Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

I. Pendahuluan

Problem serius dalam kegiatan ekonomi (transaksi) adalah ketiadaan kesetaraan


antarpelaku ekonomi. Ketidaksetaraan tersebut bisa berwujud dalam posisi tawar menawar
(bargaining position) maupun informasi asimetris (information asymmetric). Implikasinya,
dalam kegiatan ekonomi yang dilakukan akhirnya ada salah satu/beberapa pihak yang
memperoleh keuntungan diatas beban (kerugian) pihak lain.

Tentu saja kegiatan ekonomi semacam itu bukan merupakan aktivitas yang ideal
karena terdapat salah satu/beberapa pihak yang menjadi korban. Oleh karena itu, harus dicari
mekanisme dan desain aturan main (kelembagaan) yang bertujuan membangun kesetaraan
antar pelaku ekonomi, baik dari sisi daya tawar maupun kelengkapan informasi. Pada titik
inilah keberadaan teori kontrak (termasuk information asymmetric) dan tindakan kolektif
(collective action) sangat besar peranannya untuk membantu mendesain aturan main tersebut.
Oleh karena itu, pada makalah ini akan dibahas tentang teori kontrak tersebut sehingga
diperoleh pemahaman yang mendalam sebagai dasar formulasi regulasi/kebijakan.

II. PEMBAHASAN
2.1 Teori Kontrak dan Informasi Asimetris

Kontrak secara umum digambarkan sebagai kesepakatan satu pelaku untuk melakukan
tindakan yang memiliki nilai ekonomi kepada puhak lain, tentunya dengan konsekuensi
adanya tindakan balasan atau pembayaran. Konsep kontrak dalam NIE merupakan konsep
mengenai hak kepemilikan yang dalam banyak hal lebih luas dibandingkan konsep hukum
tentang kontrak. Dalam teori standar neoklasik, kontrak biasanya diasumsikan dalam kondisi
lengkap yang dapat dibuat dan ditegakkan tanpa biaya (costlessly).

Dalam kehidupan, kontrak tidak selalu lengkap, hal ini disebabkan oleh dua alasan, yakni:

1. Adanya ketidakpastian menyebabkan terbukanya peluang cukup besar bagi munculnya


contingencies, sehingga hal itu berimplikasi pada munculnya biaya untuk
mengidentifikasi dalam rangka merespon seluruh kemungkinan ketidakoastian
tersebut.

1
2. Kinerja kontrak khusus (particular contractual performance), misalnya menentukan
jumlah energi yang dibutuhkan pekerja untuk melakukan pekerjaan yang rumit,
mungkin membutuhkan biaya yang banyak untuk melakukan pengukuran.

Munculnya ketidakpastian dalam poin pertama menggambarkan adanya informasi


asimetris. Keadaan ini merupakan kondisi dimana ketidaksetaraan informasi atau pengetahuan
yang dialami oleh pelaku-pelaku untuk melakukan transaksi di pasar. Dengan begitu, dalam
hal ini kontrak juga dapat dimaknai sebagai instrumen kompensasi yang di desain untuk
mengeliminasi dampak dari informasi asimetris.

Dalam kegiatan ekonomi modern, kontrak terbagi menjadi 3, yaitu:

1. Teori kontrak agen (agency contrac theory), diandaikan setidaknya terdapat dua
pelaku yang berhubungan yakni prinsipal dan agen.
2. Teori kesepakatan otomatis (self-enforcing agreements theory), diasumsikan
kesepakatan bisa ditegakkan secara hukum, maka diandaikan tidak seluruh hubungan
atau pertukaran bisa ditegakkan secara hukum.
3. Teori kontrak-relasional (relational-contract theory), dipahami sebagai kontrak
yang tidak bisa menghitung seluruh ketidakpastian di masa depan, tetapi hanya
kesepakatan di masa silam, saat ini, dan ekspektasi terhadap hubungan di masa depan
antara pelaku-pelaku yang terlibat dalam kontrak,

2.2 Mekanisme Penegakkan dan Instrumen Ekstralegal

Terdapat dua tipe penegakkan dalam masyarakat, yaitu aturan formal dan informal.
Aturan-aturan formal dibuat dan dipaksakan oleh organisasi resmi, seperti negara dan
perusahaan untuk menyelesaikan masalah tindakan kolektif melalui pihak ketiga. Sementara
itu, aturan informal atau yang biasa disebut sebagai norma muncul akibat adanya jaringan
kerja dan dipaksakan melalui hubungan sosial. Barzel (2000:214) berargumentasi bahwa
penggunaan kekerasan untuk melakukan penegakkan bisa berbeda-beda dalam tiga aspek
berikut: kekerasan seringkali lebih murah; kekerasan dilakukan untuk mencegah penyitaan;
dan kekerasan bertujuan untuk memperkuat pertukaran kontrak itu sendiri.

