Oleh : Kelompok 3
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEMARANG
2018
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
membuat sekaligus menyusun laporan tentang Menganalisa Morfologi Kota dan
Arsitektur Kota di Kawasan Kauman, Semarang Tengah.
Laporan ini telah kami susun dengan maksimal dan juga mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan laporan ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam pembuatan laporan ini.
Tim Penyusun
BAB II
d. Kriteria Terukur
Kriteria terukur adalah kriteria dasar perancangan kota yang dapat
diukur secara kuantitatif, yang diperoleh dari pertimbangan-
pertimbangan faktor fisik dasar, faktor ekonomi maupun faktor budaya.
Kriteria terukur ini dapat dibagi menjadi: kriteria lingkungan alami
dan kriteria bentuk, massa dan intensitas bangunan (Hamid Shirvani,
1986, hal.133). Pengukuran ini terutama bentuk fisiknya meliputi;
tinggi, panjang, lebar dan ditujukan untuk mendapat ukuran tinggi
bangunan, jarak bangunan, ruang terbuka dan sebagainya.
Pertimbangan terhadap Floor Area Ratio (FAR) atau Floor Space
Index (FSI).
e. Kriteria Tak Terukur
Kriteria tak terukur adalah kriteria yang tidak dapat diukur secara
kuantitatif, tetapi dapat memberi persepsi yang sama bagi pengamat
yang melihatnya. Oleh karena itu, kriteria tak terukur lebih
menekankan pada aspek kualitatif di lapangan.
f. Elemen Perancangan Kota
Elemen sirkulasi dalam urban design merupakan alat yang sangat
menentukan struktur lingkungan urban, karena dapat membentuk,
mengarahkan dan mengontrol pola aktivitas dalam kota. Teknik
perancangannnya meliputi tiga prinsip utama:
1. Jalan harus menjadi elemen ruang terbuka visual yang positif.
2. Jalan harus mampu memberikan orientasi kepada pengemudi dan
membuat lingkungan tersebut terbaca secara informatif.
3. Sektor publik dan privat harus membina hubungan untuk mencapai
sasaran ini.
g. Elemen Citra Kota
SEMARANG TENGAH
MENGANALISA MORFOLOGI DAN ARSITEKTUR KOTA DI KAWASAN KAUMAN,
Gambar 3.1 Peta Batas Administrasi Kota Semarang
19
Gambar 3.2 Peta Pembagian Kelurahan Semarang Tengah
JAGALAN
PURWODINATAN
KARANGKIDUL
BRUMBUNGAN
KRANGGAN
GABAHAN
KAUMAN
JO
HAR
GUN
BAN
PEKUNDEN
MIROTO
GS
PANDANSARI
AN
MB
KE
SEKAYU
PENDRIKAN LOR
Sumber: Lokanesia
PENDRIKAN KIDUL
3.4. Kependudukan
Semarang Tengah yang terbagi menjadi 15 Kelurahan, 75 RW, dan
488 RT memiliki jumlah penduduk yang cukup padat yaitu 69.301 jiwa.
Jumlah penduduk dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 33.955 dan
jenis kelamin perempuan sejumlah 35.346 jiwa. Semarang Tengah
:
Dispendukcapil Kota Semarang
-PERDAGANGAN JASA
SEMARANG TENGAH
MENGANALISA MORFOLOGI DAN ARSITEKTUR KOTA DI KAWASAN KAUMAN,
Gambar.4.2. Peta Kawasan Kauman
35
4.3. Analisis Figure Ground
Figure-ground mapping atau gambar massa bangunan dan ruang
terbuka digambarkan dengan “the building footprint” dalam bentuk hitam
putih. Sehingga keterkaitan antara bentuk ruang terbuka dan massa
bangunannya dapat dianalisis.
Sumber:
Kriteria tak terukur adalah kriteria yang tidak dapat diukur secara
kuantitatif, tetapi dapat memberi persepsi yang sama bagi pengamat yang
melihatnya. Oleh karena itu, Kriteria tak terukur lebih menekankan pada
aspek kualitatif dilapangang. Menurut Hamid Shirvani: 1985, Kriteria tak
terukur terdiri dari :
1. Acces (Pencapaian)
Keterjangkauan pengguna untuk menuju kawasan Kauman cukup
mudah karena kawasan kauman dilewati oleh jalan kolektor sekunder
pada gang Waroeng. Adapun jalan yang boleh dilalui oleh kendaraan
adalah gang Wotgandul, jalan Benteng, dan jalan Besen.
a. Kurangnya parkiran khusus pasar untuk menunjang kegiatan akses
di kawasan kauman.
3. Views (pemandangan)
Views merupakan kejelasan antara orientasi manusia terhadap
masa bangunan yang dapat di tunjukan oleh adanya suatu landmark
yang dapat menjadi ciri khas atau suatu yang menarik pada kawasan
tertentu.
a. Mempertahankan view yang ada berupa Masjid agung semarang
serta mengangkat kembali kesan bangunan khas ruko dikawasan
kauman.
6. Livability (Kehidupan)
Merupakan kenyamanan untuk tinggal di dalam suatu kawasan
bagi banyak orang yang masuk di dalamnya.
a. Kenyamanan untuk tinggal masih kurang pada saat ini, hal ini
dikarenakan kesan kumuh yang terlihat pada kawasan kauman
terutama yang terletak di sebelah sungai, selain itu banyak gedung
kuno yang tidak terawat karena sudah banyak ditinggalkan.
G
a
m
b
a
r
.
Gambar. 4.15. Guna Lahan Sebagai Perdagangan
Sumber: Survey Lapangan 6/12//2018
b. Pemukiman
Aktifitas pemukiman pada kawasan studi terkonsentrasi di
sepanajang Kali Semarang, berupa kampung kota yang mayoritas
dihuni oleh etnis Jawa. Kepadatan bangunan dan hunian di
lingkungan ini sangat tinggi. Rata-rata hunian penduduk
merupakan bangunan dua lantai.
d. Tata Bangunan
Konfigurasi bangunan yang ada secara umum tampak buruk.
Deretan bangunan modern justru menjadi tetenger kawasan,
melemahkan keberadaan alun-alun kauman yang telah ada
sebelumnya. Kumpulan bangunan ini membentuk skyline yang
puncaknya pada SCJ dan Metro Plaza. Perletakan bangunan yang
kurang terarah diduga juga menjadi penyebab belum berfungsinya
beberapa bangunan yang ada secara optimal, misalnya gedung
parkir. Upaya pemanfaatan setiap jengkal tanah menyebabkan
j. Pelestarian/preservasi (preservation)
Keberadaan bangunan konservasi pada kawasan Kauman dapat
terkait dengan proses perkembangan yang ada di sekitar kawasan
tersebut. Bangunan konservasi yang ada antara lain masjid kauman
serta pasar johar. Keberadaan masjid kauman sangat
mempengaruhi perkembangan perilaku santri yang ada pada darah
tersebut. Sedangkan konservasi terhadap pasar johar
mengakibatkan dareah tersebut berkembang menjadi area
perdagangan tardisional, hal ini dibuktikan dengan adanya pasar
ya’ik baru yang berakibat hilangnya area open space alun – alun.
Bangunan
b. Radial
Path
c. Grid
2. Edges
Edges (tepian) adalah elemen linier yang tidak di lihat sebagai path.
Berada pada batas antara dua kawasan tertentu dan berfungsi sebagai
pemutus linier. Misalnya pantai, tembok, topografi dan lain-lain. Edges
memiliki identifikasi yang lebih baik kontinuitas tampak jelas
batasannya
4. Balance
Balance merupakan konfigurasi massa bangunan yang ditunjukan
tercapainya suatu keseimbangan pandangan dari sisi pengamat. Rasa
yang menyatakan bahwa ada keseimbangn dalam suatu kawasan.
Perancangan yang proporsional dapat menciptakan kesan ini misalnya
dengan persebaran bangunan atau aktifitas yang merata.
5. Irama
Irama adalah konfigurasi massa bangunan yang menimbulkan
perasaan keteraturan bagi pengamat (ditunjukan dengan pengulangan).
Unsure irama baik warna maupun bentuk bangunan secara teratur dan
dinamis. Oleh karena itu, untuk menghilangan kesan monoton pada
kawasan yang memanjang di sepanjang koridor jalan, diperlukan
perencanaan dengan menggunakan konsep irama yang dapat
ditimbulkan melalui warna bangunan maupun bentuk atap yang
variatif.
6. Skala dan Proporsi
Pada skala dan proporsi ditunjukan untuk menimbulkan perasaaan
tertentu bagi pengamat. Skala berhubungan dengan konfigurasi massa
bangunan tersebut dengan keberadaan pengamat. Sedangkan proporsi
berhubungkan dengan detail dalam konfigurasi itu sendiri. Adapun
b. Ruko
c. Mall
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Paul D. Spreiregen, 1965, Urban Design, The Architecture of Town and Cities,
Mc. Graw Hill Book Company.
Spiro Kostof, 1991, City Shaped: Urban Pattern and Meanings Tough
History.London : Thames and Hudson, Ltd