Anda di halaman 1dari 8

MamMAK

MAKALAH TENTANG
WAKAF

Nama kelompok 1 :
 Afita Anggraini = (sebagai MC / Pembawa acara )
 Aditya Pangesdita = (sebagai pembaca materi )
 Saskia Nurwati = (sebagai memberi pertanyaan )
 Neza Satrio = ( sebagai penjawab pertanyaan )
 Ridwan Saputra = ( sebagai anggota/membantu menjawab
pertanyaan )

* KELAS : X TKJ *
BAB 7

PEMBAHASAN
A. Pengertian Wakaf
Perkataan waqf, yang menjadi wakaf dalam bahasa Indonesia, berasal dari kata kerja
bahasa Arab waqafa yang berarti menghentikan, berdiam di tempat atau menahan sesuatu.
Wakaf dalam pengertian Ilmu tajwid mengandung makna menghentikan bacaan, baik seterusnya
maupun untuk mengembil nafas sementara. Pengertian wakaf dalam makna berdiam di tempat,
dikaitkan dengan wuquf. Yakni berdiam di Arafah pada tanggal 9 Zulhijjah ketika menunaikan
Ibadah Haji. Sedangkan pengertian menahan (sesuatu) dihubungkan dengan harta kekayaan,
itulah yang dimaksud dengan wakaf dalam makalah ini (Ali, 1988, p. 80). Wakaf adalah
menahan harta dan memberikan manfaatnya di jalan Allah, sebagai sarana mendekatkan diri
kepada Allah yang ganjarannya tidak terbatas sepanjang pewakaf itu hidup, tetapi terbawa
sampai ia meninggal dunia (Suryana, Alba, Syamsudin, & Asiyah, 1996, p. 131). Wakaf adalah
salah satu lembaga yang dianjurkan oleh ajaran Islam untuk dipergunakan oleh seseorang
sebagai sarana penyaluran rezeki yang diberika oleh Allah kepadanya (Ali, 1988, p. 77).

Dari beberapa definisi dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian wakaf adalah
menahan harta yang diberikan Allah yang dikelola oleh suatu lembaga dan hal tersebut sangat
dianjurkan oleh ajaran Islam karena sebagai saran mendekatkan diri kepada Allah yang
ganjarannya terbawa sampai si pewakaf meninggal dunia.

Menurut hadist Nabi Muhammad SAW. yang diriwayatkan oleh Muslim berasal dari Abu
Hurairah, “seorang manusia yang meninggal dunia akan berhenti semua pahala amal
perbuatannya, kecuali pahala tiga amalan yaitu (1) shadaqah jariyah : sedekah yang pahalanya
tetap mengalir yang diberikannya selama hidup, (2) Ilmu yang bermanfaat bagi orang lain yang
diajarkannya selama hayatnya, dan (3) do’a anak saleh yakni anak yang membalas guna orang
tuanya dan mendo’akan ayah-ibunya meskipun orangtuanya itu telah tiada” menurut A.A. Basyir
dalam (Ali, 1988, p. 81).
B. Rukun Wakaf

1. Pewakaf (wakif)
“Orang yang mewakafkan hartanya, dalam istilah hukum Islam disebut wakif. Seorang
wakif haruslah memenuhi syarat untuk mewakafkan hartanya, diantaranya adalah kecakapan
bertindak, telah dapat mempetimbangkan baik buruknya perbuatan yang dilakukannya dan
benar-baner pemilik harta yang diwakafkan itu. Mengenai kacakapan bertindak, dalam hokum
fikih Islam ada dua istilah yang perlu dipahami perbedaannya yaitu baligh dan rasyid. Pengertian
baligh menitikberatkan pada usia, sedangkan rasyid pada kematangan pertimbangan akal”
menurut A.A. Basyir dalam (Ali, 1988, p. 85).

“Apabila seorang wakif berada dalam keadaan sakit parah keika mewakafkan hartanya,
perbuatan itu dapat dikiyaskan pada wasiat yang akan berlaku setelah ia meninggal dunia dan
jumlahnya tidak boleh melebihi sepertiga dari jumlah harta kekayaannya, kecuali perwakfan itu
disetujui oleh ahli warisnya. Seorang wakif tidak boleh mencabut kembali wakafnya dan tidak
boleh menuntut agar harta yang sudah diwakafkan dikembalikan ke dalam hak miliknya. Agama
yang dipeluk seseorang tidak menjadi syarat bagi seorang wakif, artinya seorang nonmuslim pun
boleh berwakaf asal tujuannya tidak bertentangan dengan ajaran Islam” menurut A. Wasit
Aulawi dalam (Ali, 1988, pp. 85-86).

2. Harta yang Diwakafkan (Mauquf)


Syarat dari harta yang akan diwakafkan adalah : (a) harus tetap zatnya dan dapat
dimanfaatkan untuk jangka waktu yang lama, tetapi haruslah dimanfaatkan untuk hal-hal yang
berguna, halal dan sah menurut hukum. (b) harta yang diwakafkan haruslah jelas wujudnya dan
batas-batasnya (misal yang diwakafkan adalah tanah). (c) harta yang diwakafkan harus benar-
benar kepunyaan wakif dan bebas dari beban hutang orang lain. (d) harta yang diwakafkan dapat
berupa benda mati maupun benda bergerak (misal saham atau surat-surat berharga lainnya) (Ali,
1988, p. 86).

3. Tujuan Wakaf (Mauquf ‘alaih)


Dalam tujuan harus tercermin siapa yang berhak atas wakaf, misalnya (a) untuk
kepentingan umum, seperti (tempat) mendirikan masjid, sekolah, rumah sakit, dll. (b) untuk
menolong fakir-miskin, anak yatim seperti mendirikan panti asuhan,dll. (c) tujuan wakaf tidak
boleh bertentangan dengan nilai-nilai Ibadah seperti mewakafkan tanahnya untuk kuburan, pasar,
lapangan olah raga, dll (Ali, 1988, p. 87).

4. Lafal atau pernyataan (sighat) wakif


Pernyataan wakif yang merupakan tanda penyerahan barang atau benda yang
diwakafkan, dapat dilakukan dengan lisan atau tulisan. Dengan pernyataan tersebut, hilanglah
hak wakif terhadap bend yang diwakafkannya. Dengan pernyataan wakif yang merupakan ijab
perwakafan telh terjadi, sedangkan pernyataan qabul dari mauquf ‘alaih yakni orang yang berhak
manikmati hasil wakaf itu tidak diperlukan, artinya dalam wakaf hanya ada ijab tanpa ada qabul
(Ali, 1988, p. 87).

Contoh lafal yang diucapkan wakif saat perwakafan : “saya wakafkan tanah milik saya
seluas 200 meter persegi ini, agar dibangun Masjid di atasnya”. Pada lafal wakaf tidak boleh ada
unsur ta’lik (syarat), karena maksud dari wakaf adalah pamindahan kepemilikan untuk
selamanya bukan untuk sementara. Contoh lafal wakaf yang tidak sah : “saya wakafkan tanah
sawah milik saya kepada para fakir miskin selama satu tahun” (Syamsuri, 2004, p. 178).

C. Syarat-syarat Wakaf
Syarat-syarat sahnya perwakafan sesorang adalah sebagai berikut : (1) Perwakafan benda
itu tidak dibatasi oleh waktu tertentu melainkan selamanya. (2) Tujuannya harus jelas dan
disebutkan ketika mengucapkan ijab. (3) Wakaf harus segera dilaksanakan segera setelah ikrar
wakaf dinyatakan oleh wakif dn tidak boleh menggantungkan pelaksanaannya, jika pelaksanaan
wakaf tertuda hingga wakif meninggal dunia, hukum yang berlaku adalah wasiat yang kemudian
syaratnya, harta yang diwakafkan tidak boleh lebih dari sepertiga harta peninggalan. (4) Wakaf
yang sah wajib dilaksanakan, karena ikrar wakaf oleh wakif berlaku seketika dan selama-
lamanya. (5) Perlu dikemukakan syarat yang dikeluarkan oleh wakif atas harta yang
diwakafkannya, artinya seorang wakif berhak memberikan syarat akan diapakan harta yang ia
wakafkan selama tidak bertentangan dengan hukum Islam (Ali, 1988, pp. 88-89).

D. Macam-macam Wakaf

1. Wakaf Keluarga atau Wakaf Ahli atau Wakaf Khusus


Wakaf Keluarga atau Wakaf Ahli atau Wakaf Khusus adalah wakaf yang diperuntukkan
bagi orang-orang tertentu, seorang atau lebih, baik keluarga maupun orang lain (Ali, 1988, p.
90). “Dibeberapa Negara Timur Tengah wakaf semacam ini menimbulkan banyak masalah
terutama jika wakaf tersebut berupa tanah pertanian sering kali terjadi penyalahgunaan seperti :
(a) menjadikan wakaf keluarga ini sebagai alat untuk menghidari pembagian harta kekayaan
pada ahli waris yang berhak menerimanya, setelah wakif meninggal dunia. (b) wakaf keluarga
ini dijadikan alat untuk mengelak dari tuntutan kreditor terhadap hutang-hutang yang dibuat oleh
seseorang, sebelum ia mewakafkan tanahnya itu. Maka dari itu di beberapa Negara wakaf
keluarga ini dihapuskan seperti di Mesir tahun 1952 wakaf ini dihapuskan karena praktek-
praktek penyimpangan yang tidak sesuai ajaran Islam. Selain itu di Indonesia harta pusaka suku
Minangkabau memiliki cirri-ciri seperti wakaf keluarga, harta pusaka tersebut dipertahankan
tidak dibagi-bagi atau diwariskan kepada keturunan secara individual, karena diperuntukkan bagi
kepentingan keluarga” menurut Nazaroeddin Rachmat dalam (Ali, 1988, p. 90).

2. Wakaf Umum atau Wakaf Khairi


Wakaf Umum atau Wakaf Khairi adalah wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan
atau kemaslahatan umum, yang sifatnya sebagai lembaga kaegamaan dan lembaga sosial dalam
bentuk Masjid, madrasah, pesantren, rumah sakit, dll. Wakaf umum inilah yang paling sesuuai
dengan ajaran Islam dan sangat dianjurkan karena bagi yang menjalankannya akan memperoleh
pahala yang terus mengalir (Ali, 1988, pp. 90-91).

E. Pemilikan Harta Wakaf


Menurut para ahli hukum (fikih) Islam sebelum harta diwakafkan, pemiliknya adalah
orang yang mewakafkannya. Dan setelah harta tersebut diwakafkan kepemilikanya harta kembali
kepada Allah SWT. Dan manfaatnya menjadi hak Mauquf ‘alaih (Ali, 1988, p. 91).
BAB 7

KESIMPULAN

1. Wakaf adalah menahan harta yang diberikan Allah yang dikelola oleh suatu lembaga dan hal
tersebut sangat dianjurkan oleh ajaran Islam karena sebagai saran mendekatkan diri kepada
Allah yang ganjarannya terbawa sampai si pewakaf meninggal dunia.

2. Rukun wakaf adalah : Pewakaf (wakif) adalah Orang yang mewakafkan hartanya, Harta yang
Diwakafkan (Mauquf), Tujuan Wakaf (Mauquf ‘alaih) dan yang terakhir adalah Lafal atau
pernyataan (sighat) wakif contoh sighat : “saya wakafkan tanah milik saya seluas 200 meter
persegi ini, agar dibangun Masjid di atasnya”.

3. Syarat-syarat sahnya perwakafan sesorang adalah sebagai berikut : (a) Perwakafan benda itu
tidak dibatasi oleh waktu tertentu melainkan selamanya. (b) Tujuannya harus jelas dan
disebutkan ketika mengucapkan ijab. (c) Wakaf harus segera dilaksanakan segera setelah
ikrar wakaf dinyatakan oleh wakif. (d) Wakaf yang sah wajib dilaksanakan, karena ikrar
wakaf oleh wakif berlaku seketika dan selama-lamanya. (e) Perlu dikemukakan syarat yang
dikeluarkan oleh wakif atas harta yang diwakafkannya.

4. Wakaf ada dua macam yaitu : (a) Wakaf Keluarga atau Wakaf Ahli atau Wakaf Khusus :
Wakaf Keluarga atau Wakaf Ahli atau Wakaf Khusus adalah wakaf yang diperuntukkan bagi
orang-orang tertentu, seorang atau lebih, baik keluarga maupun orang lain. (b) Wakaf Umum
atau Wakaf Khairi : Wakaf Umum atau Wakaf Khairi adalah wakaf yang diperuntukkan bagi
kepentingan atau kemaslahatan umum.
5. Status kepemilikan harta wakaf Sebelum harta diwakafkan, pemiliknya adalah orang yang
mewakafkannya. Dan setelah harta tersebut diwakafkan kepemilikanya harta kembali kepada
Allah SWT. Dan manfaatnya menjadi hak Mauquf ‘alaih.

6. Pengurus Wakaf disebut dengan Nadzir atau Mutawalli. Nadzir adalah seseorang atau
badan yang memegang amanat untuk memelihra dan mengurus harta wakaf sebaik-baiknya
sesuai dengan wujud dan tujuannya.

Syarat untuk menjadi seorang Nadzir adalah : (a) telah dewasa, (b) berakal sehat, (c) dapat
dipercaya, (d) mampu menyelenggarakan segala urusan yang berkenaan dengan harta wakaf.
7. Jika terjadi perubahan status, penggantian benda dan tujuan perwakafan karena didasarkan
pada pandangan agar manfaat wakaf itu tetap terus berlangsung sebagai Shadaqah Jariyah,
tidak mubazir, tidak rusak, dan tetap berfungsi sebagai mana mestinya maka status harta
wakaf itu tetap sebagai harta wakaf.
8. Di Indonesia wakaf diatur sacara formal oleh Negara dalam sebuah lembaga yaitu Badan
Wakaf Indonesia (BWI), dimana Ikrar atau Ijab wakaf dilakukan oleh wakif di depan pejabat
yang berwenang, yaitu Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai Pejabat Pembuat Akta
Tanah Wakaf, kemudian dikeluarkan akta wakaf, jika wakaf itu dalam bentuk tanah maka
oleh Kantor Badan Pertanahan Nasional atau biasa disebut Agraria dikeluarkan sertifikat
wakaf berdasarkan akta wakaf yang dibuat KUA. Dengan dibuatnya akta dan sertifikat wakaf
tersebut, maka harta wakaf itu terlindungi dari penyalahgunaan atau gugatan pihak lain.

9. Wakaf berkembang dengan baik di beberapa Negara Timur Tengah seperti Mesir, Yordania,
Saudi Arabia, Bangladesh, Abu Dhabi, dll. Karena di beberpa Negara tersebut wakaf selain
berupa sarana dan prasarana ibadah dan pendidikan, juga berupa tanah pertanian,
perkebunan, flat, uang saham, real estat, dan lain-lain yang dikelola secara produktif dengan
manajemen yang baik sehingga manfaatnya sangat dirasakan bagi pihak-pihak yang
memerlukannya untuk mewujudkan kesejahteraan umat.
Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai