Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN


PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

DI SUSUN OLEH :

DEA RAHMAWATI (A0D021031)

UNIVERSITAS MATARAM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PRODI PERPAJAKAN
2022/2023

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya. Adapun
tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung
dalam penyusunan makalah ini.
Penulis sadar makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan, oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak.

Mataram

PENULIS

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
BAB I.........................................................................................................................
PENDAHULUAN.....................................................................................................
A. Latar Belakang Masalah..................................................................................
B. Rumusan Masalah...........................................................................................
C. Tujuan makalah...............................................................................................
BAB II........................................................................................................................
PEMBAHASAN........................................................................................................
A. Kompensensi Pajak....................................................................................
B. Jangka Waktu Penyelesaian Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
C. Sanksi Atas Ke Terlambatan Pengembalian.............................................
BAB III......................................................................................................................
PENUTUP..................................................................................................................
A. Kesimpulan.....................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Kompensasi kerugian fiskal merupakan sebuah skema untuk ganti rugi yang dilakukan oleh
wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan yang mengalami kerugian dalam hal
pembukuannya. Dimana kompensasinya dapat dilakukan pada saat tahun berikutnya selama
5 tahun berturut-turut.
Umumnya suatu perusahaan mempunyai 2 jenis perhitungan pada keuangannya yaitu
perhitungan komersial dan fiskal, dimana dalam perhitungan fiskal akan lebih
diperhitungkan ke penyusunan laporan perpajakannya yang ada di SPT dan akan lebih
mempertimbangkan konsekuensi perpajakan dari sisi perusahaannya.
Perhitungan fiskal ini berfungsi untuk segala informasi keuangan yang ada di suatu
perusahaan yang kemudian nantinya akan diberikan kepada otoritas pajak untuk tanda
kepatuhan pajak perusahaan tersebut dimana atas hasil perhitungan tersebut wajib pajak
akan mengetahui apakah mengalami kerugian fiskal atau tidak. 
Kompensasi kerugian ini pada dasarnya telah diatur dalam Undang-undang No.36 tahun
2008 pada pasal yang ke 6 ayat 2 yang membahas mengenai Pajak Penghasilan yang
didalamnya mencantumkan ayat pertama pada pasal tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa Saja Kompensasi Pajak ?


2. Berapa Lama Jangka Waktu Penyelesaian Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak ?
3. Apa Saja Sanksi Atas Ke Terlambatan Pengembalian

C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk Mengetahui Apa Saja Kompensasi Pajak
2. Untuk Mengetahui Berapa Lama Jangka Waktu Penyelesaian Pengembalian
Kelebihan Pembayaran Pajak
3. Untuk Mengetahui Apa Saja Sanksi Atas Ke Terlambatan Pengembalian
BAB II
PEMBAHASAN
A. KOMPENSASI PAJAK

Kompensasi kerugian fiskal merupakan sebuah skema untuk ganti rugi yang dilakukan
oleh wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan yang mengalami kerugian dalam
hal pembukuannya. Dimana kompensasinya dapat dilakukan pada saat tahun berikutnya
selama 5 tahun berturut-turut.
Umumnya suatu perusahaan mempunyai 2 jenis perhitungan pada keuangannya yaitu
perhitungan komersial dan fiskal, dimana dalam perhitungan fiskal akan lebih
diperhitungkan ke penyusunan laporan perpajakannya yang ada di SPT dan akan lebih
mempertimbangkan konsekuensi perpajakan dari sisi perusahaannya.
Perhitungan fiskal ini berfungsi untuk segala informasi keuangan yang ada di suatu
perusahaan yang kemudian nantinya akan diberikan kepada otoritas pajak untuk tanda
kepatuhan pajak perusahaan tersebut dimana atas hasil perhitungan tersebut wajib pajak
akan mengetahui apakah mengalami kerugian fiskal atau tidak. 
Kompensasi kerugian ini pada dasarnya telah diatur dalam Undang-undang No.36 tahun
2008 pada pasal yang ke 6 ayat 2 yang membahas mengenai Pajak Penghasilan yang
didalamnya mencantumkan ayat pertama pada pasal tersebut. Ayat pertama yang tercantum
itu sendiri membahas tentang pengurangan yang antara lain :

1. Adanya pengurangan biaya langsung atau tidak  terkait dengan kegiatan usaha. 
2. Adanya penyusutan untuk pengeluaran agar mendapat harta berwujud dan adanya
amortisasi untuk pengeluaran agar mendapat hak, serta atas biaya lain yang mempunyai
masa manfaat lebih dari setahun
3. Adanya iuran dana pensiun yang  disahkan oleh Menteri Keuangan. 
4. Adanya kerugian  akibat penjualan dan pengalihan harta yang dimiliki dan dalam hal itu
digunakan dalam perusahaan terkait.
5. Adanya kerugian yang diakibatkan karena adanya selisih kurs mata uang asing. 
6. Adanya pengurangan untuk biaya penelitian serta pengembangan atas perusahaan yang
dilakukan di Indonesia. 
7. Adanya biaya beasiswa, pelatihan, serta magang. 
8. Adanya Piutang yang ternyata tidak dapat ditagih. 
9. Adanya sumbangan yang dialokasikan untuk penanggulangan bencana nasional yang
telah diatur dalam Peraturan Pemerintah. 

Adapun contoh dalam kasus kompensasi kerugian fiskal ini adalah sebagai berikut : 

1. XYZ mengalami kerugian fiskal sebanyak Rp 300 JT pada tahun 2014 yang dimana
kerugian tersebut bisa dikompensasikan sampai tahun 2019 dan akan dijabarkan dengan
uraian berikut:  

Tahun 2014 kerugian fiskal Rp 300 JT


Tahun 2015 laba fiskal Rp 100 JT yang nantinya saat tahun 2016 kerugian fiskalnya bisa
dikurangi jadi hanya tersisa Rp 200 JT
Tahun 2016 Rugi fiskal Rp 30 JT  dimana wajib pajak belum diwajibkan untuk
membayarkan pajak. Namun untuk sisa kerugian fiskal tahun 2016 tetap Rp 200 JT dan
akan memiliki kerugian fiskal tambahan Rp 30 JT untuk tahun 2018 tetapi kedua kerugian
tersebut tidak dapat digabungkan. 
Tahun 2017 Laba fiskal Rp 75 JT, digunakan untuk mengurangi kerugian fiskal pada 2016.
jadi nantinya kerugian fiskal 2016 berkurang sebesar Rp 125 JT. Namun rugi fiskal 2018
tetap Rp 30 JT. 
Tahun 2018 Laba fiskal Rp 30 JT. dimana rugi fiskal 2016 akan dikurangkan dan akan
tersisa Rp 95 JT. namun rugi fiskal 2018 jumlahnya tidak akan berubah.  
Tahun 2019 Laba fiskal  Rp75 JT, dimana rugi fiskal 2016 akan dikurangkan lagi dan akan  
tersisa Rp 20 JT.namun rugi fiskal 2018 tetap Rp 30 JT.
Nah berdasarkan penjabaran tersebut diketahui pada 2015, 2017, 2018, dan 2019
menghasilkan laba fiskal yang dimana kerugian tahun 2016 bisa dikompensasi atau
diperhitungkan. Kemudian pada tahun  2019, masih terdapat sisa kompensasi kerugian
sebesar Rp 30 JT. nah Jumlah inilah yang  tidak dapat dikompensasikan lagi karena telah
melewati batas waktu 5 tahun, sehingga sisa Rp 30 JT tersebut dikatakan hangus. 
B. JANGKA WAKTU PENYELESAIAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN

PEMBAYARAN PAJAK

Dalam rangka pelaksanaan penghitungan kelebihan pembayaran pajak dengan utang


pajak dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, Kepala KPP menerbitkan
SKPKPP dan SPMKP. Kelebihan pembayaran PPh, PPN, dan/atau PPnBM dapat
dikembalikan dalam hal terdapat:

1.   Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam SKPLB sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang KUP;

2.   Pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana tercantum dalam SKPLB


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang KUP;

3.   Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam SKPLB sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP;

4.   Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam SKPPKP sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 17C dan 17D Undang-Undang KUP, dan Pasal 9 ayat (4c)
Undang-Undang PPN;

5.   Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Keberatan

6.   Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Putusan Banding atau Putusan
Peninjauan Kembali;

7.   Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pembetulan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang KUP;

8.   Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Sanksi
Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-Undang KUP;

9.   Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Surat
Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Ketetapan Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 ayat ( 1) huruf b Undang-Undang KUP;

10. Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Surat
Tagihan Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Tagihan Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf c Undang-Undang KUP.
Kelebihan pembayaran PBB dapat dikembalikan dalam hal terdapat:

1.   PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan SKKP PBB;

2.   PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Keberatan

3.   PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Putusan Banding, atau Putusan
Peninjauan Kembali;

4.   PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan PBB
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang PBB;

5.   PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Denda
Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 Undang-Undang PBB;

6.   PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pembetulan PBB
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang KUP;

7.   PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Sanksi
Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-Undang KUP diterbitkan;

8.   PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Surat
Ketetapan Pajak PBB atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Ketetapan Pajak PBB
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang KUP;

9.   PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Surat
Tagihan Pajak PBB atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Tagihan Pajak PBB
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf c Undang-Undang KUP.

Untuk keperluan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, KPP menerbitkan Surat


Permintaan Rekening Dalam Negeri dan fotokopi lembar pertama buku rekening atas
nama Wajib Pajak yang bersangkutan. Surat Permintaan Rekening Dalam Negeri
diterbitkan paling lambat 1 (satu) hari kerja berikutnya setelah:

1.   permohonan pengembalian kelebihan pembayaran sehubungan dengan


diterbitkannya SKPLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang
KUP diterima;

2.   SKPLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dan Pasal 178 Undang-
Undang KUP diterbitkan;
3.   SKPPKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C dan 170 Undang-Undang KUP,
dan Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN diterbitkan;

4.   SKKP PBB diterbitkan; atau

5.   dilakukannya penghitungan kelebihan pembayaran pajak sehubungan dengan Surat


Keputusan/Putusan yang menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran pajak melalui
penghitungan lebih bayar.

Kelebihan pembayaran pajak harus diperhitungkan terlebih dahulu dengan Utang Pajak
yang diadministrasikan di KPP domisili dan/atau KPP lokasi, sebagaimana yang
tercantum dalam:

1.   Surat Tagihan Pajak;

2.   Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, yang menyebabkan jumlah pajak yang
harus dibayar bertambah, untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak
2007 dan sebelumnya;

3.   Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan yang telah disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan Surat
Keputusan Keberatan yang tidak diajukan banding, yang menyebabkan jumlah pajak
yang harus dibayar bertambah, untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun
Pajak 2008 dan sesudahnya;

4.   Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan atas jumlah yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan,
untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya, dalam
hal:

a)   tidak diajukan keberatan;

b)   diajukan keberatan tetapi Surat Keputusan Keberatan mengabulkan sebagian,


menolak, atau menambah jumlah pajak terutang dan atas Surat Keputusan Keberatan
tersebut tidak diajukan banding; atau

c)   diajukan keberatan dan atas Surat Keputusan Keberatan tersebut diajukan banding
tetapi Putusan Banding mengabulkan sebagian, menambah jumlah pajak terutang, atau
menolak.
5.   Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak PBB, atau Surat
Tagihan Pajak PBB;

6.   Surat Keputusan Keberatan untuk PBB yang menyebabkan jumlah pajak yang masih
harus dibayar bertambah tetapi tidak diajukan banding;

7.   Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak
yang masih harus dibayar bertambah; dan/atau

8.   Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus
dibayar bertambah.

Dalam hal setelah dilakukan penghitungan masih terdapat sisa kelebihan pembayaran
pajak, atas permohonan Wajib Pajak, sisa kelebihan pembayaran pajak tersebut dapat
diperhitungkan dengan:

1.   pajak yang akan terutang atas nama Wajib Pajak yang menerima kelebihan
pembayaran pajak; dan/atau

2.   Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang atas nama Wajib Pajak lain.

Pelunasan Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang melalui perhitungan
kelebihan pembayaran pajak diakui pada saat diterbitkan SKPKPP. Bagi Wajib Pajak
yang menggunakan pembukuan dengan mata uang dolar Amerika Serikat, pengembalian
kelebihan pembayaran pajak dalam mata uang dolar Amerika Serikat diberikan dalam
mata uang rupiah, yang dihitung menggunakan nilai tukar atau kurs yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada saat:

1.   diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;

2.   diterbitkannya Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak;

3.   diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, diucapkannya Putusan Banding, atau


Putusan Peninjauan Kembali;

4.   diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16


Undang-Undang KUP; atau

5.   diterbitkannya Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi


Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak,
atau Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang KUP.
Perhitungan kelebihan pembayaran pajak dengan Utang Pajak dan/atau pajak yang akan
terutang sebagaimana dimaksud pada huruf j dan huruf k ditindaklanjuti dengan
kompensasi ke Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang. Dalam hal tidak ada
Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang, seluruh kelebihan pembayaran pajak
dikembalikan kepada Wajib Pajak bersangkutan. Kompensasi ke Utang Pajak dan/atau
pajak yang akan terutang dilakukan melalui potongan SPMKP.

C.SANKSI ATAS KE TERLAMBATAN PENGEMBALIAN


 
Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai tata cara penghitungan dan pemberian imbalan
bunga terkait dengan Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak 2008
dan sesudahnya telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
195/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pemberian Imbalan
Bunga sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
12/PMK.03/2011;
    b. bahwa ketentuan mengenai tata cara pemberian imbalan bunga terkait dengan
Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya
telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.03/2005
tentang Tata Cara Pemberian Imbalan Bunga Kepada Wajib Pajak;
    c. bahwa ketentuan mengenai tata cara pemberian imbalan bunga Pajak Bumi
dan Bangunan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
121/PMK.06/2005 tentang Tata Cara Pemberian Imbalan Bunga Pajak Bumi
dan Bangunan Kepada Wajib Pajak;
    d. bahwa dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011
tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan,
perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai tata cara
penghitungan dan pemberian imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, dan huruf c;
    e. bahwa sesuai ketentuan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985
tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1994, terhadap hal-hal yang tidak diatur secara
khusus dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, berlaku ketentuan
dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 serta peraturan perundang-undangan
lainnya;
    f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf
b, huruf c, huruf d, dan huruf e serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27A
ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Keuangan tentang Tata Cara Penghitungan dan Pemberian Imbalan Bunga;
       
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
    2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3569);
    3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 27, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4189);
    4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

    5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

    6. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan


Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5268);
    7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul
Penerimaan Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37/PMK.05/2007;
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Kompensasi kerugian fiskal merupakan sebuah skema untuk ganti rugi yang dilakukan
oleh wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan yang mengalami kerugian dalam
hal pembukuannya. Dimana kompensasinya dapat dilakukan pada saat tahun berikutnya
selama 5 tahun berturut-turut.

Kompensasi kerugian ini pada dasarnya telah diatur dalam Undang-undang No.36 tahun
2008 pada pasal yang ke 6 ayat 2 yang membahas mengenai Pajak Penghasilan yang
didalamnya mencantumkan ayat pertama pada pasal tersebut

Anda mungkin juga menyukai