Anda di halaman 1dari 5

Term of Reference

Kader Mujahid Dakwah (KMD) Ula


Dewan Da’wah Isamiyah Indonesia
Provinsi DKI Jakarta

Muqaddimah
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan
Rasulnya (Muhammad) dan juga jangan kamu mengkhianti amanat-amanat
yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”. (QS_ Al-Anfal :
27)
"Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, Bumi,
dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan
mereka khawatir akan menghianatinya, dan pikullah amanat itu oleh Manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh. (Qs.Al-Ahzab: 72)
Prosesi kaderisasi merupakan sebuah upaya pengembalian nilai-nilai
Illahiyah yang telah hilang dalam pemahaman diri sebagai kader umat dalam
membangun masyarakat. Masyarakat pemuda muslim secara subtansial
belum memiliki kecakapan dalam mengilhami keinginan Allah baik yang
tertuang dalam kitabNya maupun yang tersebar di alam semesta secara
sistematis.
Tantangan zaman terus mengalami eskalasi tanpa mempedulikan
kesiapan kita. Degradasi moral masyarakat pemuda di Jakarta khususnya,
terakselerasi secara tak wajar. Hal ini merupakan efek domino dari
ketidakmampuan kita dalam melakukan proses filter informasi di tengah
derasnya arus informasi.
Diperlukan sebuah proses eksplorasi diri yang berorientasi pada
transformasi nilai-nilai transendental pada diri kader sebagai upaya
mempersiapkan pikiran yang tajam juga mental sehat untuk mengatasi dan
mengantisipasi perubahan.
Nama kegiatan
Nama kegiatan ini adalah Training Kader Mujahid Da’wah (KMD) Ula
Angkatan ke-17.
Tema Kegiatan
KMD Ula angkatan ke-17 memiliki tema “Call Of Duty, For The Next Level
Of Dakwah”
Bentuk kegiatan
Kegiatan ini berbentuk pelatihan pengembangan diri dengan pendekatan
andragogi partisipatoris.
Tujuan
 Memperkuat kemampuan kader dalam membaca situasi dan kondisi
bangsa secara komprehensif
 Memperluas sudut pandang kader dalam mendiagnosa sebuah persoalan
 Mempertajam daya analisa kader dalam merumuskan peta konflik
 Memformulasikan strategi da’wah yang tepat sasaran dan sesuai
kebutuhan masyarakat pemuda muslim Jakarta khususnya
 Melatih kader yang mampu bergerak dan menggerakkan dalam proses
aktualisasi penanaman nilai-nilai islam sesuai strategi da’wah yang telah
diformulasikan
Kepesertaan
Peserta Training Kader Mujahid Da’wah (KMD) adalah utusan/
rekomendasi yang dikirimkan oleh Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia tingkat
Kotamadya dan juga undangan terhadap organisasi keislaman lainnya.
Analisa
 Internal
Proses kaderisasi seharusnya membuat organisasi semakin besar
ditengah arus globalisasi dan era postmodernism saat ini. Tetapi realita
dilapangan tidak seperti apa yang diharapkan sehingga disini terjadi suatu
masalah ( kesenjangan antara harapan dan kenyataan ). Kaderisasi ialah
diibaratkan seperti jantung dalam suatu organisasi, bila proses kaderisasi
berhenti maka matilah organisasi tersebut karena tidak adanya regenerasi.
Kapasitas pemikiran kader masih perlu ditingkatkan. Kurangnya
referensi bacaan ilmiah menjadi faktor fundamental bagi kurang tajamnya
pisau analisa kader ketika membaca keadaan dan peta konflik. Hal ini
menyebabkan terjadinya kesalahan berfikir dan bersikap ketika menjalankan
sebuah kegiatan. Pada akhirnya, setiap acara yang dikelola seolah berjalan
sporadis. Diperlukan kemampuan untuk melihat benang merah garis juang
secara komprehensif sehingga akan meningkatkan akurasi pegambilan
keputusan dan kedewasaan dalam bersikap.
 Eksternal
Jakarta sebagai Ibukota NKRI menjadi pintu gerbang negara Indonesia
dan wilayah tempat bermukim berbagai macam suku, etnis dan agama di
Indonesia sehingga Jakarta menjadi gambaran wajah Indonesia.

Jakarta sebagai daerah perkotaan dengan status Ibukota Negara


(Undang-undang No. 10 tahun 1964), mempunyai fungsi yang bersifat
lokal, Regional, Nasional dan Internasional, dengan masyarakatnya yang
terdiri dari kelompok-kelompok sosial yang bermacam-macam dengan jenis
kehidupan yang berbeda-beda. Demikian pula kualitas hidup manusia
sebagian besar ditentukan oleh tingkat pendapatannya dan kondisi
pemukimannya, termasuk lingkungan hidupnya.

Secara lokal masyarakat Jakarta terutama suku yang diyakini menjadi


suku asli Jakarta yaitu suku Betawi sudah mulai berkurang dan hanya berada
di daerah-daerah tertentu selebihnya bermigrasi ke pinggiran sekitar wilayah
Jakarta sehingga kebudayaan yang terbentuk masyarakat bermukim di
Jakarta adalah kebudayaan perpaduan (Asimilasi budaya) dan terbentuknya
melalui berbagai macam faktor terutama faktor Modernitas Internasional yang
mencekram kebudayaan lokal dan regional Jakarta secara keseluruhan.

Kebudayaan tersebut mengalami berbagai macam perubahan akibat


tren-tren dan mode yang terus di gembor-gemborkan masyarakat global lebih
mengarah ke barat. Sehingga pemahaman nilai-nilai keluhuran bangsa
Indonesia mulai di tinggalkan seiring dengan perkembangan mode dan tren
yang tidak kunjung selesai.

Cengkraman budaya internasional bukan hanya dari barat, tapi juga ada
andil dari Negara asia timur seperti Jepang dan Korea Selatan. Korea Selatan
melalui “Halyu Wave” berhasil menancapkan hegemoni budaya korea di
kalangan masyarakat pemuda Jakarta khususnya. Konsep Idol di Korea
Selatan dan Jepang agak memiliki perbedaan dengan budaya Amerika-Eropa.
Komoditi utama dari budaya pop khas Asia Timur adalah sosok dari sang idola.
Fans diberi ruang imajinasi eksploitatif terhadap sosok Idol sehingga pada
tahapan tertinggi mampu menimbulkan “Celebrity Worship Syndrome”.
Pemujaan terhadap sosok idola yang mampu mendestruksi nilai-nilai dalam
pribadi fans. Sehingga setiap perilaku Idol dijadikan standar kebenaran.

Masyarakat Negeri ini tidak hanya dihadapi cengkraman budaya, tapi


juga ekonomi. Pandemi yang belum diketahui jalan akhirnya menciptakan
dampak signifikan pada tatanan ekonomi masyarakat Indonesia. Negara ini
baik pemerintah ataupun masyarakat secara umum tidak memiliki kesiapan
sikap dan mental dalam menghadapi perubahan besar. Resesi menjadi hantu
yang kehadirannya kian nampak. Tentunya masyarakat muslim di Jakarta juga
akan terkena dampaknya. Gerakan ekonomi keummatan mengalami
stagnasikarena ego masing-masing golongan. Sehingga tak ada integrasi
antar satu gerakan dengan gerakan lainnya yang cenderung bertabrakan.

Fungsi sekolah sebagai sarana terjadinya proses belajar-mengajar juga


tak luput dari guncangan dahsyat badai corona. Kita tak pernah
mempersiapkan diri sebelumnya, kita tak terbiasa bersiap. Sehingga kala
badai tersebut datang, kita hanya bisa pada tahapan menanggulangi, bukan
mengantisipasi. Pendidikan sejatinya bukan hanya soal transfer of
knowledge. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 BAB 1 pasal 1, Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Proses pembelajaran seharusnya mendobrak kesadaran bersikap


sebagai manusia secara utuh sesuai hakikatnya. Artinya proses
penyelenggaraan pendidikan secara nasional berbicara tentang transformasi
nilai. Bukan hanya seberapa bisa seorang peserta didik mengerjakan
bermacam soal, tapi juga tentang pengilhaman kebermanfaatan suatu ilmu
dalam bermasyarakat.

Sistem yang diterapkan pada konsep “Belajar dari Rumah” memiliki


cacat pada pembacaan utuh tentang perilaku siswa secara sosiologis.
Perubahan cara pandang tentang berilmu dalam masyarakat akan semakin
tergeser. Belum adanya penerapan nilai kebermanfaatan dalam proses belajar
mengajar menjadi catatan penting yang perlu diperhatikan.

Tidak ada konteks realistis yang disematkan dalam pola pembelajaran.


Mempelajari bilangan linear dua variabel misalnya, tidak akan membuat
peserta didik memiliki kesadaran bersikap baik pada lingkungan sekitar. Tidak
ada keterkaitan antara proses belajar dengan cara hidup, padahal pendidikan
juga bertanggung jawab pada perubahan relatif permanen sikap peserta didik.

Penutup
Demikian Term of Reference ini kami berikan sebagai sebuah upaya
untuk kembali meneguhkan pergerakan kita. Tentunya, ada banyak hal yang
belum tersampaikan dalam Term of Reference ini. Oleh karena itu,
konsolidasi pergerakan harus senantiasa kita utamakan dan segala potensi
konflik harus kita arahkan ke luar agar kita dapat terus berkembang dan
mampu menjadikan Dewan Da’wah sebagai rumah bresama ummat islam.

STEERING COMMITTEE
KADER MUJAHID DA’WAH
(KMD) ULA ANGKATAN KE-17

RAFIQI YAHYA

Anda mungkin juga menyukai