Anda di halaman 1dari 7

LIMA PROGRAM PENANGANAN PENYAKIT MENULAR

HIV & AIDS


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Komunitas yang Di Ampu Oleh:
Ns. Sudiono, M.Kep., Sp.Kep.Kom

Disusun Oleh:

Fahar Halimi Syahiruddin


(433131420120009)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
HORIZON UNIVERTY INDONESIA
JL. PANGKAL PERJUANGAN KM 1 BYPASS KARAWANG 41316
TAHUN 2023
A. Definisi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang menyerang
sistem imunitas. Infeksi virus ini mampu menurunkan kemampuan imunitas
manusia dalam melawan benda–benda asing di dalam tubuh yang pada tahap
terminal infeksinya dapat menyebabkan Acquired Immunodeficiency Syndrome
(AIDS). Jadi AIDS berarti kumpulan gejala akibat kekurangan atau kelemahan
sistem kekebalan tubuh yang dibentuk setelah kita lahir. (Kemenkes, 2022).

AIDS muncul setelah virus HIV menyerang sistem kekebalan tubuh kita
selama lima hingga sepuluh tahun atau lebih. HIV (Human Immunodeficiency
Virus) merupakan virus yang dapat menyebabkan AIDS dengan cara
menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak
sistem kekebalan tubuh manusia. AIDS (Acquired Immuno Deficiency
Syndrome) atau kumpulan berbagai gejala penyakit akibat turunnya kekebalan
tubuh individu akibat HIV. Ketika individu sudah tidak lagi memiliki sistem
kekebalan tubuh maka semua penyakit dapat dengan mudah masuk ke dalam
tubuh. Karena sistem kekebalan tubuhnya menjadi lemah, penyakit yang
tadinya tidak berbahaya akan menjadi sangat berbahaya. Orang yang baru
terpapar HIV belum tentu menderita AIDS. Hanya saja lama kelamaan sistem
kekebalan tubuhnya makin lama semakin lemah, sehingga semua penyakit
dapat masuk ke dalam tubuh. Pada tahapan itulah penderita disebut sudah
terkena AIDS (Nursalam, 2016).

B. Etiologi
Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen,
dan sekret vagina. Setelah memasuki tubuh manusia, maka target utama HIV
adalah limfosit CD 4 karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul
permukaan CD4. Virus ini akan mengubah informasi genetiknya ke dalam
bentuk yang terintegrasi di dalam informasi genetik dari sel yang diserangnya,
yaitu merubah bentuk RNA (ribonucleic acid) menjadi DNA (deoxyribonucleic
acid) menggunakan enzim reverse transcriptase. DNA pro-virus tersebut
kemudian diintegrasikan ke dalam sel hospes dan selanjutnya diprogramkan
untuk membentuk gen virus. Setiap kali sel yang dimasuki retrovirus
membelah diri, informasi genetik virus juga ikut diturunkan (Nursalam, 2016).

C. Faktor Risiko
Faktor risiko yang dapat mempercepat penyebaran HIV/AIDS di Indonesia
adalah tingginya kejadian penyakit seksual menular pada anak jalanan,
keengganan pelanggan seks pria untuk menggunakan kondom, meningkatnya
penggunaan napza suntik, perilaku berisiko seperti penggunaan jarum suntik
bersama, tingginya angka migrasi dan perpindahan penduduk, serta kurangnya
pengetahuan dan informasi pencegahan HIV/AIDS. Sementara itu, menurut
hasil kajian penelitian HIV dan AIDS Universitas Katolik Indonesia Atmajaya
tahun 2016, risiko penularan HIV pada pasangan dipengaruhi oleh berbagai
faktor seperti perilaku, relasi gender, psikologis, dan sosial (Rohmatullailah &
Fikriyah, 2021).

Menurut (Kemenkes, 2019) Proses penularan HIV/AIDS dibagi menjadi 2


jalur, yaitu cairan kelamin dan juga darah. Sehingga faktor risiko dari
HIV/AIDS tidak bisa dipisahkan dari kedua hal tersebut, diantaranya adalah:
1. Berganti-ganti pasangan dan berhubungan seksual melalui dubur/anus tanpa
menggunakan kondom
2. Menggunakan jarum suntik secara bersamaan.
3. Penularan HIV/AIDS dari ibu hamil ke janin melalui plasenta
4. Mendapatkan suntikan, transfusi darah atau prosedur medis lainnya yang
tidak steril atau tidak dilakukan dengan professional.

D. Tanda dan Gejala


Menurut Kemenkes (2023), beberapa tanda gejala HIV yang umum muncul
pada tahap awal adalah:
1. Sariawan
2. Sakit kepala
3. Kelelahan
4. Radang tenggorokan
5. Hilang nafsu makan
6. Nyeri otot
7. Ruam
8. Pembengkakan kelenjar getah bening
9. Berkeringat di malam hari.