Dalam realitasnya, mekanisme penegakkan tersebut tidak selalu mudah dilakukan.


Dalam kasus semacam ini, dibutuhkan suatu instrumen tambahan semacam jaminan
ekstralegal, seperti penyanderaan (hostages), agunan (collateral), strategi balas dendam (tit-
fot-tat strategies), reputasi (reputation), dan lain sebagainya. Dengan kata lain, beberapa
2
jaminan privat menghadapi perilaku menyimpang diperlukan untuk membangun suatu
hubungan yang taat asas. Perancang kelembagaan harus menyusun kesepakatan jaminan
sebelum kontrak dilakukan untuk menghadapi perilaku oportunistik setelah kontrak
disepakati. Dalam kasus ini memungkinkan munculnya biaya transaksi yang cukup besar.

2.3 Teori Tindakan Kolektif dan Free-Riders

Teori tindakan kolektif pertama kai dikemukakan oleh Mancur Olson (1971).
Menurutnya, determinan penting bagi keberhasilan suatu tindakan bersama adalah ukuran,
homogenitas, dan tujuan kelompok. Tindakan kolektif dapat terjadi dimana saja, seperti
organisasi petani, kartel, partai politik, dan lain sebagainya. Namun, disamping itu, terdapat
beberapa situasi dalam ekonomi yang membutuhkan tindakan kolektif agar dapat
menyelesaikan masalah, contohnya seperti sistem untuk mengelola sumber daya bersama
(perikanan, pengairan dikelola melalui sistem irigasi, padang rumput), sistem mengontrol
perilaku (norma yang mengatur tentang eksploitasi sumber daya), dan perubahan-perubahan
sosial semacam revolusi atau evolusi dalam kebijakan publik.

Adanya tindakan kolektif dalam beberapa situasi ekonomi bermaksud agar


pemanfaatan sumber daya dilakukan secara efektif dan efisien. Di sisi lainnya, tindakan
kolektif dapat memunculkan pelaku-pelaku Free Riders, yakni mereka yang tidak
memperoleh beban atau pun biaya dari tindakan kolektif tetapi masih menerima benefitnya.
Dalam posisi ini tindakan kolektif dapat menjadi sumber munculnya Free Riders, namun bisa
juga sebagai pemecah masalah adanya Free Riders tersebut.

2.4 Pilihan Rasional dan Tindakan Komunikatif

Terdapat dua pendekatan dalam teori pilihan rasional, yakni pendekatan kuat dan
pendekatan lemah. Pendekatan kuat melihat rintangan sosial dan kelembagaan sebagai produk
dari tindakan rasional dan tindakan rasional itu sendiri menjadi sebab munculnya analisis
pilihan rasional. Sedangkan pendekatan lemah menempatkan haangan sosial dan kelembagaan
sebagai suatu kerangka yang pasti ada karena aktor-aktor rasional berupaya
memaksimalisasikan keuntungan atau meminimalisasikan biaya. Jalan keluar untuk
menyelesaikan persoalan kolektif dari dua versi tersebut tergantung pada pendekatan mana
yang lebih tepat dengan keadaan yang ada.

Konfigurasi tindakan kolektif dapat juga dilihat dari sisi komunikasi yang merujuk
pada teori tindakan komunikasi oleh Habermas. Dalam teori ini, masyarakat dapat
3
diidentifikasikan dalam dua kawasan yaitu sistem dan dunia nyata. Sistem adalah kawasan
produksi dan reproduksi material yang seluruh tindakan ditujukan untuk menggapai
keberhasilan, baik tindakan strategis maupun instrumental. Di samping itu, dunia nyata
merupakan perwujudan ruang simbolik atas latar belakang kemauan atau itikad yang dibagi
secara kolektif dengan tradisi-tradisi budaya, integrasi sosial, dan struktur normatif yang
direproduksi dan ditransformasikan lewat proses interpretif yang terus berjalan atas tindakan
komunikatif. Tindakan komunikatif ditekankan kepada interaksi di antara dua pihak atau lebih
untuk mencari kesepahaman mengenai situasi bersama.

