Anda di halaman 1dari 36

BAB IV

LEGAL STANDING PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH SEBAGAI


PENGGUGAT DALAM PERKARA WANPRESTASI JUAL BELI
TANAH DI PENGADILAN TERHADAP PENGHADAPNYA
MENURUT YURISPRUDENSI MAHKAMAH AGUNG NOMOR
1420K/SIP/1978 (ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
NOMOR 888K/Pdt/2016)

A. Kasus Posisi

Dalam penelitian ini yang akan dianalisis oleh penulis adalah mengenai

Putusan Mahkamha Agung Nomor 888K/Pdt/2016 telah terjadinya suatu

wanprestasi antara pihak Eva Fatimah yang semula Tergugat I (Penjual)

menjadi Termohon Kasasi II dan Yo Swie Tjin yang semula Tergugat II

(Pembeli) menjadi Pemohon Kasasi, dimana Tergugat I/Termohon Kasasi II

telah melarikan diri atau tidak diketahui keberadaannya ketika sedang ada

transaksi jual beli Tanah dengan Tergugat II/Pemohon Kasasi. Transaksi jual

beli ini dilakukan dihadapan Rian Pratama SH,MKn sebagai Notaris/PPAT

yang semula Penggugat menajadi Termohon Kasasi I.

Perkara tersebut telah diputus dalam rapat musyawarah Majelis Hakim

pada hari Selasa, tanggal 19 Juli 2016, berikut akan dijelaskan mengenai

identitas para pihak yang berperkara, duduk perkara,pertimbangan-

pertimbangan hakim hingga putusan ini dijatuhkan.

1. Identitas Para Pihak

Memeriksa perkara perdata pada tingkat kasasi telah memutus sebagai

berikut dalam perkara:

60
61

YO SWIE TJIN, bertempat tinggal di Jalan Samiaji Nomor 45

Kelurahan Arjuna, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung; Pemohon

Kasasi dahulu Tergugat II/Pembanding;

Lawan

1. RIAN PRATAMA S.H., M.Kn, Notaris/PPAT, yang

beralamat di Jalan Sanggar Kencana XVI Nomor 12 RT

004/RW 002, Kelurahan Jatisari, Kecamatan Buahbatu, Kota

Bandung, dalam hal ini memberi kuasa kepada Sri Suharyono,

S.H., dan kawan, Para Advokat, berkantor di Jalan Gajah Mada

Nomor 27, Kota Bandung, berdasarkan Surat Kuasa Khusus

tanggal 4 Januari 2016;

2. EVA FATIMAH, bertempat tinggal di Jalan Purbasari RT

006/RW 001, Kelurahan Cisaranten Kulon, Kecamatan

Arcamanik, Kota Bandung;

Para Termohon Kasasi, dahulu Penggugat dan Tergugat I/Para

Terbanding;

2. Kedudukan Para Pihak

Penggugat/Termohon Kasasi I adalah Pejabat Pembuat Akta

Tanah yang membuatkan suatu Akta Jual Beli Nomor 250/2012 tanggal

19 juni 2012 dan akta jual beli Nomor 251/2012 tanggal 19 juni 2012

untuk para pihaknya yaitu Tergugat I/Termohon Kasasi II dan Tergugat

II/Pemohon Kasasi. Tergugat I/Termohon Kasasi II adalah selaku

Penjual Tanah yang terletak di Propinsi Jawa Barat, Kota Bandung,


62

Kecamatan Cisaranten Kulon, Jalan Kampung Cipagalo, setempat

dikenal dengan Evergreen Town House Kavling A.15 dan A.16 yaitu:

- Akta Jual Beli Nomor 250/2012, tanggal 19 Juni 2012 untuk

pengalihan hak milik atas tanah dan bangunan berdasarkan

Sertipikat Hak Milik Nomor 7415/Kelurahan Cisaranten Kulon

sebagaimana diuraikan dalam Surat Ukur tanggal 20-04-2011

Nomor 00098/2011 seluas 97 m² (sembilan puluh tujuh meter

persegi);

- Akta Jual Beli Nomor 251/2012 tanggal 19 Juni 2012 untuk

pengalihan hak milik atas tanah dan bangunan Sertipikat Hak

Milik Nomor 7416/Kelurahan Cisaranten Kulon sebagaimana

diuraikan dalam Surat Ukur tanggal 20-04-2011 Nomor 00098

9/2011, seluas 103 m²(seratus tiga meter persegi);

Dan Tergugat II/Pemohon Kasasi adalah pihak Pembeli Tanah

Tanah yang terletak di Propinsi Jawa Barat, Kota Bandung, Kecamatan

Cisaranten Kulon, Jalan Kampung Cipagalo, setempat dikenal dengan

Evergreen Town House Kavling A.15 dan A.16 tersebut.

3. Uraian Fakta- Fakta Hukum

Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata sekarang

Termohon Kasasi I dahulu sebagai Penggugat/Terbanding I telah

menggugat sekarang Pemohon Kasasi dan Termohon Kasasi II dahulu

sebagai Tergugat I dan II/Pembanding dan Terbanding II, di muka

persidangan Pengadilan Negeri Bandung pada pokoknya atas dalil-dalil:


63

1. Bahwa Penggugat adalah PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah)

dengan daerah kerja Kota Bandung dan berkantor di Jl. Karawitan

No. 93 Bandung;

2. Bahwa pada tanggal 19 Juni 2012, Penggugat mengeluarkan salinan

2 buah Akta Jual Beli Tergugat I dan Tergugat II untuk jual beli

tanah dan bangunan yang terletak di Propinsi Jawa Barat, Kota

Bandung Kecamatan Cisaranten Kulon, Jalan Kampung Cipagalo,

setempat dikenal dengan Evergreen Town House Kavling A.15 dan

A.16 yaitu:

- Akta Jual Beli Nomor 250/2012, tanggal 19 Juni 2012 untuk

pengalihan hak milik atas tanah dan bangunan berdasarkan

Sertipikat Hak Milik Nomor 7415/Kelurahan Cisaranten Kulon

sebagaimana diuraikan dalam Surat Ukur tanggal 20-04-2011

Nomor 00098/2011 seluas 97 m² (sembilan puluh tujuh meter

persegi);

- Akta Jual Beli Nomor 251/2012 tanggal 19 Juni 2012 untuk

pengalihan hak milik atas tanah dan bangunan Sertipikat Hak

Milik Nomor 7416/Kelurahan Cisaranten Kulon sebagaimana

diuraikan dalam Surat Ukur tanggal 20-04-2011 Nomor 00098

9/2011, seluas 103 m²(seratus tiga meter persegi);

