Anda di halaman 1dari 4

Jurnal Kedokteran Syiah Kuala ISSN: 1412-1026

Volume 21, Number 3, Desember 2021 E-ISSN: 25500112


Pages: 331-334 DOI: 10.24815/jks.v21i3.20726

Pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS pada pekerja konstruksi menuju eliminasi


HIV di Indonesia tahun 2030

Liza Salawati, Ibnu Abbas


Universitas Syiah Kuala - Banda Aceh
Email: lizasalawati.dr@gmail.com

Abstrak. Human immunodeficiency virus (HIV)/ Acquired immuno deficiencysyndrome (AIDS) terus meningkat dari tahun ke
tahun. Pada tahun 2019 tercatat sebanyak 349.882 orang dengan HIV dan 117.064 orang dengan AIDS. Persentase kumulatif
AIDS tertinggi ada pada kelompok usia produktif. Salah satu sektor yang berisiko terinfeksi HIV adalah pekerja di sektor
konstruksi yang merupakan High Risk Man yaitu laki-laki mempunyai uang, mobilitas tinggi dan jauh dari keluarga serta berada di
lingkungan kerja macho. Dalam rangka menuju eliminasi HIV di Indonesia tahun 2030 khususnya di sektor konstruksi maka perlu
penguatan komitmen dari kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, peningkatan dan perluasan akses layanan
skrining, diagnostik dan pengobatan yang komprehensif dan bermutu, penguatan program pencegahan dan pengendalian,
penguatan kemitraan, pengembangan inovasi program, penguatan monitoring, evaluasi, dan tindak lanjut.
Kata kunci: HIV/AIDS, Pencegahan, pengendalian, pekerja, konstruksi’

Abstract. Human immunodeficiency virus (HIV) / Acquired immuno deficiencysyndrome (AIDS) continues to increase from year
to year. In 2019 there were 349,882 people with HIV and 117,064 people with AIDS. The highest cumulative percentage of AIDS
is in the productive age group. One of the sectors at risk of being infected with HIV is workers in the construction sector who are
High Risk Man, namely men who have money, high mobility and are far from their families and are in a relatively more macho
work environment. In order to eliminate HIV in Indonesia by 2030, especially in the construction sector, it is necessary to
strengthen the commitment of the Ministry of Public Works and Public Housing, increase and expand access to comprehensive
and quality screening, diagnostic and treatment services, strengthen prevention and control programs, strengthen partnerships,
develop program innovation, strengthening monitoring, evaluation, and follow-up.

Keywords: HIV / AIDS, prevention, control, workers, construction

Pendahuluan Sejalan dengan target global untuk mengakhiri epidemi


AIDS pada tahun 2030, pemerintah bersama masyarakat
HIV/AIDS terus menjadi masalah kesehatan masyarakat di memiliki komitmen yang kuat dalam upaya pengendalian
dunia. 1 Kasus HIV/AIDS di Indonesia terus meningkat dari HIV/AIDS untuk mencapai eliminasi HIV/AIDS pada tahun
tahun ke tahun selama sebelas tahun terakhir, pada 2030. Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah
umumnya di kelompok usia produktif (20-49 tahun) yaitu Nasional (RPJMN) 2020-2024, salah satu arah kebijakan
sebesar 70-80%.2 Salah satu sektor yang berisiko terinfeksi dan strategi adalah meningkatkan akses dan mutu pelayanan
HIV adalah pekerja di bidang konstruksi, hal tersebut terjadi kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta. Peningkatan
oleh karena pekerja mayoritas laki-laki, tinggal jauh dari pengendalian penyakit, dimana HIV/AIDS menjadi bagian
pasangan dalam jangka waktu yang lama di satu lokasi dan dari arah kebijakan tersebut. Komitmen negara juga tertuang
kemudian pindah ke lokasi lain, sifat pekerjaan pada kondisi dalam Rencana Strategis bidang kesehatan (Renstra
yang terisolasi dan sulit dengan jadwal yang ketat, Kemenkes RI) dengan meningkatkan jumlah orang dengan
kemudahan akses dan tersedianya pekerja seks dekat dengan HIV AIDS (ODHA) yang mendapatkan pengobatan sebagai
lokasi konstruksi, budaya macho (berdasarkan norma sosial salah satu bentuk upaya pencegahan penularan HIV dan
masih menerima pria untuk memiliki banyak pasangan meningkatkan kualitas hidup ODHA. Pemerintah bersama
seks), ajakan dari rekan kerja, pengetahuan pekerja yang masyarakat mendukung upaya pencapaian eliminasi HIV/
rendah mengenai HIV/AIDS, adanya perilaku berisiko, AIDS yang telah disepakati di tingkat global bahwa pada
pekerja dipisahkan dari norma agama dan budaya. 3.4.5 Oleh tahun 2030 kita dapat mencapai 95-95-95 untuk pengobatan,
karena itu pekerja konstruksi merupakan High Risk Man dimana 95% ODHA mengetahui status, 95% dari ODHA
yang berkarakter 4M (Man, Money, Mobile, Macho), yaitu yang mengetahui status mendapatkan pengobatan, dan 95%
laki-laki mempunyai uang, mobilitas tinggi dan jauh dari dari ODHA yang diobati virusnya tersupresi.7
keluarga serta berada di lingkungan kerja macho sehingga
mudah terpapar dengan HIV.6
331
Liza et al.- Pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS

HIV/AIDS a. Stadium 1 (asimtomatis): asimtomatis dan limfadenopati


generalisata
HIV adalah suatu retrovirus yang terdiri dari untai tunggal
RNA virus yang masuk ke dalam inti sel pejamu dan b. Stadium 2 (ringan): enurunan berat badan < 10%,
ditranskripkan kedalam DNA pejamu ketika menginfeksi manifestasi mukokutaneus minor( dermatitis seboroik,
pejamu. AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi yang prurigo, onikomikosis, ulkus oral rekurens, keilitis
timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia angularis, erupsi popular pruritik), infeksi herpers zoster
akibat infeksi HIV.1 Penyebab rusaknya kekebalan tubuh dalam 5 tahun terakhir, infeksi saluran napas atas
pada penderita AIDS adalah suatu agen viral yang disebut berulang (sinusitis, tonsillitis, faringitis, otitis media)
HIV dari sekelompok virus yang dikenal retrovirus yang
disebut Lympadenopathy Associated Virus (LAV) atau c. Stadium 3 (lanjut): penurunan berat badan >10% tanpa
Human T-Cell Leukimia Virus (HTL-III) yang juga disebut sebab jelas. diare tanpa sebab jelas > 1 bulan, demam
Human T-Cell Lympanotropic Virus (retrovirus). Retrovirus berkepanjangan (suhu >36,7°C, intermiten/konstan) > 1
mengubah asam rebonukleatnya (RNA) menjadi asam bulan, kandidiasis oral persisten, oral hairy leukoplakia,
deoksiribunokleat (DNA) setelah masuk kedalam sel tuberculosis paru, infeksi bakteri berat (pneumonia,
pejamu.3 piomiositis, empiema, infeksi tulang/sendi, meningitis,
bakteremia), stomatitis/gingivitis/periodonitis ulseratif
Transmisi infeksi HIV/AIDS terdiri dari lima fase yaitu:1 nekrotik akut, anemia (Hb < 8 g/dL) tanpa sebab jelas,
neutropenia (< 0,5×109 /L) tanpa sebab jelas, atau
1. Periode jendela, lamanya 4 minggu sampai 6 bulan trombositopenia kronis (< 50×109 /L) tanpa sebab yang
setelah infeksi dan tidak ada gejala. jelas
2. Fase infeksi HIV primer akut, lamanya 1 – 2 minggu
dengan gejala flu like illness. d. Stadium 4 (berat): HIV wasting syndrome, pneumonia
3. Infeksi asimtomatik, lamanya 1 – 15 atau lebih tahun dan akibat pneumocystis carinii, pneumonia bakterial berat
tidak ada gejala. rekuren, toksoplasmosis serebral, kriptosporodiosis
4. Supresi imun simtomatik, diiatas 3 tahun dengan gejala dengan diare > 1 bulan, sitomegalovirus pada orang
demam, keringat malam hari, berat badan menurun, selain hati, limpa atau kelenjar getah bening, infeksi
diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, dan lesi herpes simpleks mukokutan (> 1 bulan) atau visceral,
mulut. leukoensefalopati multifocal progresif, mikosis endemic
5. AIDS, lamanya bervariasi antara 1 – 5 tahun dari kondisi diseminata, kandidiasis esofagus, trakea, atau bronkus,
AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi mikobakteriosis atipik, diseminata atau paru, septicemia
oportunis berat dan tumor pada berbagai sistem tubuh, salmonella non-tifoid yang bersifat rekuren, tuberculosis
dan manifestasi neurologis. ekstrapulmonal, limfoma atau tumor (sarkoma kaposi),
ensefalopati HIV, kriptokokosis ekstrapulmoner
Cepat lambatnya waktu seseorang yang terinfeksi HIV termasuk meningitis, isosporiasis kronik, karsinoma
menjadi AIDS sekitar 10-15 tahun, namun bervariasi pada serviks invasive, leismaniasis atipik diseminata,
setiap individu. Apabila penderita HIV dibiarkan tanpa nefropati terkait HIV simtomatis atau kardiomiopati
pengobatan, maka gejala akan timbul sekitar 5-10 tahun, terkait HIV simtomatis.
bahkan bisa lebih singkat lagi. Oleh karena itu penderita
HIV harus segera di terapi dengan antiretroviral (ART) yang Diagnosis
mencegah virus bereplikasi sehingga memperlambat
perkembangan penyakit.3 Metode yang umum untuk menegakkan diagnosis HIV
meliputi:3
Faktor Risiko
1. ELISA (Enzyme-Linked ImmunoSorbent Assay)
Faktor risiko HIV/AIDS adalah pengguna napza suntik yang Sensitivitasnya tinggi yaitu sebesar 98,1-100%. Biasanya
menggunakan jarum secara bergantian, pekerja seks dan tes ini memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi.
pelanggan, lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki, 2. Western blot Spesifikasinya tinggi yaitu sebesar 99,6-
narapidana, pekerja sektor konstruksi, pelaut dan pekerja di 100%. Pemeriksaannya cukup sulit, mahal, dan
sektor transportasi.6, 8 membutuhkan waktu sekitar 24 jam.
3. PCR (Polymerase Chain Reaction) Tes ini digunakan
Cara Penularan untuk:
HIV ditularkan dari orang ke orang melalui pertukaran  Tes HIV pada bayi, karena zat antimaternal masih ada
cairan tubuh seperti darah, semen, cairan vagina dan air pada bayi yang dapat menghambat pemeriksaan secara
susu ibu (ASI). Media penularan adalah hubungan seksual, serologis.
jarum suntik, ibu hamil dan transfusi darah.3,6  Menetapkan status infeksi individu yang seronegatif
pada kelompok berisiko tinggi
Manifestasi Klinis  Tes pada kelompok tinggi sebelum terjadi
serokonversi.
Stadium klinis HIV/AIDS untuk remaja dan dewasa dengan
 Tes konfirmasi untuk HIV-2, sebab ELISA mempunyai
infeksi HIV terkonfirmasi menurut WHO adalah:1
sensitivities rendah untuk HIV-2.
332
Jurnal Kedokteran Syiah Kuala 21 (3): 331-334, Desember 2021

e. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor


Pengobatan 09/PRT/M/2008 tentang Pedoman Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Kontruksi
Tata laksana pengobatan ARV dilaksanakan dengan Bidang pekerjaan Umum
mengacu pada Surat Edaran Dirjen P2P No. 1564 tahun
2018 tentang Penatalaksanaan ODHA untuk Eliminasi HIV Upaya pencegahan HIV/AIDS dapat dibagi menjadi 3
AIDS Tahun 2030. Salah satu poin penting dari surat edaran yaitu:6,7,10
tersebut adalah pemberian pengobatan Anti retro virus a. Pencegahan primer, yaitu pencegahan yang dapat
(ARV) pada seluruh ODHA yang ditemukan. Perubahan dilakukan dengan memberikan edukasi yang bertujuan
kebijakan pemberian ARV ini diharapkan akan untuk meningkatkan pengetahuan tentang HIV/AIDS
meningkatkan cakupan pengobatan dan meningkatkan melalui penyuluhan, pelatihan pada kelompok berisiko
kualitas hidup ODHA, menurunkan penularan dan angka tinggi maupun rendah. Upaya peningkatan pengetahuan
kematian ODHA. Meskipun terjadi peningkatan kes yang dan pemahaman HIV dilakukan melalui berbagai media
cukup signifikan selama tahun 2015- 2019, tetapi akselerasi sosial, media cetak dan media elektronik, kerja sama
coverage test HIV dan pengobatan ARV serta perbaikan dengan dunia usaha dan lintas sektor antar kementerian
kualitas layanan HIV dan AIDS akan terus dilakukan dan Lembaga.
akan menjadi prioritas dalam 5 tahun mendatang. Kualitas b. Pencegahan sekunder, yaitu pencegahan yang dilakukan
layanan tidak hanya akan diukur dengan coverage ODHA melalui diagnosis dini dan pemberian pengobatan. Pada
on-ARV, tetapi juga dengan mengukur viral load HIV/AIDS dapat dilakukan dengan melakukan tes darah.
suppression yang selanjutnya akan digunakan sebagai salah c. Pencegahan tersier, dilakukan untuk mengurangi
satu indikator utama program HIV.7 komplikasi penyakit yang sudah terjadi. Upaya yang
dilakukan dalam pencegahan ini adalah dengan
Selain itu obat infeksi oportunistik adalah obat yang melakukan rehabilitasi atau penggunaan obat ARV untuk
digunakan untuk penyakit yang muncul sebagai efek menjaga kondisi penderita agar tidak menjadi semakin
samping rusaknya kekebalan tubuh. Yang penting untuk buruk.
pengobatan oportunistik yaitu menggunakan obat-obat
sesuai jenis penyakitnya.9 Salah satu metode dari pencegahan HIV/AIDS yaitu metode
ABCDE. A (Abstinance) adalah tidak melakukan hubungan
Pencegahan dan Pengendalian seks dengan orang lain selain pasangan. Abstinance
merupakan prinsip awal untuk mencegah tertular virus
Menteri Kesesehatan R.I mencanangkan program HIV/AIDS. B (Be faithful) yaitu setia melakukan hubungan
pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS pada tahun 2020- seks hanya dengan satu pasangan saja. C (Condom) artinya
2024 secara nasional yaitu: 1) Menurunkan infeksi baru gunakan kondom saat berhubungan seks. Hal ini biasanya
HIV; 2) Menurunkan kematian yang diakibatkan oleh AIDS; dianjurkan untuk pasangan yang berisiko tinggi terkena
3) Meniadakan diskriminasi terhadap ODHA; 4) HIV/AIDS yaitu pasangan yang berhubungan seks dengan
Menurunkan penularan infeksi baru HIV pada bayi.7 banyak pasangan. D (Don’t inject drug) yaitu tidak
Dalam rangka menuju eliminasi HIV di Indonesia tahun menyuntikkan narkoba secara bergantian dengan alat suntik
2030 maka ada tiga target dampak yang hendak dicapai pada yang sama. E (Education) yaitu pemberian informasi yang
tahun 2024, yaitu: 1) Infeksi baru HIV berkurang menjadi benar tentang HIV/AIDS sehingga dengan pengetahuan
0,18 per 1000 penduduk; 2) Infeksi baru HIV pada anak yang dimiliki diharapkan mampu melakukan tindakan
mencapai kurang dari atau sama dengan 50/100.000 pada pencegahan terhadap penularan HIV/AIDS yaitu
tahun 2022; 3) Infeksi Sifilis menjadi 5,3 per 1.000 pencegahan sekunder dan tersier.11
penduduk tidak terinfeksi atau penurunan 30% di tahun
2024.7 Dalam pencegahan HIV/AIDS pada pekerja konstruksi,
Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Peraturan perundang-undangan yang terkait program menyelenggarakan pelatihan secara regular. Mereka
pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat menyediakan pelatihan berupa sosialisasi (peningkatan
konstruksi yaitu:6 kesadaran) HIV/AIDS di kalangan pekerja jasa konstruksi.
a. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rencana kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di sektor
Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi kontruksi terbagi dalam 4 pilar program pencegahan
b. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang HIV/AIDS yaitu :6
Pembentukan dan Organisasi Kementrian Negara a. Peningkatan pengetahuan dan pemahaman pada semua
c. Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang level di sektor kontruksi
Program pembangunan yang Berkeadilan b. Ketentuan pada dokumen Procurement and Contract
d. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Project Design Phase
Nomor 68/MEN/IV/2004 tentang Pencegahan dan c. Integrasi pada sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja. (K3)
333
Liza et al.- Pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS

d. Intervensi program untuk perubahan prilaku bagi pekerja Penerapan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
yang berisiko. Transmigrasi No. 68/2004: Program Pencegahan
dan Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja.
Menurut Mentri kesehatan R.I, terdapat enam strategi Jakarta: Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS yaitu: 1)
Transmigrasi. 2019.
Penguatan komitmen dari kementerian/lembaga yang terkait
di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota; 2) 3. Lackner, A., Lederman, M.M., Rodriguez, B. HIV
Peningkatan dan perluasan akses masyarakat pada layanan Pathogenesis: The Host. Journal List. Cold Spring
skrining, diagnostik dan pengobatan HIV/AIDS yang Harb Perspect Med. 2012 sep.v.2(9):1-23.
komprehensif dan bermutu; 3) Penguatan program 4. International Labour Office. HIV/AIDS and The
pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS berbasis data dan Construction Guidelines. Switzerland: 2008.
dapat dipertanggungjawabkan; 4) Penguatan kemitraan dan 5. Komisi Penanggulangan AIDS Indonesia. Upaya
peran serta masyarakat termasuk pihak swasta, dunia usaha, Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia 2006-
dan multi sektor lainnya baik di tingkat nasional maupun 2011. Jakarta: Kebijakan AIDS Indonesia. 2011.
internasional; 5) Pengembangan inovasi program sesuai 6. Menteri Pekerjaan Umum, R.I. Surat Edaran Mentri
kebijakan pemerintah; 6) Penguatan manajemen program
Pekerjaan Umum No. 13/SE/M/2012: Program
melalui monitoring, evaluasi, dan tindak lanjut.7
kendali HIV/AIDS di Sektor Kontruksi. Jakarta:
Program HIV adalah sebagai berikut: 1) Penyederhanan Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan
prosedur layanan tes dengan menghilangkan permintaan Rakyat.
tanda tangan persetujuan tes dan prioritas penggunaan finger 7. Menkes, R.I. Rencana Aksi Nasional Pencegahan
prick dari pada pemeriksaan darah vena untuk HIV; 2) dan Pengendalian HIV/AIDS dan PIMS di
Melakukan desentralisasi layanan tes dan pengobatan HIV Indonesia Tahun 2020-2024. Jakarta: Kementerian
hingga layanan primer dan membuat semua layanan primer Kesehatan Republik Indonesia. 2020.
mampu melakukan tes HIV dan akses pengobatan ARV; 3) 8. United Kingdom National Health Service. HIV and
Adaptasi inovasi baru untuk meningkatkan cakupan tes AIDS prevention [internet]. UK: NHS; 2019
seperti testing HIV mandiri, tes HIV berbasis masyarakat; 4)
9. Mamo, T., Moseman, E.A., Kolishetti, N.,
Transisi ARV dari Tenofovir, Lamivudin dan Efavirens
(TLE) menjadi TLD (Tenofovir/Lamivudin/Dolutegravir); Salvador-Morales, C., et.al. Emerging
5) Memperluas akses pemeriksaan viral load dan EID (early Nanotechnology Approaches for HIV/AIDS
infant diagnosis); 6) Promosikan penggunaan rasional Treatment and Prevention. London: Nanomedicine:
platform-platform laboratorium bersama untuk diagnosis 2018; 5(2):269-85.
TBC dan tes viral load HIV (tes cepat molekular); 7) 10. Wirahayu, A.Y., Satyabakti , P. Pencegahan
Perluas implementasi pendekatan satu pintu untuk layanan HIV/AIDS pada Anggota TNI-AL Dilihat dari
HIV dan TBC.7 Pengetahuan Sikap dan Tindakan. J Berkala Epi.
2014. 2(2): 161-170.
Daftar pustaka 11. Panglima, T.N.I. Peraturan Panglima TNI Nomor
KEP/680/VIII/2012: Petunjuk Pelaksanaan Teknis
1. Kapila, A., Chaudhary, S., Sharma, R.B., Vashist, Penatalaksanaan Kasus HIV/AIDS di Lingkungan
H., Sisodia, S.S., Gupta, A. Review On: TNI. Jakarta: 2012.
HIV/AIDS. Indian Journal of Pharmaceutical and
Biological Research (IJPBR). Indian J. Pharm. Biol.
Res. 2016; 4(3):69-73. .
2. Sasongko, A., Prasadja, W., Mahaswiati, M.,
Mulyani, Y., Nitta, R., et.al. Laporan Hasil Kajian

334

Anda mungkin juga menyukai