Menurut ekonom kapitalis, hak kepemilikkan yang harus terus dipelihara adalah hak
kepemilikan individu. Sedangkan, menurut ekonom sosialis hak kepemilikan yang benar adalah
hak kepemilikan negara. Namun bagi para pengambil kebijakan, masalahnya bukan hanya
sekadar memiliki hak kepemilikan saja, tapi bagaimana hak kepemilikan tersebut diregulasi dan
ditegakkan sehingga dapat ditujukan untuk membantu proses pembangunan ekonomi.
Hak kepemilikan atas suatu aset dapat dimaknai sebagai hak untuk menggunakan (right
of use), untuk mengubah bentuk maupun isi hak kepemilikan (to change its form and substance),
dan untuk memindahkan seluruh hak-hak atas aset (to transfer all right in the asset), atau
beberapa hak yang diinginkan. Hak kepemilikan tidak merujuk pada hubungan antara manusia
dengan benda, tetapi lebih kepada hubungan perilaku sanksi di antara manusia yang muncul dari
keberadaan benda/barang dan penggunaannya. Dalam kaitannya dengan biaya transaksi, maka
fungsi dari hak kepemilikan ialah memberi kepastian bagi pelaku ekonomi untuk melakukan
transaksi sehingga berimplikasi pada biaya transaksi yang rendah. Karena tanpa adanya
kepastian hak kepemilikan, setiap proses transaksi akan menimbulkan biaya transaksi yang
tinggi, sehingga menjadikannnya tidak efisien. Sejarah adanya hak kepemilikan dapat dilihat
dengan dua pendekatan, yakni:
a. Universalitas: sumber daya privat dan seluruh jatah dispesifikasi secara lengkap.
b. Eksklusivitas: keuntungan dan biaya jatuh ke pemilik dan hanya kepada pemilik,
baik langsung, maupun tak langsung.
c. Transferabilitas: seluruh hak kepelikan dapat dipindah tangankan melalui pertukaran
sukarela.
d. Enforsibilitas: hak kepemilikan seharusnya dijamin dari pelanggaran dan paksaan.
Secara umum diasumsikan bahwa kualitas hak kepemilikan yang dicerminkan oleh
adanya aturan-aturan hukum dan jaminan hak milik akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
nasional dengan cara sebagai berikut:
Salah satu masalah ekonomi yang sering menjadi bahan perdebatan yaitu masalah
eksternalitas. Di satu sisi, ekonomi neoklasik mengabaikan eksternalitas itu sehingga ekonomi
neoklasik tidak memberikan solusi untuk mengatasinyas. Namun di lain sisi, ekonomi neoklasik
melihat bahwa eksternalitas itu ada di dalam kegiatan ekonomi sehingga harus diatasi. Karena
ekonomi neoklasik menganggap bahwa pasar tidak mampu mengatasi masalah eksternalitas,
maka diperlukan ‘aturan main’ yang di luar konteks ekonomi pasar untuk mengatasinya. Salah
satunya adalah intervensi pemerintah untuk mengatasi kegagalan pasar tersebut.
Di sisi lain, Coase menganggap bahwa jika hak kepemilikan diatur dengan baik,
semestinya intervensi pemerintah tidak lagi diperlukan. Karena menurutnya, hasil kegiatan
ekonomi akan efisien dengan sendirinya apabila setiap hak kepemilikan jelas pemiliknya. Jadi,
Coase lebih menekankan perlunya pengaturan hak kepemilikan yang lebih jelas dan mapan.
Sedangkan, Pigou memandang bahwa negara harus turut campur tangan untuk mengatasi
masalah eksternalitas tadi, misalnya melalui instrument pajak.
Dengan demikian, Mills pun menyimpulkan bahwa ada tiga peran yang dapat dilakukan
oleh pemerintah terkait masalah eksternalitas, antara lain:
Ekonomi kelembagaan juga peduli terhadap urusan-urusan yang lebih besar, seperti
menganalisis hubungan antara kepemilikan atau pengelolaan hak kepemilikan terhadap
kesejahteraan, efisiensi, dan pertumbuhan ekonomi.
Menurut ekonomi kelembagaan, efisiensi dapat dicapai dengan dua pendekatan, yakni
pendekatan statis dan pendekatan dinamis.
a. Pendekatan statis. Dalam pendekatan ini, efisiensi dicapai melalui spesialisasi tenaga
kerja dengan asumsi jika setiap tenaga kerja hanya mengerjakan satu kegiatan kecil,
maka dia akan mudah menguasai pekerjaan tersebut sehingga produktivitas menjadi lebih
tinggi, begitu juga dengan sebaliknya.
b. Pendekatan dinamis. Dalam pendekatan ini, efisiensi diperoleh dengan jalan
meningkatkan kapasitas dan inovasi teknologi sehingga produktivitas menjadi meningkat.
Umumnya, pendekatan ini lebih banyak diadopsi di negara maju, sedangkan di negara
berkembang pendekatan dtatis yang lebih banyak digunakan untuk meningkatkan
efisiensi.
Apabila dihubungkan dengan hak kepemilikan, maka bisa kita lihat dari beberapa
perspektif:
Pertama, kita dapat melihat hubungan antara hak kepemilikan dengan kepastian
hukum untuk melindungi penemuan-penemuan baru seperti misalnya teknologi. Dalam
perpektif ini, negaralah yang menjamin bahwa hak kepemilikan atas penemuan/inovasi
teknologi akan berdampak besar dan berkontribusi terhadap produktivitas dan efisiensi
ekonomi.
Kedua, dapat juga ditinjau dari sisi hubungan antara hak kepemilikan dengan
degradasi lingkungan. Ketergantungan terhadap sumber daya alam dapat berpotensi
mengakibatkan kecenderungan melakukan eksploitasi besar-besaran yang mana dapat
merusak lingkungan. Jadi dalam konteks ini, hak kepemilikan yang tidak jelas atas
sumber daya alam cenderung akan berpotensi merusak lingkungan sehingga dalam
jangka panjang dapat juga menurunkan pertumbuhan ekonomi.