Anda di halaman 1dari 12

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN

TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
FAKULTAS HUKUM 
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

TUGAS HUKUM AKTA PERTANAHAN

NAMA : DARA AYU GUSRA

NIM : P2B221038

UNIVERSITAS JAMBI

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI MEGISTER KENOTARIATAN

JAMBI

2022
1. Kasus Perdata No. Perk. 297/Pdt.G/2009/PN.Mdn yang terjadi antara Deliana Siregar, SE
melawan Baharuddin, dkk.

Salah satu contoh kasus perkara perdata yang aktanya menjadi batal demi hukum oleh
suatu putusan hakim adalah perkara perdata dengan nomor 297/Pdt.G/2009/PN.Mdn
dimana perkara ini terjadi antara Deliana Siregar, SE melawan Baharuddin, dkk dan
melibatkan Notaris Wanda Lucia, SH dan Irwan Santoso, SH sebagai Tergugat VI dan
Tergugat VII, kasusnya adalah sebagai berikut :

Maharani Br Lubis telah meninggal dunia pada tanggal 8 Juni 2005 di Rumah Sakit
Tembakau Deli Medan dan meninggalkan ahli waris Johannes Aritonang dan Ny. Maria
M. Aritonang, sesuai dengan Surat Keterangan Ahli Waris No. 140/SAW/CM/2006
bertanggal 19 Oktober 2006 yang diterbitkan oleh Camat Medan Area. Almh. Maharani
Br. Lubis memiliki harta benda berupa sebidang tanah dan bangunan rumah di atasnya
seluas 119 m2 dengan ukuran lebar 11,15 m dan panjang 10,55 m yang terletak dan
setempat dikenal dengan Jalan Kol. Yos Sudarso Gang I-B Kelurahan Glugur Kota,
Kecamatan Medan Barat, Kota Medan, sesuai dengan Sertifikat Hak Milik No. 645
terdaftar di BPN Kota Medan atas nama Maharani Br. Lubis. Semasa hidupnya Almh.
Maharani Br. Lubis tidak pernah menjual/mengalihkan tanah dan bangunan miliknya
kepada pihak lain.

Pada tahun 2006, ahli waris dari Almh. Maharani Br Lubis yakni Johannes Aritonang
dan Ny. Maria M. Aritonang telah menjual/mengalihkan tanah dan bangunan di atasnya
tersebut kepada Deliana Siregar, sesuai dengan Akte Pengikatan Jual Beli No. 04
tertanggal 20 Oktober 2006, yang diperbuat di hadapan Nurleli, SH, Notaris dan PPAT di
Medan.

Pengikatan jual beli tanah dan bangunan di atasnya yang dilakukan oleh Deliana
Siregar dengan Johannes Aritonang dan Maria M. Aritonang telah memenuhi syarat-
syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 BW dan ketentuan
hukum yang berlaku dimana dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan telah
dilakukan pembayaran secara tunai sekaligus penyerahan fisik tanah dan bangunan,
sehingga perjanjian jual beli dimaksud sah menurut hukum.

Dengan ditandatanganinya akte pengikatan jual beli dan dilakukan pembayaran dan
penyerahan fisik tanah dan bangunan, maka hak kepemilikan atas tanah seketika itu telah
beralih dari penjual kepada pembeli yaitu Deliana Siregar.

Pada bulan Oktober 2006, Deliana Siregar meminta bantuan sekaligus menyerahkan
sertifikat No. 645 kepada Baharuddin untuk mengurus balik nama sertifikat No. 645 dari
Almh. Maharani Br Lubis dibaliknamakan kepada Deliana Siregar yang dimohonkan
kepada BPN Kota Medan, namun hingga saat putusan ini permohonan balik nama
tersebut tidak diterbitkan. Oleh karena permohonan balik nama yang dimohonkan
Deliana Siregar melalui Baharuddin belum diterbitkan oleh BPN Kota Medan, lalu
Deliana Siregar mendatangi kantor BPN Kota Medan untuk mempertanyakan perihal
permohonan dimaksud, dan Deliana Siregar merasa heran dan sangat kecewa, karena
ternyata di atas tanah dan bangunan miliknya telah terbit Akte Pengikatan Jual Beli yang
dilakukan antara Almh. Maharani Br Lubis dengan Terapul Ginting Munthe yang
diperbuat di hadapan Notaris Wanda Lucia, SH, sebagaimana tertuang dalam Akte Jual
Beli No. 20 tertanggal 3 Mei 2007, dan sertifikat No. 645 telah dibaliknamakan oleh BPN
Kota Medan dari Almh. Maharani Br Lubis kepada Terapul Ginting Munthe. Ternyata
Baharuddin telah menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan oleh Deliana Siregar
untuk mengurus balik nama Sertifikat Hak Milik No. 645 di BPN Kota Medan.

Namun Deliana Siregar yakin Akte Jual Beli No. 20 tertanggal 3 Mei 2007 antara
Almh. Maharani Br Lubis dengan Terapul Ginting Munthe yang diperbuat di hadapan
Notaris Wanda Lucia, SH dibuat secara sepihak dan melawan hukum dan penuh dengan
unsur penipuan (bedrog) dengan cara memanipulasi data, karena Maharani Br Lubis
selaku penjual telah meninggal dunia pada tanggal 8 Juni 2005 di Rumah Sakit
Tembakau Deli Medan, lalu bagaimana mungkin orang yang sudah meninggal dunia pada
tanggal 8 Juni 2005, dapat membuat dan menandatangani Akta Jual Beli No. 20
bertanggal 3 Mei 2007 di hadapan Wanda Lucia, SH, Notaris dan PPAT di Medan.

Oleh karena perjanjian jual beli tanah dan bangunan antara Maharani Br Lubis dengan
Terapul Ginting Munthe sebagaimana tertuang dalam Akte Jual Beli No. 20 tertanggal 3
Mei 2007 yang diterbitkan oleh Wanda Lucia, SH didasari adanya unsur niat buruk (bad
faith) dan unsur penipuan (bedrog), maka sudah semestinya akte jual beli tersebut
dinyatakan batal demi hukum.

Selanjutnya pada tanggal 24 Mei 2007, Terapul Ginting Munthe menjual/mengalihkan


tanah dan bangunan milik Deliana Siregar tersebut kepada Abdul Hamid dan Epi
Damayanti di hadapan Irwan Santoso, SH berdasarkan Akte Jual Beli No. 66 bertanggal
24 Mei 2007, dan telah dibaliknamakan oleh BPN Kota Medan kepada Abdul Hamid dan
Epi Damayanti tanpa melalui prosedur dan mekanisme hukum yang berlaku.

Kemudian sejak tahun 2007 hingga putusan ini, Abdul Hamid dan Epi Damayanti
telah menyewakan tanah dan bangunan milik Deliana

kepada pihak lain dan menikmati hasil uang sewa dari tanah dan bangunan yang bukan
haknya sebesar Rp. 3.500.000,- (tiga juta lima ratus ribu rupiah) per tahun.

Setelah persidangan mendengar gugatan dari Deliana Siregar serta bukti-bukti surat
dan keterangan para saksi maka Majelis Hakim memberikan putusan sebagai berikut :
Mengadili

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebahagian ;

2. Menyatakan Akta Pengikatan Jual Beli No. 04 bertanggal 20 Oktober 2006 yang
diperbuat di hadapan Nurleli, SH, Notaris di Medan sah menurut hukum ;

3. Menyatakan Penggugat sebagai pemilik yang sah atas tanah dan bangunan seluas
119 m2 dengan ukuran lebar 11,15 m2 dan panjang 10,55 m2 yang terletak dan setempat
dikenal dengan Jln. Kol. Yos Sudarso Gang I-B, Kelurahan Glugur Kota, Kecamatan
Medan Barat, Kota Medan sesuai dengan Sertifikat Hak Milik No. 645 atas nama
Maharani Br Lubis (Almarhumah), dengan batas-batas sebagai berikut : Sebelah barat
berbatasan dengan tanah Nurisum.

Sebelah timur berbatasan dengan tanah Syafaruddin. Sebelah utara berbatasan dengan
jalan.

Sebelah selatan berbatasan dengan tanah Sadikin.

4. Menyatakan Tergugat I, II, III, IV, V, VI, VII, dan Turut Tergugat melakukan
perbuatan melawan hukum.

5. Menyatakan Akta Jual Beli No. 20 bertanggal 3 Mei 2007, yang diperbuat di
hadapan Wanda Lucia, SH, Notaris dan PPAT di Medan batal demi hukum.

