Anda di halaman 1dari 4

Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat Indonesia, terutama wanita, menjadikan penampilan sebagai

atribut penting dalam hidup bersosial. Kulit putih, wajah bersinar, tubuh langsing dianggap sebagai
indikator kecantikan dari seorang wanita dan kosmetik dipercaya sebagai media untuk mewujudkan hal
tersebut. Kosmetik sendiri menurut Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
didefinisikan sebagai bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh
manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut
terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan, dan atau memperbaiki bau badan
atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik (Anonim, 2011).

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah mengkaji dan membuat fatwa tentang standar kehalalan produk
kosmetika dan penggunaannya. Berbagai sumber dirujuk guna menguatkan fatwa yang dikeluarkan.
Allah SWT berfirman
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
‫س‬ ۡ ‫ب ع َۡن ُك ُم ال‬
َ ‫رِّج‬ َ ‫َوقَ ۡرنَ فِ ۡى بُي ُۡوتِ ُك َّن َواَل تَبَـر َّۡجنَ تَبَرُّ َج ۡال َجا ِهلِيَّ ِة ااۡل ُ ۡو ٰلى َواَقِمۡ نَ الص َّٰلوةَ َو ٰاتِ ۡينَ ال َّزكٰ وةَ َواَ ِط ۡعنَ َ َو َر ُس ۡولَهٗ ؕ اِنَّ َم ا ي ُِر ۡي ُد ُ لِيُ ۡذ ِه‬
۳۳ۚ ‫ت َويُطَه َِّر ُكمۡ ت َۡط ِه ۡيرًا‬
ِ ‫اَ ۡه َل ۡالبَ ۡي‬

dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-
orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.
Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan
membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (QS.Al-Ahzab 33: Ayat 33)

Industri penjualan kosmetik di Indonesia memang menjadi salah satu lahan usaha yang menjanjikan.
Menurut pemberitaan situs harian ekonomi online neraca.co.id, semakin memikatnya industri kosmetik
Indonesia dibuktikan dengan data dari Kementerian Perindustrian yang mana nilai ekspor produk
kecantikan Indonesia pada 2015 mencapai US$818 juta atau senilai Rp11 triliun. Sementara itu, nilai
impor pada tahun yang sama hanya mencapai US$441 juta yang artinya industri kosmetik Indonesia
surplus perdagangan. Fakta tersebut membuktikan bahwa kosmetik menjadi salah satu komoditi dagang
yang menjanjikan.

Besarnya permintaan produk kosmetik di pasaran mendorong oknum tidak bertanggung jawab untuk
meningkatkan citra produk dengan melibatkan zat-zat haram. Indonesia dalam menghadapi
perdagangan bebas tingkat regional, internasional dan global, dikhawatirkan sedang dibanjiri produk
yang mengandung atau terkontaminasi unsur haram. Dalam teknik memproses, penyimpanan,
penanganan dan pengepakan sering kali digunakan bahan pengawet yang membahayakan kesehatan
atau bahan tambahan yang mengandung unsur haram yang dilarang dalam agama Islam.Secara teoritis,
seharusnya peningkatan pengetahuan dalam ajaran Islam seseorang akan memberikan dampak positif
bagi keputusan pembelian mereka. Meskipun demikian, Alam, Mohd et al (2011) belum ada penelitian
empiris yang secara rinci untuk membuktikan pernyataan ini.

Persoalan halal dan haram bagi umat Islam adalah suatu yang sangat penting, yang menjadi bagian dari
keimanan dan ketaqwaan. Perintah untuk mengkonsumsi yang halal dan larangan menggunakan yang
haram sangat jelas dalam tuntutan agama Islam. Produk halal merupakan sesuatu yang memenuhi
ketentuan. Syariah, yaitu tidak dikategorikan sebagai produk haram, tidak mengeksploitasi tenaga kerja
atau lingkungan, dan tidak berbahaya dalam penggunaannya. Seorang Muslim diwajibkan oleh agama
untuk meneliti terlebih dahulu produk yang akan dikonsumsi guna memastikan produk tersebut halal
(Rehman, et al, 2010).

Kosmetik yang tidak halal berarti dalam proses pembuatannya menggunakan zat-zat yang diharamkan
secara Islam. Bagi umat Islam yang menyadari hal tersebut akan menciptakan perasaan tidak tenang dan
keraguan saat beribadah sholat. Dalam Islam kesucian diri adalah mutlak ketika seorang muslim
melaksanakan ibadah sholat. Keraguan dalam beribadah terutama dalam sholat tidak dibenarkan dalam
Islam. Selain keraguan yang timbul akibat kesalahan pemilihan kosmetik-kosmetik masalah kesehatan
juga menjadi ancaman bagi konsumen.

Lembaga Pengajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPO) Majelis Ulama Indonesia
mengungkapkan pada tahun 2011 hanya ada (63%) persen produk di Indonesia yang tidak memiliki
sertifikat halal. Saat ini jumlah produk yang teregistrasi adalah sebanyak 113.000 penduduk sedangkan
yang telah berlabel halal baru sebanyak 41.000 penduduk. Hal tersebut menunjukkan hanya (37%)
persen saja perusahaan produk yang tidak menggunakan label Halal. Dan membuktikan banyaknya
penduduk Indonesia yang tidak mempedulikan tentang adanya produk yang berlabel halal. Dari data ini
tentu masih banyak produk-produk yang beredar di Indonesia belum mengantongi sertifikat halal MUI.
Produk yeng bersertifikat halal MUI didominasikan produk-produk dari Indonesia, sebanyak (71%),
Menyusul China (17%), Asia (4%), ASEAN (4%), Eropa 3%, Australia (1%). Sementara itu meski produk
Amerika Serikat banyak beredar di Indonesia, namun produk negeri Paman Sam ini belum ada yang
bersertifikat halal MUI yaitu (0%). (Hidayatullah.com)

Label halal yang terdapat pada kemasan produk, akan mempermudah konsumen untuk mengidentifikasi
suatu produk. Di Indonesia penggunaan label halal sangatlah mudah ditemukan, pada produk makanan
umumnya suatu produk yang tidak jelas bahan baku dan cara pengolahannya dapat saja “ditempeli”
tulisan halal (dengan tulisan arab), maka seolah-olah produk tersebut telah halal dikonsumsi.

Di Indonesia, majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah lembaga yang kompeten melakukan penjaminan
kehalalan produk. Dalam kerjanya peran MUI dibantu oleh LPPOM-MUI (Lembaga Pengkajian Pangan,
Obat-obatan, dan Kosmetika Mjelis Ulama Indonesia). Lembaga ini dibentuk untuk membantu Majelis
Ulama Indonesia dalam menentukan kebijaksanaan, merumuskan ketentuan – ketentuan, rekomendasi
dan bimbingan yang menyangkut pangan, obat-obatan dan kosmetika sesuai dengan ajaran Islam.
Dengan kata lain LPPOM-MUI didirikan agar dapat memberikan rasa tenteram pada umat tentang
produk yang dikonsumsinya. (Adisasmito, 2008: 10). Lembaga inilah yang sebenarnya berwenang
memberi sertifikat halal kepada perusahaan yang akan mencantumkan Pengendalian produksi kosmetik
yang mengandung zat berbahaya akan sangat sulit apabila hanya dilakukan oleh pihak Badan Pengawas
Obat dan Makanan saja.

Dalam sidang Komisi Fatwa MUI 13 Juli lalu telah diputuskan ketentuan hukumnya. Berikut aturan
lengkap soal fatwa MUI terkait kosmetika. Ketentuan Hukum :

Penggunaan kosmetika untuk kepentingan berhias (hukumnya boleh dengan syarat bahan yang
digunakan adalah halal dan suci, ditujukan untuk kepentingan yang dibolehkan secara syar'i, dan tidak
membahayakan).Penggunaan kosmetika dalam (untuk dikonsumsi/masuk ke dalam tubuh) yang
menggunakan bahan yang najis atau haram hukumnya haram. Penggunaan kosmetika luar (tidak masuk
ke dalam tubuh) yang menggunakan bahan yang najis atau haram selain babi dibolehkan dengan syarat
dilakukan penyucian setelah pemakaian (tathhir syar’i). Penggunaan kosmetika yang semata-mata
berfungsi tahsiniyyat, tidak ada rukhshah (keringanan) untuk memanfaatkan kosmetika yang haram.

Penggunaan kosmetika yang berfungsi sebagai obat memiliki ketentuan hukum sebagai obat, yang
mengacu pada fatwa terkait penggunaan obat-obatan. Produk kosmetika yang mengandung bahan yang
dibuat dengan menggunakan mikroba hasil rekayasa genetika yang melibatkan gen babi atau gen
manusia hukumnya haram. Produk kosmetika yang menggunakan bahan (bahan baku, bahan aktif,
dan/atau bahan tambahan) dari turunan hewan halal (berupa lemak atau lainnya) yang tidak diketahui
cara penyembelihannya hukumnya makruh tahrim, sehingga harus dihindari. Produk kosmetika yang
menggunakan bahan dari produk mikrobial yang tidak diketahui media pertumbuhan mikrobanya
apakah dari babi, harus dihindari sampai ada kejelasan tentang kehalalan dan kesucian bahannya.

Masyarakat sebagai konsumen yang menerima dan menggunakan produk yang dijual seharusnya juga
dibekali informasi dan petunjuk untuk memilih serta mengawasi produk kosmetik yang mengandung
zat-zat haram. Cara yang paling efektif sebagai tindakan preventif penggunaan kosmetik yang
mengandung zat haram adalah dengan melakukan edukasi secara langsung kepada masyarakat sebagai
obyek penjualan kosmetik. Edukasi merupakan serangkaian upaya yang ditujukan untuk memengaruhi
orang lain, mulai dari individu, kelompok, keluarga dan masyarakat agar terlaksananya perilaku hidup
sehat (Setiawati, 2008).

Salah satu metode edukasi langsung yang efektif adalah dengan menyelenggarakan kampanye terbuka
dengan melibatkan banyak pihak. Rogers dan Story (1987) mendefinisikan kampanye sebagai
serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada
sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu (Muyasaroh,
2013). Kampanye dengan melibatkan banyak pihak akan menarik minat masyarakat untuk terlibat aktif
dan akan memengaruhi kebiasaan masyarakat dalam menggunakan produk kosmetik. Kampanye
terbuka dalam rangka meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai kosmetik yang mengandung
zat-zat haram belum banyak dilakukan di Indonesia. Padahal dengan memanfaatkan karakter pribadi
masyarakat Indonesia yang terbuka pada hal-hal baru dan bersifat provokatif dapat mempermudah
tercapainya penyebaran informasi yang dapat meningkatkan tingkat pengetahuan masyarakat.

Kampanye ini adalah kampanye terbuka dengan mengajak masyarakat untuk tidak menggunakan
produk kosmetik yang mengandung zat-zat haram. Kampanye tersebut merupakan gerakan
memengaruhi masyarakat untuk menggunakan atau memilih kosmetik yang berbahan zat-zat halal dan
tidak memakai kosmetik berbahan zat haram. Hal tersebut bertujuan untuk memberi sugesti positif dan
mengajak masyarakat terutama wanita untuk memilih kosmetik halal agar wanita lebih percaya diri
dengan penampilan mereka. Gerakan tersebut mengandung unsur yang kontroversial di masyarakat
guna menarik minat masyarakat untuk mengetahui lebih dalam mengenai penggunaan kosmetik
sehingga upaya pemberian informasi kepada masyarakat akan lebih efektif karena penerimaan informasi
didukung oleh ketertarikan dari diri masyarakat itu sendiri.
Tujuan utama di balik kampanye tersebut adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai
bahaya penggunaan kosmetik yang berbahan dasar zat-zat haram karena hal tersebut dapat merugikan
pemakainya. Pengetahuan masyarakat terhadap penggunaan kosmetik juga ditingkatkan dengan
pemberian informasi secara langsung melalui kegiatan konseling gratis dan penyuluhan kepada
masyarakat oleh praktisi kesehatan, mengenai dampak yang terjadi setelah menggunakan kosmetik
yang mengandung zat-zat yang diharamkan.

Masyarakat dihimbau untuk memilih kosmetika yang suci dan halal serta menghindari penggunaan
produk kosmetika yang haram dan najis, makruh tahrim dan yang menggunakan bahan yang tidak jelas
kehalalan serta kesuciannya. Pemerintah mengatur dan menjamin ketersediaan kosmetika halal dan suci
dengan menjadikan fatwa ini sebagai pedoman. Pelaku usaha diminta untuk memastikan kesucian dan
kehalalal kosmetika yang diperjual belikan kepada umat Islam. LPPOM MUI tidak melakukan sertifikasi
halal terhadap produk kosmetika yang menggunakan bahan haram dan najis, baik untuk kosmetika
dalam maupun luar. LPPOM MUI tidak melakukan sertifikasi halal terhadap produk kosmetika yang
menggunakan bahan yang tidak jelas kehalalan dan kesuciannya, sampai ada kejelasan tentang
kehalalan dan kesucian bahannya.

Pemberian edukasi yang bersifat persuasif dan pendekatan secara implisit seperti kegiatan kampanye ini
diharapkan dapat tepat sasaran dan menghasilkan luaran berupa peningkatan pengetahuan masyarakat
mengenai keberadaan zat-zat haram pada produk kosmetik yang kini menjadi isu penting dan
berdampak secara tidak langsung pada perubahan sikap masyarakat terutama wanita dalam
menggunakan kosmetik sebagai penunjang penampilan.

Mengubah gaya hidup dan perspektif masyarakat luas memang tidaklah mudah. Akan tetapi, upaya
peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap zat-zar haram yang terkandung dalam
kosmetik sangat penting untuk mengurangi timbulnya efek samping yang merugikan mengingat jumlah
kasus beredarnya kosmetik haram tersebut kian meningkat.

Harapannya, melalui kampanye ini, masyarakat Indonesia terutama wanita akan semakin menyadari
bahwa kecantikan tidak semata-mata berasal dari kosmetik yang mereka gunakan melainkan berasal
dari dalam diri mereka sendiri. Dengan begitu, minat terhadap produk kosmetik yang mengklaim dapat
memberikan efek signfikan pada tubuh akan semakin berkurang dan masyarakat akan lebih cerdas
dalam memilih dan menggunakan kosmetik sehingga kualitas hidup masyarakat akan meningkat.

Anda mungkin juga menyukai