Anda di halaman 1dari 13

SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH PLASTIK TERINTEGRASI DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI TOTAL GUNA MENINGKATKAN PERAN SERTA MASYARAKAT (STUDI

KASUS : SURABAYA)
Irma Hardi Pratiwi, Sritomo Wignjosoebroto, dan Dyah Santhi Dewi
Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email: iris_beezy@yahoo.com ; sritomo@ie.its.ac.id; dyah@ie.its.ac.id

Abstrak
Limbah plastik merupakan masalah yang sudah dianggap serius bagi pencemaran lingkungan, khususnya terhadap pencemaran tanah. Salah satu solusi yang dapat diterapkan dalam penanganan limbah atau sampah plastik ini adalah dengan mendaur ulang. Dalam menyelesaikan semua isu yang berkenaan dengan manajemen sampah, dibutuhkan sebuah pendekatan secara holistik yang memandang keseluruhan sebagai sebuah sistem (Vesilind et al, 2003). Untuk itu dibutuhkan sebuah sistem pengelolaan yang terintegrasi, dimana seluruh elemen yang ada pada sistem turut berpartisiasi aktif. Pengelolaan sampah plastik yang disusun disini adalah sistem terintegrasi dengan pendekatan ergonomi total yaitu integrasi antara ergonomi mikro dan makro. Integrasi keduanya membawa kerangka kerja dalam mengoptimalkan kesesuaian antara manusia, teknologi dan organisasional. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini antara lain sistem pengelolaan sampah plastik terintegrasi, dengan meningkatkan peran serta masyarakat melalui sosialisasi melalui media poster maupun pemberian insentif, teknologi pengolahan sampah plastik, fasilitas pendukung, pengolahan sampah plastik, rancangan stasiun kerja yang mempertimbangkan faktor ergonomis, serta sistem manajerial dengan memanfaatkan TPS sebagai tempat pengolahan sampah tahap pertama. Dihasilkan pula rancangan buku Guideline Pengelolaan Sampah Plastik Kata kunci: Pengelolaan sampah plastik, integrasi, ergonomi total, ergonomi partisipatori, Anthropometri

Abstract
Nowadays, plastic waste is becoming a big problem and even be more seriously for environmental continuing, especially for soil quality. Recycling is a strategy that can be done to solve this problem. Not all kind of plastics can be recycled, and every kind of plastics have its own processing method. All issues related to managing solid waste must be addressed using a holistic approach (Vesilind et al, 2003). Therefore, an integrated plastics waste management are needed, which is all element related to the system had to participated active. This recommended plastic waste management system is an integrated management system using totalergonomics approach. Totalergonomics are integration between microergonomics and macroergonomics. This framework usability is a part of a complex process optimizing the three-way fit between people, technology, and organization. This research present an Integrated Plastic Waste Management System, an integrated management system which is organized into five major perspectives such as functional activities, problems and constraints, technological options (crusher plastic machine), stakeholder, ergonomics facilities, and optimalization the temporary dump site (TPS) function as 2nd place after household for the next processing plastic waste. The second result of this research is a strategic approach to increasing the public careness using some media such as poster about how to disposing plastic waste, waste categorizing, and to processing., which is embraced into one guidebook. Keywords: Plastic Waste Management, Integration, Totalergonomics, Partisipatory ergonomics, Anthropometri

1. Pendahuluan 1.1 Latar belakang Limbah plastik merupakan masalah yang sudah dianggap serius bagi pencemaran lingkungan khususnya bagi pencemaran tanah. Bahan plastik merupakan bahan organik yang tidak bisa terurai oleh bakteri. Dan alangkah baiknya jika limbah plastik tersebut dapat digunakan lagi dengan cara mendaur ulang dan dijadikan produk baru. Upaya pengelolaan daur ulang sampah plastik telah banyak dilakukan oleh pemerintah, seperti dengan menyediakan tempat sampah yang sudah dipecah menjadi beberapa kategori sampah (sampah basah dan sampah kering). Akan tetapi strategi ini masih belum memberikan hasil yang signifikan dalam reduksi jumlah sampah plastik. Dengan kata lain, manajemen yang ada saat ini belum sepenuhnya berjalan efektif. Masih banyak masyarakat yang membuang sampah tidak berdasarkan kategori sampah. Peningkatan pemahaman kepada masyarakat perlu dilakukan baik dengan sosialisasi secara langsung maupun tidak langsung. Seperti yang diungkapkan oleh Vesilind et al (2003) menyatakan bahwa dalam implementasi sebuah manajemen/pengelolaan sampah dalam sebuah komunitas, hal pertama yang dilakukan adalah dengan melakukan reduksi sampah langsung pada sumber penghasil sampah. Dibutuhkan sebuah cara efektif agar dalam aktivitas ini, sampah plastik yang terkumpul sudah terpisah berdasarkan kategori jenis plastik, sehingga proses daur ulang di tingkat selanjutnya dapat dilakukan lebih efisien. Pengelolaan daur ulang sampah plastik yang ergonomis dan terintegrasi dengan baik akan dapat membantu kegiatan atau program strategis dalam upaya pengurangan jumlah sampah plastik yang efektif. Dalam proses suatu sistem ada 6 aspek yang perlu diperhatikan yaitu secara teknis, ekonomis, ergonomis, sosio-kultural, bisa dipertanggungjawabkan, hemat energi, dan turut melestarikan lingkungan (Manuaba, 2004). Dengan memperhatikan keenam aspek atau kriteria inilah yang akan digunakan dalam penyusunan manajemen/pengelolaan daur ulang sampah plastik ini. 1. Dalam penelitian ini akan dibangun sebuah strategi manajemen/pengelolaan daur ulang sampah plastik yang efektif dengan melibatkan masyarakat (sumber penghasil

sampah) secara langsung dan lembaga-lembaga informal daur ulang yang terkait, disertai dengan pemilihan teknologi dan fasilitas yang efisien dan ergonomis guna meningkatkan pemberdayaan masyarakat, pada khusunya adalah rumah tangga sebagai fokus utama dalam kajian penelitian ini. Sehingga pada akhirnya penelitian ini dapat memberikan alternatif teknologi dalam proses daur ulang sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja serta dapat digunakan sebagai acuan dalam strategi pengelolaan sampah plastik yang terintegrasi guna peningkatan pemberdayaan masyarakat dan diharapkan dapat menekan jumlah sampah plastik 2. Metodologi Pendekatan utama yang digunakan dalam merancang sistem pengelolaan sampah plastik adalah konsep Ergonomi Total yang meruapakan integrasi antara Ergonomi Makro dan Ergonomi Mikro. Tahap pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah indentifikasi dan penelitian awal. Penelitian awal adalah mempelajari kondisi existing dari sistem pengelolaan sampah plastik di Surabaya. Mulai dari aktivitas-aktivitas inti pengelolaan sampai pada operasional pengelolaan. Kemudian dilakukan indentifikasi terhadap kekurangan atau permasalahan-permasalahan yang terjadi pada pengelolaan sampah plastik. Indentifikasi permasalahan dilakukan dengan menyebarkan sejumlah kuisioner terhadap 75 responden untuk mengetahui tingkat kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai sampah dan sampah plastik khususnya. Selanjutnya adalah dirancang sebuah sistem pengelolaan sampah plastik terintegrasi guna meningkatkan peran aktif masyarakat melalui pendekatan ergonomi secara total, yaitu manusia, teknologi dan lingkungan. Kerangka yang digunakan pertama kali disini adalah pendekatan pemilahan sampah plastik mulai dari sumbernya, kemudian fasilitas pengangkutan yang ergonomis dan tepat guna, serta pendekatan sistem pengolahan sampah plastik dengan menekankan pada teknologi yang digunakan dan lingkungan kerja (stasiun kerja).

Komposisi Sampah di TPS Perumahan


Kaca 1.40% Kertas 7.30% Kain Kayu 4.17% 1.40% Karet 0.20% Logam 1.12% Lain-lain 1.10%

Plastik 9.81% Organik 73.50%

Gambar 3 Komposisi Sampah di TPS (LP3M ITS, 2006) Gambar 1 Pendekatan Ergonomi Total Sehingga hasil rancangan sistem pengelolaan yang baru diharapkan dapat menarik masyarakat untuk mau berperan aktif dalam pengelolaan sampah plastik. Tahap akhir yang dilakukan adalah menarik kesimpulan dari hasil penelitian dan memberikan saran untuk pengembangan penelitian selanjutnya. 3. Hasil-hasil Penelitian 3.1 Existing Sistem Pengelolaan Sampah Plastik di Surabaya Jumlah sampah kota yang dihasilkan di Surabaya adalah sebesar 8700 m3/hari (BAPPEKO, 2005 dalam Sudiarno, 2006) dimana dari total timbulan sampah yaitu 8.700 m3/hari, sekitar 79.21% berasal dari rumah tangga atau apabila dikonversikan adalah sejumlah 6970.48 m3. Dan kurang lebih 10.09% merupakan sampah plastik (LP3M ITS, 2006).
Komposisi Sampah Plastik Produk Kemasan Unilever Perumahan Kota Surabaya

Gambar 4 menunjukkan kondisi existing dari manajemen sampah kota Surabaya. Pengelolaan sampah di Surabaya dilaksanakan dibawah Dinas Kebersihan dan Pertamanan Surabaya.. Sampah yang berhasil dikumpulkan oleh petugas langsung ditransfer ke TPS untuk selanjutnya dikirim ke TPA. Dalam kondisi ini, sampah tidak dipisahkan langsung dari sumbernya sehingga para pelaku daur ulang sampah plastik masih perlu memisahkan lagi berdasarkan jenis atau kategori sampah. Dalam penelitiannya, Sudiarno (2006) merekomendasikan untuk mulai memilah sampah langsung dari sumbernya dengan mengkategorikan sampah berdasarkan jenisnya yaitu sampah organik, sampah plastik, kayu, gelas/kaca, alumunium, logam, dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 5.

PETE, 7.02% Campuran, 44.96% HDPE, 25.05%

PP, 22.97%

Gambar 2 Komposisi Sampah Plastik Produk kemasan Unilever Perumahan Surabaya (LP3M ITS, 2006)

Gambar 4 Model Existing Manajemen Sampah Kota Surabaya (Sudiarno, 2006)

Gambar 5 Model Manajemen Sampah Terintegrasi (Sudiarno, 2006) Jumlah sampah yang semakin meningkat tidak diikuti dengan peningkatan kapasitas tempat pembuangan sampah baik di TPS maupun TPA. Keterbatasan lahan adalah salah satu faktor penyebabnya. Secara fungsional, TPS saat ini hanya sekedar berfungsi sebagai tempat penampungan sementara dengan luasan rata-rata 300 m2. Selain itu secara manajerial, pengelolaannya masih belum terstruktur dengan baik sehingga tampak disejumlah TPS sampahsampah yang ada meluber kemana-mana. Untuk menumbuhkan peran aktif masyarakat, pemerintah bekerja sama dengan pihak swasta mengadakan lomba-lomba kebersihan pada waktu-waktu tertentu seperti dalam rangka ulang tahun kota Surabaya maupun hari Lingkungan Hidup. Selain itu disediakan pula fasilitas tempat sampah yang membagi sampah menjadi 2 (dua) kategori yaitu sampah basah dan sampah kering.

Gambar 7 Zona Modulasi Pengelolaan Sampah Plastik di Surabaya (Sudiarno, 2006) 3.2 Pengolahan Sampah Plastik 3.2.1 Pengumpulan Sampah Plastik Pengumpulan sampah plastik dilakukan dengan melibatkan beberapa lembaga informal yaitu pemulung, lapak, dan bandar. Pelaku daur ulang sampah plastik biasanya mengumpulkan sampah plastik untuk selanjutnya diperjualbelikan hingga berakhir pada industri daur ulang sampah plastik. Pemulung biasanya mengambil sampah plastik dari tempat sampah, TPS, Depo maupun langsung di TPA. Para pemulung biasanya mengambil jenis sampah kering yang masih dapat dijual lagi seperti kardus, kertas, kaleng, botol kaca, dan lainnya. Selain pemulung, untuk mengumpulkan sampah pemerintah kota telah menyediakan gerobak sampah. Gerobak sampah ini digunakan untuk mengambil sampah di berbagai tempat. 3.2.2 Pemilahan Sampah Plastik Pemilahan sampah plastik yang dilakukan saat ini masih dilakukan oleh pelaku daur ulang yang pertama yaitu pemulung/perangkas. Pemulung/perangkas biasanya mulai memilah sampah menurut jenisnya langsung di tempat sampah atau di TPS. Salah satu hal yang menyulitkan pelaku daur ulang sampah adalah masih tercampurnya berbagai jenis sampah sehingga tidak jarang terjadi kontaminasi terhadap sampah plastik. Hal inilah yang menyebabkan adanya aktivitas tambahan di tingkat lapak maupun bandar dalam melakukan daur ulang terhadap sampah plastik. Aktivitas tambahan ini berupa aktivitas pencucian sampah plastik dari bahan/kotoran yang melekat pada

Gambar 6 Tempat Sampah 2 (dua) Jenis Untuk pengawasan pengelolaan sampah, pemerintah kota membagi kawasan pengelolaan menjadi 5 disesuaikan dengan wilayah Kota Surabaya. Untuk lebih jelasnya mengenai pembagian wilayah pengawasan dapat dilihat pada gambar 7.

plastik. Kotoran ini apabila tidak dibersihkan akan menyebabkan kontaminasi dalam proses daur ulang plastik, yang pada akhirnya menyebabkan kualitas plastik daur ulang menjadi rendah, dan bahkan tidak jarang pula sampah plastik menjadi tidak dapat diaur ulang. Dalam upayanya memisahkan jenis sampah antara sampah basah dan sampah kering, pemerintah telah memasang di banyak tempat, terutama di pinggir jalan, tempat sampah yang langsung membagi menjadi dua (2) jenis sampah (sampah basah dan kering). Tetapi hal ini belum menampakkan hasil yang cukup signifikan karena pada kenyataannya ketika sudah sampai pada TPS maupun TPA sampahsampah ini masih tetap tercampur. Kurangnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pemilahan sampah bisa diakibatkan oleh beberapa faktor. Berdasarkan hasil wawancara secara acak terhadap 75 responden, 45% menyatakann mengetahui perbedaan antara sampah basah dan sampah kering dan sisanya yaitu sebesar 55% menyatakan masih bingung atau belum mengetahui perbedaan sampah basah dan sampah kering.
Prosentase Hasil Wawancara Tentang Sampah

memipihkan botol-botol plastik menjadi tipis. Cara yang biasa dilakukan adalah dengan mengijaknya. Tetapi cara ini hanya dilakukan untuk jenis plastik seperti botol plastik bekas air mineral (jenis LDPE) dan plastik gelas. Untuk jenis plastik bak dan plastik atom proses kompaksi agak sulit dilakukan karena plastik jenis ini cenderung lebih keras dan lebih tebal dibandingkan jenis plastik botol dan plastik gelas maupun plastik jenis lainnya. 3.2.4 Prefabrikasi Tahap selanjutnya yang dilakukan terhadap sampah plastik adalah proses pre-fabrikasi. Sebelum masuk ke proses inti yaitu mendaur ulang sampah plastik menjadi produk plastik daur ulang, sampah plastik yang telah dipipihkan akan dirajang atau dipotong-potong menjadi serpihan kecil. Sebelum dirajang, plastik yang telah pipih dicuci terlebih dahulu supaya bahan-bahan yang dapat mengkontaminasi proses selanjutnya dihilangkan. Bahan yang mengkontaminasi itu bisa berupa label merek, yang terbuat dari kertas atau metal. Setelah dibersihkan plastik dirajang. Pada tingkat bandar maupun supplier, aktivitas daur ulang yang dilakukan hanya sampai prefabrikasi saja. Hal ini disebabkan karena keterbatasan modal untuk membeli teknologi peletisasi. Beberapa bandar telah memiliki mesin perajang plastik. 3.2.5 Fabrikasi Aktivitas akhir yang dilakukan adalah fabrikasi, yaitu proses mengubah sampah plastik menjadi bijih plastik recycle, dengan menggunakan metode melting dan peletisasi. Aktivitas fabrikasi biasanya dilakukan pada tingkat industri recycle, karena teknologi yang digunakan membutuhkan modal yang cukup besar. Pada aktivitas fabrikasi terdiri dari tahap pemilahan tahap kedua, yaitu membedakan sampah plastik berdasarkan tipe plastik. Pemilahan kedua ini dilakukan karena setiap tipe plastik memiliki titik leleh sendiri-sendiri, sehingga tidak dapat diperlakukan sama. Metode yang digunakan disini adalah dengan memasukkan serpihan sampah plastik ke dalam cairan seperti air, minyak tanah, maupun minyak goreng. Perbedaan masssa jenis dari masing-masing tipe plastik akan menyebabkan serpihan plastik tenggelam dan terapung. Serpihan plastik yang terapung dipisahkan

Tidak Tahu 55%

Tahu 45%

Gambar 8 Prosentase Hasil Wawancara Tentang Sampah Untuk jenis sampah plastik, pemulung, lapak maupun bandar membagi menjadi 8 kategori yaitu: 1. Plastik putih/bening. 2. Plastik botol. 3. Plastik gelas 4. Plastik PE-putih. 5. Plastik bak. 6. Plastik atom. 7. Plastik campur. 8. Plastik tas kresek. 3.2.3 Kompaksi Aktivitas selanjutnya setelah dipilah berdasarkan jenisnya adalah aktivitas kompaksi. Proses yang dilakukan disini adalah

dengan yang tenggelam. Setelah dipisahkan, serpihan plastik dilelehkan (melting) dengan menggunakan temperatur yang disesuaikan dengan tipe plastik. Pada proses ini akan dihasilkan strand (lelehan plastik yang masih panjang seperti mie). Kemudian masuk pada bagian penyaringan (filtering) untuk memisahkan antara strand dengan bahan kontaminasi yang tidak tersaring saat inspeksi (pemilahan tahap I). Strand selanjutnya masuk ke dalam mesin peletisasi, sehingga dihasilkan bijih plastik recycle. 3.3 Identifikasi Permasalahan Pengelolaan Sampah Plastik Secara umum permasalahan yang dihadapi oleh para pelaku daur ulang sampah plastik terletak pada kesulitan dalam pemilahan sampah plastik berdasarkan jenisnya. Hal ini lebih banyak disebabkan oleh tercampurnya segala jenis sampah mulai dari sumber. Sampah basah maupun sampah kering tercampur jadi satu dan ditimbun begitu saja sampai diambill oleh petugas kebersihan. Selain itu percampuran antar jenis sampah plastik juga terjadi akibat kegiatan pemulung/perangkas ketika mengambil barang bekas yang masih bernilai di timbunan sampah (Gambar 10). 3.4 Anthropometri dan Body Map Quesioner Lingkungan dan fasilitas kerja dalam pengolahan sampah plastik yang ada saat ini belum sepenuhnya nyaman bagi pekerjanya. Sehingga rasa lelah dan sakit akan sering dirasakan oleh pekerja. Sikap kerja yang tidak memperhatikan anthropomeri tubuh merupakan salah satu penyebab rasa sakit dan lelah yang dialami oleh pekerja. Untuk itu akan dirancang sebuah lingkungan kerja yang lebih ergonomis. Disini dikumpulkan sejumlah data anthropometri tubuh dari orang dewasa baik pria maupun wanita, dikarenakan operator yang bekerja adalah pria dan wanita. Data yang berhasil dikumpulkan adalah data pria dan wanita dewasa dengan rentang usia 18-25 tahun. Data anthropometri tubuh yang diambil antara lain tinggi badan tegak (D1), tinggi bahu tegak (D3), tinggi siku tegak (D4), tinggi duduk tegak (D6), tinggi mata duduk (D7), tinggi bahu duduk (D8), tinggi siku duduk (D9), tebal paha (D10), jarak pantat ke lutut (D11), jarak pantat ke popliteal (D12), tinggi lutut (D13), tinggi

popliteal (D14), lebar bahu (D15), lebar pinggul (D16), panjang tangan jangkauan (D26),

Gambar 10 Bagan Identifikasi Permasalahan Pelaku Daur Ulang Sampah Plastik (Diformulasikan dari LP3M ITS, 2006; Sudiarno, 2006) Setelah melakukan uji keseragaman dan kecukupan data, selanjutnya dihitung nilai percentil dari masing-masing dimensi tubuh. Hasil perhitungan ini akan digunakan untuk menentukan dimensi rancangan area kerja dari proses pemilahan sampah. Dalam kondisi kerja yang monoton dan kontinu seperti yang dilakukan oleh para pemilah sampah plastik, keluhan rasa sakit sering dialami. Untuk mengetahui beberapa keluhan yang dialami oleh para pekerja pemilah sampah, dilakukan dengan kuisioner Body Map. 4. Rancangan Manajemen/Pengelolaan Sampah Plastik Terintegrasi 4.1 Manajemen/Pengelolaan Sampah Plastik Terintegrasi Selama ini pengelolaan sampah plastik hanya diserahkan langsung kepada para pelaku daur ulang sampah maupun Dinas Kebersihan Kota, sehingga seolah-olah kewajiban atas penanganan sampah plastik yang ada hanya tanggung jawab pemerintah saja. Dari sudut pandang pelaku daur ulang, belum adanya pendekatan dari segi teknologi yang praktis dan ekonomis, dukungan fasilitas yang nyaman, masih menjadi kendala utama dalam

kelangsungan proses daur ulang. Menilik dari indikasi tersebut, sentuhan ergonomi total yang mengintegrasikan antara aktivitas daur ulang, teknologi, fasilitas, peningkatan kesadaran masyarakat dan industri serta didukung oleh legalitas hukum dari pemerintah sangat diperlukan. Dengan membuat siklus sampah plastik menjadi sebuah loop tertutup, permasalahan sampah plastik akan dapat direduksi. Model manajemen sampah terintegrasi yang dirancang disini adalah dengan melihat karakteristik dari sampah plastik yang paling banyak dihasilkan, kemudian didekati dengan sistem pengolahan sampah plastik. Kerangka yang digunakan pertama kali disini adalah pendekatan pemilahan sampah plastik mulai dari sumbernya, kemudian fasilitas pengangkutan yang ergonomis dan tepat guna, serta pendekatan sistem pengolahan sampah plastik dengan menekankan pada teknologi yang digunakan dan lingkungan kerja (stasiun kerja). Serangkaian integrasi ini akan mampu menurunkan biaya operasional terutama untuk biaya pemilahan sampah maupun pengangkutan sampah.
WHEN

subbab selanjutnya akan dibahas media sosialisasi yang digunakan. Untuk jenis sampah Burnable Waste merupakan jenis sampah organik yang berupa rumput, ranting, ataupun sisa makanan yang tidak bisa dibuat kompos. Sampah organik yang dapat diolah menjadi kompos langsung diolah pada tingkat rumah tangga dengan menggunakan metode Takakura Home. Pada tingkat TPS, kemungkinan sampah tercampur masih ada, sehingga pada tingkat TPS difungsikan sebagai tempat pengolahan tahap kedua setelah rumah tangga yaitu melakukan akivitas pengomposan dan sebagai tempat pemilahan sampah kering untuk selanjutnya dijual kepada bandar maupun pelaku daur ulang lainnya. Jenis sampah seperti Bulky Waste, Crushable Waste, Hazardous Waste dan Plastic Waste dapat diserahkan kepada pihak swasta yang lain yang memanfatkan sampah dari ketiga jenis tersebut. Untuk jenis Landfill Waste dan akan diolah di TPA karena memerlukan lahan yang lebih luas. Sistem pengelolaan terintegrasi melibatkan banyak pihak yang terlibat didalamnya, sehingga dibutuhkan koordinasi yang baik antar pihak yang bersangkutan.

WHAT

WHERE

PEMILAHAN

PENDISTRIBU -SIAN WHO

PENGELOLAAN SAMPAH PLASTIK TERINTEGRASI

PEMBUANGAN HOW

PENGOLAHAN

PENGAMBILAN

FASILITAS

Gambar 13 Bagan Pendekatan Teknologi dan Fasilitas Kerja pada Sistem Pengelolaan Sampah Terintegrasi
WHY

TEKNOLOGI

Gambar 11 Mekanisme Pengelolaan Sampah Terintegrasi dengan Pendekatan Ergonomi Total (Ergonomi dan Manajemen) Dari gambar 12 terlihat bahwa sejak dari sumber yaitu rumah tangga, sampah yang dihasilkan langsung dipilah menjadi 7 (tujuh) kategori yaitu Burnable Waste, Hazardous Waste, Crushable Waste, Bulky Waste, Plastic Waste, Recycable Waste, Composting Waste dan Landfill Waste. Untuk memudahkan masyarakat membedakan antar kategori sampah, pada

4.2 Aktivitas Pemilahan Sampah Kurangnya kesadaran masyarakat untuk mulai memilah sampah sejak dari rumah tangga merupakan kunci pembuka permasalahan pengelolaan sampah dan sampah plastik pada khususnya. Dari hasil wawancara yang dilakukan 55% responden menyatakan belum mengetahui perbedaan antara sampah basah dan sampah kering. Sedangkan sisanya sebesar 45% menyatakan tahu. Strategi yang strategis untuk meningkatkan kesadaran masyarakat antara lain: 1. Mengadakan lomba-lomba kebersihan lingkungan.

Sumber Sampah

Jenis Aktivitas

Pemilahan di Rumah Tangga

Burnable Waste

Hazardous Waste

Bulky Waste

Crushable Waste

Landfill Waste

Plastic Waste

Recyclable Waste

Composting Waste

TPS

Pengolahan di Tingkat Rumah Tangga

Daur Ulang oleh Pelaku Daur Ulang

Takakura Home Method

Multilayer

PS

PP

LDPE

PVC

HDPE

PET

Pengolahan pada Pihak Swasta Pengecoran Pelletisasi

TPA

Konsumen/ Pihak Swasta

Gambar 12 Rancangan Sistem Pengelolaan Sampah Plastik Terintegrasi 2. Memasang beberapa poster informasi mengenai keberadaan dan kategori sampah. 3. Membuat guidebook yang memuat semua informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat mengenai pembuangan sampah, sampah plastik pada khususnya. 4.3 Aktivitas Pembuangan Sampah dan Sampah Plastik Aktivitas pembuangan sampah dilakukan oleh setiap rumaha tangga disesuaikan dengan jadwal yang telah disepakati bersama yang tertuang dalam Guideline pembuangan sampah. Dalam buku guideline tersebut dijelaskan secara terperinci pengkategorian jenis sampah, cara membuangnya, dimana lokasi pembuangan, dan kapan pembuangan sampah serta waktu pengambilan sampah. 4.4 Aktivitas Pengambilan Sampah Sampah plastik yang telah dikumpulkan selanjutnya dipindahkan ke tempat pembuangan sementara (TPS) maupun TPA. Setelah dari sumber penghasil sampah dipilah sesuai dengan jenis sampah, sampah-sampah ini akan diangkut menuju tempat pembuangan sementara maupun di tempat pembuangan akhir. Selama ini fasilitas yang digunakan berupa gerobak sampah biasa dimana sampah-sampah dikumpulkan dalam satu kotak. Hal ini menyebabkan tercampurnya kembali jenis sampah yang sudah dipisahkan sebelumnya. Oleh karena itu dibutuhkan fasilitas gerobak sampah maupun pengangkut sampah yang juga memisahkan sampah berdasarkan jenisnya. Kenyamanan fasilitas yang digunakan juga akan mendukung semangat petugas untuk mengumpulkan sampah.

PET, PVC, PS, dan PP Ada beberapa tahap yang dilakukan dalam mendaur ulang plastik, yaitu: 1. Bersihkan plastik dari kontaminer seperti kertas, ataupun tipe plastik yang lain (biasanya berasal dari label plastik atau sisa isi yang masih melekat). Untuk membersihkan bisa menggunakan cutter maupun dicuci sampai benar-benar bersih dari kontaminer. 2. Pipihkan plastik (bila berongga seperti botol) dengan cara menginjaknya atau menggunakan mesin pres. 3. Masukkan ke dalam mesin perajang plastik. 4. Pilah kembali serpihan plastik untuk membedakan tiap tipe plastik. Media yang digunakan adalah air atau minyak goreng. Berikut identifikasi yang dapat dilakukan untuk membantu membedakan antar tipe plastik: 5. Plastik yang telah dibedakan tipenya (tenggelam dan mengapung), dipisahkan untuk diproses sesuai dengan tipenya. Serpihan akan dimasukkan ke dalam mesin peleleh (melting). Temperatur yang digunakan untuk masing-masing tipe plastik dapat dilihat pada tabel 5.3. No 1 2 3 4 5 6 7 No 1 2 3 4 Tabel 1 Media Pemilahan Plastik Tipe Plastik Media Air Media Minyak PET HDPE PVC LDPE PP PS Multilayer Terapung Terapung Tenggelam Terapung Tenggelam Terapung Terapung Terapung Terapung Tenggelam Terapung Tenggelam Terapung Terapung

Gambar 14 Gerobak Sampah Ergonomis (Tepat Fungsi dan Guna) 4.5 Aktivitas Pengolahan Sampah Plastik Permasalahan lain yang dihadapi dalam pengelolaan sampah plastik adalah berkaitan dengan permasalahan teknis seperti keterbatasan lahan operasional, teknologi pengolahan sampah plastik, dan lingkungan kerja (stasiun kerja) yang kurang ergonomis. 4.5.1 Mesin Perajang Plastik Untuk mesin perajang plastik saat ini telah dikembangkan mesin perajang plastik dengan spesifikasi tertentu. Untuk mesin rakitan bisa menggunakan spesifikasi komponen mesin yang ada. 4.5.2 Identifikasi Jenis plastik Pada tingkat bandar, lapak, dan sebagainya, masih saja kesulitan dalam membedakan jenis plastik sebab secara fisik banyak sekali kemiripan fisik walaupun sebenarnya berupa jenis plastik yang berbeda. Untuk kemasan produk yang dapat didaur ulang terdapat tanda tiga anak panah melingkar dan didalamnya memiliki nomor tertentu dari angka 1 sampai 7, sesuai dengan jenis masing-masing plastik. Untuk itu disini akan didentifikasi atas produk yang ada berdasarkan jenis polimer pembentuknya, yaitu: 1. PET (Polyethylene Terephtalate), dengan tanda angka 1. 2. HDPE (High Density Polyethylene), dengan tanda angka 2. 3. LDPE (Low Density Polyethylene), dengan tanda angka 3. 4. PVC (Polyvinyl Chloride), dengan tanda angka 4. 5. PP (Polypropylene), dengan tanda angka 5. 6. PS (Polystyrene), dengan tanda angka 6. 7. Multilayer, dengan tanda angka 7. 4.5.3 Pengolahan Sampah Plastik Setiap jenis plastik memiliki sistem pengolahan senediri. Untuk plastik jenis LDPE, HDPE,

Tabel 2 Temperatur Leleh Plastik Tipe Plastik Temperatur Leleh PET (Polyethylene Terephtalate) HDPE (High Density Polyethylene) PVC Chloride) LDPE (Polyvinyl Density 700C 800C 700C 800C 700C 1000C 700C 800C

(Low

Polyethylene) 5 6 7 PP (Polypropylene) PS (Polystyrene) Multilayer 1600C 1700C 800C 950C Pengecoran

6. Setelah diproses pada mesin melting, hasil yang keluar berupa strand yang kemudian dipotong dengan menggunakan mesin pellet. Dan dihasilkan bijih plastik. Sedangkan untuk Plastik Multilayer, diproses dengan pengecoran, berikut keterangan proses pengolahan plastik jenis multilayer: 1. Cuci plastik multilayer dan bersihkan dari sisa kotoran yang masih melekat. Misalkan untuk sachet sampo bersihkan dari sisa sampo yang masih ada. 2. Keringkan dengan cara dijemur sampai kering. 3. Setelah kering, bakar plastik multilayer sampai semua kandungan plastik leleh. Setelah kandungan plastik leleh, yang tersisa adalah kandungan alumunium (logam). 4. Kandungan logam yang tersisa akan dilelehkan dengan menggunakan tungku pemanas dengan temperatur 7000C untuk alumunium, 15000C untuk besi, dan > 15000C untuk baja. Hasil lelehan logam dicetak lalu dinginkan. 4.5.4 Rancangan Stasiun Kerja Kurangnya sistem pengelolaan juga terlihat pada aktivitas yang dilakukan di TPS. TPS secara fungsional hanya digunakan sebagai fasilitas untuk menampung sampah sementara sebelum diangkut ke TPA. Hal inilah yang sebenarnya membuat mahal pembiayaan pengelolaan sampah. TPS dapat dioptimalkan fungsinya sebagai tempat pengolahan sampah tahap kedua setelah ditingkat rumah tangga (Sudiarno, 2006). Dengan mempertimbangkan keterbatasan lahan operasional (luas 300 m2), disini akan disusun sebuah rancangan stasiun kerja di tingkat TPS dengan menambah fungsinya sebagai tempat pengolahan sampah.

Gambar 15 Rancangan Rekomendasi Fasilitas TPS (2D)

Gambar 15 Rancangan Rekomendasi Fasilitas TPS (3D) Terdapat penambahan beberapa fasilitas yaitu pembagian ruangan untuk beberapa proses seperti: 1. Tempat pengomposan sampah organik; 2. Tampat pengolahan sampah plastik lanjut; 3. Storage sampah plastik yang siap diambil oleh pelaku daur ulang; 4. Tempat pemilahan sampah, dock penerimaan sampah, dan 5. Timbangan. 4.6 Operasional Pengelolaan Sampah Plastik Fasilitas yang tersedia tidak akan dimanfaatkan dengan baik apabila tidak ada manajemen yang baik dalam mengelolanya. Rancangan pengelolaan sampah plastik disusun berdasarkan prinsip desentralisasi. Untuk lebih jelasnya mengenai alur pengelolaan sampah plastik dapat dilihat pada gambar 16. Pengumpulan sampah dari sumber dilakukan dengan partisipasi aktif masyarakat dimana sampah telah dipilah-pilah sejak dari sumber. Sampah-sampah tersebut akan diambil oleh petugas berdasarkan jadwal yang telah ditentukan. Lebih jelasnya mengenai rancangan

10

jadwal pengambilan sampah yang termuat dalam guidebook.

Gambar 16 Alur Pengelolaan Sampah Plastik Pengelolaan sampah plastik ini dibagi menjadi beberapa zona modulasi dimana sesuai dengan kondisi existing tetap dipertahankan. Hanya saja lebih ditonjolkan dari segi manajemen di setiap zona. Zona modulasi merupakan pembagian wilayah pengelolaan sampah, dimana setiap zona memiliki TPS yang memiliki fasilitas pengolahan sampah. Setiap zona modulasi dibangun atas koordinasi mulai dari tingkat RT sampai kelurahan.

masing-masing. Pengawasan berkala dilakukan di tiap zona modulasi. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan pada tiap TPS di tiap zona modulasi antara lain: 1. Pemilahan sampah, dimana dikategorikan menjadi sampah organik, sampah anorganik, dan residu. 2. Pengolahan sampah organik dengan melakukan composting. Metode composting yang digunakan merujuk pada rekomendasi yang diberikan oleh Sudiarno (2006) yaitu dengan menggunakan Takakura Susun Method (TSM). 3. Pengolahan sampah plastik lanjut, yaitu dengan memilah sampah plastik berdasarkan tipe plastik. Metode yang dilakukan disini telah dijelaskan pada subsubbab 5.4.2. 4. Pengiriman sampah residu ke tempat pembuangan akhir. 4.7 Analisa Rancangan Sistem Rancangan sistem pengelolaan sampah plastik terintegrasi akan memotong jalur pengolahan sampah. Pada existing sistem, pengolahan sampah hanya terfokus pada TPA, TPS hanya difungsikan sebagai tempat transit sementara untuk selanjutnya didistribusikan ke TPA. Sehingga pada rancangan pengelolaan sampah terintegrasi ini mengoptimalkan TPS sebagai lahan yang digunakan untuk tahap pengolahan kedua setelah rumah tangga. Dengan demikian sampah plastik terutama yang dapat di daur ulang dapat segera didistribusikan kepada pelaku daur ulang untuk di proses menjadi produk recycle. Daur hidup sampah plastik akan menjadi lebih singkat, dengan kata lain kesetimbangan frekuensi entiti yang masuk dengan yang keluar dapat didekati, dan daur hidup sampah plastik dapat dibuat menjadi loop yang tertutup.Pada rancangan sistem pengelolaan sampah plastik terintegrasi peran aktif masyarakat sebagai sumber sampah akan benar-benar dilibatkan sebagai bentuk tanggung jawab moral dan emosi dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup, khususnya terhadap keberadaan sampah plastik. 4.8 Parameter Keberhasilan Rancangan Pengelolaan Sampah Plastik Terintegrasi Suatu keberhasilan dari sebuah rancangan baru adalah ketika berhasil mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam implementasinya, rancangan

Gambar 17 Jalur Koordinasi Pengelolaan Sampah Plastik Pada tingkat RT bertanggung jawab atas mekanisme pemilahan sampah oleh tiap kepala keluarga, mulai dari penyediaan kantung plastik, guidebook, dan lokasi pembuangan. Pada tingkat RW bertanggungjawab atas mekanisme pengambilan sampah, yaitu jadwal pengambilan sampah, sarana dan fasilitas pengangkutan (pengambilan) berupa gerobak sampah. Pada tingkat kelurahan bertanggung jawab atas fasilitas pengolahan yaitu TPS di kelurahan

11

manajemen/pengelolaan sampah plastik terintegrasi ini diperlukan paramater sebagai tolak ukur keberhasilan. Berikut beberapa tolak ukur yang digunakan : 1. Jumlah timbulan sampah plastik di TPS semakin menurun. 2. Jumlah timbulan sampah plastik di TPA semakin menurun. 3. Peningkatan jumlah masyarakat yang melakukan pemilahan sampah dari awal. 4. Persentase penggunaan dana operasional dengan anggaran yang disediakan. Dimana bila terjadi penurunan maka akan menunjukkan efektifitas rancangan. 5. Persentase biaya transportasi pemindahan sampah dari sumber ke TPS. Yang diharapkan disini adalah terjadi penurunan terhadap anggaran yang disediakan. 6. Konsistensi pengambilan sampah sesuai jadwal yang telah ditentukan. Diharapkan disini adalah pembuangan dan pengambilan sampah tepat waktu sesuai jadwal meningkat. 7. Peningkatan kesehatan masyarakat. Terutama untuk masyarakat yang dekat dengan pusat penimbunan sampah. 8. Jumlah sampah plastik yang dapat didaur ulang. Dimana bila terjadi peningkatan jumlah sampah plastik yang dapat didaur ulang. 9. Ketepatan estimasi usia tempat pembuangan dengan yang penggunaan yang sebenarnya. 10. Laju timbulan sampah. Diharapkan terjadi penurunan laju timbulan sampah. 11. Persentase biaya pengumpulan sampah terhadap anggaran yang disediakan. Penurunan nilai terhadap indikator ini adalah yang diharapkan. Untuk mengukur tingkat keberhasilan rancangan desain sistem pengelolaan sampah ini, dibutuhkan sebuah metode yang mampu mengakomodasi keseluruhan parameter yang ada di dalam sistem pengelolaan. Baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. 5. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini antara lain: 1. Pemilahan sampah dikategorikan menjadi 7 (tujuh) macam yaitu Burnable Waste, Plastic Waste, Landfill Waste, Recyclable Waste, Hazardous Waste, Bulky Waste, dan Crushable Waste. Untuk sampah plastik 2.

3.

4.

5.

yang dapat di daur ulang terdiri dari plastik PET, LDPE, HDPE, PVC, PP, PS dan Multilayer atau pada produk yang terdapat tanda tiga anak panah melingkar. Teknologi perajang plastik menggunakan mesin perajang plastik yang sudah ada, maupun dengan merakit sendiri. Stasiun kerja yang dirancang mempertimbangkan faktor ergonomi yang disesuaikan dengan anthropometri tubuh manusia meliputi tinggi badan, jangkaun tangan, dan sikap kerja. Media sosialisasi yang dapat diterapkan yaitu pemasangan sejumlah poster tentang sampah plastik dibeberapa tempat strategis, pembuatan buku guideline pembuangan sampah yang diberikan di setiap rumah tangga, dan memberikan insentif bagi masyarakat yang melakukan pemilahan sampah. Pengoptimalan fungsi TPS menjadi tempat pengolahan sampah tahap kedua setelah rumah tangga yaitu proses pemilahan sampah, pengomposan sampah organik, dan pengumpulan sampah kering yang dapat di daur ulang untuk didistribusikan kepada pihak swasta.

6. Daftar Pustaka Anshory, I.,dan Achmad, H. 2000. Acuan Pelajaran Kimia SMU untuk Kelas 3. Jakarta : Erlangga. Artayasa, I Nyoman. 2006. Ergonomi Total Mengimplementasikan Revitalisasi Pertanian Demi Meningkatnya Kualitas Hidup Petani. Prosiding Seminar Nasional Ergonomi dan K3, Surabaya 29 Juli 2006:A02-1 A02-8. Budi, Bambang Setia. Feb. 2006. Memisahkan Sampah:Belajar dari Jepang, <URL:http://www.beritaiptek.com/zberitaberitaiptek-2006-02-22-Sistem-EvaluasiBangunan-dan-Lingkungan-yangBerkelanjutan.....html> Cunningham, William P., dan Ann, Mary. 2002. Principles of Environmental Science Inquiry and Applications. McGraw-Hill, Inc. Darsono, V. 2005. Upaya Pengelolaan Sampah Perkotaan. Jurnal Teknologi Industri IX, 3 (Juli):247-252. Hendrick, H. W. 2002. Macroergonomics: A Better Approach to Work System Design,

12

<http://www.semac.org.mx/congreso/410.pdf.>. Hendrick, H. W., dan Kleiner, B. M., 2002. Macroergonomics : Theory, Methods, and Applications. London: Lawrence Erlbaum Associates. Hermawan, N.C., dan Sucipto, Haryo. 2005. Mesin Perajang Plastik. Laporan Tugas Akhir: Program Studi D3 Teknik Mesin Produksi ITS, Surabaya. Karwowski, Waldemar. 2005. Ergonomics and Human Factors: The Paradigms for science, engineering, design, Technology, and Management of Human-Compatible Systems. USA:Ergonomics (in press). Kum, V., Sharp, A., dan Harnpornchai, N. 2004. A System Dynamic Approach for Financial Planning in Solid Waste Management : A Case study in Phonm Penh City. Thammasat Int. J. Sc. Tech., Vol. 9, No.2, April-June 2004. Kusnoputranto, Haryoto. 1983. Kesehatan Lingkungan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Indonesia Fakultas Kesehatan Masyarakat. Jakarta. Manuaba, Adnyana. 2004. Pendekatan Ergonomi Holistik Satu Keharusan Dalam Otomasi untuk mencapai Proses Kerja dan Produk yang Manusiawi, Kompetitif dan Lestari. Prosiding Seminar Nasional Ergonomi Aplikasi Ergonomi dalam Industri. Yogyakarta, 27 Maret 2004. Nissa, Khamidatun. 2006. Analisa Kelayakan Proyek Recycle Multilayer Plastic (Plastik Kemasan Sachet). Laporan Tesis. Jurusan Teknik Industri ITS, Surabaya. Nurmianto, Eko. 1996. Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Guna Widya. Ramadhan, Hary. 1999. Sistem Daur Ulang Limbah Plastik. Laporan Kerja Praktek. Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember,Surabaya. Sudiarno, Adithya. 2006. Integrasi Ergonomi Total dan Ekologi pada Pemodelan Sistem Manajemen Sampah di Kota Surabaya Menuju Kota Ecopolish. Laporan Tesis. Jurusan Teknik Industri ITS, Surabaya. Tchobanoglous, Vigil, dan Theisen. 1993. Integrated Solid Waste Management, Engineering Principles and Management Issues. McGraw-Hill, Inc.

Torf, Y., dan Joubert, D. 2005. Procceding of CybErg 2005 (Thatcher, A., James, J.,&Todd, A.) The Fourth International Cyberspace Conference Johannesburg. International Ergonomics Association Press. Vesilind, Worrell, dan Reinhart. 2003. Solid Waste Engineering. Brooks/Cole Thomson Learning, Inc. Wignjosoebroto, Sritomo. 2003. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu: Teknik Analisis Untuk Peningkatan Produktivitas. Jakarta: PT. Guna Widya. Yayasan ULI Peduli dan LP3M ITS. 2006. Studi Rantai Post Consumer Waste. Laporan Akhir. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat ITS, Surabaya. Yudoko, Gatot. 2002. Municipal Solid Waste Planning and Management in Developing Countries: A State-of-The-Art and Implications for Further Research. Jurnal TMI 22 (3): 15-34.

13

Anda mungkin juga menyukai