Menurut (Kholiva & Verawati, 2017) fase stadium HIV dan AIDS ada 4:
1. Stadium 1
Fase ini disebut sebagai infeksi HIV asimtomatik dimana gejala HIV awal
masih tidak terasa. Fase ini belum masuk kategori sebagai AIDS karena
tidak menunjukkan gejala. Apabila ada gejala yang sering terjadi adalah
pembengkakan kelenjar getah bening di beberapa bagian tubuh seperti
ketiak, leher, dan lipatan paha. Penderita (ODHA) pada fase ini masih
terlihat sehat dan normal namun penderita sudah terinfeksi serta dapat
menularkan virus ke orang lain.
2. Stadium 2
Daya tahan tubuh ODHA pada fase ini umumnya mulai menurun namun,
gejala mulai muncul dapat berupa:
a. Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas. Penurunan ini dapat
mencapai kurang dari 10 persen dari berat badan sebelumnya
b. Infeksi saluran pernapasan seperti siunusitis, bronkitis, radang telinga
tengah (otitis), dan radang tenggorokan
c. Infeksi jamur pada kuku dan jari-jari
d. Herpes zoster yang timbul bintil kulit berisi air dan berulang dalam lima
tahun
e. Gatal pada kulit
f. Dermatitis seboroik atau gangguan kulit yang menyebabkan kulit
bersisik, berketombe, dan berwarna kemerahan
g. Radang mulut dan stomatitis (sariawan di ujung bibir) yang berulang.
3. Stadium 3
Pada fase ini mulai timbul gejala-gejala infeksi primer yang khas sehingga
dapat mengindikasikan diagnosis infeksi HIV/AIDS. Gejala pada stadium 3
antara lain:
a. Diare kronis yang berlangsung lebih dari satu bulan tanpa penyebab yang
jelas
b. Penurunan berat badan kurang dari 10% berat badan sebelumnya tanpa
penyebab yang jelas
c. Demam yang terus hilang dan muncul selama lebih dari satu bulan
d. Infeksi jamur di mulut (Candiasis oral)
e. Muncul bercak putih pada lidah yang tampak kasar, berobak, dan berbulu
f. Tuberkulosis paru
g. Radang mulut akut, radang gusi, dan infeksi gusi (periodontitis) yang
tidak kunjung sembuh
h. Penurunan sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit
4. Stadium 4
Fase ini merupakan stadium akhir AIDS yang ditandai dengan
pembengkakan kelenjar limfa di seluruh tubuh dan penderita dapat
merasakan beberapa gejala infeksi oportunistik yang merupakan infeksi
pada sistem kekebalan tubuh yang lemah. Beberapa gejala dapat meliputi:
a. Pneumonia pneumocystis dengan gejala kelelahan berat, batuk kering,
sesak nafas, dan demam
b. Penderita semakin kurus dan mengalami penurunan berat badan lebih
dari 10%
c. Infeksi bakteri berat, infeksi sendi dan tulang, serta radang otak
d. Infeksi herpes simplex kronis yang menimbulkan gangguan pada kulit
kelamin dan di sekitar bibir
e. Tuberkulosis kelenjar
f. Infeksi jamur di kerongkongan sehingga membuat kesulitan untuk makan
g. Sarcoma Kaposi atau kanker yang disebabkan oleh infeksi virus human
herpesvirus 8 (HHV8)
h. Toxoplasmosis cerebral yaitu infeksi toksoplasma otak yang
menimbulkan abses di otak
i. Penurunan kesadaran, kondisi tubuh ODHA sudah sangat lemah sehingga
aktivitas terbatas dilakukan di tempat tidur.

E. Lima Program Penanganan HIV & AIDS


DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes. (2022). Ayo Cari Tahu Apa Itu HIV.


https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/754/ayo-cari-tahu-apa-itu-hiv.
Kemenkes. (2022). Kenali Faktor Risiko HIV dan AIDS.
https://upk.kemkes.go.id/new/kenali-faktor-risiko-hivaids-dan-
pencegahannya.
Kemenkes. (2023). Mengenal HIV dan AIDS serta Tanda-tanda Gejalanya.
https://ayosehat.kemkes.go.id/mengenal-hiv-dan-aids-serta-tanda-tanda-
gejalanya.
Kholiva, N., & Verawati, T. (2017). Artikel Jurnal Hubungan Status Hiv/Aids
Dengan Resiliensi Individu Yang Melakukan Vct Di Puskesmas Puger
Kabupaten Jember. 1–17.
Nursalam, 2016. (2016). HIV dan AIDS. Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(9), 1689–1699.
Rohmatullailah, D., & Fikriyah, D. (2021). Faktor Risiko Kejadian HIV Pada
Kelompok Usia Produktif di Indonesia. Jurnal Biostatistik, Kependudukan,
Dan Informatika Kesehatan, 2(1), 45.
https://doi.org/10.51181/bikfokes.v2i1.4652

Anda mungkin juga menyukai