Serambi Engineering, Volume VI, No. 1, Januari 2021 hal 1639 - 1646 e-ISSN : 2541-1934
1. Pendahuluan
Kebutuhan energi pada tahun 2050, pangsa kebutuhan energi final per jenis paling banyak
menggunakan Bahan Bakar Minyak yang mencapai 36,3%, diikuti oleh listrik (24,5%), gas (12,5%),
batubara (7,4%), dan lainnya berupa LPG (di bawah 6%), bahan bakar nabati (di bawah 6%), dan biomassa
(di bawah 6%) [1].
Produksi listrik di Indonesia meningkat rata-rata 6% per tahun, dari yang awalnya 255 TWh menjadi
1.581 TWh. Perkiraan kebutuhan listrik meningkat enam kali lipat dari 226 TWh pada tahun 2007 menjadi
1.471 TWh pada tahun 2050 [1]. Sedangkan pada akhir tahun 2019, rasio elektrifikasi secara nasional (EBT
dan non-EBT) mencapai 98,89 %, meningkat 0,59 persen dari capaian bulan Desember 2018 yang tercatat
98,30 persen. Artinya penduduk Indonesia yang belum bisa menikmati listrik menyisakan 1,1 %, dari
sebelumnya 1,7 % [2]. Dalam hal kapasitas terpasang pembangkit PLT Bioenergi yang terdiri dari PLT
Biomassa, Biogas, PLT Sampah, dan PLT Biofuel, capaian hingga tahun 2019 tercatat 1.889,8 MW [2].
1639
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume VI, No. 1, Januari 2021 hal 1639 - 1646 e-ISSN : 2541-1934
Pada skema sistem penyediaan dan pemanfaatan energi berdasarkan pedoman investasi bioenergi di
Indonesia tahun 2016, biomassa dibagi menjadi biomassa hutan energi, limbah pertanian, limbah
perkebunan, limbah perindustrian dan sampah kota [3].
Saat ini, setiap wilayah di dunia, energi biomassa merupakan satu diantara energi yang penting untuk
dikembangkan [4]. Sebagai akibatnya, guna mengupayakan pemenuhan energi tersebut terjadi mobilisasi
penyediaan secara besar-besaran di setiap wilayah [5]. Pemanfaatan biomassa di Indonesia belum optimal
hingga pada penerapanya terjadi gap antara potensi sumber daya dan pemanfaatannya [6]. Rasio elektrifikasi
dan energi yang dikonsumsi per kapita di Kalimantan Barat tahun 2019 yaitu 89,96 % [7] dengan pemakaian
bahan bakar didominasi dengan Bio HSD, Bio Fame dan Batu Bara. Berdasarkan statistik EBTKE tahun
2016 potensi bioenergi di Kalimantan Barat berupa biomassa/biofuel 1.279,3 MW [8].
Penelitian ini merupakan kajian potensi nilai kalor biomassa yang dikategorikan pada limbah
perkebunan yaitu ampas tebu yang bersumber dari penjual minuman sari tebu di Kota Pontianak. Ampas
tebu memiliki kandung selulosa yang tinggi dan ketersediaanya yang melimpah sehingga berpotensi
dijadikan biomassa berupa bio-briket [9]. Ampas tebu yang memiliki kandungan 2,5% gula memiliki kalor
1.825 kkal, dan jika kadar airnya diturunkan sampai dengan 40% dengan teknologi pengeringan maka nilai
kalor ampas tebu dapat meningkat hingga 2305 kkal [10]. Terdapat lebih dari 100 pedagang yang
menghasilkan ampas tebu yang tersebar di 6 Kecamatan di Kota Pontianak. Berdasarkan penelitian, timbulan
sampah Kota Pontianak mencapai 431 ton/hari [11], salah satu jenis sampah yaitu ampas tebu.
Saat ini ampas tebu yang dihasilkan hanya dibuang ke TPS dan kemudian diangkut menuju TPA Batu
layang dan ada juga penjual yang membakar ampas tebu di tanah kosong sehingga menimbulkan
pencemaran udara di sekitar lokasi pembakaran. Oleh karena itu, selain dapat dijadikan energi alternatif
yang mendukung kebutuhan energi di Kalimantan Barat, pengelolaan ampas tebu dapat mengurangi
pencemaran udara dari aktivitas pembakaran penjual minuman sari tebu serta mengurangi beban sampah
yang masuk ke TPA.
2. Metode Penelitian
Metode adalah cara yang sistematis dan telah direncanakan sebaik-baiknya untuk mencapai suatu
tujuan [11]. Pada sebuah penelitian dibutuhkan suatu metode agar penelitian tersebut dapat dilakukan secara
sistematis sesuai dengan tahapan-tahapan penelitian yang telah direncanakan. Pada penelitian ini
menggunakan metode deskriptif dan lapangan. Data yang akan dikumpulkan yaitu data sekunder dan data
primer
Tahap-tahap penelitian secara garis besar dapat dilihat pada Gambar 1. Tahap-tahap penelitian dapat
dijelaskan sebagai berikut.
Konsep Penelitian
Konsep penelitian merupakan tahapan awal dari penelitian yang bertujuan merumuskan sebuah
penelitian. Pada tahapan ini juga peneliti merumuskan alir penelitian berupa diagram sebagai acuan dengan
tujuan agar penelitian tetap berada pada ide awal penelitian.
Studi Literatur
Studi Literatur merupakan tahap pencarian referensi dan pemahaman materi atau teori yang digunakan
pada penelitian ini.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang bersumber dari dinas terkait dan pengumpulan data lapangan terkait jumlah
ampas tebu yang dihasilkan oleh pedagang minuman sari tebu.
Data Sekunder
Data Timbulan Sampah Kota Pontianak
Data jumlah komoditi tanaman tebu di Kota Pontianak
1640
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume VI, No. 1, Januari 2021 hal 1639 - 1646 e-ISSN : 2541-1934
Data Primer
Melakukan pemetaan atau geotagging penjual minuman sari tebu di Kota Pontianak dengan
menggunakan GPS Garmin 36 yang bertujuan mengetahui persebaran penjual minuman sari tebu.
Melakukan pengukuran langsung terkait dengan jumlah ampas tebu dari penjual minuman sari tebu di
Kota Pontianak dengan jumlah sampel uji sebanyak 12 penjual minimal sari tebu yang tersebar di enam
kecamatan.
Pengujian Laboratorium
Melakukan pengujian proksimasi untuk mengetahui kadar air, kadar abu, dan karbon tetap yang
terkandung dalam ampas tebu sesuai dengan ASTM D-1762-84.
Analisis Data
Analisa data berdasarkan hasil pengukuran di lapangan terkait dengan jumlah penjual minuman sari
tebu yang setiap harinya menghasilkan ampas tebu, selanjutnya melakukan perhitungan jumlah keseluruhan
ampas tebu yang dihasilkan pada enam kecamatan di Kota Pontianak. Data dari lapangan yang didapat
kemudian dilakukan analisa proksimasi yaitu analisa kadar air, kadar abu dan karbon tetap serta
menggunakan data sekunder dalam menentukan nilai kalor dari bio briket ampas tebu. Potensi nilai kalor
biomassa dari ampas tebu dihitung berrdasarkan analisa data di lapangan yang di konversikan dengan analisa
data laboratorium.
1641
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume VI, No. 1, Januari 2021 hal 1639 - 1646 e-ISSN : 2541-1934
Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan dilakukan berdasarkan hasil analisis data lapangan dan data uji proksimasi guna
menentukan potensi nilai kalor biomassa.
Pelaporan
Penulisan laporan akhir dilakukan setelah tahap-tahap penelitian terlaksana. Penulisan laporan akhir
ini berdasarkan hasil penelitian yang menyeluruh.
50
40
30
20
10
0
Pontianak Pontianak Kota Pontianak Pontianak Barat Pontianak Pontianak Utara
Selatan Tenggara Timur
Berdasarkan Tabel 1 diketahui penjual minuman sari tebu yang paling banyak berada di Kecamatan
Pontianak Barat dengan jumlah penjual sebanyak 45 Penjual. Kecamatan Pontianak Selatan terdapat penjual
1642
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume VI, No. 1, Januari 2021 hal 1639 - 1646 e-ISSN : 2541-1934
minuman sari tebu paling sedikit yaitu sebanyak 20 penjual. Dari data jumlah penjual minuman sari tebu di
setiap kecamatan, peneliti melakukan pengukuran berat dari ampas tebu (baggase) yang dihasilkan oleh
penjual. Teknik penentuan jumlah sampel yang dilakukan pengujian berat ampas tebu yaitu dengan
pengambilan sampel Non Probility Sampling atau Non Random Sampling dengan metode kuota sampling
[12]. Berdasarkan metode tersebut ditentukan 12 penjual sari minuman tebu untuk dilakukan pengekuran
berat ampas tebu yang dihasilkan. Dari 12 penjual tersebut disebar di setiap kecamatan yaitu sebanyak 2
penjual. Pengukuran berat ampas tebu dilakukan selama 8 hari. Berdasarkan hasil pengukuran yang telah
dilakukan bahwa rata-rata penjual minuman sari tebu di Kota Pontianak menghasilkan 6,1 kg/hari ampas
tebu kering, sehingga dijumlahkan mencapai 1030,9 kg/hari. Secara terperinci hasil pengukuran berat
tersebut dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah timbulan ampas tebu setiap kecamatan di Kota Pontianak
Kecamatan Timbulan Ampas Tebu (Kg)
Pontianak Selatan 152,5
Pontianak Kota 201,3
Pontianak Tenggara 128,1
Pontianak Barat 274,5
Pontianak Timur 122
Pontianak Utara 152,5
Total 1.030,9
Sumber : Survey lapangan, 2020
Penjual 1 Penjual 2
9,0
7,9
7,0
6,3
5,2
5,0
5,0
5,0
4,6
4,0
4,0
3,9
2,7
2,7
2,6
2,5
1 2 3 4 5 6 7 8
Gambar 4. Data pengukuran sampel jumlah ampas tebu (Kg) kecamatan Pontianak Kota
Sumber : Survey lapangan, 2020
Penjual 3 Penjual 4
10,0
10,0
9,6
9,6
9,5
9,5
9,5
9,3
9,3
9,0
9,0
8,5
7,7
7,5
6,0
5,5
1 2 3 4 5 6 7 8
Gambar 5. Data pengukuran sampel jumlah ampas tebu (Kg) Kecamatan Pontianak Selatan
Sumber : Survey lapangan, 2020
1643
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume VI, No. 1, Januari 2021 hal 1639 - 1646 e-ISSN : 2541-1934
Penjual 5 Penjual 6
9,8
9,3
8,5
8,4
8,3
7,9
7,7
7,5
7,3
7,3
6,8
6,3
6,0
5,6
4,0
3,7
1 2 3 4 5 6 7 8
Gambar 6. Data pengukuran sampel jumlah ampas tebu (Kg) Kecamatan Pontianak Barat
Sumber : Survey lapangan, 2020
Penjual 7 Penjual 8
8,0
7,5
6,5
6,3
6,3
5,7
5,6
5,5
4,0
4,0
4,0
3,6
4.
3,0
2,7
5. 1,8
1,6
6.
1 2 3 4 5 6 7 8
Gambar 7. Data pengukuran sampel jumlah ampas tebu (Kg) Kecamatan Pontianak Tenggara
Sumber : Survey lapangan, 2020
Penjual 9 Penjual 10
5,9
5,9
5,8
5,5
5,3
5,3
5,1
5,0
5,0
4,9
4,8
4,8
4,7
4,7
3,5
3,5
1 2 3 4 5 6 7 8
Gambar 8. Data pengukuran sampel jumlah ampas tebu (Kg) Kecamatan Pontianak Timur
Sumber : Survey lapangan, 2020
Penjual 11 Penjual 12
9,8
9,1
8,9
7,5
7,3
6,0
6,0
5,8
5,4
5,1
4,7
4,1
4,1
4,1
3,6
3,6
1 2 3 4 5 6 7 8
Gambar 9. Data pengukuran sampel jumlah ampas tebu (Kg) Kecamatan Pontianak Utara
Sumber : Survey lapangan, 2020
1644
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume VI, No. 1, Januari 2021 hal 1639 - 1646 e-ISSN : 2541-1934
Mengacu pada Tabel 2 diketahui kecamatan yang menghasilkan ampas tebu dari penjual minuman
sari tebu paling banyak yaitu Kecamatan Pontianak Barat sebanyak 274,5 kg/hari dan yang menghasilkan
ampas tebu paling sedikit adalah Kecamatan Pontianak Timur sebanyak 122 kg/hari. Setelah melakukan
pengukuran lapangan ini, tahap pelaksanaan penelitian selanjutnya yaitu pengujian kadar air, kadar abu dan
karbon tetap [13]. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Berdasarkan hasil analisa laboratorium terkait dengan kadar air, kadar air biomassa dari ampas tebu
berpengaruh terhadap sifat kimia yang lain diantaranya, N, S, Cl, K, Na, Mn, As, Cd, Cr, Cu, Pb, Ni, Zn, dan
Hg. Sifat fisika seperti panjang dan diameter lebih dipengaruhi oleh spesifikasi alat peletisasi [14]. Nilai
energi kalor dari biomassa dipengaruhi oleh nilai prosimasi yang telah dilakukan di laboratorium. Nilai kalor
biomassa akan rendah jika hasil uji proksimasi dari kadar air, kadar abu dan volatile matter tinggi, namun
sebaliknya nilai kalor biomassa akan tinggi jika kandungan dari air, abu dan volatile matter dari ampas tebu
rendah. Sedangkan pengaruh nilai uji dari karbon tetap yang tinggi berpengaruh terhadap tingginya nilai
kalor dari biomassa.
7. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini ampas tebu yang ada di Kota Pontianak rata-rata perhari yaitu 6,1
kg/hari dengan jumlah keseluruhan sebanyak 1.030,9 kg/hari maka jika dikonversi dengan hasil pengujian
nilai kalor ampas tebu dan dijadikan briket ampas tebu (bio briket) yaitu sebesar 19.648 kJ/kg dengan massa
jenis sebesar 0,416 kg/m3 [15]. Maka dapat dikonversikan menjadi potensi nilai kalor yaitu sebesar
242.849.280 J/tahun. Oleh karena itu, biomassa yang bersumber dari ampas tebu sangat berpotensi untuk
dijadikan energi alternatif yang dapat dijadikan bahan bakar seperti bio briket dari ampas tebu.
5. Daftar Pustaka
[1] Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). 2019. Outlook Energy Indonesia Tahun 2019
Dampak Peningkatan Energi Baru Terbarukan Terhadap Perekonomian Nasional. Jakarta.
[2] Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral, 2019. Laporan kinerja 2019. Jakarta.
[3] Direktorat Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 2016. Pedoman Investasi Bioenergi di Indonesia,
Jakarta.
[4] Thrän, d., Seidenberger, T., Zeddies, J., Offermann, R. 2010. Global biomass potentials -Resources,
drivers and scenario results, Journal of Energy for Sustainable Development.
[5] Welfe, A., Gilbert, P., & Thornley, P. 2014. Increasing biomass resource availability through supply
chain analysis. Journal of Biomass and Bioenergy.
[6] Alamsyah, R., Siregar, N. C., Lubis, E. H., & Susanti, I, 2013. Secure And Utilization Technology for
Indonesian Biomass Aimed to Cope with RPS (Renewable Portfolio Standard), Joint research report
BBIA – Kitech, South Korea, BBIA.
[7] Perusahaan Listrik Nasional (PLN). 2020. Buku Laporan Statistik PLN Tahun 2019. Jakarta.
[8] Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral.2016. Statistik EBTKE Tahun 2016. Jakarta.
[9] Fachry, A. Rasyidi and Sari, Tuti Indah and Dipura, Arco Yudha and Najamudin, Jasril. 2010. Teknik
Pembuatan Briket Campuran Eceng Gondok dan Batubara sebagai Bahan Bakar Alternatif bagi
Masyarakat Pedesaan. Seminar Nasional Perkembangan Riset dan Teknologi di Bidang Industri Ke-
16. Palembang.
[10] Amin, M.C., Taufik, A.J., Kurniawan, I.H. 2019. Pemanfaatan Ampas Tebu Sebagai Pembangkit
Listrik Biomassa Di PG. Sragi Pekalongan. Jurnal Riset dan Rekayasa. Purwokerto.
1645
p-ISSN : 2528-3561
Serambi Engineering, Volume VI, No. 1, Januari 2021 hal 1639 - 1646 e-ISSN : 2541-1934
[11] Wahyudi, Reza, 2016. Kajian Evaluasi dan Arahan Zonasi TPA Batu Layang Kota Pontianak Provinsi
Kalimantan Barat. Jurnal Teknik Lingkungan ITB. Bandung.
[12] Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D).
Alfabeta. Bandung.
[13] A.Simorangkir, Tiffani, 2014. Analisa Proximate, Analisa Ultimate dan Analisa Miscellaneous pada
Batubara (skripsi). Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Pertambangan Institut Teknologi
Medan.
[14] Miranda, T., Montero, I., Sepúlveda, F. J., Arranz, J. I., Rojas, C. V., & Nogales, S. 2015. A review of
pellets from different sources. Materials, 8(4), 1413–1427. doi 10.3390/ ma8041413
[15] Hasanuddin, 2014. Analisis Nilai Kalor Briket Ampas Tebu Sebagai Cikal Bakal Bahan Bakar
Alternatif. Seminar Nasionaal PB3I. Medan.
1646