6. Menyatakan Akta Jual Beli No. 66 bertanggal 24 Mei 2007, yang diperbuat di
hadapan Irwan Santoso, SH, Notaris dan PPAT di Medan batal demi hukum.

7. Menghukum Turut Tergugat untuk membatalkan balik nama Sertifikat Hak


Milik No. 645 dari atas nama Maharani Br Lubis kepada Terapul Ginting Munthe dan
selanjutnya kepada Abdul Hamid dan Epi Damayanti.

8. Menghukum Turut Tergugat untuk membaliknamakan sertifikat No. 645 dari


atas nama Maharani Br Lubis kepada Deliana Siregar, SE selaku pemilik yang sah.

9. Dst...dst...

Adapun yang menjadi pertimbangan-pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri


Medan dalam memutuskan kasus di atas pada pokoknya adalah

bahwa dari pemeriksaan bukti-bukti di persidangan telah terbukti bahwa Deliana


Siregar adalah pemegang hak atas tanah seluas 119 m2 itu. Hal ini terlihat berdasarkan
Surat Pengikatan Jual Beli No. 04 antara Deliana Siregar dengan Johannes Aritonang dan
Maria M. Aritonang, ahli waris dari Almh. Maharani Br Lubis telah mengadakan
perjanjian atau kesepakatan bahwa ahli waris Almh. Maharani Br Lubis menjual kepada
Deliana Siregar, hak atas sebidang tanah seluas 119 m2 tercatat atas nama Maharani Br
Lubis yang terletak di Jalan Kol Yos Sudarso Gang I-B Kota Medan. Menurut Pasal 2
Surat Pengikatan Jual Beli itu bahwa kedua belah pihak telah saling setuju dan sepakat
dengan jual beli tersebut dengan harga sebesar Rp. 75.000.000,- dan telah dibayar lunas
oleh Deliana Siregar. Lalu menurut pasal berikutnya bahwa Deliana Siregar telah
menerima tanah dan bangunan tersebut dari ahli waris Almh. Maharani Br Lubis lengkap
dengan kunci bangunan.

Kemudian menurut bukti yang diajukan dalam persidangan bahwa Maharani Br Lubis
telah meninggal dunia pada tanggal 8 Juni 2005 di Rumah Sakit Tembakau Deli Medan,
sedangkan jual beli tanah sertifikat No. 645 dilakukan oleh ahli waris Almh. Maharani Br
Lubis pada tahun 2006 setelah Maharani Br Lubis meninggal dunia. Jadi menurut Majelis
Hakim bahwa tindakan yang dilakukan oleh ahli waris Almh. Maharani Br Lubis itu yang
menjual kembali tanahnya kepada Terapul Ginting Munthe dan Terapul Ginting Munthe
juga telah menjual kembali tanah yang dibelinya itu kepada Abdul Hamid dan Epi
Damayanti adalah tindakan yang sangat keliru dan tidak sah.

Dari kasus tersebut di atas terlihat bahwa peranan Notaris Wanda Lucia, SH dalam
pembuatan akte jual beli di atas patut diragukan. Karena apabila ada penghadap yang
datang ingin membuat akta jual beli, penghadap harus menunjukkan identitas dirinya,
dalam kasus di atas yang diketahui bahwa tanah tersebut masih atas nama Maharani Br
Lubis dimana Almh. Maharani Br Lubis meninggal dunia pada tahun 2005 sedangkan
akte jual beli itu dibuat pada tahun 2007. Sehingga apa yang dilakukan oleh Notaris
tersebut sebenarnya bukan lagi termasuk ke dalam perkara perdata namun bisa juga
diperkarakan dalam tindak pidana pemalsuan / penipuan. Jadi memang sudah sepatutnya
bahwa akta yang dibuat oleh Notaris tersebut batal demi hukum. Lain halnya dengan apa
yang dilakukan oleh Notaris Irwan Santoso, SH dimana Notaris ini membuat akta jual
beli berdasarkan permintaan yang diminta oleh penghadap Terapul Ginting Munthe
dimana tanah yang ingin dijual tersebut sudah bersertifikat atas nama Terapul Ginting
Munthe. Notaris Irwan Santoso, SH sudah menjalankan profesinya dengan layak karena
pihak penjual dan pembeli memang sama-sama beritikad baik untuk melakukan jual beli
itu. Namun karena dari awal penerbitan sertifikat kepemilikan atas nama Terapul Ginting
Munthe sudah dilakukan dengan tindakan yang salah maka sudah sewajarnya bahwa
Majelis Hakim juga turut membatalkan akta yang dibuat oleh Notaris Irwan Santoso, SH
sehingga aktanya batal demi hukum.

2. Kasus Pidana No. Perk. 3036/Pid.B/2009/PN.Mdn dimana terdakwanya adalah


Notaris San Smith, SH.

Di dalam hukum pidana terdapat berbagai pendapat mengenai arti dari unsur melawan
hukum yang merupakan terjemahan dari istilah wedetrechtlijk. Mengetahui sifat melawan
hukum terdapat 2 (dua) pendirian yang berbeda yaitu menurut ajaran hukum formil dan
ajaran hukum materil. Antara ajaran sifat melawan hukum yang materil mempunyai
perbedaan dengan ajaran sifat melawan hukum yang formil yaitu dalam hal sebagai
berikut Pertama, mengakui adanya pengecualian atau penghapusan dari sifat melawan
hukumnya perbuatan menurut hukum yang tertulis dan yang tidak tertulis, sedangkan
pandangan yang formil hanya mengakui pengecualian yang tersebut dalam undang-
undang saja, misalnya Pasal 49 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang pembelaan
terpaksa (Noodweer). Kedua, sifat melawan hukum adalah unsur mutlak dari tiap-tiap
perbuatan pidana, juga bagi dalam rumusannya tidak menyebutkan unsur-unsur tersebut,
sedangkan bagi pandangan yang formil, tidak selalu menjadi unsur daripada perbuatan
pidana. Hanya jika dalam rumusan delik disebutkan dengan nyata-nyata barulah menjadi
unsur delik.

Berkaitan dengan adanya faktor kesengajaan yang dilakukan oleh Notaris untuk turut
membantu dan ikut serta menguntungkan salah satu pihak dapat dilihat dari putusan
Pengadilan Negeri Medan dalam putusannya No. 3036/Pid.B/2009/PN.Mdn dimana
posisi kasusnya sebagai berikut :

Bermula ketika Ir. Dulang Martapa melakukan kesepakatan dalam hal berjanji dan
mengikat diri akan menjual dan memindahkan serta menyerahkan 17 (tujuh belas)
kavling tanah yang terletak di Komplek Bukit Hijau Regency yang terdiri dari 21 (dua
puluh satu) sertifikat Hak Guna Bangunan yang terdaftar pada Kantor Pertanahan Kota
Medan atas nama PT. Ira Widya Utama serta sebidang

tanah seluas 4.269,66 M2 berdasarkan Sertifikat Hak Guna Bangunan yang terdaftar
pada Kantor Pertanahan Kota Medan atas nama PT. Ira Widya Utama dengan Alwijaya,
kemudian Alwijaya bersedia membeli dan menerima serta penyerahan dari pihak Ir.
Dulang Martapa.

Selanjutnya Ir. Dulang Martapa bersama Alwijaya membuat Akta Perjanjian


Pendahuluan Untuk Jual Beli Nomor 138 pada tanggal 29 Mei 2008 dihadapan Notaris
Roosmidar, SH dan disepakati juga batas tanah yang akan dijual, uang panjar (uang
muka), harga tanah, dan hak-hak serta kewajiban penjual dan pembeli serta dilampirkan
gambar Site Plan yang distabilo (ditandai) sebagai penunjuk (Peta) agar tidak keliru
dengan batas-batas yang akan dialihkan oleh Ir. Dulang Martapa kepada Alwijaya selaku
penerima atau pembeli.

Bahwa Site Plan yang telah disepakati merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Akta Perjanjian Pendahuluan Untuk Jual Beli Nomor 138 pada tanggal 29 Mei 2008 dan
disepakati juga untuk harga 17 (tujuh belas) kavling tanah seluas 19.210 M2 dengan
harga sebesar Rp.1.562.175,-/meter persegi dengan jumlah harga keseluruhan sebesar
Rp.29.989.073.475,- sedangkan harga sebidang tanah dengan luas 4.269,66 M2 dengan
harga Rp.750.000,-/ meter persegi dengan jumlah harga keseluruhan sebesar
Rp.3.202.245.000,-sehingga total harga adalah sebesar Rp.33.191.318.475,-, dan dengan
ditandatanganinya Akta Perjanjian Pendahuluan Untuk Jual Beli Nomor 138 pada tanggal
29 Mei 2008 maka pihak Ir.Dulang Martapa menerima uang muka sebesar
Rp.2.000.000.000,-.

