Anda di halaman 1dari 73

PEMBUATAN DAN PENENTUAN NILAI CMC ASETIL

GALAKTOMANAN YANG DIPEROLEH MELALUI


ASETILASI GALAKTOMANAN HASIL ISOLASI
DARI KOLANG-KALING (Arenga pinnata)

TESIS

Oleh

TERKELIN BR GINTING
117006028/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013

Universitas Sumatera Utara


PEMBUATAN DAN PENENTUAN NILAI CMC ASETIL
GALAKTOMANAN YANG DIPEROLEH MELALUI
ASETILASI GALAKTOMANAN HASIL ISOLASI
DARI KOLANG-KALING (Arenga pinnata)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
dalam Program Studi Ilmu Kimia pada Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Oleh

TERKELIN BR GINTING
117006028/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013

Universitas Sumatera Utara


Judul : PEMBUATAN DAN PENENTUAN NILAI CMC ASETIL
GALAKTOMANAN YANG DIPEROLEH MELALUI
ASETILASI GALAKTOMANAN HASIL ISOLASI DARI
KOLANG-KALING (Arenga pinnata).
Nama Mahasiswa : Terkelin Br Ginting
Nomor Pokok : 117006028
Program Studi : Magister Ilmu Kimia

Menyetujui :
Komisi Pembimbing

Dr. Mimpin Ginting, MS Prof. Dr. Jamaran Kaban, M.Sc


Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

Prof. Basuki Wirjosentono, MS. Ph.D Dr. Sutarman, M.Sc

Tanggal Lulus 4 Juli 2013

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN ORISINALITAS

PEMBUATAN DAN PENENTUAN NILAI CMC ASETIL GALAKTOMANAN


YANG DIPEROLEH MELALUI ASETILASI GALAKTOMANAN HASIL
ISOLASI DARI KOLANG-KALING (Arenga pinnata)

TESIS

Dengan ini saya nyatakan bahwa yang tertulis dalam tesis ini benar benar hasil karya
sendiri dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat pendapat atau karya yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan sumbernya dalam daftar pustaka. Pendapat atau temuan yang
terdapat dalam tesis ini dikutip berdasarkan kode ilmiah.

Medan, 4 Juli 2013

Terkelin Br Ginting

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di
bawah ini :

Nama : TERKELIN BR GINTING


NIM : 117006028
Program Studi : Magister Ilmu Kimia
Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive
Royalty Free Righ) atas Tesis saya yang berjudul :

PEMBUATAN DAN PENENTUAN NILAI CMC ASETIL GALAKTOMANAN


YANG DIPEROLEH MELALUI ASETILASI GALAKTOMANAN HASIL
ISOLASI DARI KOLANG-KALING (Arenga pinnata)

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak Bebas Royalti Non-
Ekslusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media,
memformat, mengelola dalam bentuk data base, merawat dan mempublikasikan Tesis
saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Medan, 4 Juli 2013

Terkelin Br Ginting

Universitas Sumatera Utara


Telah diuji pada
Tanggal : 4 Juli 2013.

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua : Dr. Mimpin Ginting, MS


Anggota : 1. Prof. Dr. Jamaran Kaban, M.Sc
2. Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc
3. Prof. Dr. Seri Bima Sembiring, M.Sc
4. Dr. Lamek Marpaung, M.Phill
5. Prof. Dr. Yunazar Manjang.

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap : Terkelin Br Ginting


Tempat dan Tanggal Lahir : Munte, 22 Oktober 1964
Alamat Rumah : Komplek Perumahan BTN Sukamaju Indah
Blok UU No.17 Sunggal Kab. Deli Serdang
Telepon / HP : 08197226928 - 085275968622
E-mail : terkelinginting646@yahoo.co.id
Instansi Tempat Bekerja : SMA Negeri 1 Sunggal
Alamat Kantor : Jln. Sei Mencirim No. Sei Semayang Diski
Telepon / Fax : 061-77809619 / -

DATA PENDIDIKAN

SD : SD Negeri No. 2 Munte, Kab Karo Tamat : 1976


SMP : SMP Negeri Munte, Kab Karo Tamat : 1980
SMA : SMA Swasta Katolik Kaban Jahe Tamat : 1983
Strata-1 : FPMIPA IKIP Medan Tamat : 1988
Strata-2 : Sekolah Pascasarjana FMIPA USU Medan Tamat : 2013

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Terlebih dahulu penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa, karena hanya berkat kasih dan lindunganNya penulis dapat
melaksanakan penelitian dan penulisan laporan ini.

Penelitian adalah satu hal yang tidak terpisahkan dalam satu rangkaian kegiatan
akademik untuk dapat menyelesaikan perkuliahan pada Program Studi Ilmu Kimia
pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahauan Alam Universitas Sumatera Utara.
Sehubungan dengan hal tersebut, penulis telah melaksanakan penelitian dibawah
bimbingan dari komisi pembimbing. Hasil penelitian tersebut disusun dalam bentuk
laporan penelitian dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh
gelar Magister Sains.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :


1. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara c.q Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah (Bappeda) Provinsi Sumatera Utara karena telah memberikan
kesempatan dan bantuan dana berupa beasiswa kepada penulis untuk dapat
mengikuti pendidikan pada Program Studi Ilmu Kimia FMIPA USU Medan.
2. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc sebagai Dekan FMIPA USU yang telah mendukung
pelaksanaan perkuliahan dan penelitian yang penulis kerjakan di Laboratorium
Kimia Organik FMIPA USU.
3. Bapak Prof. Basuki Wirjosentono, MS.Ph.D. sebagai Ketua Program Magister
Ilmu Kimia dan Bapak Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc. sebagai Sekretaris
Program Magister Ilmu Kimia FMIPA USU yang juga sebagai Komisi Penguji
yang telah banyak memberikan saran dan dorongan semangat kepada penulis..
4. Bapak Dr. Mimpin Ginting, MS sebagai Pembimbing I juga sebagai Kepala
Laboratorium Kimia Organik FMIPA USU yang telah banyak memberikan
bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran sehingga penelitian dan
penulisan laporan ini dapat diselesaikan. Penulis juga mendapat banyak

i Universitas Sumatera Utara


pelajaran yang sangat berguna selama dalam penelitian ini yang sangat
bermanfaat bagi penulis dan dapat membantu penulis dalam melaksanakan
tugas setelah selesai pendidikan nantinya.
5. Bapak Prof. Dr. Jamaran Kaban, M.Sc sebagai Pembimbing II yang selalu
membimbing penulis dengan penuh kesabaran sehingga penelitian dapat
terlaksana dan penulisan laporan penelitian ini juga dapat diselesaikan. Penulis
juga mendapat banyak pelajaran yang sangat berguna selama dalam melakukan
penelitian ini.
6. Bapak Prof. Dr. Seri Bima Sembiring, M.Sc dan Bapak Dr. Lamek Marpaung,
M.Phill sebagai Komisi Penguji yang telah banyak memberikan bimbingan dan
pengetahuan serta saran saran untuk perbaikan tesis ini.
7. Asisten Laboratorium Kimia Organik FMIPA USU antara lain Bayu Kasogi
Ginting, Egitarius Ginting, Naomi Febrianti Sitorus, Mutiara Saragih, Sion
Olivia Sembiring atas semua bantuan yang diberikan kepada penulis.
8. Bapak Dr. Nimpan Bangun, M.Sc sebagai Kepala Laboratorium Kimia
Anorganik FMIPA USU atas semua bantuan dan nasehat kepada penulis. Dan
juga asisten Laboratorium Kimia Anorganik FMIPA USU antara lain Rizal
Agus W. Situmorang dan Lois Lenny Panggabean, atas semua bantuan yang
diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
9. Ibu Dra. Ratnawati Br Tarigan sebagai Kepala Laboratorium Kimia Industri
PTKI yang telah ikut membantu penulis dalam penelitian yang penulis
kerjakan, serta asisten Laboratorium Kimia Industri PTKI Joshua Samuel
Taihuttu atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
10. Bapak / Ibu Dosen yang mengasuh mata kuliah pada Program Magister Ilmu
Kimia FMIPA USU atas segala materi perkuliahan dan bimbingan selama
mengikuti perkuliahan, kegiatan diskusi serta ujian yang telah dilaksanakan.
11. Bapak Bupati Deli Serdang dan Ibu Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga Kabupaten Deli Serdang yang telah memberikan izin belajar kepada

ii Universitas Sumatera Utara


penulis untuk dapat mengikuti pendidikan pada Program Magister Ilmu Kimia
FMIPA USU.
12. Bapak Drs. Ramli Siregar sebagai Kepala SMA Negeri 1 Sunggal beserta guru
dan pegawai tempat penulis bertugas atas bantuan moril dan kerja sama selama
ini, sehingga penulis dapat membagi waktu untuk bertugas di sekolah dan juga
untuk menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan dan penelitian ini.
13. Teman teman mahasiswa Program Magister Ilmu Kimia FMIPA USU
Angkatan Tahun 2011 teristimewa Rislima Sihombing SPd atas semua kerja
sama dan persahabatan sehingga semua tugas perkuliahan dan penelitian dapat
penulis kerjakan.
14. Ibu mertua D. Br Ginting, suamiku tercinta Adresta Pinem S.Pd M.Si, dan juga
anak anakku yang kukasihi, Santhy Ardelina V Pinem, Vienny Yuliarti Pinem
dan Avelia Hemagita Pinem yang selalu sabar dan setia serta selalu
memberikan dukungan doa dan dana sehingga penulis dapat menyelesaikan
semua tugas-tugas dalam perkuliahan dan penelitian.

Penulis mengakui bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh
sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
penyempurnaan laporan ini. Kiranya laporan ini dapat memenuhi syarat untuk
menyelesaikan tugas perkuliahan yang penulis kerjakan. Akhir kata penulis
mengucapkan sekian dan terima kasih, semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu
membimbing kita dalam setiap tugas yang kita kerjakan.
Medan, 4 Juli 2013
Penulis,

Terkelin Br Ginting

iii Universitas Sumatera Utara


PEMBUATAN DAN PENENTUAN NILAI CMC ASETIL GALAKTOMANAN
YANG DIPEROLEH MELALUI ASETILASI GALAKTOMANAN
HASIL ISOLASI DARI KOLANG-KALING (Arenga pinnata)

Abstrak

Dari kolang kaling telah diisolasi galaktomanan yang selanjutnya dapat


diasetilasi menjadi asetil galaktomanan. Isolasi galaktomanan dari 250 g kolang
kaling menggunakan pelarut aquadest melalui pengadukan dilanjutkan sentrifugasi
diikuti pemurnian menggunakan pelarut etanol diperoleh 8,3965 g (3,36% w/w)
galaktomanan. Asetilasi galaktomanan dengan asetat anhidrida menggunakan pelarut
asam asetat glasial dan katalis H2SO4 pekat dimana dari sebanyak 3 g galaktomanan
yang digunakan diperoleh asetil galaktomanan sebanyak 1,2 g (64,84% w/w).
Spektrum FT-IR dari produk reaksi asetilasi dengan munculnya puncak vibrasi pada
bilangan gelombang 1723,11 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi C = O dari senyawa
ester yang didukung oleh adanya pita serapan pada bilangan gelombang 1252,12 cm-1
yang menunjukkan adanya vibrasi C – O – C dari senyawa ester sebagai indikasi
telah terjadi asetilasi galaktomanan. Hasil penentuan nilai tegangan permukaan
diperoleh nilai titik konsentrasi misel kritis (CMC) untuk galaktomanan dan asetil
galaktomanan berada pada konsentrasi 5% dengan nilai tegangan permukaan
galaktomanan adalah 29,93 dyne/cm sedangkan nilai tegangan permukaan asetil
galaktomanan adalah 22,22 dyne/cm.

