Anda di halaman 1dari 7

Cara Pandang Islam Mengenai Produk Kosmetik

Tanpa Label Halal di Era Generasi Z

Zulfa Shinta Masruroh1, Meilan Arsanti2


1
Hukum Keluarga Islam , 2Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Agama
Islam, Universitas Islam Sultan Agung Semarang
E-mail: zulfashinta43@gmail.com, meilanarsanti@unissula@ac.id

Abstrak
Generasi Z merupakan generasi terkini yang lahir sesudah tahun 1995-2010.
dimana mereka hidup di era digital dengan teknologi yang canggih, seperti HandPhone,
Laptop, Internet, Ipad, WhatsApp dll. Di samping itu Penampilan bagi mereka adalah
nomor satu, dan sangat diperhatikan. Seperti dalam islam kita juga dianjurkan untuk
memperhatikan penampilan, mempercantik diri, dan menjaga keindahan. Selama kita
yakin kandungan bahan kosmetik itu aman dan bersih dari zat-zat yang diharamkan
meskipun belum memiliki sertifikat halal diperbolehkan.

Kata kunci: produk kosmetik, generasi Z, pola pikir

Abstract
 Generation Z is the latest generation born after 1994 and before 2004. where
they live in the digital era with sophisticated technology, such as cell phones, laptops,
internet, Ipad, WhatsApp etc. In addition, appearance for them is number one, and is
highly considered. As in Islam we are also encouraged to pay attention to appearance,
beautify ourselves, and maintain beauty. As long as we are sure that the cosmetic
ingredients are safe and clean from prohibited substances, even though they do not have
a halal certificate, they are allowed.
Keywords: cosmetic product, generation Z, Paradigm
PENDAHULUAN

Bagi umat Islam, Islam adalah seperangkat aturan yang ditetapkan oleh Tuhan
untuk manusia, yang sifatnya sama untuk keduanya dengan ibadah dan muamalah,
dipahami dari kandungan Al-Qur'an dan Hadits sebagai pedoman hidup. Aturan itu
disebut juga syariah Ini mungkin membawa umat Islam ke eksekusi kebahagiaan di dunia
dan di akhirat.
Mengingat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan, obat-
obatan, dan kosmetik yang berkembang sangat pesat. Pengolahan produk dengan
memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan percampuran
antara yang halal dan yang haram baik disengaja maupun tidak disengaja. Oleh karena
itu, untuk mengetahui kehalalan dan kesucian suatu produk, diperlukan suatu kajian
khusus yang membutuhkan pengetahuan multidisiplin, seperti pengetahuan di bidang
pangan, kimia, biokimia, teknik industri, biologi, farmasi, dan pemahaman tentang
syariat. Lembaga yang mempunyai wewenang untuk memberikan logo atau label halal
pada suatu produk di Indonesia adalah Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan
Kosmetika Majlis Ulama Indonesia (LPPOM MUI).
Sertifikasi halal merupakan sebuah proses dalam melakukan pemberian sebuah
fatwa tertulis yang dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang berisikan
pernyataan bahwa produk tersebut halal berdasarkan ketentuan dan syariat Islam, dengan
melakukan pemeriksaan secara rinci terhadap produk yang diajukan untuk sertifikasi
halal.
Menurut Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama
Indonesia (LPPOM MUI) ada beberapa indikator yang perlu diperhatikan dalam
mengukur persepsi terkait sertifikasi halal ini. Menurut Jagdish Sheth dalam Saskia
(2021) terdapat empat indikator dalam mengukur persepsi sertifikasi halal. Pertama
adalah nilai keagamaan (religious value). Dalam hal ini konsumen/pengguna produk yang
beragama Islam menafsirkan informasi, mengatur dan memilih suatu produk halal
dikaitkan dengan nilai-nilai Islam. Kedua yaitu keamanan (safety). Konsumen yang
beragama Islam menafsirkan informasi, mengatur dan memilih suatu produk halal
dikaitkan dengan aspek keselamatan baik dari sisi proses produksi maupun bahan
bakunya. Ketiga ialah kesehatan (health). Konsumen muslim menafsirkan informasi,
mengatur dan memilih suatu produk halal dikaitkan dengan kesehatan dirinya pada saat
menggunakan produk tersebut. Adapun yang keempat yaitu kekhususan (exclusivity).
Konsumen yang beragama Islam menafsirkan informasi, mengatur dan memilih suatu
produk halal dikaitkan dengan exclusivity. Artinya, produk halal jangan tercampur
dengan produk haram. Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa pengolahan produk
sudah sesuai dengan syariat, tidak terjadi kontak langsung dengan zat-zat haram dan
terhindar dari risiko kontaminasi.

METODE
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kuantitatif. Karena masalah pada
penelitian ini jelas dan peneliti ingin lebih banyak memberikan informasi yang nyata.
Kajian ini merupakan kajian tentang dampak label halal yang terdapat pada suatu produk
kosmetik terhadap keputusan membeli suatu produk kosmetik tersebut. Penelitian ini
disebut penelitian kuantitatif karena adanya data penelitian yang berupa analisis
berdasarkan angka dan statistik.
Penelitian ini akan menggunakan kuesioner dan akan dilakukan menggunakan
Google Form. Penggunaan Google Form ini bertujuan untuk menghemat kertas (go
green/ paperless culture), meminimalisir kehilangan data, dan dapat menjangkau
responden di wilayah yang jauh.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Di dalam islam, mempercantik diri adalah sebuah ibadah. Seperti dalam HR.
Muslim yang berbunyi “sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan. Tetapi,
tata cara dalam melakukan kecantikan juga harus diperhatikan. Karena di era modern ini
banyak sekali klinik yang melakukan praktik kecantikan yang dilarang oleh islam, seperti
merubah bentuk aslinya. Sebagai contoh yamg dilarang adalah suntik putih, mencukur
alis,/ menyulam alis, memancungkan hidung, menyambung rambut dan lain sebagainya.
Dalam islam halal adalah separuh dari keagamaan”.
Dari Abu 'Abdillah Nu'man bin Basyir Radhiyallahu anhuma berkata: Aku
mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: “Sesungguhnya yang halal
itu sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas pula. Sedangkan di antaranya ada masalah
syubhat (samar-samar) yang kebanyakan manusia tidak mengetahui (hukum)-Nya.
Barangsiapa yang menghindari masalah syubhat (samar-samar), maka ia telah
membersihkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang jatuh ke dalam masalah
yang samar-samar, maka dia telah jatuh ke dalam masalah yang haram. Seperti
penggembala yang berada di dekat pagar larangan (milik orang) dan khawatir ia akan
masuk ke dalamnya. Ketahuilah, bahwa setiap raja memiliki larangan (undang-undang).
Ingatlah bahwa larangan Allah adalah apa yang diharamkan-Nya. Ketahuilah, bahwa di
dalam jasad manusia terdapat segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh
jasadnya; dan jika rusak, maka rusak pula seluruh jasadnya. [Diriwayatkan oleh al
Bukhari dan Muslim, dan ini adalah lafazh Muslim].
Kesadaran masyarakat tentang kosmetik halal ini memang kalah dengan
kesadaran masyarakat mengenai pangan halal. terutama di kalangan remaja, dimana
mereka belum mengerti tentang halal/haramnya suatu produk kosmetik, mereka asal
memilih produk kosmetik, tanpa memperhatikan komposisi dan adanya label halal pada
produk kosmetik tersebut. Bahkan tidak jarang dari mereka menggunakan produk
kosmetik yang sedang tren di media sosial, lagi-lagi tanpa memperhatikan komposisi dan
ada tidaknya label halal pada produk tersebut. Padahal hal itu sangat diperlukan untuk
menjaga kesehatan kulit dan demi menjaga ke halalan suatu produk kosmetik.
Pada dasarnya kosmetik yang sering kita gunakan sehari-hari, yang menempel
dikulit kita, dan akan terbawa saat kita akan melakukan ibadah sholat. Lantas, bagaimana
kalau kita sholat ternyata membawa najis yang terkandung dalam bahan-bahan kosmetik
yang tidak halal tersebut?. Hal tersebut dapat membuat sholat kita menjadi tidak sah.
Karena terdapat najis yang menempel ditubuh kita. Sebagai contoh, ketika kita
menggunakan body lotion yang digunakan hampir diseluruh tubuh, tidak hanya di bagian
anggota tubuh tertentu, sehingga pada saat wudhu tidak semua terbasuh dengan
sempurna, ada bagian tubuh yang tidak terjamah oleh basuhan air wudhu. Karena
faktanya masih ada beberapa body lotion yang mengandung bahan yang ketika dibasuh
dengan air saja sudah bersih, akan tetapi body lotion tersebut memiliki kandungan najis.
Itulah pentingnya mengapa kosmetik perlu disertifikati halal. Kosmetik berasal
dari beragam bahan diantaranya adalah berasal dari tumbuhan, produk microbial, hewan,
manusia, dan masih banyak bahan lainnya. Contoh ketika menggunakan bahan dari
tumbuhan, yang awal mulanya tumbuhan itu halal, akan tetapi ketika dalam proses
pengambilan ekstrak pada tumbuhan tersebut menggunakan bahan yang tidak halal
(menggunakan benda/najis) maka ekstrak tumbuhan terbetut menjadi tidak halal. Contoh
ke-2 adalah bahan yang berasal dari hewan. Pada zaman yang sedang populer adalah
menggunakan kolagen dan plasenta yang digunakan untuk krim anti penuaan, krim anti
aging, krim anti kerut, dan krim untuk glowing, dsb. Kita sebagai seorang muslim harus
memperhatikan dengan komposisinya jika tertadapat tulisan kolagen. Perhatikan dengan
baik kolagen tersebut berasal dari hewan yang halal atau tidak.
Menurut fatwa MUI, plasenta boleh digunakan jika berasal dari hewan yang halal.
Misalnya, sapi melahirkan, kemudian diambil plasentanya lalu diekstrakan itu
diperbolehkan. Akan tetapi jika sapi itu hamil, lalu mati terus kita ambil plasentanya itu
tidak diperbolehkan/haram.
Utami (2013) mengatakan bahwa produk kosmetik memang tidak dimakan dan
masuk ke dalam tubuh. Oleh karena itu kosmetik biasanya dikaitkan dengan masalah suci
atau najis. Produk tersebut bisa dikatakan haram jika produk kosmetik tersebut
mengandung bahan-bahan najis. Produk kosmetik halal atau haram memiliki perbedaan
dalam hal kandungan, adapun beberapa unsur yang tidak boleh terkandung dalam produk
kosmetik diantaranya unsur hewan najis, seperti: babi, hewan buas, bangkai, unsur tubuh
manusia, darah, khamar, dan hewan halal, seperti: sapi yang disembelih secara tidak
syar’i. Selain itu seperti turunan hewan (kolagen) ataupun bagian dari tubuh manusia,
misalnya adalah plasenta.
KESIMPULAN
Selama kita yakin bahwa kandungan bahan kosmetik yang kita gunakan itu aman dan
bersih dari zat-zat yang diharamkan, meskipun belum memiliki sertifikat halal
diperbolehkan. Tetapi, sebagai seorang muslim yang baik kita harus memperhatikan
kandungan dari bahan-bahan yang tercantum pada label produksinya. Ada beberapa
kandungan yang yang seharusnya tidak digunakan dalam produk kecantikan. Contoh
gelatin, gliserin, dan kolagen. Karena jika bahan-bahan tersebut digunakan dalam jangka
waktu yang panjang akan berbahaya bagi kesehatan kulit kita, seperti: terkena kanker
kulit.
DAFTAR PUSTAKA
https://almanhaj.or.id/12129-halal-dan-haram-sudah-jelas.html
https://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/proceeding/article/view/3712/2157
https://joieb.perbanas.id/index.php/Joieb/issue/view/3
https://himaindustri.unpam.ac.id/?p=493

Anda mungkin juga menyukai