KELOMPOK II
TBU III
Kata ‘klastik’ merupakan bahasa Yunani yang mempunyai arti ‘jatuh’. Menurut
Pettjohn (1975), batuan sedimen klastik adalah batuan sedimen yang terbentuk dari
pengendapan kembali detritus atau pecahan batuan asal yang berupa batuan metamorf,
batuan beku, atau batuan sedimen itu sendiri. Pengertian lain dari batuan sedimen klastik
adalah jenis batuan sedimen (batuan endapan) yang dihasilkan dari proses sedimentasi
batuan beku atau material padat lain yang mengalami pelapukan mekanik.
Batuan sedimen klastik juga dapat diartikan sebagai batuan yang diperoleh dari
perubahan ukuran atau hancurnya batu besar menjadi batu kecil secara mekanik sehingga
sifat kimiawi batu tersebut masih sama dengan batuan asalnya. Untuk memahami hal
tersebut, dapat diambil contoh pelapukan batuan gunung. Batu gunung yang berukuran besar
hancur karena proses pelapukan batuan. Hasil pelapukan tersebut adalah batu- batuan kecil
yang kemudian terbawa oleh aliran air sehingga mengendap di sungai sebagai batu pasir.
1. Batu lanau
Batu lanau adalah batuan sedimen yang utamanya tersusun atas partikel-partikel
berukuran lanau. Arti berukuran lanau disini mengacu pada skala ukuran butir yang bisa
dilihat pada skala wentworth. Batulanau terbentuk dimana air, angin, atau endapan es
membawa material berukuran lanau dan kemudian terakumulasi, terpadatkan dan
tersementasi menjadi batuan.
Struktur sedimen pada batu lanau sering berupa layering, cross-bedding, ripple
marks, dan kontak erosi. Selain itu, fosil juga banyak ditemukan di batuan ini yang dapat
memberikan bukti lingkungan pengendapannya. Batulanau jauh lebih umum daripada
batu pasir dan batu serpih. Formasi batuannya biasanya lebih tipis dan penyebarannya
kurang luas.
2. Bata Lanau/Lumpur
Kata "lanau" sebenarnya tidak mengacu pada substansi tertentu. Lanau adalah
kata yang digunakan untuk ukuran partikel granular. Partikel-partikel berukuran lumpur
berkisar antara 0,00015 dan 0,0025 inchi, atau antara 0,0039 dan 0,063 milimeter.
Ukuran lumpur berada ditengah-tengah antara lempung (tanah liat) dan pasir halus.
Batu lanau muncul dalam berbagai warna. Biasanya abu-abu, coklat, atau coklat
kemerahan. Kadang juga berwarna putih, kuning, hijau, merah, ungu, oranye, hitam, dan
lainnya. Warnanya disebabkan oleh komposisi butiran, komposisi semen yang
mengikatnya, dan material pengotor yang dihasilkan pada saat kontak dengan air di
bawah permukaan.
Batu lanau bisa sulit diidentifikasi di lapangan tanpa pemeriksaan yang teliti.
Permukaan yang lapuk seakan tidak menunjukkan adanya struktur sedimen. Batu lanau
sering berselingan dengan litologi lain. Identifikasi memerlukan pengamatan terhadap
ukuran butir material penyusunnya.
Selain itu, cara lainnya juga bisa dilakukan dengan menggores permukaan
batulanau dengan paku atau pisau untuk bisa mengeluarkan butiran lumpur halusnya agar
bisa diamati ukuran dan komposisi partikel granularnya secara teliti.
Batu lanau memiliki sedikit kegunaan dan jarang menjadi target penambangan
untuk digunakan sebagai bahan konstruksi atau bahan mentah industri. Ruang pori antar
granular dalam batulanau terlalu kecil untuk digunakan sebagai akuifer yang baik.
Pemanfaatan utama dari batuan ini sebenarnya adalah dapat digunakan sebagai
filler (pengisi) berkualitas rendah ketika bahan yang berkualitas tinggi tidak tersedia
(sebagai alternatif). Kegunaannya sebagai filler sering dipakai pada industri migas.
3. Batu lempung
Batu lempung yaitu batuan yang memiliki struktur padat dengan susunan mineral
yang lebih banyak dari batu lanau. Selain itu, batu lempung juga dapat diartikan sebagai
salah satu jenis batuan sedimen yang bersifat liat atau plastis, tersusun dari hidrous
aluminium silikat (mineral lempung) yang ukuran butirannya halus. Ukuran butiran batu
lempung sangatlah halus, yakni tidak lebih dari 0,002 mm.
Mirip dengan batu serpih, batu lempung sangat sulit diteliti. Sangat dibutuhkan
analisis secara kimiawi agar ilmuwan tahu mineral penyusun batu lempung yang banyak
mengandung silika. Silika ini berasal dari feldspar yang banyak di temukan di lapisan
kulit bumi. Selain itu, batu lempung juga memiliki susunan unsur oksida besi yaitu
berupa siderit, markit atau pirit. Mineral karbonat berupa bahan- bahan organik dan
anorganik juga ditemukan pada batu lempung. Mineral- mineral penyusun batu lempung
tersebut adalah mineral yang aktif secara elektrokimiawi. Para pakar harus menggunakan
jenis mikroskop elektron untuk melihat jenis mineral yang terdapat pada batu lempung.
Batu lempung mempunyai bentuk yang berbeda satu dengan yang lain. Hal
tersebut dipengaruhi oleh lingkungan tempat pembentukan batu lempung. Batu lempung
yang pembentukannya di lingkungan danau berbeda dengan batu lempung yang terbentuk
di laut. Pada umumnya, batu yang terbentuk di laut akan mengandung fosil binatang laut
dan memiliki lapisan yang tebal. Selain perbedaan yang sudah disebutkan, batu lempung
dapat dibedakan menjadi 2 jenis berdasarkan ada tidaknya proses pengangkutan
(transportasi), yaitu :
a. Transported clay
Disebut transported clay karena batu lempung sudah mengalami pengangkutan
dari tempat terbentuknya. Ada 3 sumber terbentuknya batu lempung yaitu hasil dari
abrasi pantai, hasil dari pelapukan yang mengalami transportasi serta hasil
tercampurnya unsur kimia dan bio kimia. Selama proses transportasi, batu lempung
memungkinkan untuk tercampur dengan mineral halus, diantaranya adalaha oksida
besi, kuarsa dan bahan organisme.
b. Residual clay
Batu lempung jenis ini merupakan batu lempung yang tidak mengalami
pengangkutan atau masih berada di tempat asalnya. Karakteristik fisiknya
dipengaruhi oleh kondisi batuan induk, cuaca dan aliran air. Jenis batu lempung ini
biasanya memiliki kualitas yang lebih baik dari pada transported clay, serta banyak
ditemukan di sekitar batuan induknya.
Seperti yang telah dijelaskan bahwa batu lempung tersusun atas mineral lempung
(hidrous aluminium silikat). Mineral lempung tersebut dapat dibedakan lagi menjadi
beberapa jenis, diantaranya adalah :
a. Kaolinit
Mineral ini termasuk ke dalam kategori kaolin yang terdiri atas kepingan silika
tetrahedra dan kepingan aluminium oktahedra. Kedua kepingan tersebut terikat satu
sama lain sehingga terbentuk suatu lapisan yang satu kesatuan. Ikatan keduanya
merupakan ikatan hidrogen yang sulit dipisahkan. Karena ikatannya yang kuat,
mineral ini tergolong stabil sehingga air tidak bisa menerobos masuk di antara kedua
kepingan tersebut. Ketiadaan air di antara kedua kepingan tidak dapat menyusutkan
atau pun mengembangkan sel satuannya.
b. Halloysit
Mineral halloysit mirip dengan kaolinit, akan tetapi ikatannya lebih acak dan bisa
terpisahkan oleh lapisan tunggal molekul air. Jika mineral ini tidak mengandung
lapisan tunggal air karena telah dipanaskan, maka sifat dasar mineral akan berubah.
Sifat dasar dari mineral halloysit yaitu bentuk partikelnya mirip seperti silinder-
silinder yang memanjang.
c. Montmorillonit
Mineral montmorillonit juga disebut dengan smectit, yang merupakan mineral
hasil bentukan satu kepingan aluminium dan dua kepingan silika. Di antara dua
kepingan silika terdapat kepingan oktahedra yang membentuk suatu lapisan yang
satu. Montmorillonit terbentuk dari proses sedimentasi bersuasana basa (alkali) yang
sangat silikan. Selain itu, montmorillonit mempunyai ukuran kristal yang sangat kecil
tetapi memiliki gaya tarik terhadap air yang sangat kuat sehingga air tersebut dapat
memisahkan kepingan. Hal tersebut merupakan akibat kurangnya muatan negatif
pada kepingan oktahedran dan lemahnya gaya ikatan van der Waals pada ujung
kepingan silika. Air yang masuk di antara kepingan dapat melunakkan dan merusak
struktur tanah yang mengandung mineral montmorillonit.
d. Illit
Bentuk susunan mineral illit terdiri dari kepingan aluminium oktahedra yang
berada di antara dua kepingan silika tetrahedra. Kepingan – kepingan tersebut saling
terikat satu sama lain dengan ikatan antar ion- ion kalium yang terdapat pada setiap
kepingan. Ikatan ini tidak lebih kuat dari pada ikatan hidrogen yang mengikat mineral
kaolinit, tetapi lebih kuat dari pada ikatan ionik yang mengikat mineral
montmorillonit. Meski ikatannya tidak terlalu kuat, susunan mineral illit tidak dapat
mengembang akibat dari gerakan air yang berada di antara kedua kepingannya.
Sifat batu lempung yang liat (plastis) banyak dimanfaatkan sebagai bahan dasar
pembuatan berbagai jenis benda. Berikut adalah beberapa manfaat dari batu lempung :
a. Sebagai bahan dasar keramik – Batu lempung yang dicampur dengan air dan
membentuk tanah liat dapat digunakan untuk membuat keramik. Keramik tersebut
dapat berupa ubin lantai & dinding, gerabah atau porselen. Bahkan pembuatan
porselen menggunakan lempung yang mengandung kaolinit akan menghasilkan
produk yang tahan panas (produk refraktori). Selain keramik, tanah liat dari batu
lempung juga dimanfaatkan untuk membuat semen, batu bata dan agregat ringan
lainnya.
b. Sebagai bahan dasar kertas – Batu lempung yang memiliki kandungan mineral
kaolinit juga merupakan bahan dasar yang baik untuk pembuatan kertas yang
berkualitas tinggi.
c. Sebagai penyerap cairan – Batu lempung yang terbentuk dari abu hasil letusan
gunung berapi sering digunakan untuk menyerap cairan yang ada pada kandang
binatang ternak.
d. Membantu proses pengeboran – Batu lempung yang terbuat dari abu vulkanik juga
dapat dimanfaatkan sebagai lumpur yang membantu pengeboran. Selain itu, dapat
juga digunakan dalam industri palletizing bijih besi.
Konglomerat adalah salah satu batuan yang tidak memiliki banyak manfaat
bagi manusia. Karena batuan konglomerat bukanlah batuan yang kuat, batu
konglomerat tidak dapat di pakai sebagai fondasi atau struktur penting dari sebuah
bangunan.
2. Batuan Breksi
Dalam sistem klasifikasinya, batuan breksi yang sangat mirip dengan batuan
konglomerat ini merupakan jenis batuan sedimen klastik. Yaitu batuan sedimen yang
terbentuk dari pelapukan batuan beku. Baik batuan konglomerat maupun batuan breksi
memiliki butiran fragmen yang lebih besar dari 2 mm. Batuan sedimen tersusun dari
beberapa jenis fragmen yang memiliki diameter berbeda-beda, ada yang lebih kecil dari 2
mm, seperti lumpur dan ada yang lebih besar dari 2 mm, seperti pasir dan kerikil.
Meski identik, batuan breksi tidak sama dengan batuan konglomerat. Perbedaan
yang sangat kentara antara keduanya terletak pada sudut-sudut fragmennya. Batuan
breksi memiliki bentuk sudut fragmen yang angular, sedangkan bentuk fragmen batu
konglomerat adalah membundar (rounded). Bentuk sudut fragmen batuan sedimen ini
menandakan seberapa jauh transportasi fragmen dari intinya. Semakin jauh
pergerakannya, semakin bundar bentuk sudut-sudutnya.
Jadi dapat disimpulkan, pengertian batuan breksi adalah batuan sedimen klastik
yang tersusun atas butiran-butiran fragmen dengan diameter lebih besar dari 2 mm dan
membentuk sudut-sudut fragmen yang angular.
Struktur batuan breksi yang tersusun dari butiran-butiran kasar sangat cocok
untuk digunakan sebagai bahan bangunan atau ornamen-ornamen hiasan dalam
dekorasi.
Khusus penamaan breksi tuf, para ahli ada yang berpendapat bahwa kepingan
utama tersusun oleh tuf, tetapi ada juga yang menyatakan sebagai nama untuk batuan
gunungapi bertekstur klastika dimana persentase bahan tuf, baik sebagai fragmen maupun
sebagai matriks sama atau lebih besar daripada fragmen yang lain.
Kebingungan sering juga dialami untuk penamaan tuf lapili, lapili tuf dan
batulapili (lapillistones). Pada literatur lama (misal Pettijohn, 1975), istilah abu
gunungapi (?? 2 mm) yang jika sudah membatu menjadi tuf, dan lapili (?: 2 -64 mm) jika
sudah membatu menjadi batulapili diperuntukkan khusus bagi batuan piroklastika.
Artinya batuan itu secara primer harus langsung dihasilkan oleh letusan gunungapi.
Sebagai bahan yang masih berupa endapan, atau masih lepas-lepas, belum
membentuk batuan, dan dihasilkan oleh kegiatan gunungapi Kuarter atau bahkan letusan
gunungapi masa kini dimana gunungapinya juga masih secara mudah/jelas dapat
ditunjukkan maka untuk menyatakan sebagai bahan/endapan piroklastika tidak
disangsikan lagi.
Akan tetapi hasil kegiatan gunungapi Tersier atau yang lebih tua yang bahannya
sudah membatu dan tubuh gunungapinya sudah tidak terlihat secara nyata, maka untuk
menyatakan secara tegas bahwa tuf itu secara primer adalah hasil langsung letusan
gunungapi yang mengendap dan membatu secara insitu, masih diperlukan banyak
pertimbangan sebagai pendukungnya.
Dengan demikian tuf lapili adalah batuan klastika gunungapi yang bahan
penyusun utamanya adalah abu gunungapi (?? 2 mm) dan bahan penyusun tambahannya
adalah lapili gunungapi (?: 2 -64 mm). Sebaliknya, lapili tuf adalah apabila komponen
berukuran lapili lebih banyak daripada abu gunungapi, sedangkan batulapili jika bahan
penyusun sangat didominasi oleh butiran lapili. Dalam banyak hal di lapangan batulapili
sama dengan breksi gunungapi dimana fragmennya berukuran butir halus (2-64 mm).
Secara genesa, breksi gunungapi adalah batuan gunungapi yang merupakan hasil
fragmentasi oleh suatu sebab sehingga menjadi kepingan-kepingan berbentuk meruncing
dan berbutir kasar (? ? 2 mm). Bentuk kepingan bervariasi dari sangat meruncing sampai
dengan agak meruncing atau meruncing tanggung. Ukuran butir kepingan juga beragam ,
mulai dari sekitar 3 mm sampai dengan 3 – 5 m, atau bahkan lebih. Berdasarkan proses
fragmentasinya, breksi gunungapi dibagi menjadi empat kelompok, yakni:
4. Aglomerat
Aglomerat merupakan jenis batuan sedimen klastik. Aglomerat merupakan batuan
piroklastik yang hampir sama dengan batuan konglomerat, akan tetapi memiliki
komposisi yang berbeda. Dimana aglomerat berasal dari material vulkanik, sedangkan
konglomerat berasal dari material sedimen. Aglomerat ini memiliki ukuran butir >32
mm.