Pada tanggal 27 Juni 2008 sekira pukul 17.00 WIB Tonny Wijaya menghubungi Ir.
Dulang Martapa agar datang ke Kantor Notaris San Smith, SH untuk menindaklanjuti
Akta Perjanjian Pendahuluan Untuk Jual Beli Nomor 138 pada tanggal 29 Mei 2008,
antara Ir. Dulang Martapa dengan Alwijaya, kemudian Ir. Dulang Martapa menyanggupi
permintaan Tonny Wijaya dengan cara mendatangi kantor Notaris San Smith, SH,
dimana Ir. Dulang Martapa datang bersama Efrin Jamal Lubis, M. Syahruzal Manurung,
dan Ade Kurnia Harahap dan setelah tiba di kantor Notaris San Smith, SH bertemu
dengan Tonny Wijaya, Cindy, Refman Basri, Hendra Gunawan dan Sujarni dan Alwijaya
serta bertemu juga dengan Saratika boru Perangin-Angin dan Suhartika Agustina
Samosir.

Kemudian setelah bertemu dihadapan Notaris San Smith, SH disepakati untuk


melakukan dan membuat Akta Pengikatan Diri Untuk Melakukan Jual Beli yang diberi
Nomor : 165 dihadapan Notaris San Smith, SH dengan isi perjanjian “sama” dengan Akta
Perjanjian Pendahuluan Untuk Jual Beli Nomor 138 pada tanggal 29 Mei 2008 tetapi
perbedaan hanya pada pihak pembeli pada Akta Pengikatan Diri Untuk Melakukan Jual
Beli yang diberi Nomor : 165 yaitu Tonny Wijaya, Cindy, Refman Basri, Hendra
Gunawan, Sujarni sedangkan mengenai luas tanah, batas tanah, harga tanah, kewajiban
dan hak serta cara pembayaran tetap disepakati sebagaimana yang telah dituangkan dalam
Akta Perjanjian Pendahuluan Untuk Jual Beli Nomor 138 pada tanggal 29 Mei 2008
termasuk Site Plan yang sebelumnya telah ditanda tangani oleh Ir. DulangMartapa
dengan Alwijaya pada tanggal 29 Mei 2008 dihadapan Notaris Roosmidar, SH.

Selanjutnya Notaris / PPAT San Smith, SH yang diminta untuk membuat Akta
Pengikatan Diri Untuk Melakukan Jual Beli telah bersekongkol dengan Tonny Wijaya
untuk menempatkan Site Plan atau gambar lokasi tanah yang tidak identik atau tidak
sama dengan yang telah disepakati sebelumnya dihadapan Notaris Roosmidar, SH
sebagaimana yang menjadi satu-kesatuan dengan Akta Perjanjian Pendahuluan Untuk
Jual Beli Nomor 138 pada tanggal 29 Mei 2008 pada Akta Pengikatan Diri Untuk
Melakukan Jual Beli Nomor 165 tanggal 27 Juni 2008.

Bahwa Site Plan yang ditempatkan oleh Notaris San Smith, SH pada Akta Pengikatan
Diri Untuk Melakukan Jual Beli Nomor 165 tanggal 27 Juni 2008 diterima olehnya dari
Henny Trecia Lawin selaku staf atau karyawan Tonny Wijaya setelah disuruh atau
diperintah selaku pimpinannya, kemudian penempatan Site Plan tersebut telah
menimbulkan kerugian secara materi dan immaterial pada pihak Ir. Dulang Martapa,
dimana perubahan Site Plan pada Akta Pengikatan Diri Untuk Melakukan Jual Beli
Nomor 165 tanggal 27 Juni 2008 baru disadari dan diketahui pada tanggal 18 Nopember
2008 setelah memperhatikan Site Plan dimana “tanda” atau “penunjuk” pada Site Plan
yaitu stabilo warna kuning berbeda dengan yang disepakati pada Akta Perjanjian
Pendahuluan Untuk Jual Beli Nomor 138 pada tanggal 29 Mei 2008 sehingga Ir. Dulang
Martapa melakukan atau mengajukan pemberitahuan bahwa telahterjadi selisih luas tanah
yang dikuasai oleh pihak Tonny Wijaya dari PT. Mega Residen seluas 276,34 M2 dimana
selisih ini ditemukan dari fakta bahwa tanah yang dikuasai oleh pihak Tonny Wijaya
adalah 4.546 meter persegi sedangkan yang dijual oleh Ir. Dulang Martapa adalah
4.269,66 meter persegi, bentuk penguasaan yang dilakukan pihak Tonny Wijaya dengan
cara memagari atau membuat pagar seng diatas tanah seluas 4.546 meter persegi yang
mana seharusnya adalah 4.269,66 meter persegi.

Bahwa Akta Pengikatan Diri Untuk Melakukan Jual Beli Nomor 165 tanggal 27 Juni
2008 selaku akta autentik yang dibuat San Smith, SH selaku Notaris mengabaikan Site
Plan yang telah disepakati sebelumnya pada Akta Perjanjian Pendahuluan Untuk Jual
Beli Nomor 138 pada tanggal 29 Mei 2008 dimana “tanda” atau “penunjuk” dengan
stabilo warna kuning berubah yang telah menimbulkan kerugian pada Ir. Dulang Martapa
hal ini sesuai dengan pemeriksaan Lobatorium Kriminalistik No Lab : 3686/DTF/IX/2009
tanggal 07 September 2009, dengan kesimpulan ketidakwajaran dokumen yaitu
penambahan area yang distabilo warna kuning pada sisi utara sisa kavling BHR 51 s/d 57
dan sisi Timur laut sisa kavling BHR Nomor 58 s/d 59.

Kemudian Ir. Dulang Martapa meminta pengembalian sisa tanah yang dikuasai Tonny
Wijaya tetapi tidak diberikan, kemudian Ir. Dulang Martapa meminta kepada San Smith,
SH agar merubah atau membuata Site Plan yang asli atau yang telah disepakati pada Akta
Perjanjian Pendahuluan Untuk Jual Beli Nomor 138 pada tanggal 29 Mei 2008 tetapi
tidak dikabulkan oleh San Smith, SH sehingga Ir. Dulang Martapa meminta BPN Kota
Medan melakukan peninjauan lapangan untuk mengukur ulang tetapi tidak diberikan
masuk oleh oleh pihak Tonny Wijaya kemudian Ir. Dulang Martapa melapor ke Poltabes
Medan karena merasa dirugikan. Perbuatan San Smith, SH tersebut diancam pidana
dalam Pasal 266 Ayat (1) jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsidair Pasal 263 Ayat (1) jo
Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Dalam kasus San Smith di atas Majelis Hakim telah
memberikan putusan kepada Terdakwa yakni :

Mengadili
1. Menyatakan Terdakwa San Smith, SH tersebut telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Turut serta menyuruh menempatkan
keterangan palsu ke dalam suatu akta autentik”.

2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa San Smith, SH tersebut oleh karena itu
dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun.

3. Menetapkan lamanya Terdakwa ditahan dikurankan seluruhnya dari pidana yang


dijatuhkan.

4. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan.

5. Menyatakan barang bukti berupa : Akta Perjanjian Jual Beli Nomor : 165 dengan
lampiran tanda terima sertifikat SHGB dan 2 (dua) lembar site plan dikembalikan kepada
yang berhak melalui Majelis Pengawas Daerah Notaris Kota Medan.

6. Membebankan kepada Terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 1.000,-


(seribu rupiah).

Yang menjadi pertimbangan Hakim dalam memberikan putusan terhadap San Smith,
SH ini ialah bahwa berdasarkan pemeriksaan bukti-bukti di persidangan terdapat
perbedaan jumlah luas tanah yang dijual sebagaimana disebutkan dalam salinan akta No.
165 yang dibuat oleh Notaris San Smith, SH dimana akta No. 165 itu

merupakan kelanjutan dari akta No. 138 yang dibuat di hadapan Notaris Roosmidar,
SH dan data yang dimasukkan dalam akta No. 165 tidak sesuai dengan yang diperjanjikan
karena ada selisih luas tanah yang tidak ikut dibayar tetapi dimasukkan dalam akta, hal
ini berdasarkan bukti petunjuk dimana tanpa persetujuan Ir. Dulang Martapa, Tonny
Wijaya memasukkan dana ke rekening Ir. Dulang Martapa yang kemudian dikembalikan
kepada Tonny Wijaya dengan alasan sisa tanah tersebut tidak dijual.

Kemudian dengan menempatkan luas tanah yang melebihi dari yang disepakati
Notaris San Smith, SH sengaja hendak menggunakan akta tersebut untuk mengambil
paksa tanah hak milik PT. Ira Widya Utama yang sebenarnya tidak ikut dijual, hal ini
dapat dibuktikan dengan petunjuk dimana Notaris San Smith, SH sengaja membuat
klausula seperti disebutkan dalam Pasal 5 akta No.165 sebagaimana telah diuraikan di
atas bahwa “Segala keuntungan maupun kerugian mulai tanggal penyerahan “tanah-
tanah” tersebut adalah menjadi hak dan tanggungan atau beban dari pihak kedua
sendiri”, yang berarti bahwa jika ada kelebihan maupun kekurangan terhadap obyek
tersebut para pihak tidak boleh menuntut dan hal itu sengaja dibuat oleh Notaris San
Smith, SH untuk menutup kemungkinan pihak PT. Ira Widya Utama menuntut tanah
yang tidak ikut dijual padahal Notaris San Smith, SH mengetahui atau patut menduga
bahwa sejak awal telah diketahui bahwa tanah yang disertifikat berbeda luasnya dengan
tanah secara fisik di lapangan.

Selanjutnya berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan bahwa Notaris San


Smith, SH mengetahui ada kelebihan tanah antara yang dibayar dengan yang senyatanya
yaitu lebih kurang 276,34 M2 tetapi ia tidak secara tegas menyebutkan dalam aktanya
tentang sisa tanah yang belum dibayar, bahkan Notaris San Smith, SH berusaha membuat
jaring pengaman pada Pasal 5 akta No. 165 sebagaimana yang telah diuraikan pada
pertimbangan unsur ke-2 di atas yang dibuat Notaris atas permintaan saksi Tonny Wijaya.

Bahwa jika tidak ada kerja sama antara Notaris San Smith, SH dengan Tonny Wijaya
dalam pembuatan akta tersebut seharusnya Notaris San Smith, SH dengan tegas
menyebutkan dalam aktanya luas tanah yang diperjanjikan untuk jual beli, dan berapa
luas yang telah dibayar dan berapa sisa dari tanah yang belum dibayar atau yang tidak
dijual, tetapi Notaris San Smith, SH dengan bersama-sama dengan Tonny Wijaya sengaja
membuat akta No. 165 tersebut sehingga merupakan kekuatan bagi Tonny Wijaya untuk
memaksa Dulang Martapa atau PT. Ira Widya Utama untuk menyerahkan sisa tanah yang
sebenarnya tidak ikut dijual, hal tersebut terbukti dari fakta yang diperoleh dari
keterangan saksi-saksi dan keterangan Notaris San Smith, SH baik dalam menanggapi
keterangan saksi-saksi maupun ketika didengar keterangannya sebagai terdakwa bahwa ia
sengaja dan menyadari dalam memasukkan Pasal 5 dan Pasal 12 dalam akta No. 165
tersebut.

Terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri tersebut, telah diajukan upaya
hukum banding oleh Terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum dimana putusan dari
Pengadilan Tinggi Sumatera Utara yang terdaftar dengan No. 82/Pid/2010/PT.Mdn
adalah sebagai berikut :

Mengadili

1. Menerima permintaan banding dari Kuasa Hukum Terdakwa dan Jaksa Penuntut
Umum pada Kejaksaan Negeri Medan tersebut ;

2. Mengubah putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor :


3036/Pid.B/2009/PN.Mdn tanggal 04 Januari 2010 yang dimintakan banding tersebut,
sehingga amar selengkapnya berbunyi sebagai berikut :

3. Menyatakan Terdakwa SAN SMITH, SH telah terbukti secara sah dan


meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana : “Turut serta menyuruh menempatkan
keterangan palsu ke dalam suatu akta autentik” ;

4. Menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap Terdakwa dengan pidana penjara
selama 2 (dua) tahun ;
5. Menetapkan supaya Terdakwa tetap ditahan ;

6. Memerintahkan agar barang bukti berupa : Akta Perjanjian Jual Beli Nomor :
165 dengan lampiran tanda terima Sertifikat SHGB dan 2 (dua) lembar site plan
dikembalikan kepada yang berhak melalui Majelis Pengawas Daerah Notaris Kota Medan
;

7. Membebani Terdakwa untuk membayar biaya perkara pada kedua tingkat


peradilan yang untuk tingkat banding sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah) ;

Dan terhadap putusan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara ini, Terdakwa mengajukan
kasasi ke Mahkamah Agung RI yang terdaftar dengan nomor perkara No

: 1099 K/Pid/2010 dimana bunyi putusannya sebagai berikut :

Mengadili

1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi San Smith, SH tersebut;

2. Membebankan Pemohon Kasasi/Terdakwa tersebut untuk membayar biaya


perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah) ;

Dari posisi kasus di atas maka Notaris dalam hal pembuatan akta otentik dapat juga
dimintakan pertanggungjawabannya karena Notaris telah dianggap turut membantu dan
ikut serta dalam melakukan perbuatan pidana tersebut. Namun dalam pembatalan akta
notaris yang dikenakan pidana maka harus dimintakan pertanggungjawabannya juga
secara perdata dengan mengajukan gugatan perdata di pengadilan. Untuk kasus San
Smith, SH di atas sampai dengan dilakukannyapenelitian ini belum ada gugatan perdata
yang masuk ke pengadilan negeri sebagai upaya untuk membatalkan akta notaris tersebut.

Perbuatan pidana yang dilakukan oleh San Smith, SH tersebut di atas terjadi karena
kelalaian dari Notaris itu sendiri dimana Notaris kurang teliti mengenai dokumen yang
menjadi syarat formil yang diperlihatkan oleh penghadap yaitu gambar site plan tanah
berbeda dengan luas tanah yang diperjanjikan sebelumnya pada Notaris yang berbeda
yang sudah tertuang dalam akta pendahuluan untuk jual beli itu.

Notaris tidak bertugas untuk membuat site plan tanah. Dan yang berwenang untuk
melakukan pengukuran terhadap tanah adalah BPN. Walaupun site plan itu bukan
termasuk ke dalam bukti otentik namun site plan itu sudah termasuk dalam satu kesatuan
dari akta. Menurut keterangan saksi ahli Syafnil Gani, SH. M.Hum dalam putusan
tersebut bahwa yang terjadi pada kasus San Smith, SH di atas adalah pelanggaran
terhadap penandatanganan akta dan objek ukuran tanah. Apabila akta sudah
ditandatangani, renvoi sudah diparaf dan pembayaran sudah dilakukan oleh pembeli
maka tidak bisa direnvoi kembali oleh salah satu pihak. Suatu perjanjian jual beli
dikatakan sah pada waktu penandatanganan akta walaupun pembayaran pelunasan
ditunda.

Dari kasus tersebut di atas terlihat bahwa faktor dokumen dapat juga menyebabkan
timbulnya sengketa pada akta yang dibuat oleh Notaris. Faktor dokumen tidak selamanya
dilakukan oleh pihak-pihak yang ingin membuat perjanjian di hadapan Notaris tetapi
dapat juga dilakukan oleh Notaris. Apabila pihak-pihak mengajukan dan/atau
memberikan dokumen palsu bukanlah menjadi kewajiban Notaris untuk mengetahui
apakah dokumen yang dibawa penghadap asli atau tidak, hal ini disebabkan karena
Notaris tidak mempunyai hak uji materil.

Untuk itu Notaris dalam melakukan tugasnya sebagai pejabat yang membuat akta
otentik harus lebih berhati-hati lagi dalam menghadapi para penghadap yang datang ke
kantornya. Cara yang paling baik untuk menghindarkan terjadinya sengketa yang setiap
saat dapat saja bersumber dari akta yang dibuat oleh Notaris adalah dengan memastikan
bahwa orang yang datang menghadap adalah orang yang berkepentingan dengan isi akta.
Selain itu juga para penghadap yang datang harus membawa bukti formal / syarat-syarat
yang lengkap sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dan sebelum akta ditandatangani
oleh para pihak, Notaris harus membaca dan menjelaskan isi dan maksud dari akta
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai