Gambar 6. NGR
3) Auto Transformator
Auto transformator adalah transformator listrik
dengan hanya menggunakan satu belitan atau satu
kumparan. Awalan ‘otomatis’ (Bahasa Yunani untuk
‘diri’) mengacu pada kumparan tunggal yang bekerja
sendiri, bukan pada mekanisme otomatis apapun. Gambar 11. Hubungan ( Y - Δ)
Dalam autotransformator, bagian-bagian dari belitan
sama dengan sisi primer dan sekunder transformator. 1) Hubungan Bintang-Bintang
Sebaliknya transformator biasa memiliki belitan Pada jenis ini ujung-ujung pada masing-masing terminal
primer san sekunder yang terpisah yag tidak yang dihubungkan secara bintang. Kemudian titik
terhubung secara listrik. netralnya dijadikan menjadi satu. Sehingga hubungan
bintang-bintang (Y-Y) ini lebih ekonomis dan untuk
E. Transformator Tiga Fasa memiliki arus nominal yang kecil pada transformator
tegangan tinggi. Gambar hubungan bintang-bintang (Y-
Transformator 3 fasa pada dasarnya merupakan Transformator Y) dapat dilihat pada gambar 9.
1 fasa yang disusun menjadi 3 buah dan mempunyai 2 belitan, 2) Hubungan Segitiga-segitiga
yaitu belitan primer dan belitan sekunder. Ada dua metode Pada jenis ini ujung fasa dihubungkan dengan ujung
utama untuk menghubungkan belitan primer yaitu hubungan netral kumparan lain yang secara keseluruhan akan
segitiga dan bintang (delta dan wye). Sedangkan pada belitan terbentuk hubungan delta/ segitiga. Hubungan ini
sekundernya dapat dihubungkan secara segitiga,bintang dan umumnya digunakan pada sistem yang menyalurkan arus
zig-zag (Delta, Wye dan Zig-zag). Ada juga hubungan dalam besar pada tegangan rendah dan yang paling utama saat
bentuk khusus yaitu hubungan open-delta (VV connection). keberlangsungan dari pelayanan harus dipelihara
meskipun salah satu fasa mengalami kegagalan. Gambar
F. Hubungan Belitan Transformator 3 fasa [3][4] hubungan segitiga – segitiga dapat dilihat pada gambar
10.
Jurnal Teknik Elektro dan Komputer Vol.8, No.2 Mei-Agustus 2019, ISSN : 2301-8402; 2685-368X 5
G. Jam Transformator
Gambar 14. Arah Jam Hubungan Delta Gambar 15. Arah Jam Hubungan Bintang
Tegangan perlilitan
𝐸𝑡
Et = K√𝑆/3 (1) Luas jendela Aw = tinggi jendela x lebar jendela
Fluks Фm = (2) = Hw x Ww (9)
4,44.ƒ
Φ𝑚
Luas inti Ai = (3)
𝐵𝑚 Rasio tinggi jendela dan lebar jendela adalah antara 2
Di mana: sampai 4
Ai = luas inti fluks (𝑚2) Dimana Tinggi jendela ,𝐻w = √2𝐴w (10)
Bm = kerapatan fluks maksimum (Wb/m2) 𝐻
w
Φm = fluks maksimum (Wb) Lebar jendela W w= (11)
2
Et = tegangan per lilitan (Volt/lilitan)
3) Perencanaan Yoke
K = konstanta transformator Luas yoke diambil 15% sampai 25% lebih besar
daripada inti transformator yang menggunakan hot
F = frekuensi (Hz)
rolled silicon steel. Ini dilakukan untuk mengurangi
harga fluks yang terdapat pada yoke. Ini mengurangi
rugi-rugi besi dan arus magnetisasi. Untuk
2) Perencanaan Jendela
transformator yang menggunakan cold rolled grain
Untuk menghitung jendela mnggunakan persamaan
oriented steel, luas yoke diambil sama dengan inti.
(4) – (11).
10 Luas Yoke menggunakan persamaan (12).
Kw = (50 sampai 200 KVA) (4)
30+k𝑉
Luas Yoke
D. Perencanaan Belitan
Belitan Tegangan Rendah :
Besar tegangan per fasa
380
𝑉 = =220 V
� √3
Arus Sekunder
A. Perencanaan Jendela
𝐼= = 125000 = 125000
�
Koefisien jendela 𝑠 3.220 = 189,4 A
660
3.𝑉𝑠
10
=
𝐾 =w 30+k𝑉 30+20 = 0,2
10
Luas konduktor Sekunder
Luas jendela 𝐼𝑠 189,4 2
𝑎
𝐴 = 𝑠 = = = 86,1 𝑚𝑚
w ð 2,2
�i .𝐾w .ð.103
3,33 .ƒ . 𝐵𝑚 . Æ Belitan Tegangan Tinggi
𝑠 125000 125000
= 𝐼𝑝 = = = 2,08
3.𝑉𝑝 3.20000 60000
𝐼𝑝
𝑎 =
2,08 = 𝑚𝑚2 X𝑡1 = % impedansi yang diketahui x X𝑡 (pada 100%)
𝑝 ð = 0,95 Dimana : (pada 100%) = impedansi transformator
2,2
X𝑡
Untuk hasil perencanaan belitan dapat dilihat pada Tabel V. % impedansi yang diketahui = 4% (SPLN D3-002)
Sehingga ;
E. Perencanaan Isolasi X𝑡1 = % impedansi yang diketahui x X𝑡 (pada 100%)
= 0,04 x 1.552
Ketebalan isolasi = 5 + 0.9(kV) = 5 + 0.9(20) = 23 𝑚 = 0,046 ohm
Untuk Isolasi belitan sekunder (tegangan rendah) Reaktansi primer (urutan nol)
menggunakan tipe NYFGbY&NYY dengan Untuk menghitung reaktansi primer digunakan
persamaan sebagai berikut ;
ketebalan 70 mm., sedangkan untuk belitan primer
X𝑡0 = 3. X𝑡1
(tegangan tinggi) digunakan isolasi dengan ketebalan Dimana : X𝑡1 = Reaktansi sekunder (ohm)
23 mm. Sehingga ;
X𝑡0 = 3. X𝑡1 = 3. 0,046 = 0,138 ohm
F. Effisiensi Resistansi
Untuk resistansi tersebut, akan dihitung resistansi
Impedansi sekunder dan resistansi primer.
Untuk menghitung impedansi digunakan persamaan Resistansi sekunder
sebagai berikut ; 𝐿𝑚𝑡𝑠 = 𝜋 . 𝐷k𝑠 = 3,14 . 10,47 = 32,8758 mm
2
X𝑡 (pada 100%) = k𝑉 𝑁𝑠𝐿𝑚t𝑠
𝑀𝑉Æ
2
𝑅 =𝜌
Dimana : 𝑘𝑉 = Tegangan sisi sekunder 𝑠 𝑎𝑠
transformator tenaga (kV) = 1,68 x 10
-844 . 32,8758
86,1
MVA = Kapasitas daya trafo (MVA) = 1,68 x 10-8 . 16,8
Sehingga ; = 28,224 x 10-8 ohm
𝑡
(pada 100%) = k𝑉2 = 0,382 = 0,1444
X 𝑀𝑉Æ 0,125 = 1,1552 ohm Resistansi primer
Reaktansi 0,125
Untuk reaktansi tersebut, akan dihitung reaktansi Untuk menghitung resistansi sekunder digunakan
sekunder (urutan positif dan urutan negatif) dan rumus sebagai berikut ini :
reaktansi primer ( urutan nol). 𝑅𝑝 = 𝜌 𝑁𝑝𝐿𝑚t𝑝 (27)
𝑎𝑝
TABEL VI
TABEL VII
HASIL PERHITUNGAN IMPENDANSI
HASIL PERHITUNGAN EFFISIENSI
= 1,68 x 10
-84200 . 3,454 = 1,68 x 10-8 . 15270,3 B. Saran
0,95
= 2,6 x 10 ohm
-4
Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan membuat
program jika memungkinkan
Untuk hasil perhitungan impendasi dapat dilihat pada Tabel
VI. V KUTIPAN
[1] A. Kadir, Pengantar Teknik Tenaga Listrik. Jakarta: LP3ES, 1984.
[2] PT. PLN PERSERO, Panduan Pemeliharaan Trafo Tenaga, No