Anda di halaman 1dari 3

KASUS POSISI KELOMPOK I

Pada Tanggal 1 Juni 2021 Boim dengan perantaraan rekan Boim yaitu Nazarudin telah
menghubungi Soemardi, dengan maksud agar dapat bertemu dengan Soemardi seorang
developer perumahan untuk menawarkan tanah kepada Soemardi. Kemudian, atas
bantuan Nazarudin, Boim dan Soemardi sepakat bertemu di Hotel Berseri di Jalan
Pandansari Solo tanggal 3 Juni 2021. Dalam pertemuan tersebut Boim menjelaskan
kepada Soemardi bahwa Boim bermaksud menjual tanah Hak Guna Bangunan (HGB)
No.847 yang terletak di Jalan Melati N0. 13A Jebres Solo dan untuk meyakinkan serta
membujuk Soemardi agar tertarik membeli tanah tersebut Boim mengatakan kepada
Soemardi bahwa Boim telah diberi penyerahan dengan kuasa menjual oleh Almarhum
Leo selaku Direktur Firma Asri sambil Boim memperlihatkan surat pernyerahan dengan
kuasa untuk menjual tertanggal 17 Januari 2021 kepada saksi. Soemardi menjadi sangat
tertarik dan berniat untuk membeli tanah HGB No.847 tersebut karena dianggap
harganya murah dan lokasinya strategis untuk dibangun perumahan. Kemudian diantara
Boim dan Soemardi disepakati secara lisan dilakukan transaksi jual beli dengan harga
tanah sebesar Rp. 750.000.000,- (tujuh ratus limapuluh juta rupiah) dimana kemudian
Soemardi membuat pernyataan diatas kertas segel yang berisi kesediaan saksi untuk
membeli tanah tersebut dan kesediaan Soemardi untuk memberikan uang muka sebesar
Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) kepada Boim, sedangkan sisanya Rp.650.000.000,-
(enam ratus lima puluh juta rupiah) akan dibayarkan kemudian setelah sertifikat HGB
diserahkan kepada Soemardi. Bahwa setelah surat pernyataan tersebut dibuat dan
membayar uang panjar, Soemardi meminta sertifikat HGB tanah tersebut dan Boim
hanya berjanji terus dengan berbagai alasan dan tidak pernah dapat memberikan sertifikat
HGBnya. Akhirnya Soemardi mengetahui bahwa Boim sebenarnya tidak berhak atas
tanah tersebut bahkan kemudian Soemardi mengetahui juga bahwa sebelum tahun 2021
tanah HGB No.847. telah menjadi milik Ir. Parjo, sehingga Soemardi merasa dirugikan.
Selain itu akibat perbuatan Boim pemilik HGB yang sah, yaitu Ir. Parjo juga dirugikan
karena proses perpanjangan HGB yang diupayakannya menjadi terhambat.
JAWABAN:
1. Tersangka dari kasus posisi tersebut adalah Boim karena ia telah memalsukan
keterangan bahwasanya ia memiliki kuasa atas tanah dengan HGB Nomor 847,
tetapi pada kenyataannya Boim sebenarnya tidak berhak atas tanah tersebut.
Melainkan tanah dengan HGB Nomor 847 ini ternyata adalah hak milik seseorang
secara sah yang bernama Ir. Parjo. Dengan tindak penipuan dari Boim ini
merugikan Soemardi sebanyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
dikarenakan Soemardi telah melakukan pembayaran uang muka kepada Boim.
2. Saksi dari kasus Boim ini adalah Soemardi, selaku pihak yang melakukan
transaksi dengan Boim, Nazarudin, yang menghubungkan Boim dengan Soemardi
karena hubungan Nazarudin dengan pelaku maupun korban adalah rekanan, dan
juga Ir. Parjo sebagai saksi karena beliau adalah pemilik tanah HGB Nomor 847
sebelum tahun 2021.
3. Bukti yang dapat diajukan untuk menguatkan dakwaan yang akan dijatuhkan
kepada Boim adalah sebagai berikut:
a. Keterangan Soemardi terkait dengan kesepakatan secara lisan untuk melakukan
transaksi pembelian atas tanah HGB Nomor 847 dengan nominal jual Rp
750.000.000 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
b. Pernyataan diatas kertas segel yang berisi kesediaan Soemardi untuk membeli
tanah tersebut dan memberikan uang muka sebesar Rp.100.000.000,- (seratus juta
rupiah) kepada Boim, sedangkan sisanya Rp.650.000.000,- (enam ratus lima
puluh juta rupiah) akan dibayarkan kemudian setelah sertifikat HGB diserahkan
kepada Soemardi.
c. Sertifikat HGB Nomor 847 yang dimiliki oleh Ir. Paijo sebagai bukti penguat
bahwasanya lahan atau tanah tersebut berada dalam kuasanya atau merupakan
haknya sehingga dapat membuktikan bahwa Boim tidak memiliki kuasa untuk
menjual atau bahkan melakukan apapun terhadap tanah tersebut.
4. Pasal yang berkaitan dengan kasus ini adalah sebagai berikut:
a. Pasal 378 KUH Pidana, yang mengatur tentang Penipuan dengan isi
ketentuan sebagai berikut:
”Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu,
dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang
lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi
hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan
pidana penjara paling lama empat tahun.”
Kasus Boim ini telah memenuhi unsur yang dimaksudkan dalam Pasal 378 KUH
Pidana, dimana dalam kasus tersebut Boim bertujuan untuk menguntungkan diri
sendiri dengan melakukan tipu muslihat untuk membeli sebidang tanah yang ia
akui berada dalam kuasanya dengan menggunakan surat kuasa palsu yang ia
berikan kepada Soemardi.
b. Pasal 263 KUH Pidana yang mengatur tentang adanya Pemalsuan Dokumen,
dengan isi ketentuan sebagai berikut:
(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat
menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang
diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai
atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan
tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian,
karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai
surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat
menimbulkan kerugian.
Kasus Boim ini telah memenuhi unsur yang dimaksudkan dalam Pasal 263 KUH
Pidana, dimana dalam kasus tersebut Boim memalsukan dokumen berupa surat
pernyerahan dengan kuasa dari Almarhum Leo selaku Direktur Firma Asri untuk
menjual tanah tertanggal 17 Januari 2021.

Anda mungkin juga menyukai