Studi Kasus

III.PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kontrak secara umum menggambarkan kesepakatan satu pelaku untuk melakukan


tindakan yang memiliki nilai ekonomi kepada pihak lain, tentunya dengan konsekuensi
adanya tindakan balasan (reciprocal action) atau pembayaran. Dalam kenyataannya, kontrak
selalu tidak lengkap karena dua alasan (Klein, 1980:356-358; dalam yustika, 2008:105).
ketidakpastian (uncertainty) dan kinerja kontrak khusus (particular contractual performance)
Oleh karena itu, adanya pelanggaran kontrak sering kali menyulitkan pihak ketiga
(pengadilan) untuk memberikan bukti sebagai dasar keputusan. Munculnya faktor
ketidakpastian sebetulnya dapat ditelusuri dari realitas adanya informasi asimetris
(asymmetric information) dalam kegiatan ekonomi.

Secara teknis, informasi asimetris tidak lain merupakan kondisi di mana


ketidaksetaraan informasi atau pengetahuan (unequal knowledge) yang dialami oleh pelaku-
pelaku (parties) untuk melakukan transaksi di pasar. Sebagai contoh, pembeli dan penjual
memiliki informasi yang tidak sarna tentang harga, kualitas, atau aspek lainnya tentang
barang atau jasa yang hendak diperjualbelikan (McConnel dan Brue, 2005:572; dalam
yustika, 2008:105). Di sinilah dibutuhkan suatu kontrak yang lengkap sehingga eksistensi
informasi asimetris tadi dapat dikurangi atau direduksi.

4
George A. Akerlof's, yang dianggap sebagai pioner teori informasi asimetris, lewat karya
monumentalnya, yakni The Market of "Lemons": Quality Uncertainty and the Market
Mechanism (1970), berpendapat bahwa informasi asimetris yang terjadi di antara pelaku
transaksi dapat direduksi melalui kelembagaan pasar perantara (intermediary market
institutions), yang sering disebut dengan kelembagaan penghalang (counteracting
institutions). Contoh yang bagus untuk menunjukkan kelembagaan dimaksud adalah
jaminan/garansi (guarantees) atas barang. Garansi memberikan pembeli kecukupan waktu
untuk memeroleh informasi yang sama tentang barang sebaik pengetahuann yang dimiliki
oleh penjual.

3.2 Saran

Terjadinya ketidakpastian (uncertainty) menyebabkan terbukanya peluang yang cukup


besar bagi munculnya biaya untuk mengetahui dan mengidentifikasi dalam rangka merespons
seluruh kemungkinan ketidakpastian tersebut. Kedua, kinerja kontrak khusus (particular
contractual performance), misalnya menentukan jumlah energi yang dibutuhkan pekerja
untuk melakukan pekerjaan yang rumit (complex task), mungkin membutuhkan biaya yang
banyak untuk melakukan pengukuran. Oleh karena itu perlu pemahaman secara khusus
mengenai teori kontrak dan informasi asimeteris.

Demikianlah makalah yang kami buat semoga bermanfaat bagi orang yang
membacanya dan menambah wawasan bagi orang yang membaca makalah ini. Dan penulis
mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan kata dan kalimat yang tidak jelas,
mengerti, dan lugas mohon jangan dimasukan ke dalam hati.

Dan kami juga sangat mengharapkan yang membaca makalah ini akan bertambah
motivasinya dan mengapai cita-cita yang di inginkan, karena saya membuat makalah ini
mempunyai arti penting yang sangat mendalam.

Sekian penutup dari kami semoga berkenan di hati dan kami ucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya.

5
DAFTAR PUSTAKA

 Yustika, Ahmad Erani. 2008. Ekonomi Kelembagaan; Definisi, Teori dan Strategi.
Malang: Bayumedia.
 North, D. C. 1990. Institutions, Institutional Change and Economics Performance.
Cambridge University Press
 Simarmata, DJ. A. 1994. Ekonomi Publik dan Eksternal: Ekonomi tanpa Pasar.
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai