Perancangan Kota (Kelompok 3A)
Perancangan Kota (Kelompok 3A)
Tim Penyusun
Kelompok 3
ii
DAFTAR ISI
iii
4.1.1 Kondisi Geografis .............................................................................. 34
4.1.2 Kondisi Fisik Alami ............................................................................. 34
4.1.3 Kebencanaan..................................................................................... 37
4.1.4 Jumlah dan Kepadatan Penduduk ..................................................... 43
4.1.5 Sosial Budaya .................................................................................... 44
4.2. Gambaran Umum Wilayah Studi ............................................................. 45
4.2.1 Sejarah Singkat Objek Wisata Taman Sejarah Likuifaksi Kelurahan
Petobo ............................................................................................... 45
4.2.2 Letak dan Luas wilayah ..................................................................... 46
4.2.3 Jumlah dan Kepadatan Penduduk ..................................................... 48
4.2.3 Prasarana dan Sarana ....................................................................... 48
4.2.4 Transportasi (Pergerakan) ................................................................. 53
BAB V ANALISIS LOKASI STUDI ..................................................................... 56
5.1 Penentuan Konsep .............................................................................. 56
5.2 Aktivitas dan Pengguna ....................................................................... 58
5.3 Kebutuhan Ruang dan Zoning .................................................................. 59
5.3.1 Kebutuhan Ruang .............................................................................. 59
5.3.2 Zoning ............................................................................................... 61
5.4 Analisis Perancangan .......................................................................... 63
5.4.1 Analisis Terukur dan Tidak terukur ..................................................... 64
BAB VI DESAIN WILAYAH ............................................................................... 68
1.5 Desain Wilayah Objek Wisata Taman Sejarah Likufaksi........................... 68
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 74
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Ruang terbuka hijau sebagai ruang terbuka yang pemanfaatannya
lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara
alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan,
perkebunan dan sebagainya (Pemendagri No.1 2007 Tentang Penataan
Ruang Terbuka Hijau Di Wilayah Perkotaan). Kondisi eksisting taman
wisata sejarah likuifaksi Kelurahan Petobo yang tidak terawat dan fasilitas
sarana dan prasarana yang tidak memadai sehingga membuat kurangnya
minat masyarakat untuk berkungjung, sehungga dapat ditarik perumusan
pokok kajian taman wisata sejarah likuifaksi Kelurahan Petobo adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi fisik wilayah dan sarana prasarana yang ada di
kawasan objek wisata sejarah likuifaksi Kelurahan Petobo?
2. Melakukan desain pada kawasan objek wisata sejarah likuifaksi
Kelurahan Petobo
2
1.3 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini membahas tentang latar belakang masalah, penjelasan studi,
perumusan masalah, tujuan dan sasaran studi, metodologi pembahasan,
serta sistematika penulisan laporan.
BAB VI DESAIN
Bab ini berisi desain lokasi studi ( berupa gambar 3d)
3
BAB II
KAJIAN LITERATUR
4
f) Charles Montgomery:
Charles Montgomery, seorang penulis dan peneliti tentang
kehidupan perkotaan, menekankan pentingnya kebahagiaan dan
kesejahteraan dalam perancangan kota. Ia berpendapat bahwa kota
yang baik harus menciptakan kesempatan bagi penduduknya untuk
menjalani gaya hidup yang sehat, sosial, dan berkelanjutan.
Pendapat dan pandangan para ahli di atas memberikan wawasan yang
beragam dalam memahami perancangan kota. Setiap ahli memiliki fokus
dan penekanan yang berbeda, namun kesemuanya menekankan
pentingnya mempertimbangkan kebutuhan manusia, keberagaman,
partisipasi masyarakat, dan lingkungan dalam merancang kota
yang berkualitas.
2.2 Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
Rencana tata bangunan adalah dokumen yang merinci rencana
pengembangan suatu bangunan atau kompleks bangunan. Dokumen
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) merupakan panduan
umum untuk melakukan penataan bangunan dan lingkungan di daerah.
Dokumen RTBL mengacu pada Rencana Tata Ruang dan skenario
pengembangan wilayah. Rencana ini mencakup berbagai aspek, seperti
tata letak bangunan, desain arsitektur, sistem utilitas, dan persyaratan
konstruksi.
Berikut adalah beberapa langkah umum dalam menyusun rencana
tata bangunan:
a) Penelitian dan analisis: Mulailah dengan penelitian tentang area yang
akan dibangun. Pelajari peraturan zonasi, persyaratan hukum, dan
perencanaan tata kota yang berlaku. Lakukan analisis terhadap kondisi
topografi, drainase, dan ketersediaan infrastruktur yang ada.
b) Tujuan dan kebutuhan: Tentukan tujuan dari proyek tata bangunan
tersebut. Identifikasi kebutuhan pengguna, seperti fungsi bangunan,
jumlah lantai, ruang interior, dan kebutuhan khusus lainnya.
c) Desain konseptual: Buatlah desain konseptual bangunan. Ini termasuk
penentuan tata letak umum, ruang internal, dan elemen arsitektur
seperti fasad, struktur, dan pencahayaan. Anda dapat bekerja sama
dengan seorang arsitek profesional untuk membantu dalam proses ini.
d) Penyusunan dokumen teknis: Setelah desain konseptual disetujui,
langkah berikutnya adalah menyusun dokumen teknis yang lebih rinci.
Ini mencakup gambar-gambar arsitektur, rencana lantai, potongan
melintang, rencana struktural, dan desain sistem utilitas seperti listrik,
plumbing, dan HVAC (Heating, Ventilation, and Air Conditioning).
5
e) Persetujuan dan perizinan: Ajukan dokumen tata bangunan kepada
pihak berwenang setempat untuk mendapatkan persetujuan dan
perizinan yang diperlukan. Ini melibatkan mengikuti proses regulasi dan
memastikan kesesuaian dengan peraturan setempat.
f) Konstruksi: Setelah mendapatkan persetujuan dan perizinan, Anda
dapat memulai konstruksi sesuai dengan rencana tata bangunan.
Pastikan untuk mengikuti pedoman konstruksi yang relevan dan
mengkoordinasikan dengan kontraktor dan subkontraktor yang terlibat.
g) Pengawasan dan penyelesaian: Selama proses konstruksi, lakukan
pengawasan untuk memastikan kepatuhan terhadap rencana tata
bangunan. Setelah selesai, lakukan inspeksi akhir dan pastikan semua
persyaratan konstruksi terpenuhi sebelum menyelesaikan proyek.
Penting untuk dicatat bahwa proses ini dapat bervariasi tergantung
pada lokasi, jenis bangunan, dan peraturan setempat yang berlaku.
2.3 Ruang Terbuka Hijau Publik
Dalam UURI No 26 Tahun 2007 Pasal 29 Ayat 1 menjelaskan bahwa
Ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan
dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan
masyarakat secara umum.
(Carr & Dkk, 1992) mendefinisikan ruang terbuka publik sebagai
ruang milik bersama, yaitu tempat dimana masyarakat dapat melakukan
aktivitas fungsional dan ritualnya dalam suatu ikatan komunitas, baik
kehidupan sehari-hari maupun dalam perayaan berkala yang telah
ditetapkan sebagai sesuatu yang terbuka, tempat masyarakat melakukan
aktivitas pribadi dan kelompok.
Ruang terbuka hijau publik adalah area terbuka yang ditujukan untuk
penggunaan publik dan dikelola oleh pemerintah atau otoritas yang
berwenang. Ruang terbuka hijau publik ini mencakup taman kota, taman
rekreasi, taman komunitas, taman bermain, jalur pejalan kaki, dan area
terbuka lainnya yang memiliki vegetasi dan tanaman. Berikut adalah
beberapa ciri khas dan manfaat ruang terbuka hijau publik:
a) Akses untuk publik: Ruang terbuka hijau publik harus mudah diakses
oleh masyarakat umum. Mereka harus terletak di area yang dapat
dicapai dengan mudah oleh warga setempat dan harus memiliki
aksesibilitas yang baik untuk pejalan kaki dan pengguna sepeda.
b) Fungsi rekreasi: Salah satu tujuan utama dari ruang terbuka hijau publik
adalah untuk memberikan area rekreasi bagi masyarakat. Mereka
menyediakan tempat untuk berjalan-jalan, berlari, bersepeda, bermain,
dan berpartisipasi dalam berbagai aktivitas fisik dan rekreasi.
6
c) Kesehatan dan kesejahteraan: Ruang terbuka hijau publik memberikan
manfaat kesehatan bagi masyarakat. Mereka menjadi tempat bagi
orang-orang untuk berolahraga, berinteraksi dengan alam, dan
mengurangi stres. RTH publik juga dapat memberikan tempat untuk
piknik, yoga, meditasi, dan kegiatan relaksasi lainnya.
d) Keindahan visual: RTH publik yang dirancang dengan baik dapat
memberikan keindahan visual dan meningkatkan estetika lingkungan
perkotaan. Kehadiran tanaman, pepohonan, bunga, dan elemen alam
lainnya memberikan pemandangan yang menyegarkan dan
menyenangkan bagi pengunjung.
e) Lingkungan yang berkelanjutan: Ruang terbuka hijau publik dapat
membantu meningkatkan keberlanjutan lingkungan perkotaan. Mereka
dapat membantu dalam penyerapan karbon, mengurangi efek pulau
panas perkotaan, mengurangi erosi tanah, dan mempertahankan
keanekaragaman hayati.
f) Kegiatan sosial dan komunitas: RTH publik menjadi tempat bagi
masyarakat untuk berinteraksi dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial.
Mereka sering menjadi tempat untuk festival, konser musik, pasar
petani, dan kegiatan komunitas lainnya yang memperkuat ikatan sosial
dan rasa kepemilikan terhadap ruang tersebut.
g) Pemerintah dan otoritas yang berwenang bertanggung jawab untuk
merancang, mengelola, dan memelihara ruang terbuka hijau publik
agar dapat memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat. Partisipasi
masyarakat juga penting dalam menjaga dan merawat ruang terbuka
hijau publik agar tetap indah dan fungsional bagi semua pengunjung.
Peraturan yang mengatur mengenai ruang terbuka hijau publik dapat
bervariasi tergantung pada yurisdiksi lokal, termasuk peraturan yang
diberlakukan di Kota Palu. Namun, umumnya, peraturan yang mengatur
ruang terbuka hijau publik dapat mencakup beberapa aspek berikut:
a) Zonasi: Peraturan zonasi mengidentifikasi area yang ditetapkan
sebagai ruang terbuka hijau dan membatasi penggunaan lahan di area
tersebut. Hal ini dilakukan untuk melindungi dan memelihara ruang
terbuka hijau dari pengembangan yang tidak sesuai.
b) Pembatasan Pengembangan: Peraturan ini dapat mengatur
pembatasan atau persyaratan untuk pengembangan properti di sekitar
ruang terbuka hijau, seperti pembatasan ketinggian bangunan, luasan
lahan yang harus dijaga sebagai ruang terbuka, atau persyaratan untuk
mempertahankan vegetasi.
c) Pemeliharaan dan Pemulihan: Peraturan dapat mengatur tanggung
jawab pemeliharaan dan pemulihan ruang terbuka hijau, termasuk
7
perawatan vegetasi, pengendalian hama dan gulma, pemeliharaan
fasilitas, dan perlindungan keanekaragaman hayati.
d) Aksesibilitas dan Fasilitas: Peraturan dapat mengatur persyaratan
untuk aksesibilitas ruang terbuka hijau, termasuk pembangunan jalur
pejalan kaki, jalur sepeda, akses untuk penyandang disabilitas, dan
fasilitas umum seperti taman bermain, area olahraga, atau toilet umum.
e) Konservasi Alam dan Lingkungan: Peraturan dapat melibatkan
langkah-langkah untuk melindungi ekosistem alami, spesies yang
dilindungi, dan keanekaragaman hayati yang ada dalam ruang terbuka
hijau. Hal ini bisa termasuk larangan aktivitas yang merusak
lingkungan, pengendalian kebakaran, atau perlindungan
sumber daya air.
2.4 Konsolidasi
Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Kepala BPN RI No. 4/1991, yang
dimaksud dengan konsolidasi tanah adalah kebijakan pertanahan
mengenai penataan kembali penguasaan dan penggunaan tanah serta
usaha pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan, untuk
meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam
dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat. Sedangkan menurut Idham
dalam bukunya mengatakan bahwa ada beberapa elemen substansial yang
terkandung dari konsolidasi tanah, yaitu:
a. Konsolidasi tanah merupakan kebijakan pertanahan;
b. Konsolidasi tanah berisikan penataan kembali penguasaan,
penggunaan dan usaha pengadaan tanah;
c. Konsolidasi tanah bertujuan untuk kepentingan pembangunan,
meningkatkan kualitas lingkungan, pemeliharaan sumber daya alam;
d. Konsolidasi tanah harus dilakukan dengan melibatkan partisipasi
aktif masyarakat.
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Adrian Sutedi dalam bukunya
mengatakan bahwa konsolidasi tanah adalah kebijakan pertanahan
mengenai penataan kembali penguasaan, pemilikan, dan penggunaan
tanah sesuai dengan Tata Ruang Wilayah serta usaha pengadaan tanah
untuk pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
lingkungan hidup/pemeliharaan sumber daya alam, dengan melibatkan
partisipasi masyarakat secara langsung, baik kawasan perkotaan maupun
pedesaan
Melalui konsolidasi tanah perkotaan ini, status penguasaan tanah akan
menjadi berkepastian hukum, karena produk akhir dari konsolidasi tanah
perkotaan di Indonesia adalah sertipikat sebagai bukti penguasaan dan
pemilikan hak atas tanah yang paling kuat. Dengan konsolidasi tanah
8
perkotaan ini juga akan dilakukan penataan fisik tanah, sehingga setelah
pelaksanaan konsolidasi tanah perkotaan, penggunaan tanah permukiman
akan semakin efektif dan efisien, dan dengan tanah tersebut dapat
dimanfaatkan secara optimal, seimbang, dan lestari (Oloan Sitorus &
Balans Sebayang,1996:22).
2.5 Revitalisasi
Menurut Gouillart & Kelly Revitalisasi merupakan suatu upaya untuk
mendorong pertumbuhan dengan cara mengaitkan organisasi dengan
lingkungannya mencakup perubahan yang dilakukan Quantum Leap atau
lompatan yang besar yang bukan hanya mencakup perubahan secara
bertahap melainkan langsung menuju sasaran yang berbeda dengan
kondisi awal suatu bangunan.
Menurut Danisworo Revitalisasi merupakan suatu upaya untuk
memvitalkan kembali kawasan atau suatu bagian kota yang dahulunya
pernah hidup, akan tetapi mengalami kemunduran/degredasi. Proses
revitalisasi sebuah kawasan mencakup perbaikan aspek fisik, aspek
ekonomi dan aspek sosial. Pendekatan revitalisasi harus mampu
mengenali dan memanfaatkan potensi lingkungan (sejarah, makna,
keunikan lokasi dan citra tempat).
Menurut Sri-Edi Swasono Revitalisasi merupakan proses
menghidupkan dan menggiatkan kembali faktor-faktor pembangunan
(tanah, tenaga kerja, modal, keterampilan dan kewirausahaan, ditambah
kelembagaan keuangan, birokrasi, serta didukung sarana/prasarana fisik)
dan para pelaku pembangunan untuk mengakomodasikan secara struktural
dan fungsional tantangan dan kebutuhan baru.
2.5 Mitigasi Bencana
Mitigasi (penjinakan) adalah segala upaya dan kegiatan yang
dilakukan untuk mengurangi dan memperkecil akibat-akibat yang
ditimbulkan oleh bencana, yang meliputi kesiapsiagaan serta penyiapan
kesiapan fisik, kewaspadaan dan kemampuan mobilisasi (Depdagri, 2003).
a) Mitigasi adalah tindakan-tindakan untuk mengurangi atau
meminimalkan dampak dari suatu bencana terhadap masyarakat (DKP,
2004).
b) Mitigasi (penjinakan) upaya atau kegiatan yang ditujukan untuk
mengurangi dampak dari bencana alam atau buatan manusia bagi
bangsa atau masyarakat (Carter, 1992).
c) Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan
peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat
9
6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana).
d) Mitigasi di sebagai upaya yang ditujukan untuk mengurangi dampak
dari bencana, Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi
risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran
dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. (UU No
24 Tahun 2007, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 9)(PP No 21
Tahun 2008, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 6).
e) Mitigasi dilakukan untuk mengurangi risiko bencana bagi masyarakat
yang berada pada kawasan rawan bencana. (UU No 24 Tahun 2007
Pasal 47 ayat (1).
f) Mitigasi bencana dilakukan untuk mengurangi risiko dan dampak yang
diakibatkan oleh bencana terhadap masyarakat yang berada pada
kawasan rawan bencana. (PP No 21 Tahun 2008 Pasal 20 ayat (1) baik
bencana alam, bencana ulah manusia maupun gabungan dari
keduanya dalam suatu negara atau masyarakat.
10
penataan suatu kota, bentuk dan hubungan antar-massa seperti
ketinggian bangunan, jarak antar- bangunan, bentuk bangunan, fasad
bangunan, dan sebagainya harus diperhatikan sehingga ruang yang
terbentuk menjadi teratur, mempunyai garis langit - horizon (skyline) yang
dinamis serta menghindari adanya lost space (ruang tidak terpakai).
Building form and massing dapat meliputi kualitas yang berkaitan dengan
penampilan bangunan, yaitu:
a. Ketinggian Bangunan
Ketinggian bangunan berkaitan dengan jarak pandang manusia,
baik yang berada dalam bangunan maupun yang berada pada jalur
pejalan kaki (luar bangunan). Ketinggian bangunan pada suatu
kawasan membentuk sebuah garis horizon (skyline). Ketinggian
bangunan di tiap fungsi ruang perkotaan akan berbeda, tergantung
dari tata guna lahan. Sebagai contoh, bangunan di sekitar bandara
akan memiliki ketinggian lebih rendah dibanding bangunan di
kawasan perekonomian.
b. Kepejalan Bangunan
Pengertian dari kepejalan adalah penampilan gedung dalam
konteks kota. Kepejalan suatu gedung ditentukan oleh perbandingan
tinggi: luas lebar: panjang, olahan massa (desain bentuk), dan variasi
penggunaan material.
c. Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
Koefisien Lantai Bangunan adalah jumlah luas lantai bangunan
berbanding luas tapak (jika KLB-200%, maka di tapak seluas 100m2,
dapat dibangun bangunan dengan luas lantai 200m2 lantai banyak).
Koefisien Lantai Bangunan dipengaruhi oleh daya dukung tanah,
daya dukung lingkungan, nilai harga tanah, dan faktor-faktor khusus
tertentu sesuai dengan peraturan atau kepercayaan daerah
setempat.
d. Koefisien Dasar Bangunan (Building Coverage)
Adalah luas tapak yang tertutup dibandingkan dengan luas tapak
keseluruhan, Koefisien Dasar Bangunan dimaksudkan untuk
menyediakan area terbuka yang cukup di kawasan perkotaan agar
tidak keseluruhan tapak diisi dengan bangunan. Hal ini dimaksudkan
agar daur lingkungan tidak terhambat terhambat, terutama
penyerapan air ke dalam tanah.
e. Garis Sempadan Bangunan (GSB)
Garis Sempadan Bangunan merupakan jarak bangunan terhadap
as jalan. Garis ini sangat penting dalam mengatur keteraturan
11
bangunan di tepi jalan kota. Selain itu juga berfungsi sebagai jarak
keselamatan pengguna jalan, terutama jika terjadi kecelakaan.
12
lokasi dan karakter suatu kawasan yang memiliki ciri khusus akan
berpengaruh terhadap fungsi, penggunaan lahan dan kegiatan
pendukungnya. Aktivitas pendukung tidak hanya menyediakan jalan
pedestrian atau plasa tetapi juga mempertimbangkan fungsi utama dan
penggunaan elemen-elemen kota yang dapat menggerakkan aktivitas.
8. Preservasi (Preservation)
Preservasi dalam perancangan kota adalah perlindungan terhadap
lingkungan tempat tinggal (permukiman) dan urban places (alun-alun,
plasa, area perbelanjaan) yang ada dan mempunyai ciri khas, seperti
13
halnya perlindungan terhadap bangunan bersejarah. Manfaat dari adanya
preservasi antara lain:
a. Peningkatan nilai lahan
b. Peningkatan nilai lingkungan
c. Menghindarkan dari pengalihan bentuk dan fungsi karena aspek
komersial
d. Menjaga identitas kawasan perkotaan
e. Peningkatan pendapatan dari pajak dan retribusi
14
= artinya jika pada lahan seluas 100 m2 diambil 0,11 m3 air
tanah, maka muka air tanah turun 1 m
A = luas lahan (m2 )
b. Ketinggian Bangunan
Tinggi suatu bangunan diukur dari rata-rata permukaan tanah sampai
setengah ketinggian atap miring atau sampai puncak dinding atau parapet,
dipilih yang tertinggi. Beberapa kriteria/pertimbangan dalam menentukan
tinggi bangunan adalah:
15
• Pertimbangan jalur pesawat terbang
• Pertimbangan terhadap FAR (Floor Area Ratio)
• Pertimbangan terhadap ALO (Angle Of Light Obstruction)
Untuk penentuan ketinggian bangunan maksimal pada suatu
kawasan, maka tentukan ketinggian yang paling rendah dari hasil
pertimbangan perhitungan diatas. Berikut dibawah ini perhitungan
ketinggian bangunan.
1) Ketinggian bangunan Berdasarkan FAR (Floor Area Ratio)
FAR = Total Luas lantai / Luas Lantai Dasar
Keterangan:
Total Luas Lantai = Luas lahan yang direncanakan (Ha)
Luas lantai Dasar = Luas lahan yang boleh terbangun sesuai
hitungan KDB (Ha
2) Ketinggian bangunan Berdasarkan ALO (Angle of Light Obstruction)
htot = 0,5 (Jd + Is + Jb) tg α
h’ = htot – 1,5 tg α
Keterangan:
h’ = tinggi bangunan maksimum yg diijinkan (m)
htot = tinggi total maksimum (m)
Jd = jarak ukur depan/ sempadan depan (m)
Is = panjang site (m)
Jb = jarak ukur belakang/ sempadan belakang (m)
16
Luas Terbuka di Luar Ruangan = Luas lahan yang berada diluar
lahan yang direncanakan (Ha)
Luas lahan = Luas lahan yang dimiliki (Ha)
1. Acces (Pencapaian)
Pencapaian dapat ditunjukkan dari kemudahan, kenyamanan, dan
keamanan dalam mencapai tujuan. Maka dari itu, hal ini juga terkait dengan
lokasi, sirkulasi, kelengkapan sarana dan prasarana, pengamanan, dan
lainnya. Kemudahan dalam mencapai tujuan berarti perlu memperhatikan
sejauh mana kemampuan orang menuju kesuatu tempat. Sedangkan
kenyaman lebih menekannkan pada kualitas lingkungan kota, seperti
meningkatkan kualitas trotoar dan mengakomodasikan pola jalur pedestrian
yang dilengkapi dengan perabot jalan, tanam-tanaman, disain jalan yang
terlindungi dari cuaca maupun terhindar dari pantulan sinar matahari (silau),
atau memiliki ciri tersendiri. Faktor penting yang harus diperhatikan dalam
hal keamanan adalah kejelasan pintu masuk atau arah fasilitas penting,
sehingga orang akan mengetahui kemana dan apa yang akan dilakukan.
2. Compatibility (Kecocokan)
Compatibility merupakan kecocokan tata letak dengan topografi,
bentuk dan massa bangunan, dan skala. Compatibility terfokus pada
estetika dan arsitektural. Disamping itu, aspek lain yang harus diperhatikan
adalah sejarah, budaya, dan komponen yang cocok dengan nilai bangunan.
3. Views (Pemandangan)
Views merupakan kejelasan antara orientasi manusia terhadap massa
bangunan yang dapat ditunjukan oleh adanya suatu landmark yang dapat
menjadi ciri khas atau sesuatu yang menarik pada kawasan
tertentu. Views mengandung unsur estetika di dalamnya, sehingga dapat
menimbulkan kesan menarik bagi pengamat dan memberikan kejelasan
bentuk dan massa bangunan yang menggambarkan ciri khas suatu
kawasan tersebut bagi pengamatnya. Penilaian estetika dapat dilihat dari
17
skala dan pola bangunan, penggunaan warna, tekstur, tinggi, besaran dan
bentuk dari objek yang diamati.
4. Identity (Identitas)
Identity merupakan suatu ciri yang dapat dikenali oleh pengamat (citra).
Elemen ini dapat dikenali melalui landmark dari suatu kawasan yang dapat
mencirikan identitas dari kawasan tersebut.
5. Sense (Rasa)
Sense adalah suasana yang ditimbulkan masih berhubungan dengan
aspek budaya. Kriteria ini dapat dicapai dengan disain bentuk yang khusus
atau suatu kegiatan yanag dapat menyentuh hati masyarakat, merupakan
rangkaian ruang yang memiliki fungsi erat, dan berkaitan dnegan kegiatan
sosial maupun proses alami.
6. Livability (Kehidupan)
Livability merupakan kenyamanan untuk tinggal di dalamnya bagi
banyak orang yang masuk di dalamnya. Untuk mengetahui tingkat
kenyamanan tinggal di dalamnya, dibutuhkan indikator kenyamanan agar
memiliki persepsi yang sama.
18
Tabel 2. 1 Sintesa Teori
Kevin Lynch, seorang ahli perancangan kota dan penulis buku "The Image of
the City," mendefinisikan perancangan kota sebagai pengorganisasian ruang
yang mempertimbangkan orientasi, jaringan jalan, landmarks, dan elemen-
elemen penting lainnya untuk membentuk citra yang jelas dan terkendali bagi
pengguna kota.
1. pengorganisasian ruang
2) Jane Jacobs:
2. Keberagaman dan interaksi sosial
Jane Jacobs, seorang aktivis dan penulis buku "The Death and Life of Great
Perancangan American Cities," berpendapat bahwa perancangan kota harus mendasarkan 3. peningkatan kualitas ruang
1
Kota diri pada prinsip keberagaman, interaksi sosial, dan kehidupan yang aktif di
jalan-jalan kota. Ia menekankan pentingnya pelestarian lingkungan lokal dan 4. kreativitas dan inovasi
partisipasi masyarakat dalam proses perancangan.
5. memperhatikan pola alami dan
3) Jan Gehl: organik
Jan Gehl, seorang arsitek dan penulis buku "Cities for People," menekankan
perlunya memprioritaskan manusia dalam perancangan kota. Ia mengadvokasi
peningkatan kualitas ruang publik, pejalan kaki, dan interaksi sosial di kota,
dengan mengutamakan kenyamanan dan keamanan bagi penduduk kota.
4) Richard Florida:
19
No Kajian Sintesa Variabel
Richard Florida, seorang ekonom dan penulis buku "The Rise of the Creative
Class," menyoroti pentingnya faktor kreativitas dan inovasi dalam perancangan
kota. Menurutnya, perancangan kota yang sukses harus mampu menarik dan
mendukung komunitas kreatif, termasuk seniman, desainer, dan pekerja kreatif
lainnya.
5) Christopher Alexander:
Christopher Alexander, seorang arsitek dan penulis buku "A Pattern Language,"
mengembangkan konsep "pola" dalam perancangan kota. Ia berpendapat
bahwa perancangan yang baik harus memperhatikan pola-pola yang alami dan
organik dalam lingkungan, serta mengakomodasi kebutuhan manusia dalam
skala yang lebih kecil.
6) Charles Montgomery:
20
No Kajian Sintesa Variabel
21
No Kajian Sintesa Variabel
22
No Kajian Sintesa Variabel
Mitigasi (penjinakan) adalah segala upaya dan kegiatan yang dilakukan untuk
Mitigasi mengurangi dan memperkecil akibat-akibat yang ditimbulkan oleh bencana, 1. Upaya mengurangi dampak
6
Bencana yang meliputi kesiapsiagaan serta penyiapan kesiapan fisik, kewaspadaan dan bencana
kemampuan mobilisasi (Depdagri, 2003).
23
No Kajian Sintesa Variabel
24
No Kajian Sintesa Variabel
Kriteria tak terukur adalah kriteria yang tidak dapat diukur secara kuantitatif
tetapi dapat menyampaikan gagasan yang sama kepada pengamat yang
melihat. Oleh karena itu, kriteria tak terukur cenderung menekankan pada
aspek kualitatif subjek. Menurut Hamid Shirvani (1985), kriteria tak terukur
terdiri dari:
25
No Kajian Sintesa Variabel
1. akses,
Kriteria tak terukur adalah kriteria yang tidak dapat diukur secara kuantitatif
2. kecocokan,
tetapi dapat menyampaikan gagasan yang sama kepada pengamat yang
Analisis tak 3. view,
9 melihat. Oleh karena itu, kriteria tak terukur cenderung menekankan pada
Terukur 4. identitas,
aspek kualitatif subjek. Menurut Hamid Shirvani (1985), kriteria tak terukur
5. rasa,
terdiri dari: akses, kecocokan, view, identitas, rasa, kehidupan.
6. kehidupan.
26
BAB III
METODOLOGI PEMBAHASAN
27
3.2.2 Data Primer
Adapun teknik pengumpulan data primer pada wilayah perencanaan
yaitu sebagai berikut:
1. Pengamatan
Pengamatan ini dilakukan untuk mengidentifikasi terkait kondisi
eksiting kawasan wisata sejarah likuifaksi
2. Pemotretan gambar
Pemotretan gambar adalah metode untuk memotret aktifitas dan
mobilisasi yang terjadi di wilayah studi. Pemotretan gambar ini
bertujuan untuk mengambil bukti-bukti dokumentasi untuk mendukung
stabilitas laporan
3. Pemetaan
Pemetaan adalah metode untuk memvisualisasikan hasil survey
28
3.2 Pengumpulan Data dan Informasi
Teknik pengumpulan data adalah teknik atau cara yang digunakan
untuk mengumpulkan data yang sedang dipelajari. Dengan kata lain, teknik
ini membutuhkan langkah-langkah yang strategis dan sistematis untuk
mendapatkan informasi yang valid dan faktual.
Beberapa teknik pengumpulan data yang bisa dilakukan di antaranya
observasi, wawancara, koesioner, dan kajian literatur, berikut merupakan
tabel kebutuhan data dalam melakukan analisis wilayah perancangan pada
objek wisata taman sejarah likuifaksi kecamatan Palu Selatan.
29
Tabel 3. 2 Kebutuhan Data
Keterang
Sumber
an
Jenis Data Teknik Pengumpulan Data Bentuk Data
No Data
Dokumentas
Wawancara
Obserrvasi
Sekunder
Dokumen
Rekaman
Literatur
Soft File
Primer
Kajian
Video
i
A Kondisi Geografis
Batas administrasi wilayah
1. v v v v
Kecamatan Palu Selatan
Luas wilayah Kecamatan Palu BPS Kota Palu
2. v v v v
Selatan
3. Luas Wilayah Kelurahan Petobo v v v v
B Kondisi Fisik Alami
1 Topografi
2 Jenis Tanah Stasiun BMKG Meteorologi Kota Palu,
Dinas PU Kota Palu, Dan Dinas PUPR
3 Klimatologi Kota Palu
4 Hidrologi
C Kebencanaan
Bencana yang terjadi
1 v v v v v v v
Kecamatan Palu Selatan
Bencana yang terjadi Kelurahan
2 v v v v v v v
Petobo
BPBD Kota Palu
Dampak yang terjadi Di
3 v v v v v v v
kecamatan Palu Selatan
Dampak yang terjadi Di
4 v v v v v v v
kelurahan Petobo
D Data Kependudukan
30
Keterang
Sumber
an
Jenis Data Teknik Pengumpulan Data Bentuk Data
No Data
Dokumentas
Wawancara
Obserrvasi
Sekunder
Dokumen
Rekaman
Literatur
Soft File
Primer
Kajian
Video
i
Jumlah penduduk Kecamatan
1. v v v v
Palu Selatan
Jumlah Penduduk Kelurahan
2. v v v v
Petobo BPS Kota Palu
Kepadatan penduduk
3. v v v v
Kecamatan Palu selatan
4. Kepadatan Kelurahan Petobo v v v v
E Sarana Prasarana
1 Jaringan Jalan v v v
2 Jaringan Telekomunikasi v v v
3 Jaringan Air Bersih v v v
4 Jaringan Air limbah v v v
Observasi, Dinas PU, Dinas
5 Jaringan Drainase v v v PUPR, Dinas perhubungan
6 Jaringan Persampahan v v v dan badan lingkungan hidup
Kota Palu
7 Jaringan Transportasi v v v Observasi, Dinas PU, Dinas
8 Jumlah sarana pendidikan v v v v v PUPR, Dinas perhubungan
dan badan lingkungan hidup
9 Jumlah sarana kesehatan v v v v v
Kota Palu
10 Jumlah sarana peribadatan v v v v v
Jumlah sarana perdagangan
11 v v v
dan niaga
Jumlah sarana Ruang Terbuka,
12 v v v
Taman dan Lapangan Olahraga
31
Keterang
Sumber
an
Jenis Data Teknik Pengumpulan Data Bentuk Data
No Data
Dokumentas
Wawancara
Obserrvasi
Sekunder
Dokumen
Rekaman
Literatur
Soft File
Primer
Kajian
Video
i
Jumlah sarana Kebudayaan
13
dan Rekreasi
F Peta
Peta Administrasi Kecamatan
1 v v v v
Palu Selatan
2 Peta Penggunaan Lahan v v v v
3 Peta Kemiringan Lereng v v v v Dinas PU Kota Palu, Dan
Dinas PUPR Kota Palu
4 Peta Jenis Tanah v v v v
5 Peta Hidrologi v v v v
6 Peta Curah Hujan v v v v
8 Peta Rawanan Bencana v v v v
G Data Pendukung
1 RTRW Kota Palu v v v
Permen Dagri No 1 Tahun 2007
tentang penataan ruang
2
Terbuka Hijau di Wilayah
perkotaan
Kantor Bappeda Kota Palu
Tampak lokasi tapak dari sisi
3 v v v
utara, selatan, timur, dan barat
Luas Lahan Kavling dan luas
4 v v v v
Lahan terbangun
5 Aktivitas Pendukung v v v v
32
Keterang
Sumber
an
Jenis Data Teknik Pengumpulan Data Bentuk Data
No Data
Dokumentas
Wawancara
Obserrvasi
Sekunder
Dokumen
Rekaman
Literatur
Soft File
Primer
Kajian
Video
i
H Sosial Budaya
Jumlah Suku di Kecamatan
1 v v v v Dinas Catatan Sipil Kota Palu
Palu Selatan
Bahasa Daerah di Kecamatan
2 V v v v v
Palu Selatan Kantor Kecamatan
Jenis Kegiatan Masyarakat di Tanamodindi
3 v v v v v v
Kecamatan Palu Selatan
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 3
33
BAB IV
DATA LOKASI STUDI
34
lingkungan, dan bahkan kebudayaan lokal. Jenis Topografi di Kecamatan
Palu selatan yaitu rendah dan sedang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada peta topografi di bawah:
4.1.2.2 Klimatologi
Klimatologi merupakan suatu informasi yang menjelaskan tentang curah
hujan dan iklim suatu wilayah. Curah hujan di Kecamatan Palu selatan
berbeda-beda di tiap kelurahan. Namun, curah hujan di Kecamatan Palu
Selatan terbilang normal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.
Dari data yang tercatat pada Stasiun Meteorologi Mutiara Palu
sepanjang tahun, curah hujan di Kota Palu bervariasi dari bulan Januari
sampai Desember, curah hujan yang tertinggi berada pada bulan Oktober
yaitu mencapai 154 mm dan terendah berada pada bulan Januari yaitu
mencapai 16 mm. Sedangkan suhu udara Di Kota Palu ditentukan oleh
tinggi rendahnya tempat tersebut terhadap permukaan laut dan jaraknnya
dari pantai. Suhu udara terendah terjadi pada bulan Juli dan tertinggi pada
bulan Mei.
Tahun 2022 Kelembapan Udara diKota Palu setiap bulannya berubah,
kelembapan udara yang tertinggi terjadi pada bulan Agustus yaitu mencapai
82,5%, sedangkan terendah terjadi pada bulan Januari yaitu mencapai
73,8%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Tabel 4. 2 Rata-Rata Parameter Cuaca Pada Stasiun Metereologi
Mutiara Palu Menurut Bulan
Bulan Curah Hujan Suhu Udara Kelembapan Udara
Januari 16 27,8 73,8
Februari 46 27,4 78,1
Maret 130 27,4 77,9
April 83 27,4 79,2
Mei 36 28,3 77,6
Juni 77 27,6 78,2
Juli 126 26,8 81,9
Agustus 122 26,9 82,5
September 93 26,9 81,6
Oktober 154 27,9 78,6
November 57 27,8 78,3
Desember 56 27,4 78,0
Sumber: Kecamatan Palu Selatan Dalam Angka 2022
35
4.1.2.3 Jenis Tanah
Jenis tanah adalah unit taksonomi dalam ilmu tanah. Semua tanah
yang memiliki seperangkat sifat yang terdefinisi dengan baik membentuk
jenis tanah yang khas. Jenis tanah adalah istilah teknis klasifikasi tanah,
ilmu yang berhubungan dengan kategorisasi tanah secara sistematis. Jenis
tanah yang dominan di Kecamatan Palu Selatan yaitu podsolik haplik,
glesiol eutrik, dan kambisol eutrik. Jenis dan luas tanah yang ada di
Kecamatan Palu Selatan dapat dillihat pada peta berikut.
4.1.2.6 Hidrologi
Kecamatan Palu Selatan memiliki sejumlah sungai yang
peruntukkannya digunakan untuk irigasi. Pemanfaatannya sumber air
tentunya masih dapat dioptimalkan, sehingga keberadaannya dan
penggunaannya harus terjaga dan diatur sedemikian rupa. Nama dan
panjang sungai dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
36
4.1.3 Kebencanaan
Bencana merupakan suatu kejadian yang ekstrem yang terjadi
secara acak dan tidak dapat diprediksi. Biasanya merupakan kombinasi dari
berbagai faktor, seperti cuaca ekstrem, gunung meletus, gempa bumi, dan
tsunami, yang memudahkan kerusakan berjalannya lingkungan dan
infrastruktur manusia. Bencana umumnya dapat menyebabkan kerugian
jiwa dan harta benda, dampak lingkungan jangka panjang, serta
meningkatkan risiko dan kesenjangan sosial.
Berikut merupakan tabel jenis dan banyaknya bencana pada
Kecamatan Palu selatan kelurahan petobo.
Tabel 4. 5 Banyaknya Kejadian Bencana Alam Menurut Kelurahan
dan Jenis Bencana Alam di Kecamatan Palu Selatan, 2020
Kelurahan Jumlah Jenis Dokumentasi Keterangan
Petobo 4 Gempa Bumi
Longsor
Tsunami
37
Gambar 4. 1 Peta Batas Administrasi Kecamatan Palu Selatan
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 3
38
Gambar 4. 2 Peta Topografi Di Kecamatan Palu Selatan
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 3
39
Gambar 4. 3 Peta Klimatologi Di Kecamatan Palu Selatan
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 3
40
Gambar 4. 4 Peta Jenis Tanah Di Kecamatan Palu Selatan
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 3
41
Gambar 4. 5 Peta Rawan Bencana Di Kecamatan Palu Selatan
Sumber: Hasil Analisis Kelompok3
42
4.1.4 Jumlah dan Kepadatan Penduduk
4.1.3.1 Jumlah penduduk
Secara administrasi, wilayah Kecamatan Palu Selatan meliputi 5 kelurahan
dengan total jumlah penduduk berdasarkan data jumlah penduduk ialah sebesar
71.371 jiwa tahun 2022. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4. 6 Jumlah Penduduk di Kecamatan Palu Selatan
Kelurahan Jumlah
Kelurahan Birobuli Selatan 18.824
Kelurahan Petobo 12.323
Kelurahan Birobuli Utara 11.918
Kelurahan Tatura Utara 17.554
Kelurahan Tatura Selatan 10.698
Sumber: Kecamatan Palu Selatan Dalam Angka 2022
Jumlah Penduduk
20.000
15.000
10.000
5.000
0
Kelurahan Kelurahan Kelurahan Kelurahan Kelurahan
Birobuli Petobo Birobuli Utara Tatura Utara Tatura Selatan
Selatan
Jumlah
Kelurahan
(Jiwa/Ha)
Kelurahan Birobuli Selatan 50
Kelurahan Petobo 12
Kelurahan Birobuli Utara 3
Kelurahan Tatura Utara 25
Kelurahan Tatura Selatan 33
Sumber: Kecamatan Palu Selatan Dalam Angka 2022
43
4.1.5 Sosial Budaya
Kebudayaan adalah suatu cara hidup yang dipraktikkan oleh sebuah
masyarakat dan kebiasaan-kebiasaan yang diterapkan oleh orang-orang
yang hidup dalam lingkungan mereka. Kebudayaan mencakup macam-
macam, seperti tradisi, seni, bahasa, aktivitas sosial, dan gagasan.
Terkadang ditentukan oleh aktivitas dan gaya hidup yang mewarisi dari
generasi ke generasi, tetapi juga bisa diambil dari pengaruh luar atau oleh
aliansi budaya baru.
Kecamatan Palu Selatan merupakan salah satu kecamatan yang
berada di Kota Palu. Kecamatan ini terdapat 10 suku asli yang berbeda.
Suku-suku ini adalah Talikur, Labieb, Alas, Tojo, Karunggu, Tolotang, Kaili,
Lifudi, Bermese, dan Makoan. Masing-masing memiliki tradisi, bahasa, dan
budaya yang berbeda yang telah dianut oleh seluruh generasi.
Selain itu beberapa bahasa daerah yang digunakan oleh warga
setempat. Diantaranya ialah Bahasa Talikur, Bahasa Alas, Bahasa Tojo,
Bahasa Kaili, dan Bahasa Lifudi. Bahasa Talikur digunakan sebagian besar
suku Talikur, sedangkan bahasa lain digunakan oleh beberapa suku.
Bahasa Talikur adalah bahasa kebangsaan Kecamatan Palu Selatan yang
telah digunakan selama berabad-abad.
Kecamatan Palu Selatan juga memiliki berbagai macam budaya dan
tradisi kebudayaan berikut merupakan beberapa kebudayaan yang ada di
Kecamatan Palu selatan:
1. Srigading Pahlawan, Srigading Pahlawan adalah salah satu tradisi adat
yang dianut oleh masyarakat Palu Selatan. Tradisi ini adalah sebuah
tarian dari suku Talukku yang melibatkan sekelompok anak muda yang
menarik tandu berami dengan kepala singa di depannya.
2. Reog Horn, Reog Horn adalah tradisi yang dimulai oleh suku Talukku
di Kecamatan Palu Selatan. Tradisi ini beberapa kali mengadakan
upacara dengan menggunakan bentuk hewan mengalahkan kelompok
lain, seperti singa atau gajah.
3. Banyu Dege, Banyu Dege adalah tradisi suku Talukku yang menandai
permulaan musim panen. Tradisi ini melibatkan prosesi buka pintu
pengasingan platform yang digunakan oleh orang tua sementara anak-
anak muda memukul drum dan menari menyambut musim panen yang
baru.
4. Makan Bintiye, Makan Bintiye adalah tradisi masyarakat Palu Selatan
yang menandai siklus panen bersama. Tradisi ini melibatkan
masyarakat yang berkumpul di mana penduduk setempat dapat
bersuka ria dan berbagi makanan bersama.
44
5. Penebusan Hidup, Penebusan Hidup adalah sebuah tradisi adat yang
dianut oleh masyarakat Palu Selatan. Tradisi ini melibatkan prosesi
menyelamatkan seseorang yang terjebak dalam situasi yang
berbahaya. Tradisi ini menggunakan senjata tradisional dan hewan
peliharaan untuk menyelamatkan orang yang terjebak.
4.2. Gambaran Umum Wilayah Studi
4.2.1 Sejarah Singkat Objek Wisata Taman Sejarah Likuifaksi Kelurahan
Petobo
Sebelum penjajahan Belanda, awal mulanya penduduk Desa Petobo
berasal dari Bulili (Bulu Bulili) turun ke Ranontoraya. Kemudian dan
Ranontoraya turun lagi ke Jajaki, tidak lama kemudian mereka pindah ke –
opara pemuda jajaki, lalu penduduknya pindah lagi ke Lurafoh. Pada saat
itu penduduk Lurafoh memiliki tanah pertanian yang sangat baik, mereka
hidup menetap dan bercocok tanam dan ditempat itu pula hidup sebatang
pohon kayu yang diberi nama “Penono”. Konon pohon kayu penono
tersebut memilik kisah yang sangat berarti dan dijadikan nama tempat
tinggal mereka, dan disitulah adanya seorang Gadis Cantik yang bernama
Taboge Bulafa yang akan dipersunting oleh seorang Pemuda, karena
perbedaan faham mengenai adat istiadat dari kedua belah pihak yang
dianggap melecekan sang gadis Taboge Bulafa.
Dari riwayat tersebut warga penduduk Penono berubah menjadi Desa
Petobo. Konon jumlah penduduk saat itu berjumlah 70 (tujuh puluh) orang
terdiri dan 35 (tiga puluh lima) orang yang memiliki kelainan mental, 35 (tiga
puluh lima) orang memili pikiran yang waras dan jumlah penduduk tesebut
tidak lebih dari jumlah 70 (tujuh puluh) orang, dengan kata lain jumlah
penduduk tetap, tidak bertambah dari angka kelahiran dan kematian, itu
makna dan riwayat penduduk Penono.
Pada tahun 1910, tokoh-tokoh adat melaksanakan pertemuan dalam
rangka membahas pemerintahan kecil yang berbentuk kampung.
Selanjutnya sesuai perkembangan zaman kampung kecil tersebut berubah
menjadi Desa. Pada masa kepemimpinan Bapak Ahmad Djalanu (1975-
1979), Pemerintah menerbitkan Undang-Undang No.5 Tahun 1979 tentang
Pembentukan Desa dan Kelurahan dan Penyeragaman nama Desa dan
Kelurahan, maka sejak tahun 1980 terbentuklah Kota Administrasi
sehingga Desa Petobo menjadi Kelurahan Petobo.
Pada tahun 2018 bulan september terjadai bencana besar yang
terjadi meliputi gempa bumi, tsunami dan likuifaksi di Kota Palu, sigi dan
Donggala. Kejadian bencana likuifaksi tersebut memakan banyak korban,
Kini lumpur setinggi tiga meter di Petobo telah lama mengering, memendam
banyak rumah dan jazad manusia. Serpihan-serpihan pecah menyatu
45
dalam debu yang beterbangan di tengah terik yang memanggang. Yang
Meninggal Dunia yang terdata dikelurahan Petobo sebanyak 728 Jiwa dan
Data yang tidak ditemukan lebih dari 1000 Jiwa yang masih tertimbun
dilokasi Likuefaksi, Data Penerima Santunan Duka Tahap Pertama
berjumlah 153 Jiwa Korban dan Tahap Ke Dua sebanyak 250 Jiwa di tahun
2020 Santunan duka bertambah 34 Jiwa, Total Menerima Santunan Duka
Kelurahan Petobo 437 Jiwa. Di atas tanah bekas bencana likuefaksi itu, kini
hanya menyisakan cerita-cerita kesedihan yang tak berkesudahan. Nama
Petobo menjadi fenomenal setelah dilumat likuefaksi 28 September 2018
lalu.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), mencatat,
Gempa 7,4 SR memicu likuefaksi di tanah seluas 180 hektare dari total luas
Kelurahan Petobo seluas 316 hektare. Dalam Dokumen Rencana Tata
Ruang Kota (RUTRK) Kotamadya Palu 1995, tertulis, bahwa dalam jangka
waktu penggunaan lahan untuk pemukiman dan pembangunan fasilitas
umum di Kelurahan Petobo, hanya seluas 40.306 hektare. Sedangkan
sisanya masih berupa semak, sawah, kebun kelapa dan jaringan irigasi.
Namun, berikutnya, Petobo makin padat dengan hunian Semantara
(Huntara). Kompleks-kompleks perumahan banyak dibangun di atas bekas
Sungai Ngia. Di bekas sungai itulah, lumpur likuefaksi 28 September 2018,
melumat ratusan rumah dan bangunan lain setelah gempa bumi. Tepat di
batas timur, ada sekitar 15 rumah di Kinta, bekas kampung pertama di
Petobo yang selamat dari kepungan likuefaksi.
4.2.2 Letak dan Luas wilayah
Objek wisata sejarah likuifaksi kelurahan petobo memiliki luas sebesar
13,8 Ha dan Letak Wilayah perencanaan adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Berbatasan langsung dengan Lahan Kosong
Sebelah Barat : Berbatasan langsung dengan lahan kosong
Sebelah Timur : Berbatasan langsung dengan permukiman warga
Sebelah Selatan : Berbatasan langsung dengan lahan kosong
46
Gambar 4. 7 Deliniasi wilayah perencanaan objek wisata sejarah likuifaksi Kelurahan Petoba
Sumber: Analisis Kelompok 3
47
4.2.3 Jumlah dan Kepadatan Penduduk
Berikut merupakan tabel jumlah dan kepadatan penduduk pada
wilayah perencanaan Kelurahan Petobo
Tabel 4. 8 Jumlah Penduduk di Kecamatan Palu Selatan
Kelurahan Jumlah Kepadatan(%)
Kelurahan Petobo 12.323 15,60
Sumber: Kecamatan Palu Selatan Dalam Angka 2022
48
2. Jaringan Drainase
Tabel 4. 10 kondisi eksisting jaringan Drainase di Kelurahan Petobo
Kelurahan Dokumentasi Keterangan
49
4. Jaringan Telekomunikasi
Tabel 4. 12 kondisi eksisting jaringan Telekomunikasi di Kelurahan
Petobo
Kelurahan Dokumentasi Keterangan
5. Jaringan Persampahan
Tabel 4. 13 kondisi eksisting jaringan Persampahan di Kelurahan
Petobo
Kelurahan Dokumentasi Keterangan
50
Kelurahan Dokumentasi Keterangan
4.2.3.2 Sarana
1. Sarana Pendidikan
Tabel 4. 14 kondisi eksisting sarana Pendidikan di Kelurahan Petobo
Kelurahan Dokumentasi Keterangan
Petobo
2. Sarana Kesehatan
Tabel 4. 15 kondisi eksisting sarana Kesehatan di Kelurahan Petobo
Kelurahan Jenis Dokumentasi Keterangan
51
3. Sarana Peribadatan
Tabel 4. 16 Jumlah dan kondisi eksisting sarana peribadatan di
Kelurahan Petobo
Kelurahan Dokumentasi Keterangan
52
Kelurahan Jumlah Dokumentasi Keterangan
53
Gambar 4. 9 Kondisi eksisting Jalur pedestrian wilayah objek wisata
sejarah liquifaksi
Sumber: observasi kelompok 3
3. Lahan Parkir
Berdasarkan kondisi eksisting wilayah perencanaan masih belum
adanya lahan parkir pada wilayah objek wisata sejarah likuifaksi dimana
lahan parkirnya masih bersifat parkir liar.berikut merupakan gambar
eksisting parkir di wilaya perencanaan.
4. Rambu-rambu
Berdasarkan kondisi eksisting wilayah perencanaan masih belum
adanya rambu-rambu pada wilayah objek wisata sejarah likuifaksi dimana
hal ini perlu penyediaan rambu-rambu pada wilayah perencanaan ini.
5. Lampu Jalan
Berdasarkan kondisi eksisting wilayah objek wisata sejarah liquifaksi
sudah terdapat prasaran lampu jalan dengan kondisi baik.
54
Gambar 4. 11 Kondisi eksisting Lampu jalan wilayah objek wisata
sejarah likuifaksi
Sumber: observasi kelompok 3
55
BAB V
ANALISIS LOKASI STUDI
3. RTBL
56
No Kajian Variabel Konsep Indikator
3. peningkatan 4. Teori Hamid
kualitas ruang Shirvani
4. kreativitas dan
inovasi
2 1. penataan
bangunan dan
lingkungan 2. Terorganisir
2. SNI 8014:2014
RTBL
4. Keindahan Visual
Ruang Terbuka 5. Lingkungan yang 3. Peruntukan 2. RTRW Kota Palu
Hijau Publik berkelanjutan Lahan/Lokas
4 1. Penataan kembali
2. penguasaan dan
penggunaan tanah
4. Pengembangan 2. Penebangan dan
Konsolidasi penanaman kembali
3. kebijakan vegetasi yang baru
pertanahan
5 1. memvitalkan
kembali kawasan
Revitalisasi
1. Penyediaan jalur
5. Bersifat Mitigas evakuasi
57
No Kajian Variabel Konsep Indikator
2. proses
menghidupkan dan
menggiatkan kembali
7. Berkelanjutan
9 1. akses,
2. kecocokan 3. Pedoman Teknis
3. view, Pemantauan dan
Analisis tak
Evaluasi TPB/SDGs
Terukur 4. identitas,
Pemantauan dan
5. rasa evaluasi
6. kehidupan.
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 3
58
perancangan kota dapat berfungsi maksimal maka luas lokasi tersebut dibagi
menjadi tiga fungsi kawasan yang dapat menujang aktivitas pengguna. Ketiga
fungsi kawasan yang dimaksud adalah fungsi utama yaitu sebagai Rekreasi dan
Edukasi, fungsi penunjang yaitu beberapa aktivitas yang menunjang fungsi utama,
serta fungsi pelayanan untuk melayani kebutuhan pengguna.
Pada objek wisata sejarah likuifaksi kegiatan yang dilakukan masing-masing
pengguna, maka dapat disimpulan ruang-ruang apa saja yang dibutuhkan
pengguna untuk melakukan aktivitasnya sebagai berikut.
59
perkiraan total pengunjung yang dapat memasuki lokasi perancangan kami
(target jumlah pengunjung) dihitung berdasarkan Keputusan Menteri
Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 403/KPTS/M/2002 tentang
Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat (RsSEHAT)
dimana seminimal mungkin luas ruang untuk per orang adalah kurang lebih
7,2 m2/orang, sehingga jika di akumulasikan dengan luas lahan
perancangan kami yakni 13,8 Ha, maka di dapatkan target jumlah
pengunjung total adalah kurang lebih 254 orang.
60
Kelompok Jenis Jumlah
No Fungsi Pengguna
Aktivitas Ruang Unit
dan Roda motor/2
Empat orang)
Tempat
Pos
6 penjaga 2 orang 1
Keamanan
keamanan
Pengelola Kantor
7 5 orang 1
Objek Wisata Pengelola
8 Beribadah Mushollah 15 orang 1
Toliet
9 Sanitasi 1-2 Orang 4
Umum
Tempat
10 Persampahan - -
Sampah
Sumber: Hasil Analisi Kelompok 3
5.3.2 Zoning
Konsep penempatan zoning atau zonasi pada wilayah perencanaan
kota ditentukan berdasarkan fungsinya, zoning pada wilayah objek wisata
likuifaksi terbagi menjadi 3 yaitu:
1. Fungsi Utama
2. Fungsi Penunjang
3. Fungsi Service
Pada area fungsi utama terdapat 2 jenis ruang yaitu ruang edukasi,
Monumen sejarah dan taman bunga. Kemudian untuk fungsi penunjang
terdapat , joging track dan sentra kuliner. Dan untuk fungsi service yaitu ada
parkir, pos keamanan, toilet umum, air mancur, gazebo, Kursi Taman,
persampahan, perkerasan taman dan barier. Berikut merupakan peta
zoning objek wisata sejarah liquifaksi Kelurahan Petobo.
61
Gambar 5. 1 Peta Zoning Objek wisata Sejarah Liquifaksi
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 3
62
5.4 Analisis Perancangan
5.4.1 Analisis elemen perancang Kota
Berdasrkan teori Hamid Shirvani (1985), elemen perancangan Kota
terdapat beberapa elemen perancang kota yang akan dirancang pada objek
wisata taman sejarah likuifaksi Kelurahan Petobo yaitu:
1. Tata Guna Lahan (Land Use)
Berdasrkan kondisi eksisting lokasi perancangan objek wisata sejarah
liquifaksi tata guna lahan pada area perancangan belum tersedianya untuk
lahan parkir, Pos Keamanan, lapangan olahraga, taman, street food,
monumen sejarah likuifaksi dan area edukasi mitigasi bencana. Sehingga
perlunya merancang penggunaan lahan pada lokasi studi Untuk referensi
gambaran penggunaan lahan yang akan dirancang pada wilayah
perancanaan dapat dilihat pada tabel berikut.
2. Sirkulasi dan Parkir (Sirculation and parking)
Sirkulasi pada area objek wisata sejarah pada jalan didepan lokasi
diberlakukan jalan satu arah yaitu pada jalan Moh Soeharto. Berdasarkan
kondisi eksisting belum terdapatnya lahan Parkir pada area wilayah
perancangan oleh karenanya perlunya merancang lahan parkir pada area
objek wisata sehingga tidak mennganggu sirkulasi di luar wilayah objek
wisata.
63
4. Aktivitas Pendukung (Support Activity)
Aktivitas pendukung pada area sekitar lokasi objek wisata yaitu
permukiman, pendidikan, peribadatan dan perdagangan.
5. Papan Iklan/Rambu (Signages)
Pada area sekitar objek wisata belum terdapatnya rambu- rambu lalu
lintas. Akan tetapi untuk papan penanda jalur evakuasi pada area lokasi
objek wisata sudah tersedia.
Iinf =SxA
= 138.000 x 0, 001 m3
= 138 liter/Detik
Qinf =CxIxA
= 1,2 x 7,678.10-8 m/detik x 138.000
= 0,01
= 10 liter/Detik
64
• Menentukan Debit Infiltrasi untuk Tanah Seluas 1 HA (Q1Ha)
Q1Ha = (1 Ha x Qinf) / A
= 10 / 138.000
= 7,24 liter/Detik/Ha
OS = Iinf / Q1Ha
OS = 138 / 7,24
= 19,06 Ha
2) Ketinggian Bangunan
Ketinggian bangunan Berdasarkan FAR (Floor Area Ratio)
Ketinggian maksimal bangunan
= 13,8/11,86
= 1,16
1. Acces (Pencapaian)
Dalam Analisis pencapaian pada objek taman sejarah likuifaksi yaitu
dilihat secara positif dan negatif. Pencapaian positif pada lokasi
perancangan yaitu dimana lokasi studi berada didekat permukiman warga
sehingga mudah untuk dicapai warga sekitar. Pada lokasi perancangan
65
belum tersedianya sirkulasi parkir yang mana kendaraan masih parkir di
tepi jalan (Parkir bebas), sehingga mengganggu aktifitas jalan. untuk jalur
pintu masuk dan keluarnya belum terarah, memiliki jalan satu arah serta
untuk jalur pedestrian belum tersedianya trotoar.
2. Compatibility (Kecocokan)
Berdasarkan kondisi kemiringan lereng pada kelurahan petobo cocok
untuk dibangunkan objek wisata taman sejarah likuifaksi selain itu kondisi
eksisting kelurahan petobo yang tidak di perbolehkan untuk membangun
kembali tempat untuk bermukim karena masuk kedalam kawasan bencana
geologi likuifaksi.
3. Views (Pemandangan)
View pada lokasi perancangan Objek wisata sejarah adalah berupa
landmark yang berupa tugu monumen sejarah likuifaksi dimana ini
menjadi ciri khas yang menjadi daya tarik pada lokasi studi.
4. Identity (Identitas)
Identity pada objek wisata taman sejarah likuifaksi yaitu berupa tugu
monumen sejarah likuifaksi.
5. Sense (Rasa)
Sanse yang ada pada objek wisata taman sejarah likuifaksi seperti
ketika memasuki kawasan ini dapat memberi kesan yang nyaman karena
letak posisi bangunan, aktifitas yang mendukung seperti kenyaman pada
saat memasuki taman yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan
ruang bersantai dan jarak yang mudah ditempuh oleh masyarakat sekitar.
6. Livability (Kehidupan)
Pada Objek wisata sejarah likuifaksi akan dirancang dengan
memperhatikan kenyaman orang yang akan berkunjung yaitu dengan
menyediakan jalur sirkulasi seperti parkir dan area pedestrian yang nyaman
dan dapat dilalui oleh masyarakat difabel serta menyediakan rambu jalur
66
evakuasi, titik kumpul dan alat peringatan dini sehingga pengunjung yang
datang tidak merasa khawatir saat berkunjung ke tempat Kawasan bencana
geologi likuifaksi.
67
BAB VI
DESAIN WILAYAH
68
Jenis
No Penggunaan Gambar Kebutuhan Ruang Keterangan
Lahan
2
Gambar
rancangan
Pos Pos
Keamanan Keamanan
pada wilayah
perencanaan
3
Gambar
rancangan
Kantor Kantor
Pengelola pengelola
pada wilayah
perencanaan
4
Gambar
rancangan
Mushollah Mushollah
wilayah
perencanaan
5
Gambar
rancangan
Joging truck
Joging truck
angkis pada
wilayah
perencanaan
6 Gambar
Monumen
Monumen Tugu
Tugu Sejarah Sejarah
Likuifaksi Likuifaksi
pada wilayah
perencanaan
7
Gambar
rancangan
Playground playground
wilayah
perencanaan
69
Jenis
No Penggunaan Gambar Kebutuhan Ruang Keterangan
Lahan
8
Gambar
rancangan
Food Court 1 Food Court
pada wilayah
perencanaan
9
Gambar
rancangan
Food Court 2 Food Court
pada wilayah
perencanaan
10
Gambar
rancangan
Kursi taman 1 Kursi Taman
pada wilayah
perencanaan
11
Gambar
rancangan
Kursi taman 2 Kursi Taman
pada wilayah
perencanaan
12 Gambar
rancangan
Tempat
Persampahan pembuangan
sampah
pada wilayah
perencanaan
70
Jenis
No Penggunaan Gambar Kebutuhan Ruang Keterangan
Lahan
13
Gambar
rancangan
Gerbang Gerbang
pada wilayah
perencanaan
14
Gambar
rancangan
Sanitasi Sanitasi
pada wilayah
perencanaan
71
Gambar 6. 1 Gambar Desain Taman Sejarah Likuifaksi
Sumber: Analisis Kelompok 3
73
DAFTAR PUSTAKA
74