Kata Kunci : kolang kaling, galaktomanan, asetilasi, asetil galaktomanan

iv Universitas Sumatera Utara


PRODUCTION AND DETERMINATION OF CMC VALUE OF ACETYL
GALACTOMANNAN THAT BE OBTAINED THROUGH GALACTOMANNAN
ACETYLATION AS RESULT OF ISOLATION OF SUGAR PALM
FRUIT (Arenga pinnata)

Abstract

From sugar palm fruit has been isolated the galactomannan and then can be
acetylated becomes acetyl galactomannan. Isolation of galactomannan from 250 g
sugar palm fruit used aquades by mixing then centrifugated that be followed by
purification by using ethanol that resulted 8.3965 g (3.36 % w/w) of galactomannan.
Galactomannan is acetylated by anhydride acetate by using glacial acetate acid as
solvent and concentrated H2SO4 as catalyst where from 3 g galactomannan is got 1.2
g (64,84% w/w) acetyl galactomannan. FT-IR spectrum of acetylation reaction
product shows that there is vibration peak in wave number 1723.11 cm-1 that shows
there is vibration of C = O from ester and supported by presence of absorption band
in wave number 1252.12 cm-1 that shows there is vibration of C – O – C from ester as
indication that galactomannan acetylation has occurred. Result of surface tension
value is got critical micelle concentration (CMC) point for galactomannan and acetyl
galactomannan is in 5% concentration with tension surface value of galactomannan
is 29.93 dyne/cm mean while tension surface value of acetyl galactomannan is 22.22
dyne/cm.

Keywords : sugar palm fruit, galactomannan, acetylation, acetyl galactomannan.

v Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Abstrak iv
Abstract v
Daftar Isi vi
Daftar Tabel viii
Daftar Gambar ix
Daftar Lampiran x

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 2
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Manfaat Penelitian 3
1.5 Lokasi Penelitian 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Aren 5
2.2 Manfaat Tanaman Aren 6
2.3 Kolang Kaling 7
2.3.1 Pembuatan Kolang Kaling 8
2.3.2 Komposisi Kimia Kolang Kaling 8
2.4 Karbohidrat 9
2.5 Penggolongan Karbohidrat 10
2.5.1 Monosakarida 10
2.5.2 Oligosakarida 13
2.5.3 Polisakarida 14
2.6 Galaktomanan 17
2.7 Fungsi Galaktomanan 18
2.8 Transformasi Galaktomanan 20
2.9 Esterifikasi Dengan Asil Klorida atau Asetat Anhidrida 21
2.10 Anhidrida Asam 22
2.11 Spektroskopi 23
2.12 Konsentrasi Misel Kritis 26
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat 32
3.2 Bahan 32
3.3 Prosedur Penelitian 32
3.3.1 Isolasi Galaktomanan 32
3.3.2 Asetilasi Galaktomanan 33
3.3.3 Analisia Hasil Isolasi dan Hasil Asetilasi 34

vi Universitas Sumatera Utara


3.3.3.1 Analisia Spektroskopi FT-IR 34
3.3.3.2 Penentuan Nilai CMC Galaktomanan dan Asetil Galaktomanan 34
3.4 Bagan Penelitian 35
3.4.1 Bagan Isolasi Galaktomanan dari Kolang Kaling 35
3.4.2 Bagan Asetilasi Galaktomanan menjadi Asetil Galaktomanan 36

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil 37
4.1.1 Hasil Ekstraksi Galaktomanan dari Kolang Kaling 37
4.1.2 Hasil Asetilasi Galaktomanan 37
4.1.3 Hasil Uji CMC Galaktomanan dan Asetil Galaktomanan 37
4.2. Pembahasan 39
4.2.1 Galaktomanan Hasil Isolasi dari Kolang Kaling 39
4.2.2 Asetilasi Galaktomanan Dengan Asetat Anhidrida 40
4.2.3 Penentuan Nilai CMC Galaktomanan dan Asetil Galaktomanan 42

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan 44
5.2 Saran 44

Daftar Pustaka 45
Lampiran 50

vii Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Tegangan Permukaan Galaktomanan 38


dan Asetil Galaktomanan dengan Metode cincin du Nouy

viii Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Struktur glukosa 11


Gambar 2.2 Struktur galaktosa 12
Gambar 2.3 Struktur fruktosa 12
Gambar 2.4 Reaksi pembentukan disakarida 13
Gambar 2.5 Struktur sukrosa 13
Gambar 2.6 Struktur laktosa 14
Gambar 2.7 Struktur maltosa 14
Gambar 2.8 Struktur selulosa 16
Gambar 2.9 Struktur amilum 16
Gambar 2.10 Struktur glikogen 16
Gambar 2.11 Struktur galaktomanan 17
Gambar 2.12 Reaksi asil klorida dengan alkohol 21
Gambar 2.13 Reaksi anhidrida alkanoat dengan alkohol 21
Gambar 2.14 Struktur misel sterik dan struktur misel lamelar 30
Gambar 4.1 Spektrum FT-IR galaktomanan 39
Reaksi asetilasi galaktomanan dengan asetat
Gambar 4.2 40
anhidrida
Gambar 4.3 Spektrum FT-IR asetil galaktomanan 41
Gambar 4.4 Grafik tegangan permukaan 42

ix Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Gambar Kolang Kaling yang Digunakan untuk


Lampiran - 1 50
Isolasi Galaktomanan
Lampiran - 2 Galaktomanan yang telah diisolasi 51
Lampiran - 3 Asetilasi Galaktomanan dan Hasil Asetilasi 52
Lampiran - 4 Spektrofotometer Infra Merah 53
Penentuan Nilai CMC Galaktomanan dan Asetil
Lampiran - 5 54
Galaktomanan

x Universitas Sumatera Utara


PEMBUATAN DAN PENENTUAN NILAI CMC ASETIL GALAKTOMANAN
YANG DIPEROLEH MELALUI ASETILASI GALAKTOMANAN
HASIL ISOLASI DARI KOLANG-KALING (Arenga pinnata)

Abstrak

Dari kolang kaling telah diisolasi galaktomanan yang selanjutnya dapat


diasetilasi menjadi asetil galaktomanan. Isolasi galaktomanan dari 250 g kolang
kaling menggunakan pelarut aquadest melalui pengadukan dilanjutkan sentrifugasi
diikuti pemurnian menggunakan pelarut etanol diperoleh 8,3965 g (3,36% w/w)
galaktomanan. Asetilasi galaktomanan dengan asetat anhidrida menggunakan pelarut
asam asetat glasial dan katalis H2SO4 pekat dimana dari sebanyak 3 g galaktomanan
yang digunakan diperoleh asetil galaktomanan sebanyak 1,2 g (64,84% w/w).
Spektrum FT-IR dari produk reaksi asetilasi dengan munculnya puncak vibrasi pada
bilangan gelombang 1723,11 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi C = O dari senyawa
ester yang didukung oleh adanya pita serapan pada bilangan gelombang 1252,12 cm-1
yang menunjukkan adanya vibrasi C – O – C dari senyawa ester sebagai indikasi
telah terjadi asetilasi galaktomanan. Hasil penentuan nilai tegangan permukaan
diperoleh nilai titik konsentrasi misel kritis (CMC) untuk galaktomanan dan asetil
galaktomanan berada pada konsentrasi 5% dengan nilai tegangan permukaan
galaktomanan adalah 29,93 dyne/cm sedangkan nilai tegangan permukaan asetil
galaktomanan adalah 22,22 dyne/cm.

Kata Kunci : kolang kaling, galaktomanan, asetilasi, asetil galaktomanan

iv Universitas Sumatera Utara


PRODUCTION AND DETERMINATION OF CMC VALUE OF ACETYL
GALACTOMANNAN THAT BE OBTAINED THROUGH GALACTOMANNAN
ACETYLATION AS RESULT OF ISOLATION OF SUGAR PALM
FRUIT (Arenga pinnata)

Abstract

From sugar palm fruit has been isolated the galactomannan and then can be
acetylated becomes acetyl galactomannan. Isolation of galactomannan from 250 g
sugar palm fruit used aquades by mixing then centrifugated that be followed by
purification by using ethanol that resulted 8.3965 g (3.36 % w/w) of galactomannan.
Galactomannan is acetylated by anhydride acetate by using glacial acetate acid as
solvent and concentrated H2SO4 as catalyst where from 3 g galactomannan is got 1.2
g (64,84% w/w) acetyl galactomannan. FT-IR spectrum of acetylation reaction
product shows that there is vibration peak in wave number 1723.11 cm-1 that shows
there is vibration of C = O from ester and supported by presence of absorption band
in wave number 1252.12 cm-1 that shows there is vibration of C – O – C from ester as
indication that galactomannan acetylation has occurred. Result of surface tension
value is got critical micelle concentration (CMC) point for galactomannan and acetyl
galactomannan is in 5% concentration with tension surface value of galactomannan
is 29.93 dyne/cm mean while tension surface value of acetyl galactomannan is 22.22
dyne/cm.

Keywords : sugar palm fruit, galactomannan, acetylation, acetyl galactomannan.

v Universitas Sumatera Utara


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.

Karbohidrat merupakan produk primer dari fotosintesis dan juga merupakan


sumber energi untuk sistem kehidupan dengan jumlah yang paling melimpah di alam.
Negara kita yang terletak di daerah khatulistiwa kaya akan sumber sumber penghasil
karbohidrat. Beberapa diantaranya adalah padi-padian, umbi-umbian, kelapa, sagu,
kacang-kacangan dan sebagainya. Tetapi sayang sekali sumberdaya alam yang kita
miliki ini belum semuanya dapat dimanfaatkan nilai tambahnya dengan baik.

Penelitian mengenai tumbuhan penghasil karbohidrat telah banyak dilakukan.


Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa telah banyak ditemukan hal hal yang
selama ini belum diketahui keberadaannya, terutama dalam bidang pangan dan
kegunaan lainnya. Salah satu diantaranya adalah senyawa polisakarida yaitu
galaktomanan. Galaktomanan disamping berfungsi sebagai cadangan makanan, dalam
ilmu gizi galaktomanan merupakan serat makanan (dietary fiber) yang mampu
menurunkan kadar glukosa dan kolesterol darah. Variasi secara biologis preparasi
pektin aktif dan tanaman yang mengandung galaktomanan disarankan untuk
mencegah kanker dan peradangan (Lepur, 2012). Galaktomanan secara alami
terkandung dalam beberapa jenis tanaman seperti keluarga Leguminoceae. Beberapa
tumbuhan penghasil galaktomanan telah diteliti. Pada penelitian sebelumnya
diperoleh bahwa galaktomanan telah diekstraksi dari kolang kaling (Kooiman, 1971).
Selain itu galaktomanan juga ternyata dapat diperoleh dari ampas kelapa, sehingga
galaktomanan pernah dijuluki emas yang tercecer di sampah (Suhardiman, 1996).
Galaktomanan juga ditemukan pada endosperm dari sejumlah tumbuhan yang
diperoleh dari hasil ekstraksi biji fenugreek (Trigonellafoenum graecum) yang
merupakan anggota keluarga Leguminoceae, dan memiliki beberapa fungsi termasuk

1
Universitas Sumatera Utara
2

cadangan karbohidrat (Reid and Edwards, 1995). Untuk mendapatkan galaktomanan,


orang orang di Timur Tengah, Afrika Utara, dan Eropa Selatan memperolehnya
dengan cara mengekstraksi biji fenugreek (Zultiniar and Casoni, 2009). Dalam sintesa
kimia organik, untuk memperbaiki sifat sifat fisik suatu senyawa polisakarida reaksi
esterifikasi sudah sangat umum digunakan seperti halnya terhadap senyawa selulosa
maupun amilum. Ester asam lemak sering dimodifikasi baik untuk bahan makanan
maupun untuk bahan surfaktan, aditif, detergen dan lain sebagainya dengan tujuan
untuk menambah daya guna dari ester asam lemak tersebut. Metode yang biasa
digunakan untuk membentuk ester asam lemak adalah dengan cara reaksi esterifikasi,
interesterifikasi, alkoholisis dan asidolisis (Tarigan, 2009). Peneliti sebelumnya juga
telah memodifikasi senyawa galaktomanan melalui metilasi maupun oksidasi dengan
periodat ternyata hasil metilasi maupun oksidasi terhadap galaktomanan dapat
memperbaiki kelarutannya dalam berbagai pelarut organik dibandingkan dengan
galaktomanan sebelum dimetilasi maupun dioksidasi (Kapoor and Mukherjee 1969).

Bertitik tolak dari hal di atas, peneliti tertarik untuk mengisolasi galaktomanan
dari kolang kaling biji aren serta mengasetilasi galaktomanan yang diperoleh dari biji
kolang kaling tersebut dengan asetat anhidrida kemudian dilanjutkan dengan
penentuan nilai Critical Micelle Concentration (CMC) atau konsentrasi misel kritis
dari asetil galaktomanan yang diperoleh tersebut.

1.2. Permasalahan.

Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah galaktomanan yang diisolasi dari kolang kaling biji aren (Arenga
pinnata) dapat diasetilasi dengan asetat anhidrida untuk menghasilkan asetil
galaktomanan.

Universitas Sumatera Utara


3

2. Sejauhmana perbedaan nilai CMC asetil galaktomanan dibandingkan dengan


galaktomanan hasil isolasi dari kolang kaling biji aren.

1.3 Tujuan Penelitian.

1. Untuk melakukan asetilasi galaktomanan yang diperoleh dari kolang kaling biji
aren dengan asetat anhidrida menjadi asetil galaktomanan.
2. Menentukan nilai konsentrasi misel kritis galaktomanan dan asetil galaktomanan
yang diperoleh dari hasil asetilasi galaktomanan hasil isolasi dari kolang kaling.

1.4. Manfaat Penelitian.

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk memberikan


informasi tentang :
1. Cara mengasetilasi galaktomanan dengan asetat anhidrida untuk menghasilkan
asetil galaktomanan.
2. Nilai konsentrasi misel kritis senyawa asetil galaktomanan hasil asetilasi
galaktomanan dan galaktomanan hasil isolasi.

1.5 Lokasi Penelitian

1. Isolasi galaktomanan dari kolang kaling biji aren dilakukan di Laboratorium


Kimia Organik Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Analisis FT-IR senyawa galaktomanan yang diperoleh dari isolasi kolang kaling
biji aren dilakukan di Laboratorium Bea dan Cukai Belawan.
3. Asetilasi galaktomanan yang diisolasi dari kolang kaling biji aren dilakukan di
Laboratorium PTKI di Jln. Menteng VII Medan.

Universitas Sumatera Utara


4

4. Analisis FT-IR senyawa asetil galaktomanan yang diperoleh dari asetilasi


galaktomanan dari kolang kaling biji aren dilakukan di Laboratorium Bea dan
Cukai Belawan.
5. Penentuan nilai CMC senyawa galaktomanan dan asetil galaktomanan dilakukan
di Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.

Universitas Sumatera Utara


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Aren.

Pohon aren (Arenga pinnata) dapat tumbuh dengan baik di daerah beriklim
sedang pada ketinggian 500 hingga 800 meter di atas permukaan laut dengan kondisi
tanah yang beragam asalkan tidak terlalu asam dengan curah hujan 1200 mm per
tahun (Iswanto, 2009). Dengan kondisi tempat tumbuh seperti disebutkan di
atas, maka tidak heran jika pohon aren terdapat hampir di seluruh wilayah
Indonesia. Karena itu pohon aren mempunyai banyak nama daerah seperti :
bakjuk/bakjok (Aceh), pola/paula (Karo), bagot (Toba), agaton/bargat (Mandailing),
anau/neluluk/nanggong (Jawa), aren/kawung (Sunda), hanau (Dayak,Kalimantan),
Onau (Toraja, Sulawesi), mana/nawa-nawa (Ambon, Maluku). Bangsa Belanda
mengenalnya sebagai arenpalm atau zuikerpalm dan bangsa Jerman menyebutnya
zuckerpalme. Sedangkan dalam bahasa Inggris disebut sugar palm atau Gomuti palm.

Aren termasuk suku Aracaceae (pinang-pinangan). Sistematika tanaman aren


adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan).


Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga).
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil).
Sub Kelas : Arecidae.
Ordo : Arecales.
Famili : Arecaceae (suku pinang-pinangan).
Genus : Arenga.
Spesies : Arenga pinnata Merr

5
Universitas Sumatera Utara
6

Pohon aren hampir mirip dengan pohon kelapa. Pohon aren tingginya dapat
mencapai 25 meter dan diameter batangnya dapat mencapai 65 cm. Perbedaannya,
jika pohon kelapa batang pohonnya bersih (pelepah daun yang tua mudah lepas),
pohon aren sangat kotor karena batangnya terbalut oleh ijuk sehingga pelepah daun
yang sudah tua sulit terlepas dari batangnya. Hal ini menyebabkan batang pohon aren
sering ditumbuhi oleh banyak tanaman jenis paku-pakuan.

Aren merupakan tumbuhan biji tertutup karena biji buahnya terbungkus


dengan daging buah. Daun aren majemuk meyirip mirip daun kelapa dengan panjang
pelepah mencapai lima meter dan tangkai daun mencapai 1,5 meter dengan warna
hijau gelap di atas dan sisi bawahnya berwarna keputih-putihan oleh karena adanya
lapisan lilin di sisi bawahnya. Tanaman aren berkeping satu, dimana bunga jantan
terpisah dari bunga-bunga betina dalam tongkol yang berbeda yang muncul di ketiak
daun. Panjang tongkol dapat mencapai 2,5 meter. Buah aren berbentuk bulat peluru,
dengan diameter sekitar 4 cm, mempunyai tiga ruang dan memiliki tiga biji, tersusun
dalam untaian seperti rantai. Setiap tandan mempunyai 10 tangkai atau lebih, dan
setiap tangkai memiliki lebih kurang 50 butir buah berwarna hijau sampai coklat
kekuningan. Buah ini tidak dapat dimakan langsung karena getahnya sangat gatal
(Iswanto, 2009).

2.2. Manfaat Tanaman Aren.

Walau aren bukan tanaman yang dibudidayakan, namun karena masyarakat


mulai mengetahui banyak manfaat yang didapat dari pohon aren ini membuat
masyarakat mulai melirik tanaman ini untuk dibudidayakan. Hampir semua bagian
pohon aren dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan produk yang mempunyai nilai
ekonomi.

Jenis produk yang dapat dimanfaatkan dari pohon aren adalah :

Universitas Sumatera Utara


7

 Akar digunakan untuk membuat obat secara tradisional.


 Batang pohon aren dapat digunakan sebagai bahan bangunan, jembatan dan
peralatan rumah tangga.
 Buah aren muda digunakan untuk pembuatan kolang-kaling sebagai bahan
makanan olahan berupa manisan.
 Daun muda/janur untuk pembungkus kertas rokok yang disebut kawung.
 Daun yang sudah tua, digunakan sebagai atap rumah.
 Lidi daun aren untuk membuat sapu lidi.
 Nira sebagai bahan baku pada pembuatan gula aren, tuak dan cuka.
 Ijuk sebagai bahan baku membuat sapu dan tali, atap rumah dan media
penyaring air (water filter) dan juga pembungkus kabel bawah laut.
 Tepung aren, diolah dari batang pohon aren untuk pembuatan mie, cendol, bakso,
campuran membuat bubur (Lay and Heliyanto, 2010) dan (Irawan et al, 2009)

Pohon aren, dapat menghasilkan 15 liter nira setiap hari, ijuk sebanyak 2 kg
setiap pohon / tahun, kolang kaling 100 kg setiap pohon / tahun dan jika tidak disadap
niranya, pohon aren dapat menghasilkan 40 kg tepung setiap pohon. Pohon aren akan
berbunga setelah berumur 7 s/d 12 tahun. Tandan bunga muncul dari setiap pelepah
atau bekas pelepah daun mulai dari ketinggian seperempat tinggi pohon ke arah
bawah.Bunga betina akan masak dalam 1 – 3 tahun. Bunga betina yang masih muda,
dapat diolah menjadi kolang kaling (Sunanto, 1993)

2.3. Kolang kaling.

Kolang-kaling adalah nama cemilan kenyal berbentuk lonjong dan berwarna


putih transparan dan mempunyai rasa yang menyegarkan. Kolang kaling diperoleh
dari biji pohon aren yang berbentuk pipih dan bergetah. Selain memiliki rasa yang
menyegarkan, mengkonsumsi kolang kaling juga membantu memperlancar kerja

Universitas Sumatera Utara


8

saluran cerna manusia. Kandungan karbohidrat yang dimiliki kolang kaling bisa
memberikan rasa kenyang bagi orang yang mengkonsumsinya, selain itu juga
menghentikan nafsu makan dan mengakibatkan konsumsi makanan jadi menurun,
sehingga cocok dikonsumsi sebagai makanan diet.

2.3.1 Pembuatan kolang kaling.

Untuk membuat kolang-kaling, biasanya diawali dengan pemilihan buah aren


yang masih berada pada pohon aren, yaitu satu tandan buah aren yang masih setengah
masak (tak terlalu muda dan belum tua), yang ditandai dengan warna kulit buah yang
masih hijau segar. Ada dua cara untuk membuat kolang kaling, yaitu dengan
membakar buah aren atau merebus buah aren. Tujuan utama pembakaran atau
perebusan itu adalah untuk menghilangkan lendir buah yang menyebabkan rasa gatal.
Dengan dibakar, maka daging buah menjadi agak hangus, namun bijinya tidak
hangus. Buah yang telah direbus atau dibakar kemudian dibelah daging buahnya dan
dilepaskan kulit biji yang tipis (yang berwarna kuning), sehingga tinggal biji aren
yang berwarna putih agak bening. Setelah biji aren tanpa kulit biji itu terkumpul,
selanjutnya dicuci dengan air bersih. Kemudian biji aren tanpa kulit biji yang sudah
bersih itu direndam dalam larutan kapur selama 2 – 3 hari. Air kapur ini berfungsi
mengendapkan segala kotoran dan dapat lebih mengenyalkan biji-biji buah aren.
Selesai perendaman ini, dapat dilihat biji-biji aren yang terapung berwarna putih
bersih agak bening yang disebut dengan kolang kaling (Sunanto, 1993)

2.3.2. Komposisi kimia kolang kaling.

Hasil analisis terhadap endosperma biji aren menunjukkan bahwa komposisi


cadangan makanan yang dikandung endosperma tersebut berdasarkan berat keringnya
adalah : 5,2 % protein, 0,4 % lemak, 2,5 % abu, 39 % serat kasar dan 52.9 %
karbohidrat (Nisa, 1996). Karbohidrat di dalam biji aren pada umumnya adalah

Universitas Sumatera Utara


9

galaktomanan yang mana molekul tersebut mempunyai rantai utama yang terdiri dari
residu ( 1  4 )-β-D-manosa, dengan rantai samping yang berbeda yaitu residu α-D-
galaktosa yang terikat dengan rantai utama dengan ikatan (1  6). Berat molekul
ditemukan beragam dari 6000 sampai dengan 17000 (Kooiman, 1971).

2.4. Karbohidrat.

Karbohidrat merupakan senyawa karbon, hidrogen dan oksigen yang terdapat


melimpah di alam dan mempunyai rumus empiris CH2O. Karbohidrat banyak
terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, pentosa, heksosa, maupun
karbohidrat dengan massa molekul tinggi seperti pati, pektin, selulosa, dan lignin.
Secara biokimia, karbohidrat adalah polihidroksi aldehid atau polihidroksi keton atau
turunannya, sehingga terdapat pula karbohidrat yang mengandung nitrogen, fosforus,
atau sulfur (Riswiyanto, 2009). Di alam, karbohidrat dihasilkan dari proses
fotosintesis pada tumbuh-tumbuhan yang mengandung klorofil yang mengubah
karbon dioksida dan air menjadi karbohidrat dan oksigen. Melalui proses yang
komplek, reaksi fotosintesis dapat disederhanakan menjadi :

6 CO2 + 6 H2O C6H12O6 + 6 O2 (Riswiyanto, 2009).

Glukosa yang dihasilkan oleh tumbuhan tersebut, selanjutnya akan digunakan


oleh makhluk hidup dalam proses metabolisme. Karbohidrat memiliki berbagai
fungsi dalam tubuh makhluk hidup diantaranya sebagai bahan penyimpan energi,
misalnya pati pada tumbuhan dan glikogen pada hewan dan manusia, dan beberapa
polisakarida terdapat pada biji tanaman seperti getah kacang, guar gum, tara gum dan
panwar gum. Selain sebagai bahan penyimpan energi, polisakarida juga dapat
bertindak sebagai zat pelindung, cadangan makanan dan materi pembangun misalnya
selulosa pada tumbuhan, kitin pada hewan dan jamur (Anonim, 2008).

Universitas Sumatera Utara


10

2.5. Penggolongan Karbohidrat.

Karbohidrat merupakan polimer yang tersusun dari molekul gula yang


terangkai menjadi rantai yang panjang serta dapat pula bercabang yang disebut
dengan polisakarida, misalnya pati, kitin, dan selulosa. Selain monosakarida dan
polisakarida, terdapat pula disakarida yang merupakan rangkaian dua monosakarida
dan oligosakarida yang merupakan rangkaian beberapa monosakarida (Vistanty,
2010).

2.5.1. Monosakarida.

Monosakarida (dari bahasa Yunani mono : satu, sacchar : gula) adalah


senyawa karbohidrat dalam bentuk gula yang paling sederhana. Disebut juga gula
sederhana (simple sugars) karena monosakarida ini tidak dapat dihidrolisis menjadi
molekul karbohidrat yang lebih sederhana lagi (Hart, 2003). Molekul monosakarida
hanya terdiri dari beberapa atom karbon. Monosakarida dapat juga diartikan sebagai
senyawa pembentuk disakarida seperti sukrosa, laktosa dan maltosa serta pembentuk
polisakarida seperti selulosa dan amilum (Fessenden and Fessenden, 1984).
Monosakarida dikelompokkan berdasarkan jumlah atom karbon yang dikandungnya,
yaitu triosa C3H6O3, tetrosa C4H8O4, pentosa C5H10O5, heksosa C6H12O6 dan heptosa
C7H14O7 (Riswiyanto, 2009). Gugus aktifnya dapat berupa gugus aldehid atau gugus
keton yang memberi awalan aldo dan keto di dalam suatu sakarida, sedangkan
akhiran –osa menunjukkan karbohidrat. Jumlah atom karbon dalam karbohidrat
ditunjukkan dengan menggunakan tri, tetra, penta, heksa dan seterusnya. Beberapa
monosakarida mempunyai rasa manis, memiliki sifat larut dalam air, tidak berwarna,
dan berbentuk kristal padat. Contoh dari monosakarida adalah glukosa, fruktosa,
galaktosa, xylosa dan ribosa (Riswiyanto, 2009).

Universitas Sumatera Utara


11

Glukosa adalah suatu aldoheksosa (aldosa dengan enam atom karbon).


Sedangkan ribosa adalah suatu aldopentosa (aldosa dengan lima atom karbon).
Fruktosa adalah suatu heksulosa, disebut juga levulosa karena memutar bidang
polarisasi ke kiri. Merupakan satu-satunya heksulosa yang terdapat di alam. Fruktosa
merupakan gula termanis, terdapat dalam madu dan buah-buahan bersama glukosa.
Fruktosa dapat terbentuk dari hidrolisis suatu disakarida yang disebut sukrosa. Sama
seperti glukosa, fruktosa adalah suatu gula pereduksi. Galaktosa adalah aldoheksosa,
namun memiliki sifat yang berbeda dari glukosa karena atom-atomnya tersusun
berlainan. Struktur glukosa umumnya berbentuk kursi siklik dan hanya 0.02%
berbentuk rantai lurus. Hal ini dikarenakan karbohidrat memiliki gugus fungsi
alkohol dan aldehida atau keton sehingga struktur rantai lurus mudah berkonversi
menjadi bentuk struktur kursi siklik atau struktur cincin hemiasetal (Ophardt, 2003)
Rumus struktur glukosa (gambar 2.1), galaktosa (gambar 2.2) dan fruktosa (gambar
2.3) dapat digambarkan melalui proyeksi Fischer dan proyeksi Haworth sebagai
berikut ini :

Gambar 2.1 Gambar struktur glukosa.

Universitas Sumatera Utara


12

Gambar 2.2 Gambar struktur galaktosa.

Gambar 2.3. Gambar struktur fruktosa

Universitas Sumatera Utara


13

2.5.2. Oligosakarida

Oligosakarida mengandung antara 2 sampai 20 unit monosakarida atau


karbohidrat sederhana (Gibson, 2004). Sehingga oligosakarida dapat berupa
disakarida, trisakarida dan lainnya. Oligosakarida sebagian terdapat secara alami
dalam sayur-sayuran dan buah-buahan sementara sebagian lainnya dapat diproduksi
secara sintetis melalui hidrolisis polisakarida atau melalui penggunaan teknologi
enzim (Gibson, 2004). Oligosakarida yang paling banyak digunakan dan terdapat di
alam adalah bentuk disakarida seperti maltosa, laktosa dan sukrosa. Molekul
disakarida yang disusun oleh dua molekul monosakarida dihubungkan oleh ikatan
glikosida. Reaksi pembentukan disakarida dari monosakarida adalah sebagai berikut
(gambar 2.4) : R – OH + HO – R’  R – O – R’ + H2O

Gambar 2.4 Gambar reaksi pembentukan disakarida.

Masing masing disakarida yang terbentuk dari dua molekul monosakarida adalah
sukrosa (gambar 2.5), laktosa (gambar 2.6) dan maltosa (gambar 2.7)

Gambar 2.5 Struktur Sukrosa

Sukrosa terbentuk dari penggabungan satu molekul glukosa dan satu molekul
fruktosa.

Universitas Sumatera Utara


14

Gambar 2.6 Struktur Laktosa.

Laktosa terbentuk dari penggabungan satu molekul glukosa dan satu molekul
galaktosa.

Gambar 2.7 Struktur Maltosa

Maltosa terbentuk dari penggabungan dua molekul glukosa.

2.5.3. Polisakarida.

Polisakarida adalah suatu molekul besar yang terbentuk dari ratusan molekul
gula sederhana yang berikatan satu sama lain. Beberapa polisakarida yang penting
adalah pati, selulosa dan glikogen (Laberge, 2008). Susunan dan fungsi suatu
polisakarida ditentukan oleh jumlah monomer gula dan posisi ikatan glikosidiknya.
Polisakarida bukan pati (Non Starch Polysaccharides), terdiri atas 3 kelompok besar
yakni selulosa, polimer non selulosa, dan pektik polisakarida. Polimer non selulosa
ini terdiri dari arabinoxylan, glukan, mannan, araban, galaktan dan xyloglukan

Universitas Sumatera Utara


15

(Science Tech Entrepreneur, 2008). Polisakarida adalah polimer dengan beberapa


ratus hingga ribuan monosakarida yang dihubungkan dengan ikatan glikosidik.
Polisakarida diklasifikasikan berdasarkan fungsi, struktur, jenis monosakarida dan
posisi ikatan glikosidik serta konfigurasi ikatan glikosidik α dan β juga ada tidaknya
substituen non karbohidrat.

Berdasarkan fungsinya, polisakarida dibedakan menjadi dua jenis, yaitu


polisakarida simpanan dan polisakarida struktural. Polisakarida simpanan berfungsi
sebagai materi cadangan yang ketika dibutuhkan akan dihidrolisis untuk memenuhi
kebutuhan gula bagi sel. Yang tergolong polisakarida simpanan antara lain adalah
pati, glikogen dan dekstrin. Pati adalah polisakarida simpanan dalam tumbuhan.
Monomer-monomer glukosa penyusunnya dihubungkan dengan ikatan alfa 1-4.
Bentuk pati yang paling sederhana adalah amilosa, yang hanya memiliki rantai lurus.
Sedangkan bentuk pati yang lebih kompleks adalah amilopektin yang merupakan
polimer bercabang dengan ikatan alfa 1- 6 pada titik percabangan. Glikogen adalah
polisakarida simpanan dalam tubuh hewan. Struktur glikogen mirip dengan
amilopektin, namun memiliki lebih banyak percabangan. Manusia dan vertebrata
lainnya menyimpan glikogen pada sel hati dan sel otot. Glikogen dalam sel akan
dihidrolisis bila terjadi peningkatan kebutuhan gula dalam tubuh. Hanya saja, energi
yang dihasilkan tidak seberapa sehingga tidak dapat diandalkan sebagai sumber
energi dalam jangka lama. Sedangkan dekstran adalah polisakarida pada bakteri dan
khamir yang terdiri atas poli-D-glukosa rantai alfa 1-6, yang memiliki cabang alfa 1-3
dan beberapa memiliki cabang alfa 1-2 atau alfa 1-4.

Polisakarida struktural berfungsi sebagai materi penyusun dari suatu sel atau
keseluruhan organisme. Struktur dan fungsi suatu polisakarida ditentukan oleh jumlah
monomer gula dan posisi ikatan glikosidiknya. Yang tergolong polisakarida struktural
adalah selulosa dan kitin. Selulosa adalah komponen utama penyusun dinding sel
tumbuhan. Selulosa adalah senyawa paling berlimpah di bumi, yaitu diproduksi

Universitas Sumatera Utara


16

hampir 100 miliar ton per tahun (Stephen et al, 2006). Ikatan glikosidik selulosa
berbeda dengan pati yaitu monomer selulosa seluruhnya terdapat dalam konfigurasi
beta. Kitin adalah karbohidrat penyusun eksoskeleton artropoda (serangga, laba-laba,
krustase). Kitin terdiri atas monomer glukosa dengan cabang yang mengandung
nitrogen. Kitin murni menyerupai kulit, namun akan mengeras ketika dilapisi dengan
kalsium karbonat. Kitin telah digunakan untuk membuat benang operasi yang kuat
dan fleksibel dan akan terurai setelah luka atau sayatan sembuh. Beberapa senyawa
polisakarida dan strukturnya adalah selulosa (gambar 2.8), amilum (gambar 2.9) dan
glikogen (gambar 2.10) adalah sebagai berikut :

Gambar 2.8. Struktur Selulosa.

Gambar 2.9. Struktur amilum.

Gambar 2.10. Struktur glikogen.

Universitas Sumatera Utara


17

2.6. Galaktomanan.

Galaktomanan adalah polisakarida yang terdiri dari rantai manosa dan


galaktosa (Zultiniar and Casoni, 2009), yang terbentuk dari β-(1-4)-D-Manosa
sebagai rantai utama dan mempunyai satu unit cabang α-D-Galaktosa yang terikat
pada posisi α-(1-6) (Buckeridge et al., 2010). Struktur galaktomanan adalah seperti
yang terlihat pada gambar 2.11 berikut ini.

Gambar 2.11 Struktur Galaktomanan

Galaktomanan adalah suatu heteropolisakarida yang memiliki berat molekul


beragam. Berat molekul galaktomanan 1660 kDa, sejenis polisakarida yang terbentuk
dalam biji kacang kacangan dan bila dihidrolisa akan menghasilkan galaktosa dan
manosa (Egorov et.al, 2003), Galaktomanan merupakan cadangan karbohidrat serta
mengatur banyaknya air dalam biji selama perkecambahan. Galaktomanan juga
bersifat pengental dan penstabil emulsi yang baik serta dapat mengurangi resiko
masuknya racun jika digunakan sebagai bahan farmasi dan industri makanan
(Stephen et al, 2006). Galaktomanan secara alami terkandung dalam beberapa jenis
tanaman seperti gum guar yang terdiri dari semua bahan yang dapat dilarutkan atau
didispersikan dalam air untuk membentuk koloid atau dispersi (Chudzikowski, 1971).
Tumbuhan dari keluarga legume memiliki cadangan polisakarida dalam bentuk
galaktomanan.

Universitas Sumatera Utara


18

Galaktomanan yang diperoleh dari masing masing tanaman yang berbeda


memiliki kadar yang berbeda misalnya galaktomanan yang diperoleh dari ampas
kelapa sebesar 20 % (Zultiniar and Casoni, 2009), pada kolang kaling 4,58%
(Tarigan, 2012), sedangkan pada Fenugreek kadar galaktomanan berkisar 25 – 30%
(Mathur and Mathur, 2005). Beberapa variasi dalam hal berat molekul galaktomanan
telah dilaporkan. Hal ini terjadi disebabkan galaktomanan yang diperoleh dari
berbagai sumber yang berbeda memiliki perbandingan jumlah manosa dan galaktosa
yang berbeda. Misalnya pada biji aren perbandingan manosa : galaktosa = 2,26 : 1
(Kooiman, 1971), sedangkan pada bungkil inti sawit perbandingan manosa :
galaktosa = 3 : 1 (Tafsin, 2007). Juga ditemukan galaktomanan dengan perbandingan
manosa : galaktosa = 1,1 : 1 dengan massa molekul 79.000 yang diisolasi dari biji
Gleditsia delavayi (Rakhmanberdyeva, 2004). Galaktomanan yang telah dimurnikan
yang diperoleh dari biji Astragalus lehmannianus mengandung 55% D-manosa dan
45% D-galaktosa dan memiliki berat molekul 997,03 kDa (Mestechkina et al, 2000).
Selain perbedaan dalam hal persen galaktomanan dan perbedaan perbandingan
manosa dan galaktosa dalam galaktomanan juga terdapat perbedaan dalam hal
distribusi galaktosa pada rantai manosa juga perbedaan dalam berat molekulnya
(Kok et al, 1999).

2.7. Fungsi Galaktomanan.

Galaktomanan memiliki beberapa fungsi bagi tumbuhan yang


mengandungnya antara lain sebagai cadangan makanan bagi tumbuhan, mencegah
kekurangan air bagi tumbuhan selama periode kelangkaan air dan juga mengontrol
dan memanipulasi penyerapan air oleh kecambah dari jenis kacang-kacangan yang
berbeda dan menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman
tersebut. Hal ini dapat terjadi karena galaktomanan memiliki struktur / properti
penahan air yang unik. Selain itu, galaktomanan merupakan polisakarida yang

Universitas Sumatera Utara


19

digunakan sebagai aditif pada makanan dan juga sebagai hidrokolloid pada industri
(Mathur, 2012).

Penggunaan galaktomanan dalam bidang farmasi dari sumber komersial dan


nonkomersial, telah dipelajari secara ekstensif selama dekade terakhir (Silveira,
2011). Galaktomanan menunjukkan potensi dalam tren global terhadap penggunaan
produk yang lebih nabati untuk motif ekologi dan produksi serta aplikasinya yang
tidak menyebabkan pencemaran sehingga tidak mengganggu ekosistem. Ada berbagai
sumber galaktomanan dan berbagai bentuk aplikasi dalam farmasi, seperti tablet atau
kapsul, hidrogel dan film. Selain penggunaan sederhana, polisakarida berperan dalam
modifikasi obat sebagai bahan matriks atau pelapis.

Pada industri makanan, galaktomanan biasa dipakai sebagai penggumpal.


Pada industri es krim galaktomanan digunakan untuk membuat es agar tidak cepat
mencair. Selain itu galaktomanan juga digunakan oleh industri pembuatan keju, buah
kalengan, dan bumbu salad (Zultiniar and Casoni, 2009). Di Finlandia galaktomanan
direkomendasikan sebagai salah satu obat untuk mengatasi hiperlipidemia (kadar
lemak darah tinggi). Seperti dikutip Duodecim Medical Publication, Finlandia,
galaktomanan efektif menangkap lemak dan mengubahnya menjadi gumpalan-
gumpalan dan dibuang bersama feses (Zultiniar and Casoni, 2009). Galaktomanan
juga ampuh menurunkan serum total kolesterol dan Low Density Lipoprotein (LDL)
kolesterol 10 – 15%. Sedangkan kadar High Density Lipoprotein (HDL) dan
trigliserida tidak berubah.

Di dalam tubuh, galaktomanan menghidrolisis enzim amilase untuk


memperlambat penyerapan gula (Zultiniar and Casoni, 2009). Hasil penelitian
membuktikan bahwa galaktomanan dapat mengurangi 54% kadar gula pada urine
penderita diabetes. Selain itu, ia juga menurunkan respon insulin terhadap makanan
dan memperlambat penyerapan karbohidrat, sehingga kadar glukosa darah tetap
normal. Oleh sebab itu, galaktomanan juga berkhasiat bagi penderita diabetes.

Universitas Sumatera Utara


20

Senyawa galaktomanan dalam ilmu gizi merupakan serat makanan (dietary fiber)
yang mampu menurunkan kadar glukosa dan kolesterol darah. Variasi secara biologis
preparasi pektin aktif dan tanaman yang mengandung galaktomanan disarankan untuk
mencegah kanker dan peradangan (Lepur, 2012).

Menyangkut sifat- sifat fisikokimia yang berbeda, galaktomanan adalah


sejenis material yang serba guna yang digunakan untuk banyak aplikasi yaitu sebagai
penguat dan stabilizer yang sangat baik dari emulsi. Karena tidak adanya toksisitas
memungkinkan pemakaiannya dalam industri-industri tekstil, farmasi, biomedis,
kosmetik dan makanan (Srivastava and Kapoor, 2005), (Vierra et al, 2007). Sebagian
besar galaktomanan yang digunakan dalam teknologi farmasi dan kosmetik biasanya
merupakan gum yang tidak dimurnikan (Uner and Altinkurt, 2004). Selain yang
disebutkan diatas, terakhir digunakan juga sebagai edible film (Lima et al, 2010) dan
(Tarigan, 2012).

2.8. Transformasi Galaktomanan.

Gugus fungsi hidroksil dari senyawa galaktomanan sangat potensial


digunakan untuk mengubah sifat galaktomanan terutama yang berhubungan dengan
sifat kelarutan galaktomanan melalui reaksi seperti esterifikasi untuk menghasilkan
ester dari galaktomanan. Demikian juga eterifikasi galaktomanan untuk menghasilkan
senyawa eter dari turunan galaktomanan. Beberapa reaksi transformasi dari
galaktomanan diantaranya eterifikasi galaktomanan dengan asetil klorida, heksanoil
klorida dan 2-kloro propanoil klorida, esterifikasi galaktomanan dengan suksinat
anhidrida dan oktinil suksinat anhidrida (Prashanth, 2006). Reaksi eterifikasi
galaktomanan dengan propilena oksida menghasilkan hidroksi propil galaktomanan.
Metilasi maupun oksidasi dengan periodat terhadap galaktomanan dapat memperbaiki
kelarutannya dalam berbagai pelarut organik dibanding galaktomanan sebelum
dimetilasi maupun dioksidasi (Kapoor and Mukherjee 1969).

Universitas Sumatera Utara


21

2.9. Esterifikasi Dengan Asil Klorida Atau Asetat Anhidrida.

Reaksi esterifikasi umumnya merupakan reaksi pembentukan ester dari


alkohol dengan asam. Reaksinya

Reaksi ini memerlukan kondisi khusus karena merupakan suatu reaksi kesetimbangan
sehingga reaksi esterifikasi terhadap gugus hidroksil dari alkohol sebagai pengganti
asam karboksilat ditingkatkan reaktifitasnya dengan menggunakan senyawa asil
klorida atau asetat anhidrida. Reaksi dengan anhidrida alkanoat berlangsung lebih
lambat dibanding reaksi-reaksi yang serupa dengan asil klorida, dan biasanya
campuran reaksi yang terbentuk perlu dipanaskan.

Gambar 2.12 Reaksi asil klorida dengan alkohol.

Gambar 2.13 Reaksi anhidrida alkanoat dengan alkohol.

Universitas Sumatera Utara


22

2.10. Anhidrida asam.

Jika dari dua molekul asam etanoat (asam asetat) dilepaskan sebuah molekul
air maka akan diperoleh anhidrida asam, yakni anhidrida etanoat (anhidrida asetat).

Asam etanoat (asam asetat) memiliki struktur sebagai berikut :

Sedangkan anhidrida asetat memiliki struktur sebagai berikut :

Pemberian nama untuk anhidrida asam adalah dengan menyebutkan nama


asam induk, dan mengganti kata "asam" dengan "anhidrida". Anhidrida berarti
"tanpa air". Dengan demikian, asam etanoat akan menjadi anhidrida etanoat; asam
propanoat menjadi anhidrida propanoat, dan seterusnya. Anhidrida etanoat
merupakan cairan yang tidak berwarna dengan bau yang sangat mirip dengan asam
cuka (asam etanoat). Bau ini timbul karena anhidrida etanoat bereaksi dengan uap air
di udara (dan kelembaban dalam hidung) menghasilkan asam etanoat kembali.
Anhidrida etanoat tidak bisa dikatakan larut dalam air karena dia bereaksi dengan air
menghasilkan asam etanoat. Tidak ada larutan cair dari anhidrida etanoat yang

Universitas Sumatera Utara


23

terbentuk. Anhidrida etanoat mendidih pada suhu 140°C. Titik didih cukup tinggi
karena memiliki molekul polar yang cukup besar sehingga memiliki gaya dispersi
Van der Waals sekaligus gaya tarik dipol-dipol. Akan tetapi, anhidrida etanoat tidak
membentuk ikatan hidrogen. Ini berarti bahwa titik didihnya tidak sama tingginya
dengan titik didih asam karboksilat yang berukuran sama. Sebagai contoh, asam
pentanoat (asam yang paling mirip besarnya dengan anhidrida etanoat) mendidih
pada suhu 186°C. Reaksi-reaksi ini (reaksi asil klorida dan reaksi anhidrida asam)
melibatkan komponen alkohol dan fenol, atau amonia dan amina. Semua komponen
ini mengandung unsur yang sangat elektronegatif dengan sebuah pasangan elektron
bebas yang aktif baik oksigen maupun nitrogen.

Alasan-alasan mengapa dalam esterifikasi lebih baik digunakan anhidrida


etanoat dibandingkan dengan etanoil klorida antara lain :

 Anhidrida etanoat lebih murah dibanding etanoil klorida .


 Anhidrida etanoat lebih aman digunakan dibanding etanoil klorida. Anhidrida
etanoat kurang korosif dan tidak mudah terhidrolisis (reaksinya dengan air
berlangsung lebih lambat).
 Anhidrida etanoat tidak menghasilkan uap hidrogen klorida yang berbahaya
(korosif dan beracun).

2.11. Spektroskopi

Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari materi dan atributnya


berdasarkan cahaya, suara atau partikel yang dipancarkan, diserap atau dipantulkan
oleh materi tersebut. Spektroskopi juga dapat didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari interaksi antara cahaya dan materi. Dalam catatan sejarah, spektroskopi
mengacu kepada cabang ilmu dimana "cahaya tampak" digunakan dalam teori-teori
struktur materi serta analisis kualitatif dan kuantitatif. Dalam masa modern, definisi

Universitas Sumatera Utara


24

spektroskopi berkembang seiring teknik-teknik baru yang dikembangkan untuk


memanfaatkan tidak hanya cahaya tampak, tetapi juga bentuk lain dari radiasi
elektromagnetik dan non-elektromagnetik seperti gelombang mikro, gelombang
radio, elektron, foton, gelombang suara, sinar X dan lain sebagainya. Spektroskopi
umumnya digunakan dalam kimia fisik dan kimia analisis untuk mengidentifikasi
suatu substansi melalui spektrum yang dipancarkan atau yang diserap. Alat untuk
merekam spektrum disebut spektrofotometer. Spektroskopi juga digunakan secara
intensif dalam astronomi dan penginderaan jarak jauh. Salah satu jenis spektroskopi
adalah spektroskopi infra merah (IR). spektroskopi ini didasarkan pada vibrasi suatu
molekul.

Spektroskopi adalah suatu studi mengenai intaraksi antara energi, cahaya dan
materi (Fessenden and Fessenden, 1984). Sinar infra merah merupakan cahaya yang
tidak tampak dan memiliki beberapa kelebihan dibanding berkas sinar lainnya untuk
dipelajari dan juga untuk dimanfaatkan. Penggunaan infra merah dewasa telah umum
digunakan dalam bidang militer, kesehatan dan telekomunikasi serta juga dalam
rumah tangga. Energi yang dihasilkan oleh radiasi infra merah menyebabkan vibrasi
atau getaran pada molekul (Silverstein et al, 1999). Spektroskopi infra merah
adalah satu dari tekhnik spektroskopi yang penting digunakan untuk analisa kimia
organik dan anorganik. Tujuan utama penggunaan spektroskopi infra merah adalah
menentukan gugus fungsional dalam suatu sample (Sherman, 2000). Spektroskopi
inframerah merupakan salah satu analisa kualitatif yang digunakan untuk mengamati
interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik dan menentukan gugus fungsi suatu
senyawa organik serta untuk mengetahui informasi struktur suatu senyawa organik
dengan membandingkan daerah sidikjarinya. Spektroskopi inframerah yang
digunakan yang berada pada daerah panjang gelombang 0.75 – 1.000 µm atau pada
bilangan gelombang 13.000 – 10 cm-1. Pembagian daerah panjang gelombang, sinar
inframerah dibagi atas tiga daerah yaitu: daerah infra merah dekat, daerah infra merah
pertengahan dan daerah infra merah jauh.

Universitas Sumatera Utara


25

Dari pembagian daerah spektrum elektromagnetik tersebut di atas, daerah panjang


gelombang yang digunakan pada alat spektroskopi inframerah adalah pada daerah
inframerah pertengahan, yaitu pada panjang gelombang 2,5 – 50 µm atau pada
bilangan gelombang 4.000 – 200 cm-1. Daerah tersebut adalah cocok untuk perubahan
energi vibrasi dalam molekul. Daerah inframerah yang jauh (400-10cm-1, berguna
untuk molekul yang mengandung atom berat, seperti senyawa anorganik tetapi lebih
memerlukan teknik khusus (Zhang, 2009).

Metode Spektroskopi inframerah dapat digunakan untuk mengidentifikasi


suatu senyawa yang belum diketahui, karena spektrum yang dihasilkan spesifik untuk
senyawa tersebut. Metode ini banyak digunakan karena cepat dan relatif murah, dapat
digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsional dalam molekul karena spektrum
inframerah yang dihasilkan oleh suatu senyawa adalah khas dan oleh karena itu dapat
menyajikan sebuah fingerprint (sidik jari) untuk senyawa tersebut. Spektroskopi
inframerah biasanya digunakan untuk penelitian dan digunakan dalam industri yang
sederhana dengan teknik yang sederhana dan untuk mengontrol kualitas. Alat
spektroskopi inframerah cukup kecil dan mudah dibawa kemana-mana dan kapanpun
dapat digunakan. Dengan meningkatnya teknologi komputer memberikan hasil yang
lebih baik. Spektroskopi inframerah mempunyai ketepatan yang tinggi pada aplikasi
kimia organik dan anorganik (Zhang, 2009).

Vibrasi yang digunakan untuk identifikasi adalah vibrasi tekuk, khususnya


vibrasi rocking (goyangan), yaitu yang berada pada daerah bilangan gelombang 2000
– 400 cm-1. Karena di daerah tersebut merupakan daerah yang khusus yang berguna
untuk identifikasi gugus fungsional. Daerah ini menunjukkan absorbsi yang
disebabkan oleh vibrasi regangan. Daerah bilangan gelombang antara 2000 - 400 cm-1
seringkali sangat rumit, karena vibrasi regangan maupun bengkokan mengakibatkan
absorbsi pada daerah tersebut. Dalam daerah 2000 – 400 cm-1 tiap senyawa organik
mempunyai absorbsi yang unik, sehingga daerah tersebut sering juga disebut sebagai

Universitas Sumatera Utara


26

daerah sidik jari (fingerprint region). Meskipun pada daerah 4000 – 2000 cm-1
menunjukkan absorbsi yang sama, pada daerah 2000 – 400 cm-1 juga harus
menunjukkan pola yang sama sehingga dapat disimpulkan bahwa dua senyawa adalah
sama.

Untuk penafsiran spektrum inframerah tidak ada aturan kaku, namun syarat-
syarat tertentu yang harus dipenuhi sebagai upaya untuk menafsirkan suatu spektrum
adalah :

 Spektrum harus terselesaikan dan intensitas cukup memadai.

 Spektrum diperoleh dari senyawa murni.

 Spektrofotometer harus dikalibrasi sehingga pita yang teramati sesuai dengan

frekuensi atau panjang gelombangnya. Kalibrasi dapat dilakukan dengan


menggunakan standar yang dapat diandalkan, seperti polistirena film.
 Metode persiapan sampel harus ditentukan. Jika dalam bentuk larutan, maka

konsentrasi larutan dan ketebalan sel harus ditunjukkan.

2.12. Konsentrasi Misel Kritis.

Misel merupakan suatu aggregate koloid dengan jumlah molekul ampifilik


yang khas antara 50-100 molekul. Misel dibentuk melalui pelarutan molekul
surfaktan berujung hidrofobik ke dalam minyak, sementara ujung hidrofilik
bermuatan, tetap berada di bagian luar melindungi sisa ujung hidrofobik misel.
Konsentrasi dimana surfaktan mulai membentuk misel dikenal sebagai konsentrasi
misel kritis (critical micelle concentration atau CMC). Ketika misel dibentuk di
dalam air, ujung ekor surfaktan yang tidak suka air, membentuk semacam inti yang
mirip dengan tetesan minyak, sementara ujung ionik atau polarnya yang suka air,
membentuk kulit luar yang menjaga agar misel tetap dapat berkontak dengan air.
Ketika surfaktan berada di atas CMC-nya, surfaktan dapat bertindak sebagai

Universitas Sumatera Utara


27

pengemulsi yang akan melarutkan senyawa yang secara normal tidak larut di dalam
pelarut yang digunakan tersebut. Hal ini terjadi karena spesi tak larut dapat
terinkorporasi di dalam inti misel.

Dalam kehidupan sehari hari banyak hal yang berhubungan dengan fenomena
permukaan-antarmuka. Misalnya proses pembersihan kotoran pada pakaian, dan
peralatan rumah tanggga, menulis pada kertas dengan menggunakan tinta, air dijaga
agar tidak penetrasi kedalam daun oleh suatu senyawa hidrofobik menyerupai lilin
yang terdapat dipermukaan daun. Fenomena permukaan-antarmuka juga banyak
dimanfaatkan pada proses-proses industri antara lain : industri tekstil, industri plastik
dan karet sintetik, pigmen, agrokimia, farmasi, kosmetik, pangan dan teknik sipil.
Dalam bidang-bidang tersebut, surfaktan digunakan sebagai emulsifier, dispersant,
wetting agent, foaming, anti foaming agent dan lain-lain. Dengan terbentuknya
misel, sifat-sifat larutan akan berubah secara mandadak, seperti tegangan permukaan-
antarmukanya, viskositasnya, daya hantar listriknya dan lain-lain.

Surfaktan (surface active agents) adalah zat yang dapat mengaktifkan


permukaan, karena cenderung untuk terkonsentrasi pada permukaan atau antarmuka.
Surfaktan mempunyai orientasi yang jelas sehingga cenderung pada rantai lurus.
Sabun merupakan salah satu contoh dari surfaktan. Molekul surfaktan mempunyai
dua ujung yang terpisah, yaitu ujung polar (hidrofilik) dan ujung nonpolar (hidrofob).
Surfaktan merupakan suatu molekul dengan rantai hidrokarbon panjang dengan gugus
ujung bersifat polar atau ionik. Bagian rantai hidrokarbon dari molekul ini bersifat
hidrofobik dan larut dalam cairan non polar, sedangkan gugus ujung polar/ionik
bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Bagian hidrofilik molekul surfaktan dapat
berupa gugus ionik yang bermuatan positif atau bermuatan negatif atau juga gugus
yang bersifat polar non-ionik yang bermuatan netral (Tang and Suendo, 2011).

Surfaktan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu surfaktan yang larut
dalam minyak dan surfaktan yang larut dalam air. Surfaktan yang larut dalam minyak

Universitas Sumatera Utara


28

adalah senyawa organik yang memiliki rantai panjang umumnya mempunyai gugus
polar yang khas seperti gugus –COOH, –OH, –CONH2, –NH2 –SO3H, –SH, dan
garam-garam dari gugus karbosilat dan sulfonat. Senyawa ini umumnya tidak
menurunkan tegangan permukaan cairan, tetapi menurunkan tegangan antarmuka
minyak air (Schramm and Marangoni, 2000). Sedangkan surfaktan yang larut dalam
air adalah surfaktan yang memiliki ujung ion bersifat hidrofilik. Berdasarkan sifat
kelistrikannya, surfaktan yang larut dalam air dapat digolongkan menjadi surfaktan
anionik yang bermuatan negatif, surfaktan kationik yang bermuatan positif, surfaktan
non ionik yang tidak terionisasi dalam larutan dan surfaktan amphoter yang
bermuatan positif dan negatif tergantung dari harga pH larutan (Supriningsih, 2010).

Surfaktan anionik adalah suatu surfaktan yang gugus polarnya mengandung


muatan negatif contohnya adalah C12H25C6H4SO3-Na+ (Natrium Alkil Benzena
Sulfonat), sodium lauril sulfonat, sodium dodesil benzen sulfonat, sodium lauril eter
sulfat, ammonium lauril sulfat, sodium metil kokoil sulfat,sodium lauril sarkosinat
(Mansyur, 2009). Surfaktan kationik adalah suatu surfaktan yang gugus polarnya
mengandung muatan positif. Beberapa contoh surfaktan kationik adalah amina rantai
panjang dan garam-garamnya, garam quartenary ammonium, diamine dan
polyamines dan garam-garamnya, polyaxyethlenated amine rantai panjang dan lain
lain. Surfaktan kationik pada umumnya memiliki kelarutan yang lebih tinggi dalam
kondisi asam, dibandingkan pada kondisi netral atau larutan alkali (Supriningsih,
2010). Senyawa surfaktan kationik ini dapat digunakan sebagai zat tolak air, zat
pelunak untuk tekstil dan kertas, zat pencegah korosi serta digunakan dalam flotasi
bijih (Mansyur, 2009). Surfaktan nonionik atau netral adalah suatu surfaktan dengan
bagian aktif permukaannya mengandung gugus non ion. Contoh surfaktan nonionik
adalah suatu karbohidrat yang dapat berikatan hidrogen dengan air (Fessenden and
Fessenden, 1984). Surfaktan amfoterik adalah surfaktan yang mengandung muatan
negatif dan positif pada bagian aktif permukaannya. Sabun merupakan molekul
organik yang terdiri dari dua kelompok gugus. Gugus hidrofilik memiliki afinitas

Universitas Sumatera Utara


29

yang sangat kuat terhadap medium air, sedangkan gugus hidrofob bergabung dengan
gugus hidrofob dari molekul sabun lain membentuk agregat yang dinamakan misel.
Gugus-gugus hidrofob akan berkumpul di bagian dalam misel, sedangkan gugus
hidrofilik akan berada di luar. Telah dilaporkan bahwa sifat gelembung sabun
bergantung pada tegangan permukaannya, yang secara langsung berpengaruh
terhadap volume maksimum dari gelembung tersebut (Christian and Enwall, 1978).
Pada prinsipnya larutan dengan tegangan permukaan yang lebih rendah
memungkinkan terbentuknya gelembung dengan volume yang lebih besar (Tang and
Suendo, 2011).

Misel adalah kumpulan molekul berukuran koloid, walaupun tidak ada tetesan
lemak. Hal ini disebabkan oleh adanya ekor hidrofobnya cenderung berkumpul dan
kepala hidrofilnya memberikan perlindungan. Misel merupakan penggabungan
(agregasi dari ion-ion surfaktan) dimana rantai hidrokarbon yang lipofil akan menuju
ke bagian dalam misel, meninggalkan gugus hidrofil akan berkontak dengan medium
air. Misel hanya akan terbentuk di atas konsentrasi misel kritis. Di bawah konsentrasi
misel kritis, konsentrasi surfaktan yang mengalami adsorpsi pada antar muka
bertambah jika konsentrasi surfaktan total dinaikkan. Akhirnya tercapailah suatu titik
dimana baik pada antar muka maupun dalam cairan menjadi jenuh dengan monomer.
Keadaan inilah yang disebut dengan konsentrasi misel kritis. Jika surfaktan terus
ditambah lagi hingga berlebih, maka mereka akan beragregasi terus
membentuk misel. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai konsentrasi misel
kritis. Untuk deret homolog surfaktan rantai hidrokarbon, nilai konsentrasi misel
kritis bertambah dua kali dengan berkurangnya satu atom C dalam rantai. Gugus
aromatik dalam rantai hidrokarbon akan memperbesar nilai konsentrasi misel kritis
dan juga memperbesar kelarutan. Adanya garam menurunkan nilai konsentrasi misel
kritis surfaktan ion. Penurunan konsentrasi misel kritis hanya bergantung pada
konsentrasi ion lawan yaitu makin besar konsentrasinya makin turun konsentrasi

Universitas Sumatera Utara


30

misel kritisnya. Secara umum struktur misel dibedakan menjadi dua, yaitu struktur
misel sterik dan struktur misel lamelar seperti telihat pada gambar berikut ini.

(a) (b)

Gambar 2.14 Struktur misel sterik (a) dan struktur misel lamelar (b)

Penentuan tegangan permukaan ini dilakukan menggunakan metode cincin du


Nouy dengan cara mencelupkan cincin Pt-Ir ke dalam cairan. Kemudian penentuan
didasarkan atas gaya yang diperlukan untuk menarik cincin Pt-Ir tersebut ke
permukaan cairan. Nilai yang tertera pada pembacaan akan naik sampai mencapai
nilai maksimumnya yaitu sesaat sebelum lamella pecah. Namun, nilai maksimum ini
adalah tegangan permukaan cairan yang belum dikoreksi. Pada saat pengangkatan
cincin, ada sebagian cairan yang terangkat sebelum permukaan cairan terpecahkan.
Selain itu, ada beberapa faktor yang tidak diperhitungkan, seperti jari-jari kawat, dan
volume cairan yang tumpah saat cincin dikeluarkan, sehingga diperlukan adanya
suatu faktor koreksi.

Cara yang umum untuk menetapkan nilai CMC adalah dengan mengukur
tegangan permukaan atau tegangan antar muka larutan surfaktan sebagai fungsi dari
konsentrasi. Makin tinggi konsentrasi surfaktan menyebabkan tegangan antar muka
makin rendah sampai mencapai suatu konsentrasi dimana tegangan antar muka
konstan. Batas awal konsentrasi mulai konstan disebut CMC. Adsorpsi surfaktan
tergantung pada permukaan tergantung konsentrasinya (Porter, 1994).

Universitas Sumatera Utara


31

Pada konsentrasi yang sangat rendah, molekul-molekul bergerak bebas dan


dapat berjajar datar diatas permukaan. Dengan meningkatnya konsentrasi, maka
jumlah molekul surfaktan di atas permukaan juga meningkat. Harga CMC dari
surfaktan dapat dihitung dari penurunan tegangan permukaan versus log konsentrasi.

Universitas Sumatera Utara


BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat.

Peralatan yang digunakan untuk penelitian ini adalah blender merk Philips,
alat sentrifugasi merk Kokusan H-103n, vacum pump merk Fisons, hotplate stirrer
merk Thermolyne, spektrofotometer merk Shimadzu, neraca analitik merk Sartorius
corong penyaring, desikator, labu leher tiga, corong penates, labu Erlenmeyer, labu
ukur, tabung reaksi semuanya merk Pyrex, termometer, klem dan statif,

3.2 Bahan.

Bahan bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah kolang kaling yang
dibeli dari pasar tradisionil, asam asetat glasial, asam sulfat, asam asetat anhidrida,
etanol 96%, etanol p.a yang semuanya diperoleh dari E’Merck, kertas saring
Whatman dan aquadest.

3.3 Prosedur Penelitian.

Prosedur penelitian ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

3.3.1 Isolasi Galaktomanan.

Sebanyak 250 g kolang kaling yang telah dibersihkan, dirajang hingga halus.
Kolang kaling yang telah dirajang ditambah aquadest dengan perbandingan kolang
kaling : aquadest = 1 : 12,5 (w/w). Selanjutnya kolang kaling tersebut diblender
hingga halus selama 5 menit. Kolang kaling yang telah diblender disimpan di dalam
lemari pendingin selama 24 jam. Setelah penyimpanan selama 24 jam, selanjutnya

32
Universitas Sumatera Utara
33

disentrifugasi dengan kecepatan 8500 rpm selama 90 menit. Hasilnya kemudian


dipisahkan dengan cara didekantasi. Residu yang diperoleh ditambah etanol 96%
dengan perbandingan residu : etanol = 1: 2. Selanjutnya campuran disimpan di dalam
lemari pendingin selama 24 jam. Campuran kemudian dipisahkan dari etanol dengan
cara menyaring. Residu yang diperoleh dicuci dengan etanol sebanyak dua kali.
Kemudian residu tersebut direndam dalam etanol dan disimpan dalam lemari
pendingin selama 24 jam. Campuran kemudian disaring. Residu yang diperoleh
selanjutnya dikeringkan di dalam vacum. Hasilnya kemudian disimpan di dalam
desikator. Kemudian dianalisis dengan spektrofotometer FT-IR dan ditentukan nilai
CMC nya menggunakan metode cincin du Nouy.

3.3.2. Asetilasi Galaktomanan.

Sebanyak 3.0 g galaktomanan yang telah diisolasi dari kolang kaling


dimasukkan ke dalam labu leher tiga yang dihubungkan dengan corong penetes dan
kondensor bola. Kemudian ditambahkan 150 mL asam asetat glasial. Campuran
tersebut diaduk dengan pengaduk magnet selama 20 menit pada suhu 40oC.
Selanjutnya dimasukkan campuran yang terdiri dari 0,15 mL H2SO4 pekat dalam 20
mL asam asetat glasial melalui corong penetes. Kemudian campuran ini diaduk
selama 2 jam pada suhu 50 oC. Selanjutnya didinginkan hingga suhu kamar. Kedalam
campuran ini ditambahkan 20 mL asetat anhidrida. Kemudian diaduk selama 6 jam
pada suhu 50 oC. Selanjutnya dilakukan pengadukan selama 12 jam pada suhu kamar.
Hasil reaksi kemudian disaring. Residu yang diperoleh dicuci dengan aquadest.
Hasilnya dikeringkan di dalam vacum kemudian disimpan di dalam desikator.
Setelah itu, dianalisis dengan spektrofotometer FT-IR dan diukur nilai CMC nya
dengan menggunakan metode cincin du Nouy.

Universitas Sumatera Utara


34

3.3.3 Analisa Hasil Isolasi dan Hasil Asetilasi.

3.3.3.1 Analisa Spektroskopi FT-IR.

Masing masing sampel galaktomanan maupun asetil galaktomanan yang


kering dirun dalam KBr anhidrous. Selanjutnya diukur spektrumnya dengan
spektrofotometer FT-IR.

3.3.3.2 Penentuan nilai CMC galaktomanan dan asetil galaktomanan.

Masing masing sampel galaktomanan dan asetil galaktomanan dilarutkan di


dalam air dengan variasi konsentrasi 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, 6% dan 7%
kemudian diukur tegangan permukaan masing masing senyawa tersebut dengan
menggunakan metode cincin du Nouy.

Universitas Sumatera Utara


35

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1 Bagan isolasi galaktomanan dari kolang kaling

Universitas Sumatera Utara


36

3.4.2 Bagan asetilasi galaktomanan menjadi asetil galaktomanan.

Universitas Sumatera Utara


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil.

4.1.1 Hasil Ekstraksi Galaktomanan Dari Kolang Kaling.

Dari 250 g kolang kaling yang diekstraksi diperoleh galaktomanan sebanyak


8,3965 g (3,36 % w/w). Galaktomanan yang diperoleh setelah dianalisa dengan
spektroskopi FT-IR menghasilkan spektrum dengan puncak puncak vibrasi pada
daerah bilangan gelombang 3425,4 cm-1 , 2928,11 cm-1, 2109,19 cm-1, 1639,11 cm-1,
1381,12 cm-1, 1028,8 cm-1, 875,14 cm-1, 815,12 cm-1 (gambar 4.1)

4.1.2 Hasil Asetilasi Galaktomanan

Dari 3 g galaktomanan yang diasetilasi dihasilkan asetil galaktomanan


sebanyak 1,2 g (64,84 % w/w). Hasil analisis spektroskopi dengan FT-IR dari asetil
galaktomanan menghasilkan spektrum dengan puncak puncak vibrasi pada daerah
bilangan gelombang 3425,7 cm-1 , 1723,11 cm-1, 1380,13 cm-1, 1252,12 cm-1,
1052,12 cm-1, 874,16 cm-1, 813,16 cm-1 (gambar 4.3)

4.1.3 Hasil Uji CMC Galaktomanan dan Asetil Galaktomanan.

Hasil penentuan nilai CMC galaktomanan dan asetil galaktomanan


mengggunakan metode cincin du Nouy seperti pada tabel 4.1 berikut ini.

37
Universitas Sumatera Utara
38

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Tegangan Permukaan Galaktomanan dan Asetil


Galaktomanan dengan Metode Cincin du Nouy

Galaktomanan Asetil Galaktomanan

Konsentrasi
(C)
Log C Tegangan Faktor Tegangan Faktor
Permukaan ( Koreksi Permukaan ( Koreksi
(dyne/cm) (dyne/cm) (dyne/cm) (dyne/cm)

1% 0 62.40 66.14 46.17 48.94

2% 0.301 50.70 53.74 36.00 38.16

3% 0.477 39.63 42.01 29.30 31.06

4% 0.602 29.37 31.13 26.37 27.95

5% 0.699 28.23 29.93 20.97 22.22

6% 0.778 28.07 29.75 20.83 22.08

7% 0.845 28.00 29.68 20.77 22.01

Keterangan :

Tegangan Permukaan (29oC)


Faktor koreksi =
Tegangan Permukaan Praktek
72,75
=
68,63

= 1,06

Universitas Sumatera Utara


39

4.2. Pembahasan.

4.2.1. Galaktomanan Hasil Isolasi dari Kolang Kaling.

Gambar 4.1 Spektrum FT-IR Galaktomanan

Spektrum FT-IR galaktomanan hasil isolasi galaktomanan dari kolang kaling


menghasilkan pita serapan pada bilangan gelombang 3425,4 cm-1 menunjukkan
adanya gugus O-H stretching yang didukung oleh pita serapan pada bilangan
gelombang 1639,11 cm-1 menunjukan bahwa galaktomanan terikat dengan air (Tong
et al, 2008). Demikian juga dengan adanya puncak 1639 cm-1 tersebut merupakan
vibrasi bending ikatan O - H yang menyerap molekul air (Gong et al, 2012).

Universitas Sumatera Utara


40

Pita serapan pada bilangan gelombang 2928,11 cm-1 menunjukkan adanya C – H sp3
yang didukung oleh pita serapan pada bilangan gelombang 1381,12 cm-1 yang
menunjukkan adanya C – H. bending. Pita serapan pada bilangan gelombang 1028,8
cm-1 menunjukkan adanya ikatan C – O stretching ( Gambar 4.1).

4.2.2 Asetilasi Galaktomanan Dengan Asetat Anhidrida.

Galaktomanan dalam hal ini adalah suatu polimer dari monosakarida,


sedangkan asetat anhidrida adalah non polimer sehingga reaksi asetilasi
galaktomanan dengan asetat anhidrida secara sederhana sebagai berikut (Gambar
4.2).

Galaktomanan Asetat anhidrida

→ +

Asetil galaktomanan Asam asetat

Gambar 4.2 Reaksi Asetilasi Galaktomanan Dengan Asetat Anhidrida

Universitas Sumatera Utara


41

Dengan asumsi dua molekul monosakarida bereaksi dengan satu molekul


asam asetat ( metilasi parsial ) maka secara stoikiometri (teori) seharusnya berat asetil
galaktomanan yang terbentuk dari 3 gram galaktomanan adalah :

½ ( mol x 222) gr/mol = 1,85 gram.

Tetapi dari asetilasi galaktomanan yang dilakukan hanya terbentuk asetil


galaktomanan sebanyak 1,2 gram, sehingga rendemen hasil reaksi = 64, 86 %.

Gambar 4.3 Spektrum FT-IR Asetil Galaktomanan.

Universitas Sumatera Utara


42

Spektrum FT-IR asetil galaktomanan hasil asetilasi galaktomanan yang


diisolasi dari kolang kaling menunjukkan bahwa pita serapan pada bilangan
gelombang 3425,4 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi O – H stretching. Pita serapan
pada bilangan gelombang 1723,11 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi C = O dari
senyawa ester yang didukung oleh adanya pita serapan pada bilangan gelombang
1252,12 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi C – O – C dari senyawa ester. Pita
serapan pada bilangan gelombang 1380,13 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi C – H
bending (Gambar 4.3)

4.2.3 Penentuan Nilai CMC Galaktomanan dan Asetil Galaktomanan.

Dari hasil analisis penentuan tegangan permukaan, maka diperoleh hasil nilai
konsentrasi misel kritis (CMC) sebagai berikut : Nilai CMC untuk galaktomanan
dan asetil galaktomanan berada pada konsentrasi 5 % dengan nilai tegangan
permukaan galaktomanan adalah 29,93 dyne/cm sedangkan nilai tegangan
permukaan asetil galaktomanan adalah 22,22 dyne/cm.

Gambar 4.4 Grafik tegangan permukaan vs Log Konsentrasi

Universitas Sumatera Utara


43

Dari grafik pada Gambar 4.4 terlihat bahwa semakin besar konsentrasi
surfaktan maka kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan juga semakin
besar hingga diperoleh nilai CMC konstan. Hal ini disebabkan karena konsentrasi
surfaktan berpengaruh terhadap pembentukan misel. Konsentrasi surfaktan semakin
besar, maka tegangan permukaaan semakin rendah sehingga misel yang terbentuk
juga semakin banyak sampai tegangan permukaan yang dihasilkan konstan pada
suatu konsentrasi tertentu. Pada konsentrasi 1% mulai terjadi penurunan tegangan
permukaan sampai diperoleh titik awal CMC pada konsentrasi 5%. Pada konsentrasi
5%, 6% dan 7%, tegangan permukaan tidak mengalami penurunan ataupun disebut
konstan (Anonim, 2005).

Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa nilai CMC antara galaktomanan dan asetil
galaktomanan berada pada konsentrasi 5% (log C = 0,699) Pada konsentrasi
tersebut, nilai tegangan permukaan galaktomanan adalah 29,93 dyne/cm sedangkan
asetil galaktomanan adalah 22,22 dyne/cm. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa adanya gugus asetil pada asetil galaktomanan dapat menurunkan nilai
tegangan permukaan yang berarti gugus asetil tersebut meningkatkan adsorbsi dan
agregasi yang semakin baik.

Universitas Sumatera Utara


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Galaktomanan yang diisolasi dari kolang kaling dapat diasetilasi dengan asetat
anhidrida menggunakan katalis H2SO4 pekat dalam pelarut asetat glasial.
Dari 3 g galaktomanan yang diasetilasi diperoleh asetil galaktomanan
sebanyak 1,2 g ( 64,86 % w/w )

2. Nilai CMC dari galaktomanan dengan menggunakan metode cincin du Nouy


diperoleh pada konsentrasi 5% dengan nilai tegangan permukaan 29,93
dyne/cm sedangkan untuk asetil galaktomanan juga pada konsentrasi 5%
dengan nilai tegangan permukaan 22,22 dyne/cm.

5.2 Saran.

1. Dalam bidang sintesis senyawa organik khususnya senyawa asetil


galaktomanan yang telah dihasilkan dari asetilasi galaktomanan ini masih
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, antara lain uji dengan Scanning
Electron Microscope (SEM) untuk senyawa asetil galaktomanan yang telah
terbentuk.
2. Diteliti lebih lanjut kegunaan asetil galaktomanan yang telah dihasilkan dari
asetilasi galaktomanan.
3. Lebih lanjut perlu dilakukan penelitian tentang kondisi optimum asetilasi
terhadap galaktomanan sekali gus penentuan derajat asetilasi dari asetil
galaktomanan yang terbentuk.

44
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2005, Instruction Manual Malven Zetasizer, Biotech, Germany

Anonim, 2008, A Glimpse of Galactomannans Science Tech Entrepreneur.

Buckeridge, M.S., 2010, Seed Cell Wall Storage Polysaccharides: Models to


Understand Cell Wall Biosynthesis and Degradation, Plant Physiology, hlm.
1017-1023

Chudzikowski, R.J., 1971, Guar Gum and Its Applications, hlm 43 – 60.

Christian D. S and Enwall E., 1978. Bubble Pressure and Volume, A Demonatrasi
Experiment, Jurnal of Chemical Education, The University of Oklahoma

Egorov, A.V., Mestechkina, N.M., and Shcherbukhin, V.D., 2003, Composition and
Structure of Galactomannan from the Seed of Gleditsia ferox Desf, Applied
Biochemistry and Microbiology Vol. 40 No.3 hlm. 314 – 315.

Fessenden, Ralp, J., and Fessenden, Joan, S., 1984, Kimia Organik, Erlangga, Jakarta,
hlm. 319 – 357.

Gibson, G.R., 2004, Fibre And Effects On Probiotics (The Prebiotic Concept).
Clinical Nutrition Supplements 1: 25 – 31.

Gong, H., Liu, N., Chen, J., Han, F., Gao, C., and Zhang, B., 2012, Synthesis and
Characterization of carboxymethyl guar gum and rheological properties of its
solutions, Carbohydrate Polymers Vol. 88, hlm 1015 – 1022.

Hart, H., 2003, Kimia Organik,Suatu Kuliah Singkat, Edisi Kesebelas, Erlangga
Jakarta, hlm 487.

Irawan, B., Rahmayani, E., and Iskandar, J., 2009, Studi Variasi, Pemanfaatan,
Pengolahan Dan Pengelolaan Aren Di Desa Rancakalong,Kecamatan
Rancakalong, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Jurusan Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran

Iswanto, H.A., 2009, Aren (Arenga pinnata), Departemen Kehutanan Fakultas


Pertanian USU-Repositori.

45
Universitas Sumatera Utara
46

Kapoor, V.P. and Mukherjee, S., 1969, Galactomannan from Cassia abrus seed:
Structure of acetic insoluble galactomannan. Can. J. Chemistry, 47, 2883-2888.

Kok, M. S., Hill, S. E., & Mitchell, J. R., 1999, Viscosity of galactomannans during
high temperature processing: Influence of degradation and solubilisation. Food
Hydrocolloids, hlm.535–542.

Kooiman, P. 1971, Structures Of The Galactomannans From Seeds Of Annona


Muricata, Arenga Saccharifera, Cocos Nucifera, Convolvulus Tricolor, And
Sophora, Japonica. Carbohydrate Research, hlm. 329–337.

Laberge, M., 2008, Biochemistry, Chelsea House An imprint of Infobase Publishing


132 West 31st Street New York NY 10001, hlm 47 – 53.

Lay, A., and Heliyanto, B., 2010, Prospek Agro-Industri Aren (Arenga pinnata), Balai
Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain, Indonesian Coconut and Palmae
Research Institute Jl. Raya Mapanget, Kotak Pos 1004, Manado 95001, hlm 1 -
10

Lepur, A., 2012, Functional Properties of Galectin-3 hlm 1 – 70

Lima, A.M., Cerqueira, M.A., Souza, W.S.B., Santos, M. C., Teixeira, A.J., Moreira,
A.R., and Vicente, A.A., 2010, New Edible Coatings Composed Of
Galactomannans And Collagen Blends To Improve The Postharvest Quality Of
Fruits – Influence On Fruits Gas Transfer Rate, hlm 101 – 109.

Mansyur, R., 2009, Sintesis Kitosan Sulfonat Sebagai Surfaktan, Tesis Program
Magister, Institut Teknologi Bandung.

Mathur, V., and Mathur, N.K., 2005 Fenugreek and Other Lesser Known Legume
Galactomannan-Polysaccharides Scope for Developments,

Mathur, N.K., 2012, Industrial Galactomannan Polysaccharides. CRC PressTaylor &


Francis Group6000 Broken Sound Parkway NW, Suite 300Boca Raton, FL
33487-2742

Mestechkina, N.M., Anulov, O.V., Smirnova, N.I., and Shcherbukhin,V.D., 2000,


Composition and Structure of A Galactomanan Macromolecules from Seeds of
Astragalus lehmanniaus Bunge, Russian: Article in Russian.

Universitas Sumatera Utara


47

Nisa, C. T., 1996, Masalah Dorminasi Pada Biji Aren (Arenga pinnata merr) Serta
Pemecahannya Untuk Meningkatkan Perkecambahan, Pidato Pengukuhan Guru
Besar USU, Medan

Ophardt, C.E., 2003, Protein and Its Properties. Marcel Dekker Inc. New York.

Porter, M.R., 1994, Handbook of Surfactant 2nd Edition, Madras Blackie Academic
and Professional.

Prashanth, M.R.S., Parvathy, K.S., Susheelamma, N.S., Prashanth, K.V. H.,


Tharanathan, R.N., Cha, A., and Anilkumar, G., 2006, Galactomannan esters-
A simple, cost-effective method of preparation and characterization. Food
Hydrocolloids, hlm 1195 - 1205

Rakhmanberdyeva, R. K., 2004, Structure Of Galactomannan From Gleditsia


Delavayi Seeds, Chemistry Of Natural Compounds, Vol. 4 No.3 Plenum
Publishing Corporation, hlm 215 – 216

Reid, J. and Edwards, M.E., 1995, Food Polysaccharides and Their Application, New
York : M. Dekker Inc.

Riswiyanto, S., 2009, Kimia Organik, Jakarta : Penerbit Erlangga.

Schramm, L.L., and Marangoni, D.G., 2000, Surfactants and Their Solutions, Basic
Principles, Cambdrige University Press.

Sherman, C.P., 2000, Infrared Spectroscopy : Handbook of Instrumental Techniques


for Analytical Chemistry, Separation Sciences Research and Product
Development Mallinckrodt, Inc.

Silveira, J.L.M., 2011, Pharmaceutical Use Of Galactomannans, Quim. Nova, Vol.


34, No. 2, hlm. 292 – 299.

Silverstein, Bassler and Morrir., 1999, Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik,


Alih bahasa Hartono , A.J., and Purba, A.V., Erlangga.

Srivastava, M., and Kapoor. V. P., 2005, Seed Galactomannan: An overview, In


Chemistry & Biodiversity.2.hlm 295 – 317.

Universitas Sumatera Utara


48

Stephen, A.M., Phillips, G.O., and Williams, P.A., 2006, Food Polysaccharides and
Their Applications 2nd Edition, Taylor & Francis Group, LLC.

Suhardiman, P., 1996, ,Emas Yang Tercecer Disampah, Kelapa Hibrida, Panebar
Swadaya, Surabaya. Trubus http://www.indonesiaindonesia.com/f/8205-emas-
tercecer-sampah/, 20 Januari 2008

Sunanto, H., 1993. Aren Budidaya dan Multigunanya. Kanisius, Yogyakarta.

Supriningsih, D., 2010, Pembuatan Metil Ester Sulfonat (MES) Sebagai Surfaktan
Untuk Enhanced Oil Recovery (EOR), Tesis, FMIPA Universitas Indonesia
Depok.

Tafsin, M. 2007. Kajian Polisakarida Mannan Dari Bungkil Inti Sawit Sebagai
Pengendali Salmonella Thypimurium Dan Immunostimulan Pada Ayam
Disertasi. Bogor Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Tang, M. and Suendo, V., 2011, Pengaruh Penambahan Pelarut Organik Terhadap
Tegangan Permukaan Larutan Sabun, Prosiding Simposium Nasional Inovasi
Pembelajaran dan Sains Tahun 2011, Bandung, Indonesia

Tarigan, J., 2009, Ester Asam Lemak, Jurusan Kimia FMIPA USU Medan.

Tarigan, J., 2012, Karakterisasi Edible Filam Yang Bersifat Anti Oksidan Dan Anti
Mikroba Dari Galaktomanan Biji Aren Yang Diinkorporasi Dengan Minyak
Atsiri Daun Kemangi, Disertasi, Program Doktor Ilmu Kimia Universitas
Sumatera Utara.

Tong, H., Xia, F., Feng, K., Sun, G., Gao, X., Sun, L., Jiang, R., Tian, D., and Sun,
X., 2008, Structural Characterization And In Vitro Antitumor Activity Of A
Novel Polysaccharide Isolated From The Fruiting Bodies Of Pleurotus
ostreatus, Bioresource Technology Vol. 100 hlm 1682 – 1686.

Uner, M., and Altinkurt, T., 2004, Evaluation of honey locust (Gleditsia Triacanthas
Linn.) Gum as Sustaining Material in Tablet Dosage Forms, hlm. 567-573

Vierra, I.G.P,. Menders, Gallao, M.I., and E.S. de Brito, 2007, NMR Study of
Galactomannans from the seeds of Mesquite Tree (Prosopis juliflora, Food
Chemistry, 101: 70-73.

Universitas Sumatera Utara


49

Vistanty, H., 2010, Pengeringan Pasta Susu Kedelai Menggunakan Pengering


Unggun Terfluidakan Partikel Inert, Tesis Universitas Diponegoro.

Zultiniar, G. D., and Casoni, M. S., 2009, Ekstraksi Galaktomanan Dari Ampas
Kelapa. Lab. Proses Pemisahan dan Pemurnian, Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Riau.

Zhang, J., 2009, Analysis And Characterization Of Consumer Products By FTIR,


Raman, Chemometrics, And Two Dimensional ATR-FTIR Correlation
Spectroscopy, A Dissertation submitted to the Graduate School-New Brunswick
Rutgers, the State University of New Jersey.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1. Gambar kolang kaling yang digunakan untuk isolasi galaktomanan

a. Gambar Kolang Kaling

b. Kolang Kaling Yang Telah Diblender

50
Universitas Sumatera Utara
51

Lampiran 2. Galaktomanan yang telah diisolasi.

a. Galaktomanan dalam Alkohol

b. Galaktomanan Setelah Divacum

Universitas Sumatera Utara


52

Lampiran 3 Asetilasi Galaktomanan dan Hasil Asetilasi

a. Asetilasi Galaktomanan

b. Asetil Galaktomanan

Universitas Sumatera Utara


53

Lampiran 4 Spektrofotometer Infra Merah

Gambar IR Spektrofotometer

Universitas Sumatera Utara


54

Lampiran 5. Penentuan Nilai CMC Galaktomanan dan Asetil Galaktomanan.

a. Neraca Analitik

b. Gambar Tensiometer

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai