Anda di halaman 1dari 5

Nama : Alfani Alkiromi

NIM : 1917201288

Kelas : 6 Ekonomi Syariah A

Mata Kuliah : Ekonomi Kelembagaan

REVIEW BUKU “EKONOMI KELEMBAGAAN : PARADIGMA, TEORI


DAN KEBIJAKAN” KARYA AHMAD ERANI YUSTIKA

Identitas Buku

Judu : Ekonomi Kelembagaan : Paradigma, Teori Dan Kebijakan

Penerbit : Erlangga

Penulis : Ahmad Erani Yustik

Ukuran : 17,5 cm x 25 cm

Jumlah Halaman : 305 hlm

Kota Terbit : Jakarta

Tahun Terbit : 2013

ISBN : 9786022413592

Sinopsis

Dalam perjalanannya, di samping menimbulkan kesejahteraan, mekanisme


pasar yang disokong oleh aliran klasik/neoklasik telah menciptakan polusi yang
tidak sedap bagi negara-negara yang mempraktekkannya. Celakanya, polusi
tersebut bukan sekadar terjadi akibat negara tersebut salah dalam mengerjakan
kebijakan yang direkomendasikan, melainkan dalam pemikiran klasik/neoklasik
memang tersimpan cacat filosofis dalam wujud asumsi-asumsi yang melatarinya.
Tepat pada titik inilah ekonomi kelembagaan masuk untuk mewartakan bahwa
kegiatan ekonomi sangat dipengaruhi oleh tata letak antarpelaku ekonomi (teori
ekonomi politik), desain aturan main (teori ekonomi biaya transaksi), informasi
yang tidak setara (teori informasi asimetris), norma dan keyakinan suatu
individu/komunitas (teori modal sosial), insentif untuk melakukan kolaborasi
(teori tindakan kolektif), model kesepakatan yang dibikin (teori kontrak), pilihan
atas kepemilikan aset fisik maupun non-fisik (teori hak kepemilikan), dan lain-
lain. Intinya, selalu ada insentif bagi individu untuk berperilaku menyimpang
sehingga sistem ekonomi tidak bisa dibiarkan berjalan hanya dipandu oleh
mekanisme pasar. Dalam hal ini diperlukan kelembagaan non-pasar (non-market
institution) untuk melindungi agar pasar tidak terjebak dalam kegagalan yang
tidak berujung, yakni dengan jalan mendesain aturan main/kelembagaan
(institutions). Pada level makro (institutional environment), kelembagaan tersebut
berisi seperangkat aturan politik, sosial, dan legal yang memapankan kegiatan
produksi, pertukaran, dan distribusi. Sedangkan pada level mikro (institutions of
governance), kelembagaan berkutat dengan masalah tata kelola aturan main agar
pertukaran antarunit ekonomi bisa berlangsung, baik lewat cara kerjasama
maupun kompetisi.

Problem serius dalam kegiatan ekonomi (transaksi) adalah ketiadaan


kesetaraan antarapelaku ekonomi. Ketidaksetaraan tersebut bisa berwujud dalam
posisi daya tawar (bargaining position) maupun informasi asim etris (information
asymmetric). Implikasinya, dalam kegiatan ekonomi yang dilakukan akhirnya ada
salah satu/beberapa pihak yang memperoleh keuntungan di atas beban (kerugian)
pihak lain. Tentu kegiatan ekonomi semacam itu bukan merupakan aktivitas yang
ideal karena terdapat salah satu/beberapa pihak yang menjadi korban. Oleh karena
itu, harus dicari mekanisme antarpelaku ekonomi, baik dari sisi daya tawar
maupun kelengkapan informasi. Pada titik inilah keberadaan teori kontrak
(termasuk information asymmetric) dan tindakan kolektif (collective action)
sangat besar peranannya untuk membantu mendesain aturan main tersebut. Oleh
karena itu, pada bab ini akan dikupas tentang dua teori tersebut sehingga diperoleh
pemahaman yang mendalam sebagai dasar formulasi regulasi/kebijakan.

Dalam pendekatan ekonomi biaya transaksi (transaction costs


economics/TCE) basis dari unit analisis adalah „kontrak‟ (contract) atau transaksi
tunggal antara dua pihak (parties) yang melakukan hubungan ekonomi. Kontrak
secara umum menggambarkan kesepakatan satu pelaku untuk melakukan tindakan
yang memiliki nilai ekonomi kepada pihak lain, tentunya dengan konsekuensi
adanya tindakan balasan (reciprocal action) atau pembayaran. Tindakan untuk
membuat kontrak tersebut secara umum dilakukan berdasarkan tingkat
pengamatan yang berbeda, pada tidik waktu yang tidak sama, dan juga
berdasarkan derajat timbal balik yang berlainan. Bahkan hubungan kontrak itu
sendiri mempunyai perbedaan terhadap kesinambungannya. Untuk alasan ini,
pelaku-pelaku dalam kontrak tersebut memiliki derajat insentif kesukarelaan
alami yang berbeda untuk menyetujui isi atas kontrak yang dibuat. Dalam TCE,
agen penegakan kontrak dari luar (external contract-enforcement agency), cement
agency), yang biasa disebut lembaga hukum (legal institution) yang mengatur
kontrak, diasumsikan eksis, memverifikasi, baik yang buruk maupun yang bagus,
pelaku-pelaku yang terikat dalam sebuah kontrak. Dengan kata lain, TCE
mengasumsikan bahwa kontrak dapat ditegakkan (dipaksakan) dalam koridor
lembaga hukum yang eksis dan ketersediaan informasi yang cukup.

Dalam kenyataannya, kontrak selalu tidak lengkap karena dua alasan.


Pertama, adanya ketidakpastiaan. Kedua, kinerja kontrak khusus. Sebagai
tambahan, biaya kontrak yang mengandaikan adanya ketidaklengkapan dari
kontrak yang eksplisit, membutuhkan kehadiran 'biaya sewa semu' yang bisa
digunakan bagi perusahaan untuk melakukan investasi. Munculnya faktor
ketidakpastiaan sebetulnya dapat ditelusuri dari realitas adanya informasi
asimetris dalam kegiatan ekonomi. Informasi asimetris tidak lain merupakan
kondisi di mana ketidaksetaraan informasi atau pengetahuan yang dialami oleh
pelaku-pelaku untuk melakukan transaksi di pasar. Dengan begitu, kontrak di sini
bisa pula dimaknai sebagai instrumen kompensasi yang didesain untuk
mengeliminasi dampak dari informasi asimetris.

Dalam kegiatan ekonomi modern tipe kontrak setidaknya bisa dipilah


dalam tiga jenis, yaitu teori kontrak agen, teori kesepakatan otomatis, dan teori
kontrak-rasional. Pertama, dalam teori agensi diandaikan setidaknya terdapat dua
pelaku yang berhubungan, yakni prinsipal dan agen. Kedua, jika dalam teori
kontrak agensi diasumsikan kesepakatan bisa ditegakkan secara hukum, maka
teori kesepakatan otomatis diandaikan tidak seluruh hubungan atau pertukaran
bisa ditegakkan secara hukum, Ketiga, kontrak rasional dapat dipahami sebagai
kontrak yang tidak bisa menghitung seluruh ketidakpastiaan di masa depan, tetapi
hanya berdasarkan kesepakatan di masa silam, saat ini, dan ekspektasi terhadap
hubungan di masa depan di antara pelaku-pelaku yang terlibat dalam kontrak.
Sementara itu, di India sekurangnya ada lima model kontrak pertanian, yakni: (i)
model tersentralisasi, (ii) model perkebunan inti, (iii) model multiparti, (iv) model
informal, (v) model perantara.

Kelebihan Buku

Buku ini cocok bagi para pelajar ataupun mahasiswa yang mau mendalami
ilmu ekonomi kelembagaan. Buku ini menggunakan bahasa yang baku dan ilmiah
sehingga pembaca tidak bosan dan memiliki struktur materi yang sangat runtut
sehingga isi buku dapat diikuti dengan mudah.

Kekurangan Buku

Buku ini menggunakan bahasa yang sulit dipahami, sehingga pembaca


harus mencari arti kata yang sulit dipahami terlebih dahulu. Pembaca harus
membaca buku ini berulang-ulang agar dapat memahami isi buku ini.

Kesimpulan

Buku ini sangat cocok bagi mahasiswa ekonomi yang ingin mendalami
ilmu ekonomi kelembagaan. Buku ini layak dibeli, namun ada kata-kata yang
harus lebih dipahami pembaca dalam buku ini agar makna yang disampaikan
dapat dipahami dengan benar.

Anda mungkin juga menyukai