3. Bahwa sebelum Penggugat mengeluarkan Akta Jual Beli Para Pihak

menandatangani Akta-Akta Jual Beli sebagaimana dimaksud dalam

point 2 di atas, awal bulan Mei 2012 Tergugat I meminta staff


64

Penggugat (Ibu Gilang) untuk datang ke kantornya dan membuat

Akta Jual Beli atas nama Tergugat II, dan pada saat itu Ibu Gilang

bertemu dengan Tergugat II di Kantor Developer. Dua hari

kemudian staff Tergugat I yang bernama Sisi memberikan dua

Sertipikat Asli yaitu Sertipikat Hak Milik Nomor 7281/ Kelurahan

Cisaranten Kulon, luas 108 m2 (seratus delapan meter persegi) dan

Sertipikat Hak Milik Nomor 7282, luas 108 m2 (seratus delapan

meter persegi) keduanya atas nama Tergugat I, yang kemudian di

cek Kantor Pertanahan Kota Bandung, dan setelah di cek Sertipikat

asli tersebut dalam keadaan clear tidak ada Pembebanan Hak

Tanggungan, sitaan atau blokir dari pihak lain dan Penggugat

membuatkan Akta Jual Beli atas Sertipikat Hak Milik tersebut;

4. Bahwa sebelum membuat Akta Jual Beli yang diinginkan oleh

Tergugat I, Penggugat sudah meminta kepada Tergugat I untuk

memenuhi persyaratan pembuatan Akta Jual Beli sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yaitu: identitas para pihak berupa

Kartu Tanda Penduduk (KTP) penjual suami isteri, KTP pembeli,

Surat Nikah penjual dan Kartu Keluarga. Selain itu Penggugat juga

meminta data objek jual beli berupa asli Sertipikat bukti kepemilikan

hak atas tanah, Ijin Mendirikan Bangunan dan Pajak Bumi dan

Bangunan 10 tahun terakhir. Sertipikat-sertipikat asli tersebut akan

dicek ke Kantor Pertanahan Kota Bandung lebih dahulu sebelum

dibuatkan Akta Jual Beli. Selain itu Penggugat juga meminta kepada
65

Para Tergugat untuk melunasi kewajiban pajak masing-masing

berupa Pajak Penjual (PPH) dan Pajak Pembeli (BPHTB);

5. Bahwa Pada tanggal 8 Mei 2012, Tergugat I menelepon staff

Penggugat (Ibu Gilang) dan mengatakan bahwa Sertipikat yang

dibawa oleh stafnya yang bernama Sisi adalah salah karena

sebetulnya kavling yang dibeli Tergugat II tersebut adalah kaveling

A-15 dan A-16 terdiri dari Sertifikat SHM Nomor 7415 dan SHM

7416 keduanya terletak di Kelurahan Cisaranten Kulon, atas nama

Tergugat I, dan Tergugat I menyuruh staffnya untuk menukar SHM

tersebut dan memberikan fotocopy Sertipikatnya dan mengatakan

bahwa Sertipikat asli akan segera disusulkan kepada Penggugat,

dengan alasan pada saat itu Tergugat I baru saja pindah kantor

sehingga berkas-berkasnya belum tersusun dan banyak yang terselip

dan saat itu bisa juga Sertipikatnya sedang dalam proses pembetulan

di BPN;

6. Bahwa pada tanggal 10 Mei 2012 Tergugat I datang bersama dengan

Tergugat II untuk menandatangani Akta Jual Beli di Kantor

Penggugat, dan pada saat pembacaan Akta Jual Beli Penggugat

mengatakan kepada para pihak bahwa sertipikat yang asli belum

berada di Penggugat dan hanya ada photocopynya saja, dan dari

proses penandatangan Akta Jual Beli tersebut Tergugat I belum

menyerahkan Sertipikat asli SHM 7415 dan SHM 7416 Cisaranten

Kulon pada Penggugat. Selain itu, Tergugat I belum membayar


66

Pajak Penjual (PPH), Tergugat II juga belum membayar PAJAK

PEMBELI (BPHTB) sehingga Penggugat belum bisa memberi

nomor dan tanggal pada Akta Jual Beli tersebut. Penggugat akan

memberikan nomor dan tanggal atas 2 draf Akta Jual Beli yang

sudah ditandatangani setelah Sertipikat asli SHM 7415 dan SHM

7416 diserahkan ke Penggugat, selain itu pajak-pajak juga harus

sudah dibayar;

7. Bahwa pada tanggal 19 Juni 2012 Tergugat I menelpon Penggugat

untuk memberikan dulu salinan Akta Jual Beli atas nama Tergugat II

dengan alasan suami Tergugat II sudah marah-marah dan kebetulan

pada saat itu juga suami Tergugat II datang ke kantor untuk meminta

salinan Akta Jual Beli dan memaksa, kemudian Penggugat

menyarankan kepada suami Tergugat II untuk mengambil salinan

Akta Jual Beli di Kantor developer saja;

8. Bahwa setelah suami Tergugat II pulang dari kantor Penggugat,

staffnya Tergugat I bernama Ibu Tati datang ke Kantor Pengugat

untuk meminta salinan Akta Jual Beli dan mengatakan bahwa

Tergugat I segera akan menyerahkan Sertipikat aslinya kepada

Penggugat, dan dengan bujuk rayu Tergugat I akhirnya Penggugat

memberikan salinan Akta Jual Beli dengan dengan Nomor 250/2012

dan 251/2012 tertanggal 19 Juni 2012 untuk pegangan sementara

Tergugat II dan pada saat Akta Jual Beli dikeluarkan, kedua

Sertipikat asli yaitu SHM Nomor 7415 dan SHM Nomor 7416 belum
67

diserahkan ke Penggugat, serta Pajak Penjual dan Pembeli belum

dibayar sampai saat ini;

9. Bahwa Tergugat II dan suaminya sempat datang beberapa kali

kepada Penggugat untuk menanyakan proses balik namanya dan

Penggugat mengatakan bahwa Sertipikat belum diberikan oleh pihak

developer kepada Penggugat, kemudian Penggugatpun menyelidiki

keberadaan Sertipikat tersebut ke BPN dan ternyata setelah dilacak

Sertipikat tersebut sedang dalam jaminan bank yaitu SHM Nomor

7415/Cisaranten Kulon ada di Bank Nagari atas nama Ny. Andriyati

sedangkan SHM Nomor 7416/Cisaranten Kulon ada di Bank

Mandiri atas nama Tuan Andri. Setelah mengetahui Sertipikat dalam

jaminan Penggugat memberitahukan Tergugat II dan bermaksud

untuk menarik Akta Jual Beli karena Sertipikat ada dalam jaminan

maka Akta Jual Beli harus dibatalkan;

10. Bahwa kemudian Penggugat terus mendatangi Kantor Developer

Evergreen Town House meminta pertanggungjawaban Tergugat I

untuk segera memberikan Sertipikat-Sertipikat asli tersebut, tetapi

Tergugat I mengatakan akan segera memberikan Sertipikat-

Sertipikatnya dan mengambilnya di Bank;

11. Bahwa saat ini Tergugat I tidak diketahui keberadaannya, sehingga

penyelesaian secara musyawarah tidak dapat diselesaikan, yaitu

menghadirkan SHM asli Nomor 7415 dan SHM Nomor

7416/keduanya berada di Kelurahan Cisaranten Kulon. Selain itu


68

Pajak Penjual dan Pajak Pembeli belum dibayar. Biaya pembuatan

Akta Jual Beli juga belum dibayar oleh para pihak;

12. Bahwa selama mencari penyelesaian, Tergugat II telah melaporkan

adanya dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan kepada

Kepolisian, yang diproses di Kepolisian Resort Kota Besar Bandung,

yang saat ini Tergugat I dinyatakan sebagai DPO, berdasarkan

Laporan Polisi Nomor: LP/1119/V/2013/JBR/Polrestabes Bdg.,

tanggal 6 Mei 2013;

13. Pada awal bulan Juni 2013 Penggugat pernah menghubungi Bank

Pemegang Hak Tanggungan untuk mencoba menyelesaikan

Sertipikat tersebut karena Penggugat bermaksud menolong atau

mencari jalan keluar untuk menyelesaikan masalah tersebut tetapi

tidak mendapatkan penyelesaian yang baik;

14. Bahwa pada tanggal 2 Juli 2014 Penggugat meminta kepada

Tergugat II dan suami untuk datang ke Kantor Penggugat dan

membuat kesepakatan agar Tergugat II dapat membatalkan Akta Jual

Beli dahulu sementara kita bernegosiasi dengan Bank pemegang hak

tanggungan;

15. Bahwa berdasarkan syarat-syarat sahnya perjanjian menurut Pasal

1320 KUHPerdata dijelaskan bahwa ada 4 persyaratan yang harus

dipenuhi untuk membuat suatu perjanjian diantaranya (1) Adanya

kesepakatan kedua belah pihak; (2) Kecakapan untuk melakukan


69

perbuatan hukum; (3) Adanya Objek dan (4) Adanya kausa yang

halal;

16. Bahwa perjanjian yang dilakukan oleh Tergugat I dan Tergugat II

melalui Penggugat adalah tidak sah karena menurut Pasal 1335

KUHPerdata, suatu perjanjian yang tidak memakai suatu sebab yang

halal, atau dibuat dengan suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak

mempunyai kekuatan hukum;

17. Bahwa dalam pembuatan Akta Jual Beli Nomor 250/2012 tanggal 19

Juni 2012 dan 251/2012 tanggal 19 Juni 2012 yang dibuat di

hadapan Penggugat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah tidak

dilandasi itikat baik, yaitu adanya dugaan penipuan dan penggelapan

dari Tergugat I kepada Tergugat II dan Penggugat. Selain itu para

pihak belum memenuhi syarat adminstratif berupa pembayaran pajak

para pihak, menghadirkan asli Sertipikat dan pengecekan Sertipikat

ke Kantor Pertanahan Kota Bandung;

18. Bahwa tidak terpenuhinya syarat-syarat subjektif dan objektif di atas

dapat menyebabkan perjanjian menjadi tidak sah, perjanjian yang

tidak sah karena tidak terpenuhinya salah satu syarat subjektif akan

mengakibatkan perjanjian itu dapat dibatalkan (canceling) oleh salah

satu pihak atau pihak lain yang berkepentingan, sebaliknya apabila

tidak sahnya perjanjian itu disebabkan karena tidak terpenuhinya

syarat objektif maka perjanjian tersebut batal demi hukum (nul and

void);
70

19. Dengan melihat, mempelajari syarat-syarat dan kondisi-kondisi

dalam penerbitan atau pembuatan Akta Jual Beli Nomor 250/2012

tanggal 19 Juni 2012 dan 251/2012 tanggal 19 Juni 2012 yang dibuat

di hadapan Penggugat, telah melanggar sahnya suatu perjanjian

berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata, maka Akta-Akta tersebut

harus dibatalkan;

Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas Penggugat

mohon kepada Pengadilan Negeri Bandung agar memberikan putusan

sebagai berikut:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

2. Akta Jual Beli Nomor 250/2012 tanggal 16 Juni 2012 dan Akta Jual

Beli 251/2012 tanggal 16 Juni 2012 yang dibuat di hadapan

Penggugat adalah cacat hukum;

3. Membatalkan Akta Jual Beli Nomor 250/2012 tanggal 16 Juni 2012

dan Akta Jual Beli 251/2012 tanggal 16 Juni 2012 yang dibuat di

hadapan Penggugat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah;

4. Menetapkan biaya perkara menurut hukum;

Subsidair

- Apabila Bapak Ketua/Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kls IA

Bandung berpendapat lain, maka kami mohon putusan yang seadil-

adilnya;

Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut Tergugat II

mengajukan eksepsi yang pada pokoknya sebagai berikut:


71

Gugatan Penggugat Kurang Pihak

- Bahwa, dalam surat gugatannya, angka 3, halaman 2, Penggugat

mengatakan sebagai berikut: “...Dua hari kemudian staff Tergugat I

yang bernama Sisi memberikan dua Sertipikat Asli yaitu Sertipikat

Hak Milik Nomor 7281/KeIurahan Cisaranten Kulon, luas 108 m2

(seratus delapan meter persegi) dan Sertipikat Hak Milik Nomor

7282, luas 108 m2 (seratus delapan meter persegi) keduanya atas

nama Tergugat I, yang kemudian di cek Kantor Pertanahan Kota

Bandung, dan setelah di cek, Sertipikat asli tersebut dalam keadaan

clear tidak ada pembebanan Hak Tanggungan, sitaan atau blokir

dari pihak lain dan Penggugat membuatkan Akta Jual Beli atas

Sertipikat Hak Milik tersebut";

- Bahwa, dalam surat gugatannya, angka 9, halaman 3, Penggugat

mengatakan sebagai berikut: "... kemudian Penggugatpun

menyelidiki keberadaan Sertipikat tersebut ke BPN dan ternyata

setelah dilacak Sertipikat tersebut sedang dalam jaminan bank yaitu

SHM Nomor 7415/Cisaranten Kulon ada di Bank Nagari atas nama

Ny. Andriyati sedangkan SHM Nomor 7416/Cisaranten Kulon ada

di Bank Mandiri atas nama Tn. Andri. "

- Bahwa, atas surat gugatannya, angka 3, halaman 2 dan angka 9,

halaman 3, sebagaimana telah dikutip di atas, adalah bertentangan

dengan adagium hukum: "lebih baik kelebihan pihak dari pada

kurang pihak";
72

- Dengan tidak menjadikan BPN Kota Bandung, Bank Nagari, Ny.

Andriyati, Bank Mandiri dan Tn. Andri sebagai para pihak dalam

perkara a quo. Dengan demikian, gugatan Penggugat dalam perkara

a quo adalah kurang pihak;

Bahwa terhadap gugatan tersebut Pengadilan Negeri Bandung

telah memberikan Putusan Nomor 381/Pdt.G/2014/PN Bdg., tanggal 6

April 2015, dengan amar sebagai berikut:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

2. Menyatakan Akta Jual Beli Nomor 250/2012 tanggal 16 Juni 2012

dan Akta Jual Beli 251/2012 tanggal 16 Juni 2012 yang dibuat di

hadapan Penggugat adalah cacat hukum;

3. Membatalkan Akta Jual Beli Nomor 250/2012 tanggal 16 Juni

2012 dan Akta Jual Beli 251/2012 tanggal 16 Juni 2012 yang

dibuat di hadapan Penggugat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah;

4. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar biaya

yang timbul dalam perkara ini, yang sampai sekarang berjumlah

Rp2.901.000,00 (dua juta sembilan ratus satu ribu rupiah);

Menimbang, bahwa dalam tingkat banding atas permohonan

Tergugat II putusan Pengadilan Negeri tersebut telah dibatalkan oleh

Pengadilan Tinggi Bandung, dengan Putusan Nomor 451/PDT/2015/PT

BDG., tanggal 23 November 2015, dengan amar sebagai berikut:

- Menerima permohonan banding dari Pembanding semulaTergugat

II;
73

- Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Bandung tanggal 6 April

2015, Nomor 381/Pdt.G/2014/PN Bdg., yang dimohon banding

tersebut;

Mengadili Sendiri:

Dalam Eksepsi:

- Menolak Eksepsi Pembanding/Tergugat II;

Dalam Pokok Perkara:

- Mengabulkan gugatan Penggugat/Terbanding I untuk sebagian;

- Menyatakan Akta Jual Beli Nomor 250/2012 tanggal 16 Juni 2012

dan Akta Jual Beli Nomor 251/2012 tanggal 16 Juni 2012 yang

dibuat di hadapan Penggugat adalah cacat hukum;

- Menghukum Pembanding/Tergugat II untuk membayar biaya

perkara yang timbul dalam kedua tingkat peradilan, yang dalam

tingkat banding ditetapkan sebesar Rp150.000,00 (seratus lima puluh

ribu rupiah);

- Menolak gugatan Penggugat/Terbanding I untuk selebihnya;

Menimbang, bahwa dalam tingkat banding atas permohonan

Tergugat II putusan Pengadilan Negeri tersebut telah dibatalkan oleh

Pengadilan Tinggi Bandung, dengan Putusan Nomor 451/PDT/2015/PT

BDG., tanggal 23 November 2015, dengan amar sebagai berikut:

- Menerima permohonan banding dari Pembanding semulaTergugat

II;
74

- Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Bandung tanggal 6 April

2015, Nomor 381/Pdt.G/2014/PN Bdg., yang dimohon banding

tersebut;

Mengadili Sendiri:

Dalam Eksepsi:

- Menolak Eksepsi Pembanding/Tergugat II;

Dalam Pokok Perkara:

- Mengabulkan gugatan Penggugat/Terbanding I untuk sebagian;

- Menyatakan Akta Jual Beli Nomor 250/2012 tanggal 16 Juni 2012

dan Akta Jual Beli Nomor 251/2012 tanggal 16 Juni 2012 yang

dibuat di hadapan Penggugat adalah cacat hukum;

- Menghukum Pembanding/Tergugat II untuk membayar biaya

perkara yang timbul dalam kedua tingkat peradilan, yang dalam

tingkat banding ditetapkan sebesar Rp150.000,00 (seratus lima puluh

ribu rupiah);

- Menolak gugatan Penggugat/Terbanding I untuk selebihnya;

Menimbang, bahwa sesudah putusan terakhir ini diberitahukan

kepada Tergugat II/Pembanding pada tanggal 4 Desember 2015,

kemudian terhadapnya oleh Tergugat II/Pembanding, diajukan

permohonan kasasi secara lisan pada tanggal 10 Desember 2015,

sebagaimana ternyata dari Akta Pernyataan Permohonan Kasasi Nomor

90/Pdt/KS/2015/PN Bdg., yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri

Bandung, permohonan tersebut diikuti dengan memori kasasi yang


75

memuat alasan-alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri

tersebut pada tanggal 23 Desember 2015;

Bahwa memori kasasi dari Pemohon Kasasi/Tergugat

II/Pembanding tersebut telah diberitahukan kepada:

1. Penggugat pada tanggal 30 Desember 2015;

2. Tergugat I pada tanggal 30 Desember 2015;

Bahwa kemudian Termohon Kasasi/Penggugat/Terbanding I,

mengajukan tanggapan memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan

Pengadilan Negeri Bandung pada tanggal 8 Januari 2015;

Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-

alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama,

diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam

undang-undang, oleh karena itu permohonan kasasi tersebut secara

formal dapat diterima;

B. Legal Standing Pejabat Pembuat Akta Tanah Sebagai Penggugat Dalam

Perkara Wanprestasi Jual Beli Tanah Di Pengadilan Terhadap

Penghadapnya Menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor

1420K/SIP/1978

Pihak –pihak dalam suatu gugatan terdapat dua pihak yaitu penggugat

dan tergugat. Setiap orang mempunyai hak untuk membela suatu haknya

dengan mengajukan suatu gugatan ke Pengadilan Negeri yang berwenang,

namum seseorang yang tidak mempunyai kepentingan tuntutan yang diajukan

haruslah dinyatakan tidak dapat diterima oleh pengadilan yang berwenang.


76

Dalam Pasal 1340 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

menyatakan bahwa suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak yang

membuatnya. Dengan kata lain jika terjadi suatu perselisihan antara pihak

yang membuat suatu perjanjian yaitu pihak penjual dan pembeli, maka

yang berhak mengajukan suatu gugatan adalah pihak yang terikat dalam

suatu perjanjian tersebut yaitu pihak penjual atau pihak pembeli.

Seperti yang terlihat dalam kasus yang penulis bahas bahwa dalam

Putusan Pengadilan Nomor 888K/Pdt/2016, yang mengajukan suatu

gugatan adalah pihak yang tidak terlibat dalam suatu perjanjian jual beli

tanah yang mengakibantkan wanprestasi. Pihak Penggugat merupakan

Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berwenang untuk membantu

proses jual beli yang dilakukan Tergugat I dan Tergugat II. Telah

terjadinya suatu Wanprestasi dalam perjanjian jual beli tanah yang

dilakukan oleh Tergugat I dan Tergugat II yaitu kaburnya tergugat I selaku

penjual setelah menerima uang dari Tergugat II selaku pembeli, dan

Sertipikat sudah beralih atas nama pihak lain serta dalam status jaminan

bank. Namun yang menjadi penggugat dalam kasus ini adalah pihak yang

tidak terlibat nya suatu perjanjian yaitu Notaris/Pejabat Pembuat Akta

Tanah yang membantu proses jual beli yang dilakukan Tergugat I dan

Tergugat II dengan membuatkan suatu Akta Jual Beli yaitu Akta Jual Beli

Nomor 250/2012 tanggal 19 juni 2012 dan Akta Jual Beli Nomor

251/2012 tanggal 19 juni 2012. Penggugat dalam kasus ini meminta

pembatalan Akta Jual Beli yang penggugat keluarkan sendiri. Pada


77

putusan Pengadilan Negeri Nomor 381/Pdt.G/2014/PN.Bdg hakim

membatalkan Akta Jual Beli tersebut, padahal sudah jelas dalam

Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 1420K/SIP/1978 yang

menyatakan bahwa:

Pengadilan tinggi tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan:


“Bahwa pengadilan tidak dapat membatalkan suatu akta notaris yang
bersangkutan tidak mempunyai kekuatan hukum.”

Maka, Legal Standing untuk melakuan gugatan ada pada pihak

Tergugat II (Pemohon Kasasi) sebagai pihak yang dirugikan atas perbuatan

yang dilakukan oleh Pengguagat (Termohon Kasasi I) dan Tergugat I

(Termohon Kasasi II). Maka jika alasan Penggugat yang menyatakan

menerbitkan Akta yang telah diberi nomor tersebut hanyalah untuk pegangan

sementara menunjukan bahwa Legal Standing penggugat sebagai pihak yang

dirugikan adalah tidak benar. Justru Tergugat II lah sebagai pihak yang

dirugikan oleh perbuatan Penggugat (Termohon Kasasi I) tersebut sehingga

Legal Standing untuk mengajukan gugatan hanya ada pada diri Tergugat II

(Pemohon Kasasi).

C. Ratio Decidendi Hakim Dalam Memutus Perkara Nomor 888K/PDT/2016

Menimbang, bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon

Kasasi/Tergugat II/Pembanding, dalam memori kasasinya tersebut pada

pokoknya sebagai berikut:

Judex Facti Telah Salah Dalam Menerapkan Hukum;


78

1. Legal Standing Penggugat/Termohon Kasasi I;

Bahwa dari posita maupun petitum pada surat gugatan Penggugat

(sekarang Termohon Kasasi l), jelas disebutkan bahwa yang menjadi

objek dari gugatan a quo adalah Akta Jual Beli Nomor 250/2012 dan

Akta Jual Beli Nomor 251/2012 yang dibuat oleh Termohon Kasasi I

dengan alasan bahwa Akta-Akta Jual Beli tersebut cacat hukum karena

dilandasi pada ketentuan Pasal 1320 juncto 1321 KUHPerdata tentang

syarat sahnya perjanjian yaitu adanya unsur penipuan yang dilakukan

oleh Termohon Kasasi II;

Bahwa Akta-Akta Jual Beli tersebut adalah kesepakatan antara para

pihak yaitu antara Termohon Kasasi II selaku penjual dengan Pemohon

Kasasi selaku Pembeli. Hubungan hukum keduanya adalah perjanjian

keperdataan dimana dirumuskan adanya hak dan kewajiban bagi para

pihak. Apabila terjadi sengketa baik mengenai penafsiran perjanjian

maupun pelaksanaannya, maka para pihak harus menyelesaikannya ke

lembaga peradilan perdata dimana salah satu pihak bertindak sebagai

Penggugat dan pihak lain sebagai Tergugat. Pihak Notaris atau PPAT

adalah sebagai pejabat yang ditunjuk Negara untuk membuat dan

mengeluarkan Akta yang menerangkan peristiwa hukum adanya

perjanjian jual beli tersebut. PPAT mempunyai kewajiban untuk

merumuskan klausul dan melakukan uji materiil tentang kebenaran

Sertipikat yang menjadi objek jual beli tersebut diantaranya melakukan

pengecekan pada buku tanah di Kantor Pertanahan; Adanya kesalahan


79

PPAT yang tidak melakukan kewajibannya dapat merugikan pihak-pihak

sehingga para pihak berhak untuk menuntut keabsahan akta yang dibuat

oleh PPAT;

Gugatan Termohon Kasasi I yang mendalilkan adanya unsur penipuan

yang dilakukan oleh Termohon Kasasi II kepada Termohon Kasasi I,

sehingga Termohon Kasasi I meminta pembatalan Akta yang dibuatnya

sendiri, haruslah diabaikan karena yang berhak melakukan gugatan

adalah para pihak dalam perjanjian tersebut. Adanya dalil Termohon

Kasasi I yaitu:

- Sertipikat asli a quo belum diserahkan kepada Termohon Kasasi I;

- Termohon Kasasi II belum membayar pajak penjual (Pph);

- Serta Pemohon Kasasi belum membayar Pajak Pembeli (BPHTB);

Adalah dalil yang mengada-ada serta bukan alasan hukum dibatalkan

produk Akta Jual Beli tersebut, Dalil bahwa Sertifikat asli belum

diserahkan adalah merupakan dalil yang menunjukkan adanya kesalahan

atau kelalaian yang dilakukan Termohon Kasasi I sendiri. Termohon

Kasasi I bahkan telah membuat keterangan yang tidak benar dalam akta

tersebut yaitu pada halaman 4 yang menyatakan telah dilakukan

pengecekan ke Kantor Pertanahan dengan hasil pengecekan yaitu

Sertipikat-Setipikat a quo atas nama Eva Fatimah serta pada halaman 5

dikatakan objek jual beli tersebut tidak dalam jaminan hutang (padahal

sertipikat ternyata sudah atas nama orang Iain dan dalam status jaminan

di bank). Demikian pula adanya dalil yang menyatakan bahwa Pemohon


80

Kasasi belum membayar pajak BPHTB adalah dalil yang sangat keliru

karena sebagaimana dituangkan sendiri oleh Termohon Kasasi I dalam

Aktanya pada halaman 6 Pasal 9, bahwa segala biaya peralihan hak

adalah merupakan tanggung jawab Termohon Kasasi II. Dengan

demikian seharusnya Judex Facti melihat bahwa Termohon Kasasi I

diduga turut serta bekerjasama dengan Termohon Kasasi II dalam

melakukan penipuan kepada Pemohon. Dengan konstruksi hukum seperti

ini, maka Judex Facti seharusnya mempertimbangkan siapa yang

dirugikan dan mempunyai hak untuk melakukan gugatan. Legal Standing

untuk melakukan gugatan ada pada pihak Pemohon Kasasi sebagai pihak

yang dirugikan atas perbuatan Termohon Kasasi I dan Termohon Kasasi

II. Tindakan Termohon Kasasi I yang mencoba membatalkan Akta yang

dibuatnya sendiri adalah merupakan upaya untuk menghentikan tuntutan

pidana dari Pemohon Kasasi kepada Termohon Kasasi I, terbukti dengan

adanya gugatan ini yang diajukan pada tanggal 19 Agustus 2014 setelah

Termohon Kasasi I dipanggil penyidik atas Laporan dugaan penipuan

yang dilakukan Termohon Kasasi lI;

Demikian pula apabila kita melihat pada alasan Termohon Kasasi I yang

menyatakan menerbitkan akta yang telah diberi nomor tersebut hanyalah

untuk untuk pegangan sementara menunjukkan bahwa Legal Standing

Termohon Kasasi I sebagai pihak yang dirugikan adalah tidak benar.

Justru Pemohon Kasasi lah sebagai pihak yang dirugikan oleh perbuatan
81

Termohon Kasasi I tersebut sehingga legal stading untuk mengajukan

gugatan hanya ada pada diri Pemohon Kasasi;

2. Penggugat/Termohon Kasasi I adalah Penggugat Yang Beritikad Tidak

Baik;

Sebagaimana diuraikan di atas, terlihat bahwa Penggugat/Termohon

Kasasi I adalah Penggugat yang beritikad tidak baik yaitu berupaya

menggugurkan Akta yang dibuat atas kesalahan atau kelalaiannya sendiri

dengan tujuan untuk menghindarkan upaya pidana dari Pemohon Kasasi.

Penggugat/ Termohon Kasasi I berupaya menggugurkan Akta tersebut

sehingga dasar untuk dijadikan laporan pada pihak berwajib menjadi

gugur karena Aktanya telah dibatalkan;

Judex Facti telah salah dalam menerapkan ketentuan Pasal 1320 juncto

1321 KUHPerdata dimana adanya unsur penipuan bukanlah dilakukan

oleh Termohon Kasasi II kepada Termohon Kasasi I melainkan adanya

unsur penipuan yang dilakukan oleh Termohon Kasasi II dan diduga

dibantu oleh Termohon Kasasi I kepada Pemohon Kasasi. Adanya dalil

yang menyatakan bahwa Termohon Kasasi I telah ditipu oleh Termohon

Kasasi II adalah sangat tidak berdasar dan mengada-ada, karena alasan

penipuan dengan tidak diserahkannya Sertipikat dan belum dilakukannya

pembayaran pajak baik pajak penjual maupun pajak pembeli, adalah

alasan yang tidak masuk akal karena sebagaimana diuraikan dalam

Aktanya dinyatakan bahwa Sertipikat tersebut telah dilakukan

pengecekan pada Kantor Pertanahan Kota Bandung dengan hasil


82

Sertipikat masih atas nama Eva Fatimah dan bebas dari jaminan pihak

lain, padahal diketahui bahwa Sertipikat sudah beralih atas nama pihak

lain serta dalam status jaminan bank. Berdasarkan Peraturan Pemerintah

Nomor 24 Tahun 2007 tentang Pendaftaran Tanah jelas diatur tentang

kewajiban Pejabat Pembuat Akta Tanah untuk melakukan pengecekan

Sertipikat di Kantor Pertanahan sebelum Akta diberi nomor dan diberi

tanggal.

Dengan adanya gugatan pembatalan akta padahal kesalahan justru

dilakukan oleh Penggugat/Termohon Kasasi I menunjukkan bahwa

Termohon Kasasi I adalah Penggugat yang beritikad tidak baik. Sebagai

dasar petunjuk ataupun bukti adanya itikad tidak baik tersebut adalah

adanya dalil Termohon Kasasi I yang menyatakan bahwa Akta Jual Beli

tersebut hanyalah sebagai pegangan sementara padahal tidak ada produk

hukum Akta yang dianggap “sementara” karena Akta yang telah dibuat

mempunyai akibat hokum;

3. Penerapan Pasal 1320 KUHPerdata juncto Pasal 1321 KUHPerdata

juncto Pasal 1335 KUHPerdata;

Bahwa baik Pasal 1320, 1321 maupun Pasal 1335 KUHPerdata sejatinya

adalah untuk melindungi pihak yang beritikad baik dan melindungi

hakhaknya atas segala kerugian yang diderita. Dalam putusan a quo

terlihat bahwa Judex Facti telah salah dalam menerapkan pasal-pasal

tersebut karena menganggap Termohon Kasasi I adalah pihak yang

dirugikan atas perbuatan penipuan yang dilakukan Termohon Kasasi II,


83

padahal apabila mengkaji anasir pasal-pasal tersebut jelas dikatakan

bahwa yang dimaksud unsur ke-1 tentang syarat sahnya perjanjian yaitu

adaya kesepakatan kedua belah pihak juncto Pasal 1321 KUHPerdata

yang mensyaratkan kesepakatan tersebut tidak dilahirkan dan unsur

penipuan, maka yang harus dikaji adalah kata: “Kesepakatan Para

Pihak”. Timbul pertanyaan, siapakah para pihak yang membuat

kesepakatan jual beli tersebut ? Jawabannya sederhana; Termohon Kasasi

II selaku penjual dan Pemohon Kasasi selaku Pembeli. Dimanakah posisi

Termohon I ? jawabannya pun sangat sederhana dan tidak perlu professor

hukum untuk menjawabnya, yaitu adanya kesepakatan dari pembeli dan

penjual untuk membayar fee atas jasanya. Adalah sangat lucu apabila fee

nya sudah dibayar (terbukti tidak dimasukkannya alasan belum dibayar

fee sebagai dasar pembatalan Akta a quo), tapi kemudian meminta

pembatalan Akta yang dibuatnya dengan alasan kesalahan Termohon

Kasasi I yang tidak mengecek Sertipikat, belum menerima pembayaran

pajak-pajak yang ditanggung oleh pihak penjual;

Hak dan kewajiban yang timbul antara Termohon Kasasi I dan Termohon

Kasasi II adalah: Termohon Kasasi l mempunyai hak untuk menerima

pembayaran fee dan mempunyai kewajiban untuk membuat akta yang

benar. Dengan demikian apabila Termohon Kasasi I akan mengajukan

gugatan pembatalan akta maka yang dapat menjadi dalil permohonan

pembatalan adalah adanya fee yang belum dibayar dan bukan menggugat
84

adanya unsur penipuan dalam kesepakatan antara para pihak yang

membuatnya;

Bahwa perlu saya sampaikan kepada Yang Mulia Majelis Hakim Agung

yang mengadili perkara ini, apabila akta juai beli a quo dibatalkan atau

dinyatakan cacat hukum, maka kerugian yang diderita Pemohon Kasasi

sangat besar karena tidak ada pegangan suatu akta yang menyatakan

telah terjadinya peristiwa hukum adanya jual beli antara Termohon

Kasasi II dengan Pemohon Kasasi. Dan saat ini Pemohon Kasasi akan

melaporkan Termohon Kasasi I secara tersendiri yaitu adanya dugaan

tindak pidana Penipuan dan membuat isi Akta yang tidak benar yaitu

dengan menyatakan telah melakukan pengecekan di Kantor pertanahan

dan menyatakan bahwa objek jual beli tidak dalam status jaminan pihak

lain;

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah

Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi

tersebut dapat dibenarkan, oleh karena Judex Facti (Pengadilan Tinggi

Bandung yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Bandung) telah salah

menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:

- Bahwa kecuali diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan

pihak yang berhak mengajukan gugatan pembatalan terhadap perjanjian

perdata adalah pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut, hal mana

tidak terbukti adanya dalam perjanjian jual beli a quo;


85

- Bahwa sesuai dengan fakta persidangan, gugatan dalam perkara a quo

diajukan oleh Notaris/PPAT pihak yang tidak memiliki kepentingan

ekonomi dan bukan pihak dalam perjanjian jual beli dalam perkara a quo,

sehingga Penggugat tidak memiliki kualitas (legal standing) untuk

mengajukan gugatan a quo, karena itu gugatan harus dinyatakan tidak

dapat diterima;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, dengan tidak

perlu mempertimbangkan alasan kasasi lainnya, Mahkamah Agung

berpendapat bahwa terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan

kasasi dari Pemohon Kasasi YO SWIE TJIN dan membatalkan Putusan

Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 451/PDT/2015/PT BDG., tanggal 23

November 2015, yang membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Bandung,

Nomor 381/Pdt.G/2014/PN Bdg., tanggal 6 April 2015, serta Mahkamah

Agung mengadili sendiri perkara ini dengan amar putusan sebagaimana yang

akan disebutkan di bawah ini;

Menimbang, bahwa oleh karena Termohon Kasasi/Penggugat berada

di pihak yang kalah, maka dihukum untuk membayar biaya perkara dalam

semua tingkat peradilan;

Memperhatikan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang

Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan perundangan lain yang bersangkutan;


86

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, dengan tidak

perlu mempertimbangkan alasan kasasi lainnya, Mahkamah Agung

berpendapat bahwa terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan

kasasi dari Pemohon Kasasi YO SWIE TJIN dan membatalkan Putusan

Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 451/PDT/2015/PT.BDG., tanggal 23

November 2015, yang membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Bandung,

Nomor 381/Pdt.G/2014/PN BDG tanggal 6 April 2015, serta Mahkamah

Agung mengadili sendiri perkara ini dengan amar putusan sebagaimana yang

akan disebutkan di bawah ini;

Menimbang, bahwa oleh karena Termohon Kasasi/Penggugat berada

di pihak yang kalah, maka dihukum untuk membayar biaya perkara dalam

semua tingkat peradilan; Memperhatikan Undang-Undang Nomor 48 Tahun

2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985

tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan perundangan lain yang

bersangkutan;

M E N G A D I L I:

Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi YO SWIE

TJIN tersebut;

Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor

451/PDT/2015/PT BDG., tanggal 23 November 2015, yang membatalkan


87

Putusan Pengadilan Negeri Bandung, Nomor 381/Pdt.G/2014/PN Bdg.,

tanggal 6 April 2015;

MENGADILI SENDIRI:

Dalam Eksepsi:

- Menolak eksepsi Tergugat II;

Dalam Pokok Perkara:

1. Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima;

2. Menghukum Termohon Kasasi/Penggugat/Terbanding I untuk membayar

biaya perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi ini

ditetapkan sejumlah Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah);

D. Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 888K/PDT/2016

Pada suatu proses pengadilan perdata, salah satu tugas hakim adalah

mengkaji apakah suatu hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan benar

atau tidak. Dalil yang menjadi dasar gugatan haruslah dibuktikan

kebenarannya. Tetapi tidak semua dalil yang menjadi dasar gugatan harus

dibuktikan kebenarannya, sebab dalil-dalil yang tidak disangkal apabila

diakui sepenuhnya oleh pihak lawan, tidak perlu dibuktikan lagi. Dalam soal

pembuktian tidak selalu harus pihak penggugat saja yang harus membuktikan

dalilnya tetapi juga pihak tergugat. Hakim yang memeriksa perkara tersebut

yang akan menentukan siapa diantara pihak-pihak atau pihak yang berperkara

akan diwajibkan memberikan sebuah bukti. Dalam soal pembuktian hakim

diharuskan untuk bertindak adil dan bijaksana serta bersifat netral.


88

Tugas pokok hakim adalah menerima, memeriksa dan memutus serta

menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya berdasarkan asas

bebas, jujur dan tidak memihak di suatu sidang pengadilan, dengan

menjatuhkan dengan suatu putusan, yang disebut dengan putusan hakim. Jadi,

dalam hal ini hakim bersifat pasif atau hanya menunggu adanya perkara yang

diajukan kepadanya, dan tidak aktif mencari atau mengejar perkara.

Dalam memutus suatu perkara hakim haruslah berlaku adil,bijaksana

dan tidak memihak. Pihak yang berhak mengajukan gugatan adalah pihak-

pihak yang bersangkutan. Jika pihak yang mengajukan gugatan adalah pihak

yang tidak berkepentingan atau bukan bagian dari suatu hubungan hukum

makan gugatan tersebut haruslah ditolak. Dalam kaitannya dengan kasus yang

penulis angkat, diajukannya suatu gugatan karena pihak penggugat selaku

Notaris/Pejabat Pembuat Aakta Tanah merasa bahwa pihak Tergugat I

(Termohon Kasasi II) dan Tergugat II (Pemohon) telah melakukan perbuatan

wanprestasi dalam perkara jual beli tanah.

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang

diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan

tertentu mengenai hak atas tanah dan atau hak milik satuan rumah susun.

Notaris/PPAT merupakan profesi hukum yang mulia, karena erat

hubungannya dengan kemanusiaan. Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah

diangkat oleh penguasa tertinggi negara dan kepadanya diberikan suatu

kepercayaan dan pengakuan dalam memberikan jasa bagi kepentingan

masyarakat. Notaris/ Pejabat Pembuat Akta Tanah harus menjaga keluhuran


89

martabat jabatannya dengan menghindari pelanggaran aturan dan tidak

melakukan kesalahan profesi yang dapat menimbulkan kerugian kepada

orang lain. Kelalaian yang dilakukan oleh Notaris/Pejabat Pembuat Akta

Tanah akan mengakibatkan kerugian bagi para pihak. Menurut Pasal 1366

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata setiap orang harus bertanggung

jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan,

melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau

kesembronoannya. Sudah sewajarnya RIAN PRATAMA S.H.,M.Kn

(Penggugat) sebagai seorang pejabat publik, jika memang benar waktu itu

tidak memenuhi syarat untuk dibuatkan Akta Jual Beli, maka jangan

dibuatkan akta, bukan malah sebaliknya. Penggugat sebagai Pejabat Pembuat

Akta Tanah yang berkewajiban untuk mengecek sertipikat ke Badan

Pertanahan Nasional, namun dalam kasus ini Penggugat tidak benar benar

mengecek sertipikat tersebut. Hal tersebut merupakan kelalaian yang

dilakukan oleh penggugat, maka sudah sewajibnya jika penggugat dikenai

pertanggung jawaban hukum dikarenakan kelalaian dan kekurang hati-

hatiannya.

Tentang pertimbangan hukumnya, maksud dan tujuan gugatan

tersebut dari penggugat adalah sebagaimana dijelaskan oleh penggugat.

Maksud dan tujuan gugatannya yaitu meminta agar Akta Jual Beli Nomor

250/2012 tanggal 16 juni 2012 dan Akta Jual Beli Nomor 251/2012 tanggal

16 juni 2012 yang dibuat dihadapan penggugat adalah cacat hukum dan

membatalkan Akta Jual Beli Nomor 250/2012 tanggal 16 juni 2012 dan Akta
90

Jual Beli Nomor 251/2012 tanggal 16 juni 2012 yang dibuat dihadapan

penggugat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah. Penggugat merupakan

Pejabat Pembuat Akta Tanah yang membuatkan Akta Jual Beli antara

tergugat I dan tergugat II. Namun tergugat I selaku penjual Tanah telah

melarikan diri pada saat terjadinya perjanjian dengan tergugat II selaku

pembeli tanah. Disini sudah jelas bahwa telah terjadinya suatu Wanprestasi

yang dilakukan tergugat I kepada tergugat II.

Setelah diputus perkara putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor

381/PDT.G/2014/PN.BDG yang mengadili dalam pokok perkara

mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya, menyatakan Akta Jual

Beli No. 250/2012 tanggal 16 juni 2012 dan Akta Jual Beli 251/2012 tanggal

16 juni 2012 yang dibuat dihadapan penggugat adalah cacat hukum,

membatalkan Akta Jual Beli No. 250/2012 tanggal 16 juni 2012 dan Akta

Jual Beli 251/2012 tanggal 16 juni 2012 yang dibuat dihadapan penggugat

sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan menghukum tergugat I dan tergugat

II untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini, yang sampai

sekarang berjumlah 2.901.000,00 (dua juta sembilan ratus satu ribu rupiah).

Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 1420K/Sip/1978

menegaskan bahwa :

“Pengadilan Tinggi salah menerapkan hukum dengan mempertimbangkan:


Bahwa pengadilan tidak dapat membatalkan suatu akta notaris, tetapi hanya
dapat mengatakan suatu akta notaris yang bersangkutan tidak mempunyai
kekuatan hukum.”

Dalam putusan Nomor 381/PDT.G/2014/PN.BDG, Majelis Hakim

memutus perkara tidak berdasarkan dengan kepastian hukum. Teori


91

Kepastian Hukum dalam perjanjian lebih menekankan pada penafsiran sanksi

yang lebih jelas sehingga memberikan kedudukan yang sama antara subyek

hukum yang melakukan perjanjian. Kepastian memberikan kejelasan dalam

perbuatan hukum seperti pelaksanaan perjanjian dalam bentuk prestasi dan

bahkan saat terjadi adanya wanprestasi.

Menurut Sudikno Mertokusumo, kepastian hukum adalah jaminan


bahwa hukum dijalankan, bahwa yang berhak menurut hukum dapat
memperoleh haknya dan bahwa putusan dapat dilaksanakan. Walaupun
kepastian hukum erat dengan kaitannya dengan keadilan, namun hukum tidak
identik dengan keadilan. Hukum bersifat umum, mengikat setiap
orang,bersifat menyamaratakan, sedangkan keadilan bersifat
subyektif,individualistis, dan tidak menyamaratakan.81
Maka, Gugatan tersebut haruslah dinyatakn tidak dapat diterima

karena penggugat bukanlah pihak yang bersangkutan serta dalam putusan

tersebut sangat bertentangan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor

1420k/sip/1978. Pihak yang bersangkutan dalam kasus ini adalah tergugat I

selaku penjual tanah dan tergugat II selaku pembeli tanah. Didalam pasal

1320 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa ada 4

syarat yang harus dipenuhi untuk membuat suatu perjanjian yaitu :

1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak;

2. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum;

3. Adanya obyek;

4. Adanya kausa yang halal.

Dari keterangan yang disebutkan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata tersebut jelas bahwa salah satu syarat sah suatu

81
Windi Rahma, Op.Cit,.
92

perjanjian adanya sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya. Para pihak

yang membuat kesepakatan disini adalah tergugat I selaku penjual tanah dan

tergugat II selaku pembeli tanah. Pengadilan Negeri juga tidak mempunyai

kewenangan untuk membatalkan suatu akta notaris. Mengenai pembatalan

Akta Jual Beli pengadilan tidak berwenang untuk membatalkan Akta Jual

Beli Nomor 250/2012 tanggal 16 juni 2012 dan Akta Jual Beli 251/2012

tanggal 16 juni 2012, sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor

1420K/Sip/1978.

Namun tergugat II mengajukan perkara tersebut kepengadilan tinggi

dengan Nomor 451/PDT/2015/PT.BDG karena gugatan tersebut haruslah

ditolak, dikarenakan Pengadilan Negeri hanya mempunyai kewenangan untuk

menyatakan suatu akta notaris tidak mempunyai kekuatan hukum. Terkait

dengan hal tersebut dikuatkan oleh Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor

1420K/SIP/1978, bahwa pengadilan tidak dapat membatalkan suatu akta

notaris, tetapi hanya dapat menyatakan akta notaris yang bersangkutan tidak

mempunyai kekuatan hukum. Dalam putusan Nomor 451/PDT/2015/PT.BDG

hakim menyatakan bahwa Akta Jual Beli No. 250/2012 tanggal 16 juni 2012

dan Akta Jual Beli 251/2012 tanggal 16 juni 2012 yang dibuat dihadapan

penggugat adalah cacat hukum, sedangkan jika Akta Jual Beli No. 250/2012

tanggal 16 juni 2012 dan Akta Jual Beli 251/2012 tanggal 16 juni 2012 yang

dibuat dihadapan penggugat telah dinyatakan cacat hukum maka pihak

Tergugat II selaku pihak yang dirugikan tidak bisa menjadikan Akta Jual Beli

tersebut sebagai pegangan untuk menyatakan bahwa telah terjadinya


93

peristiwa hukum adanya jual beli antara Tergugat I dan Tergugat II. Tergugat

II (Pemohon Kasasi) akan melaporkan pihak Penggugat (Termohon Kasasi I)

secara tersendiri yaitu adanya dugaan tindak pidana penipuan dan membuat

isi Akta yang tidak benar yaitu dengan menyatakan telah melakukan

pengecekan di kantor pertanahan dan menyatakan bahwa sertipikat tidak

dalam status jaminan pihak lain. Dan pada kenyataannya sertipikat tersebut

sedang dalam jaminan bank yaitu SHM Nomor 7415/Cisaranten Kulon ada di

Bank Nagari atas nama Ny. Andriyati seddangkan SHM Nomor

7416/Cisaranten Kulon ada di Bank Mandiri atas nama Tuan. Andri.

Hakim disini pun memutuskan perkara dengan Nomor 888K/Pdt/2016

yang menyatakan bahwa Pengadilan Tinggi Bandung yang membatalkan

putusan Pengadilan Negeri Bandung telah salah menerapkan hukum dan

melakukan suatu kekeliruan dalam menjatuhkan suatu pokok perkara.

Hakim haruslah memberikan suatu kepastian hukum bagi para pencari

keadilan serta hakim tidak boleh menolak suatu gugatan yang didasarkan

karena gugatan tersebut tidak ada hukumnya. Tugas hakim disini juga sangat

berperan dalam suatu proses persidangan suatu perkara. Karena hakim disini

harus bertindak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam

menjatuhkan suatu putusan demi terciptanya suatu keadilan bagi para pencari

keadilan. Netral dalam artian tidak berpihak ke salah satu pihak yang

berperkara.

Seseorang yang bertindak sebagai penggugat harus orang yang benar-


benar memiliki kedudukan dan kapasitas yang tepat menurut hukum. Keliru
dan salah bertindak sebagai penggugat mengakibatkan gugatan mengandung
cacat formil. Cacat formil yang timbul atas kekeliruan atau kesalahan yang
94

bertindak sebagai penggugat maupun yang ditarik sebagai tergugat,


dikualifikasi mengandung error in persona yang mungkn timbul atas
kesalahan kekeliruan yang telah disebutkan diatas.82

Akibat hukum dari kesalahan pihak tersebut maka gugatan tidak

memenuhi syarat formil oleh karena itu gugatan mengandung cacat formil,

akibat lebih lanjut gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima.

Menurut analisis penulis mengenai putusan yang telah dikeluarkan

oleh Majelis Hakim dalam sidang gugatan perkara Nomor 888K/Pdt/2016,

apabila dilihat dari sisi kepastian hukum sudah tepat, karena didalam kasus

tersebut penggugat merupakan orang yang tidak berkepentingan untuk

menggugat maka gugatan tersebut mengandung cacat formil error in persona,

akibat tidak dipenuhinya gugatan yang mengandung cacat formil maka

gugatan tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima. Dalam kasus ini tidak

adanya kejelasan mengenai sertipikat yang seharusnya ada di tangan pembeli

(Pemohon Kasasi), sehingga Pemohon Kasasi akan melaporkan masalah ini

secara pidana. Dengan ini penulis menyimpulkan bahwa putusan Mahkamah

Agung sudah tepat yang menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima

dan menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara dalam semua

tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sejumlah

Rp.500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

82
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hal. 111.
85

Anda mungkin juga menyukai