REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 1980
1 Pasal 1 (a)
Konstruksi bangunan ialah
kegiatan yang berhubungan
dengan seluruh tahapan yang
dilakukan di tempat kerja
2 Pasal 1 (b)
Tempat Kerja ialah tempat
sebagaimana dimaksud Pasal
2 ayat (1) dan ayat (2) huruf c,
k, l Undang-undang No. 1
Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja.
3 Pasal 1 (c)
Direktur ialah Direktur
Jenderal Pembinaan H
Direktur ialah Direktur
Jenderal Pembinaan
Hubungan ubungan
Perburuhan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Perburuhan dan
Perlindungan Tenaga Kerja
sebagaimana dimaksud dalam
Keputusan Menteri Tenaga
Kerja Transmigrasi dan
Koperasi No. Kep.
79/MEN/1977.
4 Pasal 1 (d)
Pengurus ialah orang atau
badan hukum yang
bertanggung jawab terhadap
pekerjaan pada konstruksi
bangunan secara aman.
5 Pasal 1 (e)
Perancah (Scaffold) ialah
bangunan peralatan (platform)
yang dibuat untuk sementara
dan digunakan sebagai
penyangga tenaga kerja,
bahan-bahan serta alat-alat
pada setiap pekerjaan
konstruksi bangunan termasuk
pekerjaan pemeliharaan dan
pembongkaran.
6 Pasal 1 (f)
Gelagar (putlog or bearer)
ialah bagian dari Gelagar
(putlog or bearer) ialah bagian
dari perancah untuk tempat
meletakkan papan peralatan.
7 Pasal 1 (g)
Palang penguat, (brace) ialah
bagian dari perancah untuk
memperkuat dua titik
konstruksi yang berlainan
guna mencegah pergeseran
konstruksi bangunan perancah
tersebut.
8 Pasal 1 (h)
Perancah tangga (ladder
scaffold) ialah suatu perancah
yang menggunakan tangga
sebagai tiang untuk penyangga
peralatannya.
9 Pasal 1 (i)
Perancah kursi gantung
(beatswain’s chair) ialah suatu
perancah yang berbentuk
tempat duduk yang digantung
dengan kabel atau tambang.
10 Pasal 1 (j)
Perancah dongkrak tangga
(laddder jack scaffold) ialah
suatu perancah yang
peralatannya mempergunakan
dongkrak untuk menaikan dan
menurunkannya dan dipasang
pada tangga.
11 Pasal 1 (k)
Perancah topang jendela
(window jack scaffold) ialah
suatu perancah yang
pelatarannya dipasang pada
balok tumpu yang di
tempatkan menjulur dari
jendela t ndela terbuka.
12 Pasal 1 (l)
Perancah kuda-kuda (trestle
scaffold) ialah suatu perancah
yang disangga oleh kuda-
kuda.
54 Pasal 29
Poros penggerak, mesin-
mesin, kabel-kabel baja dan
pelataran dari semua alat-alat
angkat harus direncanakan
sedemikian rupa sehingga
tidak terjadi kecelakaan
karena terjepit, muatan lebih
kerusakan mesin atau
putusnya kabel baja
pengangkat.
55 Pasal 30 (1)
Setiap kran angkat harus
dibuat dan dipelihara
sedemikian rupa sehingga
setelah diperhitungkan
besarnya, pengaruhnya,
kondisinya, ragamnya muatan
dan kekuatan, perimbangan
dari setiap bagian peralatan
bantu yang terpasang maka
tegangan maksimum yang
telah terjadi harus lebih kecil
dari tegangan maksimum yang
diijinkan dan harus ada
keseimbangan sehingga dapat
berfungsi tanpa melalui batas-
batas pemuaian, pelenturan,
getaran, puntiran dan tanpa
terjadi kerusakan sebelum
batas waktunya.
56 Pasal 30 (2)
Setiap kran angkat yang tidak
direncanakan untuk
mengangkat muatan kerja
maksimum yang diijinkan
pada semua posisi yang dapat
dicapai, harus mempunyai
petunjuk radius muatan dan
petunjuk tersebut harus
dipelihara agar selalu bekerja
dengan baik.
57 Pasal 30 (3)
Derek (Derricks) harus
direncanakan dan dibangun
sedemikian rupa sedemikian
rupa sehingga terjamin
kestabilannya waktu bekerja.
58 Pasal 30 (4)
Kaki rangka yang berbentuk
segitiga harus dari bahan yang
memenuhi syarat dan
dibangun sedemikian rupa
sehingga terjamin
keamanannya waktu
mengangkatnya beban
maksimum.
59 Pasal 31
Tindakan pencegahan harus
dilakukan untuk melarang
orang memasuki daerah lintas
keran jalan (traveling crane)
untuk menghindarkan
kecelakaan karena terhimpit.
91 Pasal 54 Wajib
Melakukan pengecekan terhadap
Mesin ketam harus dilengkapi
mesin ketam dalam kondisi yang
dengan peralatan yang baik
baik dan menggunakan penutup
untuk mengurangi bidang
pisau agar tidak membahayakan
bukan serut yang
pekerja
membahayakan untuk
mengurangi bahaya tendangan
belakang.
96 Pasal 56 Wajib
Perhitungan kekuatan alat-alat
Semua bagian-bagian alat-alat
pneumatik sesuai tekanan kerja
pneumatik termasuk selang-
agar tidak rusak atau
selang dan selang sambungan
menimbulkan kecelakaan.
harus direncanakan untuk
dapat menahan dengan aman
tekanan kerja maksimum dan
harus dilayani dengan hati-hati
sehingga tidak merusak atau
menimbulkan kecelakaan.
168 Pasal 99 (4) Tenaga kerja dan orang lain wajib Wajib
Tenaga kerja dan orang lain menggunakan APD ketika
yang memasuki tempat kerja memasuki wilayah proyek.
diwajibkan menggunakan alat-
alat termaksud pada ayat (1)
pasal ini.
173 Pasal 103 (2) Tindakan pidana yang ada pada Wajib
Tindak pidana sebagaimana peraturan menteri termasuk
dimaksud dalam Peraturan pelanggaran
Menteri ini adalah
pelanggaran.
176 Pasal 105 (1) Yang belum tertera pada peraturan Wajib
Hal-hal yang belum cukup ini akan diatur lebih lanjut
diatur dalam Peraturan
Menteri ini akan diatur lebih
lanjut.
1 Pasal 1 (1)
Keselamatan Konstruksi adalah
segala kegiatan keteknikan
untuk mendukung Pekerjaan
Konstruksi dalam mewujudkan
pemenuhan standar keamanan,
keselamatan, kesehatan dan
keberlanjutan yang menjamin
keselamatan keteknikan
konstruksi, keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja,
keselamatan publik dan
lingkungan.
2 Pasal 1 (2)
Sistem Manajemen
Keselamatan Konstruksi yang
selanjutnya disebut SMKK
adalah bagian dari sistem
manajemen pelaksanaan
Pekerjaan Konstruksi dalam
rangka menjamin terwujudnya
Keselamatan Konstruksi.
3 Pasal 1 (3)
Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Konstruksi yang
selanjutnya disebut K3
Konstruksi adalah segala
kegiatan untuk menjamin dan
melindungi keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja melalui
upaya pencegahan kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja
pada Pekerjaan Konstruksi.
4 Pasal 1 (4)
Unit Keselamatan Konstruksi
yang selanjutnya disingkat
UKK adalah unit pada Penyedia
Jasa Pekerjaan Konstruksi yang
bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan SMKK dalam
Pekerjaan Konstruksi.
5 Pasal 1 (5)
Jasa Konstruksi adalah layanan
jasa konsultansi konstruksi
dan/atau pekerjaan konstruksi.
6 Pasal 1 (6)
Konsultansi Konstruksi adalah
layanan keseluruhan atau
sebagian kegiatan yang meliputi
pengkajian, perencanaan,
perancangan, pengawasan, dan
manajemen penyelenggaraan
konstruksi suatu bangunan.
7 Pasal 1 (7)
Pekerjaan Konstruksi adalah
keseluruhan atau sebagian
kegiatan yang meliputi
pembangunan, pengoperasian,
pemeliharaan, pembongkaran,
dan pembangunan kembali
suatu bangunan.
8 Pasal 1 (8)
Pengguna Jasa adalah pemilik
atau pemberi pekerjaan yang
menggunakan layanan Jasa
Konstruksi.
9 Pasal 1 (9)
Penyedia Jasa adalah pemberi
layanan Jasa Konstruksi.
10 Pasal 1 (10)
Pengawas Pekerjaan Konstruksi
adalah tim pendukung yang
ditunjuk/ditetapkan oleh
Pengguna Jasa yang
bertanggung jawab pada
pengawasan Pekerjaan
Konstruksi dan pemenuhan
terhadap norma, standar,
prosedur dan kriteria.
11 Pasal 1 (11)
Subpenyedia Jasa adalah
pemberi layanan Jasa
Konstruksi kepada Penyedia
Jasa, termasuk diantaranya sub-
kontraktor, produsen, dan
pemasok.
12 Pasal 1 (12)
Kontrak Kerja Konstruksi
adalah keseluruhan dokumen
kontrak yang mengatur
hubungan hukum antara
Pengguna Jasa dan Penyedia
Jasa dalam pekerjaan jasa
Konsultansi Konstruksi
dan/atau Pekerjaan Konstruksi.
13 Pasal 1 (13)
Rancangan Konseptual SMKK
adalah dokumen telaahan
tentang Keselamatan Konstruksi
yang disusun oleh Penyedia
Jasa Konsultansi Konstruksi
pengkajian, perencanaan serta
perancangan.
14 Pasal 1 (14)
Ahli K3 Konstruksi adalah
tenaga ahli yang mempunyai
kompetensi khusus di bidang
K3 Konstruksi dalam
merencanakan, melaksanakan
dan mengevaluasi SMKK yang
dibuktikan dengan sertifikat
pelatihan yang diterbitkan oleh
lembaga sertifikasi profesi atau
instansi yang berwenang sesuai
dengan Standar Kompetensi
Kerja Nasional Indonesia dan
ketentuan peraturan perundang-
undangan.
15 Pasal 1 (15)
Petugas Keselamatan
Konstruksi adalah orang atau
petugas K3 Konstruksi yang
memiliki sertifikat yang
diterbitkan oleh unit kerja yang
menangani Keselamatan
Konstruksi di Kementerian
Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat dan/atau
yang diterbitkan oleh lembaga
atau instansi yang berwenang
sesuai dengan Standar
Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
16 Pasal 1 (16)
Biaya Penerapan SMKK adalah
biaya SMKK yang diperlukan
untuk menerapkan SMKK
dalam setiap Pekerjaan
Konstruksi.
17 Pasal 1 (17)
Harga Perkiraan Sendiri yang
selanjutnya disingkat HPS
adalah perkiraan harga
barang/jasa yang ditetapkan
oleh pejabat pembuat
komitmen.
18 Pasal 1 (18)
Rencana Keselamatan
Konstruksi yang selanjutnya
disingkat RKK adalah dokumen
lengkap rencana penerapan
SMKK dan merupakan satu
kesatuan dengan dokumen
kontrak.
19 Pasal 1 (19)
Risiko Keselamatan Konstruksi
adalah risiko konstruksi yang
memenuhi satu atau lebih
kriteria berupa besaran risiko
pekerjaan, nilai kontrak, jumlah
tenaga kerja, jenis alat berat
yang dipergunakan dan
tingkatan penerapan teknologi
yang digunakan.
20 Pasal 1 (20)
Penilaian Risiko Keselamatan
Konstruksi adalah perhitungan
besaran potensi berdasarkan
kemungkinan adanya kejadian
yang berdampak terhadap
kerugian atas konstruksi, jiwa
manusia, keselamatan publik,
dan lingkungan yang dapat
timbul dari sumber bahaya
tertentu, terjadi pada Pekerjaan
Konstruksi dengan
memperhitungkan nilai
kekerapan dan nilai keparahan
yang ditimbulkan.
21 Pasal 1 (21)
Pemantauan dan Evaluasi
Keselamatan Konstruksi adalah
kegiatan pemantauan dan
evaluasi terhadap kinerja
penyelenggaraan Keselamatan
Konstruksi yang meliputi
pengumpulan data, analisis,
kesimpulan dan rekomendasi
perbaikan penerapan
Keselamatan Konstruksi.
22 Pasal 1 (22)
Komite Keselamatan
Konstruksi adalah unit khusus
yang bertugas membantu
Menteri dalam penyelenggaraan
Keselamatan Konstruksi.
23 Pasal 1 (23)
Menteri adalah menteri yang
menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang
pekerjaan umum dan
perumahan rakyat.
59 Pasal 11 (ayat 2)
Penyedia Jasa pengkajian,
perencanaan, dan perancangan
dalam melaksanakan kegiatan
di lapangan harus menerapkan
operasi Keselamatan
Konstruksi.
60 Pasal 12 (ayat 1)
Evaluasi kinerja Keselamatan
Konstruksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 huruf e
merupakan kegiatan yang
paling sedikit meliputi:
a. pemantauan dan evaluasi;
b. tinjauan manajemen; dan
c. peningkatan kinerja
Keselamatan Konstruksi
61 Pasal 13
SMKK diterapkan pada
tahapan:
a. pemilihan Penyedia Jasa;
b. pelaksanaan Pekerjaan
Konstruksi; dan
c. serah terima pekerjaan.
93 Pasal 21 (1)
Setelah dilakukan serah terima
akhir pekerjaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20,
SMKK diterapkan dalam
pengoperasian dan
pemeliharaan.