuh = 2,888
3. Berat jenis semu (apparent spesific gravity) = 3,640
4. Penyerapan agregat halus = 10,938 %
F. Analisa Percobaan
Pada pengujian berat jenis dan penyerapan agregat halus,
didapat berat jenis 2,604 yang sudah memenuhi standar ˃2,5, nilai
berat jenis permukaan jenuh didapatkan sebesar 2,888 dan berat
jenis semu didapatkan sebesar 3,640. Berdasarkan Spesifikasi
Umum 2018 Divisi 6 Revisi 2 pada penyerapan agregat, yaitu
penyerapan agregat yang baik maksimal 3%. Pada percobaan,
diperoleh nilai penyerapan agregat halus sebesar 10,938%. Pada
pemeriksaan ini diperoleh nilai penyerapan agregat halus lebih dari
3% penyerapan karena pada saat pengeringan, benda uji banyak
menempel di dinding kuali sehingga menyebabkan berat benda uji
berkurang.
G. Kesimpulan
H. Aplikasi Lapangan
Pada berat jenis dan penyerapan agregat halus digunakan
untuk penentuan Design Mix Formula (DMF) dan mencari berat
jenis maksimum campuran dengan metoda luas permukaan untuk
mendapatkan kadar aspal optimum.
Catatan : …………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………...
………………………………………………………………………………..
B. Peralatan
1. Keranjang kawat dengan kapasitas kira-kira 5 kg dengan
ukuran 3,35 mm atau 2,36 mm (#6 atau #8).
2. Tempat air dengan kapasitas dan bentuk yang sesuai untuk
pemeriksaan.
3. Timbangan dengan kapasitas 5 kg, dengan ketelitian 0,1 gram
dari berat contoh yang ditimbang dan dilengkapi alat
penggantung keranjang.
4. Oven dengan pengatur suhu sampai (110+5)oC.
5. Saringan #4.
6. Alat pemisah contoh.
C. Benda Uji
Benda uji diambil dari agregat yang lolos saringan 3/4” dan
tertahan saringan #4 sebanyak 5000 gram setelah dioven.
D. Prosedur Kerja
1. Benda uji dicuci sampai bersih hingga tidak ada debu yang
menempel;
2. Benda uji dikeringkan dalam oven pada suhu sekitar (110±5)ºC
sampai berat tetap;
3. Dinginkan benda uji selama 1-3 jam pada suhu kamar, lalu
timbang dengan ketelitian 0,5 gram sehingga diperoleh berat
kering (Bk);
4. Rendam benda uji dalam suhu kamar selama ± 24 jam;
5. Setelah ± 24 jam, keluarkan benda uji dari dalam air, lap dengan
kain sampai kering permukaan;
6. Timbang dan catat berat berat benda uji kering permukaan jenuh
(Bj);
7. Timbang benda uji di dalam air dengan menggunakan keranjang
pada timbangan standar yang sesuai. Timbang dan catat
beratnya dalam air (Ba).
Bk
( B j Ba )
Bj
( B j Ba )
Bk
( Bk Ba )
( B j Bk )
x100%
Bk
F. Analisa Percobaan
Berdasarkan Spesifikasi Umum 2018 Divisi 6 Revisi 2
mengenai berat jenis, selisih maksimum berat jenis agregat halus
dengan berat jenis agregat kasar adalah 0,2. Pada nilai berat jenis
agregrat kasar ini, didapatkan hasil 2,717 yang sudah memenuhi
spesifikasi ˃2,5. Sehingga selisih berat jenis agregat halus dan
kasar yang didapat sebesar 0,113 dan nilai sudah sesuai dengan
nilai spesifikasi. Untuk nilai penyerapan dari agregat kasar yaitu
0,250 % telah sesuai dengan standar yang telah diberikan yaitu ˂
3%
G. Kesimpulan
H. Aplikasi Lapangan
Pada percobaan pemeriksaan berat jenis agregat kasar
digunakan untuk penentuan DMF dengan metoda luas permukaan
dan untuk mencari berat jenis maksimum campuran dan mendapat
kadar aspal optimum.
A. Maksud
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat isi
agregat halus, kasar, atau campuran. Berat isi adalah perbandingan
berat agregat terhadap volume.
B. Peralatan
1. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram dari berat contoh.
2. Talam/panci yang cukup besar untuk mengeringkan contoh
agregat.
3. Tongkat pemadat diameter 15 mm, panjang 60 cm dengan ujung
bulat terbuat dari baja.
4. Mistar perata (straight edge).
5. Mould yang terbuat dari baja berbentuk silinder dengan alat
pemegang, berkapasitas seperti berikut:
Ukuran
Kapasitas Diameter Tinggi Tebal Wadah butir
Minimum Maksimum
(liter) (mm) (mm) Dasar Sisi (mm)
2.832 152.4±2.5 154.9±2.5 5.08 2.54 12.7
9.435 203.2±2.5 292.1±2.5 5.08 2.54 25.4
14.158 254.0±2.5 279.4±2.5 5.08 3.00 38.1
28.316 355.6±2.5 284.4±2.5 5.08 3.00 101.6
C. Benda Uji
Masukkan contoh agregat kedalam talam minimal sebanyak
kapasitas wadah sesuai daftar di atas, keringkan dalam oven sampai
berat tetap.
D. Prosedur Kerja
1. Berat isi lepas:
1. Timbang dan catat berat mould (W1);
2. Masukkan benda uji dengan hati-hati;
F. Analisa Percobaan
Pada percobaan mengenai pemeriksaan berat isi agregat
dilakukan dengan metoda berat isi lepas dan berat isi padat. Pada
pemeriksaan berat isi padat dilakukan dengan cara penusukan dan
cara penggoyangan yang masing-masing memiliki berat isi yang
berbeda. Pada metoda berat isi lepas, nilainya 1381,532 gram/dm3,
hasil tersebut lebih kecil dibandingkan dengan berat isi padat cara
penusukan sebesar 1522,775 gram/dm3 dan cara penggoyangan
sebesar 1558,086 gram/dm3. Dari percobaan menunjukkan bahwa
dengan metode penggoyangan paling besar karena pada saat mould
digoyangkan, agregat akan mengisi rongga yang kosong dan
memadat kesemua sisi sehingga rongga-rongga yang kosong dapat
terisi dan menjadi lebih padat. Nilai berat isi pada metoda berat isi
lepas lebih kecil, dikarenakan pada saat mengisikan agregat ke
dalam mould terdapat banyak sekali rongga akibat tidak adanya
perlakuan khusus. Nilai berat isi padat saat penusukan akan
membuat rongga baru ketika batang penusuk diangkat.
G. Kesimpulan
Pada pemeriksaan berat isi agregat, nilai berat isi terbesar
diperoleh dengan metoda penggoyangan sebesar 1558,086
gram/dm3, berat isi dengan cara penusukan 1522,775 gram/dm.
Hasil berat isi lepas sebesar 1381,532 gram/dm3.
H. Aplikasi Lapangan
Pada percobaan ini berguna untuk mengkonversikan berat
ke volume agar mempermudah pekerjaan di lapangan. Pemeriksaan
berat isi juga erat kaitannya dengan perencanaan biaya dan
mempermudah pembelian bahan bangunan tanpa perlu menimbang
kembali bahan-bahan tersebut.
Catatan : …………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………
Catatan : …………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………...
……………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………...
Catatan : …………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………...
……………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………...
A. Maksud
Pemeriksaan ini bermaksud untuk menentukan kelekatan
agregat terhadap aspal. Kelekatan agregat terhadap aspal adalah
persentase luas permukaan batuan yang tertutup aspal terhadap
keseluruhan luas permukaan.
B. Peralatan
1. Timbangan dengan kapasitas 200 gram, ketelitian 0,1 gram.
2. Tabung gelas kimia (beker) dengan kapasitas 600 ml.
3. Saringan 9,5 mm (3/8") dan 6,3 mm (1/4") atau #4
4. Termometer.
5. Pisau pengaduk (spatula) lebar 1” dan panjang 4”.
6. Wadah tempat mengaduk.
7. Oven dengan alat pengukur suhu sampai (110 +5)°C.
8. Air suling pH 6–7.
C. Benda Uji
1. Benda uji adalah agregat yang lewat saringan 9,5 mm (3/8”) dan
tertahan saringan 6,3 mm (1/4”) atau saringan #4 sebanyak kira-
kira 100 gram.
2. Benda uji dicuci sampai bersih dan dikeringkan sampai berat
tetap. Simpan benda uji di tempat yang aman dan siap untuk
diperiksa.
3. Untuk pelapisan agregat basah perlu ditentukan berat jenis
kering permukaan jenuh (SSD) dan penyerapan dari agregat
kasar (PB-0202-76).
D. Prosedur Kerja
Untuk pelapisan agregat kering dengan aspal panas:
1. Ambil 100 gram benda uji, masukkan ke dalam wadah,
panaskan wadah berisi benda uji selama 1 jam di oven pada
suhu (135-149)°C. Ditempat terpisah panaskan aspal sampai
cair pada suhu (135-145)°C;
2. Timbang aspal sebanyak 5,5+0,2 gram di dalam talam lalu
masukkan agregat yang telah dipanaskan. Aduk sampai agregat
terlapisi aspal seluruhnya selama 2-3 menit. Adukan didiamkan
sampai mencapai suhu ruang;
3. Pindahkan benda uji yang sudah terselimuti aspal ke dalam
tabung gelas kimia 600 ml. Tambahkan air sampai semua
agregat yang terlapisi aspal terbenam oleh air dan biarkan pada
suhu kamar selama 16-18 jam;
4. Perkirakan persentase luas permukaan yang terselaputi aspal,
apakah mencapai 100% atau kurang, permukaan yang
kecoklatan atau buram dianggap terselaputi penuh.
F. Analisa Percobaan
Persentase kelekatan agregat terhadap aspal yang didapat
dari data praktikum adalah sebesar ≥ 95%. Berdasarkan Spesifikasi
Umum 2018 Divisi 6 Revisi 2, standar kelekatan agregat terhadap
aspal yang baik adalah ≥ 95%. Maka, dari hasil data praktikum
tersebut masuk Spesifikasi, maka layak digunakan untuk campuran
aspal.
G. Kesimpulan
Pada pengujian kelekatan agregat terhadap aspal, diperoleh
data persentase aspal yang melekat pada agregat sebesar ≥ 95%.
Catatan : …………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………
A. Maksud
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan
agregat kasar terhadap keausan dengan menggunakan mesin Los
Angeles. Keausan dinyatakan dengan perbandingan antara berat
agregat aus lewat saringan #12 terhadap berat semula (dalam
persen).
B. Peralatan
1. Mesin Los Angeles.
Mesin terdiri dari silinder baja tertutup pada kedua sisinya dengan
diameter 71 cm (28"), panjang dalam 50 cm (20"). Silinder
bertumpu pada dua poros pendek yang tak menerus dan berputar
pada poros mendatar. Silinder berlubang untuk memasukkan
benda uji. Penutup lubang terpasang rapat sehingga permukaan
dalam silinder tidak terganggu. Di bagian dalam silinder terdapat
bilah baja melintang penuh setinggi 8,9 cm (3,56”).
2. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram.
3. Bola-bola baja dengan diameter rata-rata 4,68 cm dan berat
masing-masing 390 gram – 445 gram (berjumlah 11 buah).
4. Oven dengan suhu sampai (110+5)°C.
5. Saringan 3/4", 1/2", 3/8", dan saringan #12.
C. Benda Uji
1. Benda uji yang diambil adalah agregat yang lolos saringan 3/4"
tertahan saringan 1/2" sebanyak 2500 gram dan lolos saringan
1/2" tertahan saringan 3/8" sebanyak 2500 gram.
2. Bersihkan benda uji dan keringkan dalam oven sampai berat
tetap.
D. Prosedur Kerja
1. Masukkan benda uji dan bola-bola baja ke dalam mesin Los
Angeles;
2. Putar mesin dengan kecepatan 30 sampai 33 rpm, 500 putaran;
3. Setelah selesai diputar, keluarkan benda uji dari dalam mesin Los
Angeles dan masukkan ke dalam talam;
4. Saringlah benda uji yang telah di tes dengan saringan #12 dan
cuci benda uji yang tertahan saringan tersebut dan oven benda uji
sampai berat tetap;
5. Kemudian timbang dan catat berat benda uji kering setelah
didinginkan terlebih dahulu.
G. Kesimpulan
Dari data yang telah didapatkan keausan untuk agregat
yang diuji dengan mesin Los Angeles saat praktikum adalah
sebesar 29,750 %.
H. Aplikasi Lapangan
Menentukan apakah agregat yang akan digunakan dilapangan
tersebut, mampu menahan beban kendaraan yang bergerak secara
berulang-ulang.
Pemeriksaan I
a = 5000,000 gram
b = 3512,500 gram
a -b = 1487,500 gram
ab
Keausan I = x100% = 29,750 %
a
Catatan : …………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………...
………………………………………………………………………………...
………………………………………………………………………………...
A. Maksud
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan nilai
kekuatan agregat kasar terhadap tekanan yang bervariasi dalam
jangka waktu tertentu (Aggregate Crushing Value/ACV). Nilai
ACV dinyatakan dengan perbandingan antara berat agregat yang
hancur (lolos saringan 2,36 mm atau #3/8) dengan berat total
sampel agregat semula dalam persen.
B. Peralatan
1. Aggregate Crushing Machine.
Mesin ini dilengkapi dengan mesin penekan (Compression
Machine) yang memiliki kapasitas untuk gaya sebesar 400 kN
(±40 ton) dan dapat dioperasikan untuk memberikan kecepatan
beban yang seragam sehingga gaya tersebut tercapai dalam 10
menit.
2. Silinder pengujian tesebut dari baja, yaitu tempat sampel
berbentuk silinder dengan alas dan ukuran sebagai berikut:
Diameter Diameter
Simbol Ukuran Untuk Internal Internal
Silinder 150 mm Silinder 75 mm
Silinder
A Internal Diameter 154±0,5 mm 78±0,5 mm
Kedalaman
B Diameter 125 sampai 140 mm 70 sampai 85 mm
C Tebal dinding >16,0 mm >8,0 mm
Plunger
D Diameter Piston 152±0,5 mm 76±0,5 mm
E Diameter Stem 95 sampai 155 mm 45 sampai 80 mm
Panjang Piston
F dan stem 100 sampai 115 mm 60 sampai 80 mm
G Tebal Piston >25,0 mm >19,0 mm
H Diameter Lubang 20,0 mm 10,0 mm
Baseplate
I Tebal 6 mm 6 mm
J Panjang 200-300 mm 110-115
110-116
C. Benda Uji
1. Sampel yang digunakan adalah agregat yang lolos saringan 14,0
mm dan yang tertahan saringan 10,0 mm. Untuk setiap
pengujian dibuat dua sampel.
2. Saring agregat pada urutan saringan 14,0 mm dan 10,0 mm
selama 10 menit. Sampel yang diambil adalah agregat yang
lolos saringan 14,0 mm dan tertahan di 10,0 mm.
3. Cuci sampel dengan air yang mengalir dan keringkan dalam
oven (110±5)ºC selama ±4 jam (kondisi kering oven).
4. Setelah suhu turun (atau sama dengan suhu ruangan, 25ºC)
sampel siap untuk digunakan.
D. Prosedur Kerja
1. Timbang silinder pengujian beserta alas dengan ketelitian 0,1
gram (W1).
2. Isilah silinder dengan sampel dalam tiga lapis yang sama tebal.
Setiap lapis dipadatkan dengan 25 kali tusukan besi penuh
secara merata di seluruh permukaan. Tiap lapisan, tongkat
dijatuhkan secara bebas dengan ketinggian tidak lebih dari 5 cm
dari permukaan lapisan. Pada lapisan terakhir, isi cup dengan
agregat agak menyembul dan padatkan.
3. Ratakan permukaan sampel dengan besi penusuk dan timbang
(W2).
4. Hitunglah berat awal sampel (A=W2-W1).
5. Letakkan Aggregate Crushing Machine pada lantai dasar dan
keras, seperti lantai beton.
E. Perhitungan Data
Berat awal sampel (A)
Sampel = 2125,100 gram
Berat sampel lolos saringan 2,36 mm (B)
Sampel = 512,500 gram
Aggregate Crushing Value (ACV) [(B/A) x 100%]
Sampel = 24,117 %
F. Analisa Percobaan
Dari hasil percobaan, diperoleh ACV sebesar 24,117 %.
Berdasarkan British Standard, standar agregrat ACV ≤ 30%. Hal
ini berarti bahwa kualitas agregrat yang diujikan mampu menahan
beban tekanan secara langsung.
G. Kesimpulan
Pada pemeriksaan kekuatan agregat terhadap tekanan
diperoleh data berat awal benda uji sebesat 2125,100 gram dan
berat sampel lewat saringan 2,36 mm ( #8 ) diperoleh sebesar
H. Aplikasi Lapangan
Menentukan apakah agregat yang akan digunakan di
lapangan tersebut, mampu menahan beban atau tidak yang
diakibatkan oleh tekanan.
Contoh beban tekanan di jalan raya seperti, beban kendaraan
yang sedang parkir dan beban kendaraan saat berhenti di lampu
merah ataupun beban kendaraan pada saat terjadinya kemacetan
dijalan raya serta beban yang menimpa jalan dalam waktu yang
lama seperti pohon tumbang yang belum dievakuasi.
B ..................... %
Aggregate Crushing Value = x 100 %
A
Rata-rata ACV / Pembulatan 24,117 %
A. Maksud
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kekuatan
agregat terhadap tumbukan (Aggregate Impact Value). Aggregate
Impact Value (AIV) adalah persentase perbandingan antara
agregat yang hancur dengan jumlah sampel yang ada.
B. Peralatan
1. Agregate Impact Machine. Alat ini masih digerakkan secara
manual dengan tenaga manusia.
2. Berat total mesin tidak lebih dari 60 kg dan tidak kurang dari
40 kg. Dasar mesin terbuat dari baja dengan diameter 300 mm
dan memiliki berat antara 22 sampai 30 kg.
3. Cylindrical Steel Cup memiliki diameter dalam 102 mm dan
kedalaman 50 mm. Ketebalan cup tidak lebih dari 6 mm.
4. Palu baja yang digunakan memiliki berat antara 13,5 sampai
14,0 kg dengan bagian bawah (bidang kontak) merupakan
lingkaran dan berbentuk datar. Diameter kontak sebesar 100
mm dan ketebalan 50 mm, dengan chamfer 1,5 mm. Palu
diatur sedemikian rupa hingga dapat naik turun dengan mudah
tanpa gesekan berarti. Palu baja bergerak jatuh bebas dengan
tinggi jatuh 380±5 mm, diukur dari bidang kontak palu sampai
permukaan sampel di dalam cup.
5. Alat pengunci palu dapat diatur sedemikian rupa untuk dapat
memudahkan pergantian sampel dan pemasangan cup.
6. Saringan dengan diameter 14,0 mm,10 mm, dan 2,36 mm.
7. Besi penusuk dengan panjang 230 mm serta memiliki
potongan melintang lingkaran berdiameter 10 mm.
8. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram.
C. Benda Uji
1. Sampel yang digunakan adalah agregat yang lolos saringan
14,0 mm dan yang tertahan saringan 10,0 mm (3/8"). Untuk
setiap pengujian dibuat 2 sampel.
2. Saring antara 500 sampai 1000 gram agregat pada urutan
saringan 14,0 mm dan 10,0 mm selama 10 menit. Sampel yag
diambil adalah agregat yang lolos saringan 14,0 mm dan
tertahan 10,0 mm.
3. Cuci sampel dengan air yang mengalir dan keringkan dalam
oven (110±5)ºC selama 4 jam (kondisi kering oven).
4. Setelah suhu turun atau sama dengan suhu ruangan (25ºC)
sampel siap untuk digunakan.
D. Prosedur Kerja
1. Timbang cup (Cylindrical Steel Cup) dengan ketelitian 0,1
gram (W1);
2. Isilah cup dengan sampel dalam sampel tiga lapis yang sama
tebal. Setiap lapis dipadatkan dengan 25 kali tusukan besi
penusuk secara merata diseluruh permukaan. Tiap lapis
tongkat dijatuhkan secara bebas dengan ketinggian lebih dari
5 cm dari permukaan lapisan. Pada lapisan terakhir isi cup
dengan agregat agak menyembul dan padatkan;
3. Ratakan permukaan sampel dengan besi penusuk dan
timbang (W2);
4. Hitunglah berat awal sampel (W3=W2-W1);
5. Letakkan mesin Impact Agregat pada lantai dasar dan keras
seperti lantai beton;
6. Letakkan cup berisi sampel pada tempatnya dan pastikan
letak cup sudah baik dan tidak akan bergeser akibat
tumbukan palu;
7. Atur ketinggian palu agar jarak antara bidang kontak palu
dengan permukaan sampel 380±5 mm;
8. Lepaskan pengunci palu dan biarkan palu jatuh bebas ke
sampel. Angkat palu pada posisi semula dan lepaskan
Shabrina Aulia Zein (1810921025) III-27
Laporan Praktikum Perancangan Perkerasan Jalan
Laboratorium Transportasi dan Perkerasan Jalan Raya
Jurusan Teknik Sipil – Universitas Andalas
E. Perhitungan Data
Berat sampel (W3)
Sampel I = 279,000 gram
Sampel II = 272,700 gram
Berat sampel lolos saringan 2,36 mm (B)
Sampel I = 36,100 gram
Sampel II = 40,100 gram
Berat sampel tertahan saringan 2,36 mm (C)
Sampel I = 242,900 gram
Sampel II = 232,600 gram
Aggregate Impact Value (AIV) [(B/A) x 100%]
Sampel I = 12,939 %
Sampel II = 14,705 %
F. Analisa Percobaan
Dari data yang telah didapatkan nilai rata-rata dari dua
pemeriksaan yaitu AIV sebesar 13,822 %. Menurut British
Standard agregat yang mempunyai nilai AIV kecil dari 30 %,
berarti hasil dari percobaan AIV telah memasuki standar yang
telah diberikan.
G. Kesimpulan
Dari hasil pengujian didapatkan data berat benda uji
sebesar 279,000 gram pada pemeriksaan pertama serta 272,700
gram pada pemeriksaan kedua, berat sampel lewat saringan 2,36
mm atau saringan #8 sebesar 36,100 gram pada pemeriksaan
pertama serta 40,100 gram dari pemeriksaan kedua. Dari data
tersebut diperoleh rata-rata AIV agregat dari dua pemeriksaan
sebesar 13,822 %. Hal ini menunjukkan bahwa agregrat yang
diujikan memiliki ketahanan yang baik terhadap tumbukan.
H. Aplikasi Lapangan
Menentukan apakah agregat yang akan digunakan
dilapangan tersebut mampu menahan beban atau tidak yang
diakibatkan oleh tumbukan.
Contoh beban tumbukan di jalan raya, seperti bencana
alam (material bangunan yang jatuh ke jalan, longsor, pohon yang
jatuh ke tanah dan lainya), tanggul, dan kecelakaan.
B 12,939 14,705 %
Aggregate Impact Value =
A
Rata-rata AIV / Pembulatan
13,822 %
A. Maksud
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan penetrasi
bitumen keras atau lembek (solid atau semi solid) dengan
memasukkan jarum penetrasi ukuran tertentu, beban, dan waktu
tertentu ke dalam bitumen dengan suhu tertentu.
B. Peralatan
1. Alat penetrasi yang dapat menggerakkan pemegang jarum naik
turun, dapat mengukur penetrasi sampai 0,1 mm.
2. Pemegang jarum seberat (47,5+0,05 gram) yang dapat dilepas
dengan mudah dari alat penetrasi untuk peneraan.
3. Pemberat (50±0,05) gram untuk pengukuran penetrasi dengan beban
100 gram dan (100+0,05) gram untuk beban 200 gram.
4. Jarum penetrasi Stainless Steel mutu 440 C atau HRC 54-60
5. Cawan contoh yang terbuat dari logam atau gelas berbentuk silinder
dengan dasar yang rata-rata berukuran sebagai berikut:
6. Bak perendam (Water Bath). Terdiri dari bejana dengan isi tidak
kurang dari 10 liter dan dapat menahan suhu tertentu dengan
ketelitian 0,1°C. Bejana dilengkapi dengan pelat dasar yang
berlubang-lubang.
7. Tempat air untuk benda uji minimal 350 ml.
8. Stopwatch.
9. Termometer.
C. Benda uji
Panaskan contoh (aspal) perlahan-lahan. Untuk bitumen
pemanasan tidak lebih 90oC diatas titik lembek. Aduklah perlahan-
lahan agar udara tidak masuk ke dalam contoh. Setelah contoh cair
merata tuangkan ke dalam cawan dan diamkan sampai dingin. Buatlah
2 buah benda uji dan tutup agar bebas debu, dan diamkan pada suhu
ruang selama 1-1,5 jam.
D. Prosedur Kerja
1. Letakkan benda uji dalam Transfer Dish (tempat air yang kecil) dan
masukkan tempat air tersebut ke dalam bak perendam/Water Bath
yang telah berada pada suhu ruang (25°C), pastikan benda uji
terendam sepenuhnya dengan air, diamkan dalam bak selama 1-1,5
jam untuk benda uji yang kecil dan 2 jam untuk benda uji yang
besar;
2. Periksa pemegang jarum agar jarum dapat dipasang dengan baik.
Bersihkan jarum penetrasi dengan toluene atau pelarut lain kemudian
keringkan, barulah pasang jarum pada pemegang jarum;
3. Letakkan pemberat 50 gram di atas jarum untuk memperoleh beban
seberat (100+0,1) gram;
4. Pindahkan transfer dish yang berisi sampel dari bak perendam ke
bawah alat penetrasi;
5. Turunkan jarum perlahan-lahan hingga menyentuh benda uji,
kemudian aturlah angka nol pada arloji penetrometer hingga jarum
penunjuk berimpit dengan angka nol;
6. Lepaskan pemegang jarum dan pada saat bersamaan jalankan
stopwatch selama (5±0,1) detik;
7. Putarlah arloji penetrometer dan bacalah angka penetrasi yang
berhimpit dengan jarum penunjuk, bulatkan hingga 0,1 mm terdekat;
8. Lepaskan jarum dari pemegang jarum dan siapkan alat penetrasi
untuk percobaan berikutnya;
9. Lakukan pekerjaan 1 sampai 8 untuk 5 titik pemeriksaan dengan
ketentuan setiap titik pemeriksaan berjarak lebih dari 1 cm.
Pemeriksaan I Pemeriksaan II
Pengamatan 1 = 66 Pengamatan 1 = -
Pengamatan 2 = 75 Pengamatan 2 = -
Pengamatan 3 = 54 Pengamatan 3 = -
Pengamatan 4 = - Pengamatan 4 = -
Pengamatan 5 = - Pengamatan 5 = -
Rata-rata = 65 Rata-rata = -
F. Analisa Percobaan
Dari percobaan didapat nilai rata-rata penetrasi tanpa
kehilangan berat adalah 65.
G. Kesimpulan
Pada pemeriksaan nilai penetrasi hanya diperoleh dari
kondisi benda uji dengan satu pemeriksaan, yaitu penetrasi tanpa
kehilangan berat sebesar 65.
H. Aplikasi Lapangan
Penetrasi dilakukan untuk menguji kekerasan dan jenis aspal
yang akan digunakan di lapangan. Aspal dengan penetrasi tinggi
digunakan di daerah dengan iklim dingin dan volume lalu lintas
Pemeriksaan Penetrasi I II
66
Pengamatan ke- 1
Pengamatan ke- 2 75
Pengamatan ke- 3 54
Pengamatan ke-4
Pengamatan ke- 5
Rata - rata 65
Catatan : …………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………...
………………………………………………………………………………...
………………………………………………………………………………
Pemeriksaan Penetrasi I II
Pengamatan ke- 1
Pengamatan ke- 2
Pengamatan ke- 3
Pengamatan ke-4
Pengamatan ke- 5
Rata – rata
Catatan : …………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………...
……………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………...
B. Peralatan
1. Oven dengan pengatur suhu.
2. Cawan contoh terbuat dari aluminium.
3. Timbangan.
C. Benda uji
Panaskan aspal sampai cair dan masukkan kedalam 4 buah
cawan, 2 sampel digunakan untuk pemeriksaan penetrasi dengan
kehilangan berat dan 2 sampel untuk daktilitas kehilangan berat.
D. Prosedur Kerja
1. Cawan ditimbang;
2. Masukkan benda uji ke dalam cawan, dinginkan. Timbang berat
cawan berisi aspal tersebut sehingga diperoleh berat aspal
sebelum dipanaskan (W1);
3. Oven cawan berisi benda uji tersebut pada suhu 163°C selama 5
jam. Setelah 5 jam keluarkan benda uji dari oven dan biarkan
sampai dingin;
4. Lalu timbang lagi beratnya (W2);
5. Hitunglah berat aspal tersebut yang besarnya adalah (W1-W2).
F. Analisa Percobaan
Berdasarkan Spesifikasi 2018 yaitu memiliki nilai maksimal
kehilangan berat aspal 0,8%. Untuk nilai sampel didapat bernilai
0,089%, sampel tersebut sudah sesuai spesifikasi.
G. Kesimpulan
Dari hasil pemeriksaan kehilangan berat setelah pemanasan
sampai suhu 163°C diperoleh nilai sebesar 0,089 %.
H. Aplikasi Lapangan
Pemeriksaan kehilangan berat ini berguna dalam menentukan
pengaruh pemanasan (iklim suatu daerah) terhadap aspal, sehingga
dapat ditentukan kadar aspal yang harus digunakan pada perkerasan
jalan di daerah yang beriklim panas supaya kadar aspal nya tetap
memenuhi DMF yang direncanakan walaupun menerima panas yang
tinggi di daerah tersebut.
Catatan : …………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………...
……………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………...
3.2.3 Pemeriksaan Titik Nyala dan Titik Bakar dengan Cleveland Open
Cup SNI 2433-2011 (Cara Uji Titik Nyala dn Bakar dengan Cleveland
Open Cup )
A. Maksud
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik nyala
dan titik bakar aspal dengan menggunakan alat Cleveland Open Cup
secara manual dan dapat digunakan untuk semua aspal yang
mempunyai titik nyala dalam bentang 79°C sampai dengan 400°C.
Titik nyala adalah suhu terendah dimana uap benda uji dapat
menyala (nyala biru singkat) apabila dilewatkan api penguji.
Temperatur titik nyala tersebut harus dikoreksi pada tekanan barometer
udara 101,3 kPa.
Titik bakar adalah suhu terendah ketika uap benda uji terbakar
selama minimum 5 detik apabila dilewatkan oleh api uji . Temperatur
titik bakar tersebut harus dikoreksi pada tekanan barometer udara
101,3 kPa (760 mm Hg).
B. Peralatan
1. Termometer.
2. Sumber pemanas yang berasal dari gas.
3. Cleveland Open Cup (cawan kuningan).
4. Pelat pemanas, terdiri logam untuk melekatkan cawan Cleveland
Open Cup dan bagian atas dilapisi asbes.
5. Nyala uji yang dapat diatur dan memberikan nyala 3,2-4,8 mm.
6. Standar dan penahan angin.
C. Benda uji
1. Panaskan contoh aspal hingga cair.
2. Kemudian isi Cleveland Open Cup dengan aspal cair sampai garis
dan hilangkan gelembung udara yang ada pada permukaan cairan.
D. Prosedur Kerja
1. Letakkan Cleveland Open Cup yang berisi aspal di atas pelat
pemanas dan aturlah sumber pemanas hingga terletak di bawah titik
tengah dari cawan tersebut;
2. Letakkan nyala penguji dengan poros berjarak 7,5 cm dari titik
tengah cawan;
3. Tempatkan termometer tegak lurus di dalam benda uji dengan jarak
6,4 mm di atas dasar cawan dan terletak satu garis dengan yang
menghubungkan titik tengah, kemudian aturlah sehingga poros
termometer terletak pada jarak 1/4 diameter cawan dari tepi;
4. Tempatkan penahan angin di depan nyala penguji;
5. Nyalakan sumber pemanas dan aturlah pemanasan sehingga
kenaikkan suhu menjadi 15°C per menit dilakukan sampai benda
uji mencapai suhu 56°C di bawah nyala perkiraan;
6. Aturlah kecepatan pemanasan 5-6°C per menit pada suhu antara
56°C dibawah titik nyala perkiraan;
7. Nyalakan nyala penguji dan aturlah agar diameter nyala penguji
tersebut menjadi 3,2 sampai 4,8 mm;
8. Lewatkan nyala penguji di atas permukaan cawan dari tepi ke tepi
dalam waktu 1 detik;
9. Lanjutkan pekerjaan 6 sampai 8 sampai terlihat nyala singkat pada
suatu titik di atas permukaan benda uji. Baca suhu pada termometer
dan catat;
10. Lanjutkan pekerjaan No. 9 sampai terlihat nyala sekurang-
kurangnya 5 detik dan catat pula suhu termometer pada saat itu.
F. Analisa Percobaan
Standar Spesifikasi Umum 2018, yaitu untuk titik nyala ≥ 225
C dan standar titik bakar lebih besar dari suhu titik nyala. Dari hasil
percobaan ini telah tercapai suhu untuk titik nyala 232,5C dan untuk
titik bakar 292,5C. Hal ini artinya, suhu untuk titik nyala dan titik
bakar sudah memenuhi standar. Jika aspal terus dipanaskan sehingga
melebihi suhu titik bakarnya, maka akan menyebabkan aspal terbakar.
Hal ini akan mempengaruhi struktur dan sifat kimia dari aspal itu
sendiri.
G. Kesimpulan
Pada percobaan titik nyala dan titik bakar, nilai titik nyala
lebih kecil dari pada nilai titik bakar, dimana suhu untuk titik nyala
232,5C dan untuk titik bakar 292,5C.
H. Aplikasi Lapangan
Berguna untuk menentukan temperatur maksimal pemanasan
aspal sehingga aspal tidak terbakar saat pemanasan aspal. Serta sebagai
salah satu prosedur keselamatan pekerja saat penghamparan aspal.
Juga sebagai keselamatan kerja pada saat pabrikasi.
0 0
C dibawah Waktu C Titik nyala
titik nyala
Catatan : …………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………...
………………………………………………………………………………...
Laporan Praktikum Perancangan Perkerasan Jalan
Laboratorium Transportasi dan Perkerasan Jalan Raya
Jurusan Teknik Sipil – Universitas Andalas
A. Maksud
Pengujian daktlitas dilakukan untuk mengetahui sifat kohesi
dan plastisitas aspal. Pemeriksaan ini dilakukan dengan mencetak
aspal dalam cetakan dan meletakkan contoh aspal ke dalam tempat
pengujian. Tempat pengujian berisi cairan dengan berat jenis
mendekati berat jenis aspal. Nilai daktilitas aspal adalah panjang
contoh aspal ketika putus pada saat dilakukan penarikan dengan
kecepatan 5 cm/menit. Pemeriksan ini untuk mengukur jarak
terpanjang yang dapat ditarik antara dua cetakan yang berisi bitumen
keras sebelum putus pada suhu dan kecepatan tarik tertentu.
B. Peralatan
1. Cetakan daktilitas kuningan.
2. Bak perendam (Water Bath).
3. Mesin uji dengan ketentuan:
a. Dapat menarik benda uji dengan kecepatan tetap
b. Dapat menjaga benda uji tetap terendam dan tidak
menimbulkan getaran selama pemeriksaan.
4. Glycerine dan sabun krim.
5. Termometer.
C. Benda uji
1. Lapisi semua bagian dalam cetakan daktilitas dan bagian atas
pelat dasar dengan sabun cream kecuali bagian dalam cetakan
yang berbentuk setengah lingkaran.
2. Panaskan contoh aspal kira-kira 100 gram sampai cair pada suhu
80–100oC, hingga dapat dituangkan. Setelah contoh cair merata,
tuangkan kedalam cetakan dengan hati-hati dari ujung ke ujung
hingga penuh.
3. Dinginkan cetakan pada suhu ruang selama 30 sampai 40 menit,
lalu masukkan benda uji ke dalam bak perendam.
D. Prosedur Kerja
1. Benda uji didiamkan pada suhu 25°C dalam bak perendam selama
85 menit sampai 95 menit. Setelah itu dikeluarkan dan ratakan
permukaannya dengan pisau panas;
2. Kemudian lepaskan benda uji dari pelat dasar dan sisi–sisi
cetakan;
3. Pasang benda uji pada mesin uji dan tariklah secara teratur
dengan kecepatan 5 cm/menit sampai benda uji putus. Pada saat
percobaan benda uji harus selalu terendam sekurang-kurangnya
2,5 cm dari permukaan air.
F. Analisa Percobaan
Pada percobaan ini pemeriksaan daktilitas bahan bitumen data
standar yang akan diperoleh minimal 100 cm, pada pengujian kali ini
didapat hasil pengamatan I yaitu sebesar 87,800 cm dan pengamatan
II yaitu 105,200 cm sehingga didapatkan rata-rata sebesar 96,500 cm,
berdasarkan data yang didapat aspal tersebut sudah memenuhi
spesifikasi.
G. Kesimpulan
Dari percobaan daktilitas bahan bitumen didapat bahwa data
pengamatan sebesar 96,500 cm, hal tersebut membuktikan bahwa
bitumen yang diujikan memiliki daktilitas yang baik.
H. Aplikasi Lapangan
Dengan diketahuinya nilai daktilitas, maka kita dapat
mengetahui kemampuan aspal dalam mengikat agregat. Sehingga
perkerasan jalan tersebut menjadi lebih kuat dan tidak mudah hancur.
PEMERIKSAAN DAKTILITAS
SNI 2432 - 2011
Pengamatan I 87,800
Pengamatan II 105,200
Catatan : …………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
A. Maksud
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis
bitumen dengan piknometer. Berat jenis bitumen atau aspal adalah
perbandingan antara berat bitumen dengan berat air suling dengan isi
yang sama pada suhu tertentu.
B. Peralatan
1. Timbangan.
2. Bak perendam yang dilengkapi pengatur suhu.
3. Piknometer sebanyak 1 buah.
4. Air suling sebanyak 1000 cm3.
5. Bejana gelas.
C. Benda uji
1. Panaskan aspal keras sebanyak 50 gram sampai menjadi cair dan
aduklah untuk mencegah pemanasan setempat.
2. Tuangkan contoh tersebut ke dalam piknometer sehingga terisi
3/4 bagian.
D. Prosedur Kerja
1. Isilah bejana dengan air suling sehingga diperkirakan bagian atas
piknometer yang tidak terendam 40 mm. Kemudian rendam dan
jepitlah bejana tersebut dalam bak perendam sehingga terendam
sekurang-kurangnya terendam 100 mm, atur suhu bak perendam
25C.
2. Bersihkan, keringkan, dan timbanglah piknometer (A).
3. Piknometer diisi dengan air sampai penuh kemudian tutup tanpa
ditekan.
4. Letakkan piknometer ke dalam bejana dan masukkan kembali
kedalam bak perendam dan tekan penutup sehingga rapat.
Diamkan piknometer tersebut dalam perendam selama 30 menit,
kemudian angkat piknometer berisi air tersebut lalu di lap dan
timbang beratnya (B).
Shabrina Aulia Zein (1810921025) III-41
Laporan Praktikum Perancangan Perkerasan Jalan
Laboratorium Transportasi dan Perkerasan Jalan Raya
Jurusan Teknik Sipil – Universitas Andalas
F. Analisa Percobaan
Pada percobaan kali ini, berat jenis aspal yang didapatkan
adalah 1,223. Berdasarkan Spesifikasi Umum 2018 Divisi 6 Revisi
2, berat jenis aspal yang baik digunakan yaitu besar dari 1 . Maka,
berat jenis aspal yang didapatkan telah sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan. Apabila tidak memenuhi spesifikasi, maka
percobaan harus diulang.
G. Kesimpulan
Dari hasil percobaan didapatkan nilai berat jenis aspal
sebesar 1,223, Berdasarkan Spesifikasi Umum 2018, berat jenis
aspal yang baik digunakan yaitu besar dari 1. Maka, dapat
disimpulkan bahwa berat jenis bitumen yang digunakan telah sesuai
standar.
H. Aplikasi Lapangan
Pemeriksaan berat jenis bitumen berguna untuk menentukan
nilai-nilai komposisi dalam campuran aspal dalam pembuatan
perkerasan jalan raya, dan digunakan pada perhitungan tabel
Marshall untuk menentukan MQ.
Pemeriksaan I Pemeriksaan II
Kriteria
(gram) (gram)
Berat Piknometer + Contoh 53,700 ……………..
Berat Piknometer 18,600 ……………..
Berat Contoh……………………...………..(1) 35,100 ……………..
Berat Piknometer + Air 68,700 ……………..
Berat Piknometer 18,600 ……………..
Berat Air Piknometer Penuh……………….(2) 50,100 ……………..
Berat Piknometer + Contoh +Air 75,100 ……………..
Berat Piknometer + Contoh 53,700 ……………..
Berat Air…………………………….……..(3) 21,400 ……………..
Berat Air dalam Volume Contoh = 2 – 3 28,700 ……………..
Berat contoh
Berat jenis I = = 1,223
Berat Air dalam Volume Contoh
Berat contoh
Berat jenis II = = …...................................
Berat Air dalam Volume Contoh
Catatan : …………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………….
A. Maksud
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menetapkan kelekatan
aspal pada batuan tertentu dalam air.
B. Peralatan
1. Botol bermulut besar dengan isi 1000 m3.
2. Oven dengan pengatur suhu sampai (150 +5)°C.
3. Batu–batu putih (silica) dengan ukuran lolos saringan 32 mm dan
tertahan saringan 19 mm.
4. Air suling (pH 6-7, ±2000 cm3) dan aspal cair.
C. Benda uji
1. Batuan silica kira-kira 100 gram dicuci dengan air sampai bersih,
kemudian dikeringkan pada suhu 125°C selama 5 jam, dan
diamkan 24 jam pada suhu ruang. Setelah didiamkan, ambil 50
gram batu itu dan panaskan dalalm oven pada suhu 40°C.
2. Campurkan 50 gram batuan silica dengan 25 gram aspal cair pada
suhu 70oC lalu diaduk sampai rata, yaitu hingga semua permukaan
batuan silica terselubung aspal.
D. Prosedur Kerja
1. Letakkan benda uji dalam wadah yang tersedia dan tutuplah botol
tanpa tekanan;
2. Setelah 30 menit isilah wadah dengan air suling pada suhu ruang
sehingga benda uji terendam seluruhnya. Kemudian letakkan botol
dalam oven pada suhu 40C;
3. Setelah 3 jam, keluarkan wadah dari oven. Perkiraan luas batuan
yang diselimuti aspal (persentasekan luas permukaan batu secara
keseluruhan).
F. Analisa Percobaan
Pada percobaan, kita menggunakan batuan silica karena batuan
silica merupakan kondisi batu terburuk. Yaitu batuan yang memiliki
sifat hidrofilik dan memiliki permukaan halus dan licin. Dari hasil
percobaan, didapat nilai kelekatan aspal terhadap batuan sebesar >
90%. Berdasarkan hasil percobaan tersebut, nilai kelekatan aspal
terhadap batuan telah sesuai dengan standar dari PA-0312-76 yaitu ≥
90%. Artinya aspal tersebut dapat digunakan pada campuran
perkerasan jalan.
G. Kesimpulan
Pada percobaan ini, kelekatan aspal pada batuan diperoleh
sebesar > 90%. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi aspal dan sifat
aspal dalam keadaan baik untuk suatu campuran perkerasan.
H. Aplikasi Lapangan
Dengan ditentukannya persentase kelekatan aspal pada batuan
yang dibandingkan dengan persentase kelekatan agregat terhadap
aspal, maka dapat ditentukan batuan mana yang lebih baik digunakan
untuk campuran perkerasan.
Pengamatan I ≥90 %
................
Pengamatan II
Catatan : …………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………...
……………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………...
A. Maksud
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik lembek
aspal yang berkisar pada suhu ≥ 48° C. Titik lembek adalah suhu
pada saat bola baja, dengan berat tertentu, mendesak turun suatu
lapisan aspal yang tertahan di dalam cincin berukuran tertentu
sehingga aspal atau ter tersebut menyentuh pelat dasar yang terletak
pada tinggi tertentu sebagai akibat kecepatan pemanasan. Jadi titik
lembek adalah besarnya suhu dimana aspal mencapai derajat
kelembekan (mulai meleleh) di bawah kondisi spesifik dari tes.
B. Peralatan
1. Cincin kuningan.
2. Bola baja, diameter 9,53 mm berat 3,45 gram sampai 3,55 gram.
3. Dudukan benda uji, lengkap dengan pengarah bola baja dan plat
dasar yang mempunyai jarak tertentu.
4. Bejana gelas tahan pemanasan mendadak diameter dalam 8,5 cm
dengan tinggi ±12 cm berkapasitas 800 ml.
5. Termometer.
6. Penjepit.
7. Alat pengarah bola.
C. Benda Uji
1. Panaskan contoh aspal perlahan-lahan sambil diaduk terus-
menerus hingga cair merata. Pemanasan dan pengadukan
dilakukan perlahan-lahan agar gelembung-gelembung udara cepat
keluar.
2. Setelah cair merata tuanglah contoh kedalam dua buah cincin.
Suhu pemanasan aspal tidak melebihi 56°C di atas titik
lembeknya.
D. Prosedur Kerja
1. Benda uji adalah aspal atau ter sebanyak ±25 gram.
2. Pasang dan aturlah kedua benda uji di atas kedudukan dan
letakkan pengarah bola di atasnya. Kemudian masukkan seluruh
peralatan tersebut kedalam bejana gelas.
3. Isilah bejana dengar air suling, dengan suhu (25±1)°C sehingga
tinggi permukaan air berkisar antara 101,6 sampai 108 mm.
4. Letakkan termometer yang sesuai untuk pekerjaan ini diantara
kedua benda uji (kurang lebih dari 12,7 mm dari tiap cincin).
5. Periksalah dan aturlah jarak antara permukaan pelat dasar benda
uji sehingga menjadi 25,4 mm.
6. Letakkan bola baja yang bersuhu 25°C di atas dan di tengah
permukaan masing-masing benda uji yang bersuhu 25°C
menggunakan penjepit dengan memasang kembali pengarah
bola.
7. Panaskan bejana sehingga kenaikan suhu menjadi 5°C permenit.
Kecepatan pemanasan rata-rata dari awal dan akhir pekerjaan
ini. Untuk 3 menit pertama perbedaan kecepatan pemanasan
tidak boleh melebihi 0,5°C.
Ket :
' = menit
" = detik
F. Analisa Percobaan
Pada percobaan titik lembek aspal didapatkan bahwa bola
baja 1 terjatuh ke dasar plat setelah pemanasan dengan suhu yaitu
48,9ºC. Sedangkan untuk bola baja 2,tercatat pada suhu 50,2ºC.
Menurut Spesifikasi Umum, besar suhu untuk mencapai titik lembek
aspal yaitu ≥48ºC. Maka, data dari percobaan titik lembek ini bola
baja 1 dan bola baja 2 memenuhi Spesifikasi Umum yang telah di
tetapkan.
G. Kesimpulan
H. Aplikasi lapangan
Pemeriksaan titik lembek aspal digunakan untuk
mengantisipasi kelembekan aspal yang akan digunakan dengan
mengatur suhunya. Penggunaan suhu yang terlalu tinggi pada aspal
dapat mempengaruhi sifat aspal itu sendiri. Serta untuk
menentukan aspal apa yang akan digunakan.
A. Maksud
Metode pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan jumlah
dari bitumen Hot-Mixed Paving Mixture (campuran aspal panas) dan
contoh aspal untuk Spesifikasi Umum yang dapat diterima, evaluasi
dari pelayanan pemantauan dan penelitian.
B. Peralatan
Peralatan ekstraksi terdiri dari mangkok dan perlengkapan pada
mangkok yang memungkinkan berputar pada kecepatan yang dapat
dikontrol di atas 3600 rpm. Kecepatan tersebut dapat dikontrol secara
manual atau dengan mengatur kecepatan tersebut terlebih dahulu.
Perlengkapan tersebut tersedia dalam container (tempat penampung
alat-alat) untuk menangkap dan menampung cairan pelarut yang keluar
dari mangkok dan sebagai saluran buang untuk memindahkan cairan
pelarut. Perlengkapan tersebut seharusnya lebih tersedia dengan
eksplosion-prodfatures (sebuah alat) dan terpasang pada sebuah
penutup atau sebuah permukaan efektif saluran agar tersedianya
ventilasi (tempat udara keluar).
Catatan:
1. Berbagai perlengkapan dengan ukuran-ukuran besar yang mungkin
akan digunakan.
2. Cincin penyaring.
3. Oven, memungkinkan untuk menjaga temperature pada 230±9°C.
4. Panci rata, dengan ukuran yang dapat menghangatkan bahan
percobaan.
5. Kesetimbangan atau skala dengan sensitifitas terhadap berat 0,1
gram.
6. Plat panas elektrik, dengan kecepatan pemanasan yang dapat diatur.
7. Silinder-graduated, dengan kapasitas 1000 ml atau 2000 ml. Silinder
pilihan lain 100 ml.
C. Benda Uji
Sampel yang sudah dihancurkan sebanyak 100 gram.
D. Prosedur Kerja
1. Tentukan jumlah uap dari material.
2. Letakkan porsi pengetasan (sampel) pada mangkok.
3. Tutupi porsi pengetasan pada mangkok dengan thrichlorethylene
(dapat digunakan bensin sebagai pengganti thrichlorethylene), dan
beri waktu yang cukup bagi pelarut (bensin) untuk melarutkan porsi
pengetesan (tidak lebih dari 1/2 jam). Letakkan porsi pengetesan pada
mangkok penampung dan pelarut (bensin) pada perlengkapan
ekstraksi. Keringkan dan tentukan massa dari cincin penyaring dan
cocokkan atau paskan bibit sekeliling mangkok. Jepit penutup dari
mangkok dengan kencang (erat) dan letakkan gelas kimia dibawah
saluran buang untuk mengumpulkan ekstrak.
Sesudah Ekstraksi
Berat Sampel + Pan + Filter (E) = - gram
Berat Filter = - gram
Berat Sampel (F) = - gram
Berat Aspal (G) = (A) – (F) = - gram
Persen Aspal (H)= (G)X100%/(A) = - %
F. Analisa Percobaan
Pada praktikum kali ini tidak diujikan kadar aspal karena alat yang
akan digunakan untuk pemeriksaan tersebut tidak dapat berfungsi.
G. Kesimpulan
Tidak ada data yang didapatkan dari percobaan pemeriksaan kadar
aspal, karena alat yang digunakan tidak dapat berfungsi atau rusak.
H. Aplikasi Lapangan
Untuk membandingkan kadar aspal rencana dengan kadar aspal
dilapangan (perkerasan yang sudah jadi) dilakukan tes Core Drill. Tujuan
dari pengujian Core Drill yaitu untuk menentukan atau mengambil
sample perkerasan yang sudah jadi dengan cara melubangi bagian titik
jalan yang akan diuji untuk menentukan atau mengetahui karakteristik
campuran perkerasan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui
perbandingan kadar aspal yang direncanakan, susunan struktur dari suatu
konstruksi jalan, jenis perkerasan dengan mengevaluasi kadar aspal
sebelum (direncanakan) dan kadar aspal sesudah (pembuatan).
PEMERIKSAAN EKSTRAKSI
SNI 03 – 6894 - 2002
SEBELUM EKSTRAKSI
SETELAH EKSTRAKSI
A. Maksud
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan
ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) dari
campuran aspal.
Ketahanan ialah kemampuan dari suatu campuran aspal
untuk menerima beban sampai terjadi kelelehan plastis yang
dinyatakan dalam kilogram.
Kelelehan plastis ialah keadaan perubahan bentuk suatu
campuran aspal yang terjadi akibat suatu beban sampai batas
runtuh yang dinyatakan dalam mm atau 0,01".
B. Peralatan
1. Cetakan benda uji yang berdiameter 10 cm dan tinggi 7,5 cm,
lengkap dengan pelat alas dan leher sambung.
2. Alat pengeluar benda uji.
3. Penumbuk yang mempunyai permukaan tumbuk rata
berbentuk silinder, dengan berat 4,536 kg dan tinggi jatuh
bebas 45,7 cm.
4. Landasan pemadat terdiri dari balok kayu berukuran kira–kira
20 x 20 x 45 cm yang dilapisi dengan pelat baja berukuran 30
x 30 x 2,5 cm dan diikatkan pada lantai beton dengan 4 bagian
siku.
5. Silinder cetakan benda uji.
6. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk
memanaskan sampai (200±3)°C.
7. Bak perendam dilengkapi pengatur suhu minimal 20°C.
C. Benda Uji
1. Persiapan benda uji
a. Agregat yang diambil mencukupi untuk 15 buah benda
uji.
b. Aspal yang diambil berdasarkan % aspal yang diperoleh
dengan metoda luas permukaan, yaitu :
1. Berat aspal I = 6,0% x 1200 = 72,000 gram
2. Berat aspal II = 6,5% x 1200 = 78,000 gram
3. Berat aspal III = 7,0% x 1200 = 84,000 gram
4. Berat aspal IV = 7,5% x 1200 = 90,000 gram
5. Berat aspal V = 8,0% x 1200 = 96,000 gram
b. Ambil agregat yang diperlukan sesuai dengan persentase
masing–masing agregat yang diperoleh dari analisa
saringan sebanyak (1200 gram-berat aspal) dengan
komposisi agregatnya : 13% agregat kasar, 32% agregat
sedang dan 55% agregat halus.
a) Agregat kasar
1. Agregat kasar I = 13% x (1200-72,0) = 146,640 gram
2. Agregat kasar II = 13% x (1200-78,0) = 145,860 gram
D. Prosedur Kerja
1. Bersihkan benda uji dari kotoran yang menempel.
2. Berikan tanda pengenal pada masing-masing benda uji.
3. Ukur tinggi benda uji dengan ketelitian 0,1 mm.
4. Timbang berat benda uji.
5. Rendam dalam air pada suhu ruang kira–kira 24 jam.
6. Timbang beratnya dalam air untuk mendapatkan isi.
7. Lap bagian permukaan benda uji, timbang beratnya dalam
kondisi kering permukaan jenuh.
8. Rendam benda uji dalam water bath pada suhu 60C selama
30-40 menit.
E. Pengolahan Data
Pengolahan data dapat dilihat pada tabel pemeriksaan dan
tabel berikut ini. Perhitungan persentase aspal dengan metode
luas permukaan.
Dari hasil percobaan sebelumnya, yaitu analisa saringan
agregat kasar, sedang, dan halus didapatkan persentasenya
secara berurutan dari metoda Trial And Error sebesar 13%, 32%,
dan 55%. Lalu tentukan persentase aspal dengan Metode Luas
Permukaan yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:
100 100
Bj agregat 2,654
2,437
%Ak %As %Ah 21 % 39%
20% 6% 41% 73%
B j Ak B j Ak B j Ah 22,718
,544 22,718
,544 2,588
2,400
Bj agregat = 2,654
S = 2,650 / 2,654 = 0,999
K = 0,950; yaitu dipilih macam permukaan berselubung
sedikit, tidak teratur (tabel 1.3).
Keterangan: S = 0,999
K = 0,950
T = 7,796 %
Perhitungan selanjutnya adalah:
P=SxKxT
Maka diperoleh harga P sebagai berikut:
P = 0.999 0,950 7,796 = 7,396 %
Untuk lapisan penutup disyaratkan mempunyai ruang
kosong 0,3-0,5%.
Untuk mencegah mengalir/melelehnya atau kehilangan
stabilitas dalam mendapatkan ruang kosong yang diinginkan maka
diperlukan pengurangan dari harga-harga maksimum, yaitu untuk
aspal beton yang padat renggang sehingga:
Kadar aspal optimum = P – (0,3–0,5)%
= 7,396 % - 0,396%
= 7,000%
G. Aplikasi Lapangan
Dalam perencanaan perkerasan jalan diperlukan kadar
aspal yang optimum, karena jika terlalu sedikit atau terlalu
banyak kadar aspalnya maka perkerasan jalan akan cepat
mengalami kerusakan. Oleh karena itu dilakukan pengujian untuk
mendapatkan kadar aspal optimum.
% aspal thd % agregat thd berat berat berat berat isi BJ isi isi % rongga % rongga % rongga pembacaan kalibrasi tinggi angka nilai marshall
NO isi kelelehan
campuran campuran sampel ssd dlm air sampel campuran aspal agregat thd agregat terisi aspal thd campuran stabilitas alat sampel korelasi stabilitas quotient
SAMPEL a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t
IA 6,000 94,000 1186,100 1186,200 635,400 550,800 2,153 2,480 10,565 76,280 23,720 44,538 13,156 93,000 11,702 6,633 0,899 978,369 1,970 496,634
IB 6,000 94,000 1174,700 1190,100 642,300 547,800 2,144 2,480 10,520 75,960 24,040 43,762 13,519 138,000 11,702 6,633 0,899 1451,774 3,400 426,992
IC 6,000 94,000 1172,700 1189,100 628,700 560,400 2,093 2,480 10,266 74,126 25,874 39,678 15,608 93,000 11,702 6,767 0,872 948,985 3,500 271,139
Rata-Rata 6,000 94,000 1177,833 1188,467 635,467 553,000 2,130 2,480 10,450 75,455 24,545 42,660 14,094 108,000 11,702 6,678 0,890 1126,376 2,957 398,255
IIA 6,500 93,500 1172,300 1186,100 640,800 545,300 2,150 2,466 11,426 75,748 24,252 47,112 12,827 104,000 11,702 6,730 0,879 1069,750 5,450 196,284
IIB 6,500 93,500 1171,500 1183,600 647,700 535,900 2,186 2,466 11,618 77,024 22,976 50,567 11,358 137,000 11,702 6,667 0,891 1428,428 5,400 264,524
IIC 6,500 93,500 1171,100 1187,600 636,800 550,800 2,126 2,466 11,300 74,914 25,086 45,047 13,785 97,000 11,702 6,867 0,863 979,586 5,200 188,382
Rata-Rata 6,500 93,500 1171,633 1185,767 641,767 544,000 2,154 2,466 11,448 75,895 24,105 47,575 12,657 112,667 11,702 6,755 0,878 1159,255 5,350 216,397
IIIA 7,000 93,000 1174,400 1188,500 629,600 558,900 2,101 2,453 12,027 73,641 26,359 45,627 14,332 89,000 11,702 6,567 0,916 953,994 3,540 269,490
IIIB 7,000 93,000 1172,700 1191,400 637,300 554,100 2,116 2,453 12,114 74,171 25,829 46,899 13,715 38,000 11,702 6,467 0,942 418,885 1,820 230,156
IIIC 7,000 93,000 1171,900 1186,500 650,700 535,800 2,187 2,453 12,519 76,652 23,348 53,618 10,829 86,000 11,702 6,400 0,960 966,117 3,700 261,113
Rata-Rata 7,000 93,000 1173,000 1188,800 639,200 549,600 2,135 2,453 12,220 74,821 25,179 48,715 12,959 71,000 11,702 6,478 0,939 779,665 3,020 253,586
IVA 7,500 92,500 1166,400 1178,400 626,900 551,500 2,115 2,440 12,970 73,722 26,278 49,357 13,308 104,000 11,702 6,533 0,924 1124,515 3,050 368,694
IVB 7,500 92,500 1166,700 1180,600 632,700 547,900 2,129 2,440 13,058 74,226 25,774 50,665 12,716 81,000 11,702 6,600 0,908 860,659 1,930 445,937
IVC 7,500 92,500 1169,200 1181,700 639,800 541,900 2,158 2,440 13,231 75,208 24,792 53,370 11,560 89,000 11,702 6,733 0,878 914,418 1,300 703,398
Rata-Rata 7,500 92,500 1167,433 1180,233 633,133 547,100 2,134 2,440 13,087 74,385 25,615 51,130 12,528 91,333 11,702 6,622 0,903 966,531 2,093 506,010
VA 8,000 92,000 1166,200 1192,100 626,800 565,300 2,063 2,427 13,495 71,521 28,479 47,385 14,984 30,000 11,702 6,800 0,866 304,018 3,850 78,966
VB 8,000 92,000 1170,500 1187,100 628,500 558,600 2,095 2,427 13,707 72,646 27,354 50,109 13,647 58,000 11,702 6,933 0,850 576,909 4,920 117,258
VC 8,000 92,000 1172,500 1189,500 631,900 557,600 2,103 2,427 13,755 72,901 27,099 50,757 13,344 41,000 11,702 6,733 0,878 421,249 7,450 56,543
Rata-Rata 8,000 92,000 1169,733 1189,567 629,067 560,500 2,087 2,427 13,652 72,356 27,644 49,417 13,992 43,000 11,702 6,822 0,865 434,058 5,407 84,256
BJ Agregat 2,654
BJ Aspal 1,118 a = % aspal thd campuran e = Berat dalam air j = Isi agregat p = Tinggi Sampel
b = % agregat terhadap campuran f = Isi = d - e = (100-a) x g q = Angka Korelasi
= 100% - % aspal thd campuran g = Berat Isi Sampel BJ Agg r = Nilai Stabilitas = nx o x q
= 100% - a = c k = % rongga thd agregat = 100 - j s = Kelelehan
c = Berat Sampel f l = % rongga terisi aspal = 100 x (i / k) t = Marshall Quotient ( r/s )
d = Berat SSD h = BJ campuran m = % rongga thd campuran = 100 - (100 x g / h)
= 100 n = Pembacaan Stabilitas
% Agg + % Aspal thd campuran o = KalibrasiAlat
BJ Agg BJ Aspal
i = Isi aspal
= axg
BJ Aspal
A. Maksud
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kekuatan daya
tekan tanah hingga kedalaman 1 m di bawah permukaan tanah (permukaan
tanah datar).
B. Peralatan
1. Peralatan DCP standar terdiri dari:
a. Sebuah palu geser dengan berat jatuh 10 kg dan dengan tinggi jatuh
66,0 cm. Palu geser akan bergerak jatuh sepanjang batang baja Ø 16
mm untuk memukul suatu landasan (anvil)
b. Sebuah batang utama (primer) baja keras dengan Ø 16 mm, panjang
minimum 0,7 m yang disambungkan dengan konus yang terbuat dari
baja keras dengan bersudut 60° dan bergaris tengah terbesar 2,0 cm.
Pada batang baja tersebut telah pula dibuatkan skala dalam mm
untuk membaca setiap masuknya konus ke dalam tanah
c. Sebuah batang kedua (sekunder) baja keras dengan Ø 16 mm,
panjang minimum 72 cm, sebagai batang geser palu.
2. Cangkul dan peralatan lain yang dianggap perlu.
TitikPengambilan Lokasi
I Perkarangan Lapangan Basket Teknik
II Perkarangan Lapangan Basket Teknik
III Perkarangan Lapangan Basket Teknik
D. Prosedur Kerja
1. Pilih titik pengujian tempat kita akan melakukan tes DCP;
2. Bila titik pengujian belum terlalu datar, maka datarkan terlebih dahulu
menggunakan cangkul atau alat lainnya;
3. Pasanglah peralatan DCP dan pastikan agar semua sambungan sudah
dalam keadaan kencang;
4. Pasanglah alat DCP dalam posisi vertikal sedemikian rupa sehingga
konus terletak tepat pada titik pengujian dan ambilah pencatatan 0 (nol);
5. Pengujian/tes kini dapat dimulai:
Satu orang menaikkan palu geser sampai menyentuh bagian bawah
pegangan dan satu orang lagi mengukur dan mencatat penetrasi
(masuknya konus kedalam tanah) untuk setiap pukulan;
6. Angkatlah palu perlahan-lahan sampai mengenai bagian bawah
pegangan. Selanjutnya biarkan palu jatuh dengan bebas sehingga palu
akan mengenai/memukul landasan, sambil tetap menjaga agar seluruh
alat penetrometer tetap berada pada posisi vertikal;
7. Setelah angka penetrasi di baca, cabutlah alat (penetrometer), dan
lakukan kembali dengan kriteria sebagai berikut:
a. Jumlah minimum kedalam penetrasi 70 cm, atau
b. Jumlah maksimum pukulan 40 kali.
F. Analisa Percobaan
Pada Percobaan Dynamic Cone Penetrometer (DCP) ini dilakukan
pada 3 titik pengujian yang berlokasi di Perkarangan Lapangan Basket
Teknik. Pengambilan 3 titik dengan jarak antar titik sekitar 3-4 meter.
Pengambilan titik dengan jarak sekitar 3-4 meter dilakukan agar mewakili
keadaan sampel yang akan diujikan dengan DCP. Pada pengujian titik 1
dilakukan 12 kali pukulan dan diperoleh nilai CBR sebesar 3,80% pada
kedalaman 70,100 cm. Pada titik 2 dilakukan 8 kali pukulan dan diperoleh
nilai CBR sebesar 2,20% pada kedalaman 70,500 cm. Pada Titik 3
Shabrina Aulia Zein (1810921025) III-64
Laporan Praktikum Perancangan Perkerasan Jalan
Laboratorium Transportasi dan Perkerasan Jalan Raya
Jurusan Teknik Sipil – Universitas Andalas
dilakukan 7 kali pukulan dan diperoleh nilai CBR sebesar 1,70% pada
kedalaman 75,100 cm. Nilai CBR dapat dilihat dengan cara menggunakan
grafik kipas. Jumlah pukulan yang dilakukan maksimum 40 kali pukulan.
Berdasarkan hasil percobaan yang dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa
semakin banyak jumlah tumbukan maka semakin keras tanah yang kita uji
dan semakin tinggi nilai CBR nya. Begitu juga sebaliknya, semakin sedikit
jumlah tumbukannya maka semakin lunak tanah yang kita uji dan nilai
CBR nya semakin kecil. Dari ketiga titik yang diujikan, didapatkan
keadaan tanah paling lembek pada titik 2 dan 3, hal ini dikarenakan jumlah
tumbukan pada saat pengujian.
G. Kesimpulan
Dari percobaan DCP yang telah dilakukan, pada grafik kipas
diperoleh nilai CBR titik 1 dengan 12 kali pukulan sebesar 3,80 %, pada
titik 2 dengan 8 kali pukulan sebesar 2,20 %, pada titik 3 dengan 7 kali
pukulan sebesar 1,70%.
H. Aplikasi Lapangan
Dengan diketahuinya nilai CBR suatu tanah yang akan dijadikan
sebagai tempat perencanaan perkerasan jalan, maka kita dapat mengetahui
daya dukung dari tanah yang kita uji, sehingga kita juga dapat menentukan
tebal dan jenis perkerasan yang akan digunakan pada jalan yang akan
dibuat.
n = no of blows
D = Dept (cm)
∆D = Dept Incross (cm)
P = Penetration (cm/blow)
NOTE :
n = no of blows
D = Dept (cm)
∆D = Dept Incross (cm)
P = Penetration (cm/blow)
n = no of blows
D = Dept (cm)
∆D = Dept Incross (cm)
P = Penetration (cm/blow)
4.1 Kesimpulan
Pada praktikum Perancangan Perkerasan Jalan di Laboratorium
Transportasi dan Perkerasan Jalan Raya, dilakukan percobaan uji kelayakan,
DCP (Dynamic Cone Penetrometer) dan DMF (Design Mix Formula). Pada
uji kelayakan dilakukan pemeriksaan analisa saringan, berat jenis dan
penyerapan agregat halus, berat jenis dan penyerapan agregat kasar, berat isi
agregat, kelekatan agregat terhadap aspal, keausan agregat dengan mesin Los
Angeles, kekuatan agregat terhadap tekanan, kekuatan agregat terhadap
tumbukan, penetrasi bahan bitumen, kehilangan berat, titik nyala dan titik
bakar, berat jenis bitumen, kelekatan aspal pada batuan, dan titik lembek
aspal.
Pada pemeriksaan analisa saringan terdapat dua cara menentukan
kadar agregat yaitu metoda diagonal dan metoda trial and error. Pada
pemeriksaan kali ini digunakan metoda trial and error dengan persentase
agregat kasar 13%, agregat sedang 32%, dan agregat halus 55%. Pada
pemeriksaan berat jenis dan penyerapan, didapatkan berat jenis agregat halus
sebesar 2,604 dengan persentase penyerapan 10,938%. dan berat jenis agregat
kasar sebesar 2,717 dengan persentase penyerapan 0,250%. Pada pemeriksaan
berat isi agregat dengan metoda isi lepas sebesar 1381,532 gr/dm3, metoda isi
padat dengan cara penusukan sebesar 1522,775 gr/dm3 dan cara
penggoyangan sebesar 1558,086 gr/dm3. Pada pemeriksaan kelekatan agregat
terhadap aspal, didapatkan persentase kelekatan sebesar ≥ 95%. Pada
pemeriksaan keausan, didapatkan persentase keausan sebesar 29,750%. Pada
pemeriksaan kekuatan agregat terhadap tekanan diperoleh nilai sebesar
24,117%. Pada pemeriksaan kekuatan agregat terhadap tumbukan, didapatkan
sebesar 13,822 %. Pada uji penetrasi bahan bitumen didapatkan rata-rata nilai
penetrasi tanpa kehilangan berat sebesar 65. Pada pemeriksaan kehilangan
berat aspal, didapatkan persentase rata-rata sebesar 0,089%. Pada
pemeriksaan titik nyala dan titik bakar, diperoleh titik nyala bitumen terjadi
Laporan Praktikum Perancangan Perkerasan Jalan
Laboratorium Transportasi dan Perkerasan Jalan Raya
Jurusan Teknik Sipil – Universitas Andalas
pada suhu 232,5C, sedangkan titik bakar terjadi pada suhu 292,5C. Pada
pemeriksaan daktilitas bitumen, didapatkan rata rata sebesar 96,500 cm
sehingga aspal tersebut tergolong tidak lentur karena data yang didapatkan
tidak memenuhi spesifikasi. Pada pemeriksaan berat jenis bitumen,
didapatkan hasil 1,223. Pada pemeriksaan kelekatan aspal terhadap batuan,
didapatkan sebesar > 90%. Dan pada pemeriksaan titik lembek aspal
dibutuhkan waktu untuk bola baja 1 jatuh menyentuh plat dasar pada suhu
48,9C, sedangkan bola baja 2 pada suhu 50,2C.
Percobaan DCP (Dynamic Cone Penetrometer) pada titik 1 dengan 10
kali pukulan diperoleh nilai CBR sebesar 3,80 %, pada titik 2 dengan 14
pukulan diperoleh nilai CBR sebesar 2,20%, dan pada titik 3 dengan 12
pukulan diperoleh nilai CBR sebesar 1,70%.
DMF (Design Mix Formula) meliputi penentuan persentase kadar
aspal, berat aspal, berat agregat, serta persentase masing-masing agregat
kasar, sedang dan halus dalam campuran. Penentuan kadar aspal yang kami
gunakan yaitu metoda luas permukaan, dimana diperoleh persentase kadar
aspal optimum sebesar 6,75%.
Untuk pengujian Ekstraksi pada pratikum kali ini hanya dilakukan
peragaan alat dan demo pemakaian. Hal ini dikarenakan adanya kerusakan
pada alat uji tersebut.