Akuntansi bisa disebut sebagai industri informasi, peran permintaan dan poenawaran terkait
ninformasi ini sungguh kuat, sehingga ketika ada permintaan akan informasi dan adanya penawaran
dari perusahaan dalam bentuk Laporan Keuangan. Secara teoritis hal ini akan menciptakan
keseimbangan dan harga ideal akan tercapai dalam pertukaran informasi ini. Atas peermintaan dan
penawaran ini akan tercipta informasi akuntansi apa yang dibutuhkan dan standar yang
menyertainya
Namun teori pasar bebas ini menuai banyak kritik, diantaranya bahwa teori pasar bebas ini tidak
realistis, dan tidak mungkin dilaksanakan, dan kesetimbangan harga untuk informasi akuntansi tidak
akan tercapai, hal ini dikarenaka. Pertama, Informasi akuntansi tidak bisa disamaratakan dengan
produk lainnya, hal ini dikarenakan informasi akuntansi bersifat ‘barang publik’ dimana ketika
informasi ini sudah keluar dari perusahaan, maka informasi tersebut dapat digunakan oleh orang lain
dengan bebas. Kedua, dikarenakan perusahaan memonopoli secara penuh informasi yang
dimilikinya, maka harga yang ditawarkan terkait informasi tersebut tentu akan dipatok dengan harga
tinggi, bahkan jika pasar bebas benar-benar ada dalam dunia nyata, badan regulasi masih tetap
diperlukan, dikarenakan para pengguna tidak pernah sepakat akan apa yang mereka inginkan
dengan informasi yang disediakan oleh penyedia
Oleh karena itu, peran peraturan yang dikeluarkan oleh pemeerintah menjadi vital. Karena hanya
pemerintahlah yang dapat ‘memaksa’ perusahaan untuk menyediakan informasi tersebut kepada
publik, sehingga akan menciptakan kesetimbangan yanhg nyata antara penawaran dan permintaan
sehingga akan tercipta efisiensi pasar modal
Teori Keagenan
Permintaan atas informasi akuntansi dapat dikategorikan untuk tujuan “stewardship” atau untuk
tujuan pengambilan keputusan. Atkinson dan Feltham menyatakan bahwa teori keagenan
menganggap kebanyakan informasi akuntansi untuk tujuan stewardship. Teori ini berfokus pada
hubungan di mana kekayaan seseorang (misalnya owner/pemilik) dipercayakan kepada orang lain,
atau sang agen (misalnya manajer). Permintaan dari informasi stewardship berhubungan dengan
keinginan untuk:
1. Memotivasi agen
2. Mendistribusikan resiko secara efisien
Permintaan atas informasi dengan tujuan untuk pembuatan keputusan berhubungan dengan peran
informasi itu sendiri pada teori keputusan statistik. Informasi akan bernilai jika mampu
meningkatkan alokasi sumber daya dan resiko ekonomi. Itu dilakukan dengan cara mengurangi
ketidakpastian.
Terjadi pada saat keputusan akan dibuat, seperti ketidakpastian tentang kejadian-kejadian yang
dapat dikendalikan yang akan mempengaruhi produksi. Atau ketidakpastian mengenai skill dari
manajer.
Terjadi setelah keputusan telah dibuat dan hasilnya sudah nyata. Ketidakpastian ini hampir sama
sepeti ex ante, kecuali bahwa hal ini dapat dikurangi dengan ex post report atas apa yang
sebenarnya terjadi. Teori keagenan berfokus kepada dampak ex post report alternatif yang
mempengaruhi ketidakpastian ex post.
Atkinson dan Feltham melihat bahwa peran dari standar setting sebagai salah satu
pengindentifikasian situasi di mana peningkatan kesejahteraan akan didapat dari kebijakan yang
telah diberikan pada laporan keuangan. Sebagai contoh Kebijakan A akan lebih disukai daripada
kebijakan B jika dulunya setiap orang setidaknya sama kayanya seperti yang terakhir atau paling
tidak satu orang menjadi lebih baik. Kebijakan A juga akan lebih disukai apabila kebijakan tersebut
menghasilkan alokasi sumber daya dan risiko yang lebih efisien. Sehingga menurut pandangan ini,
dirasa konsekuensi ekonomi dari standar akuntansi memainkan peranan penting.
Teori keagenan memberikan kita sebuah kerangka berfikir untuk mempelajari perjanjian antara
pricipals dan agen serta untuk memprediksi konsekuensi ekonomi standar.
Teori Regulasi
Kegagalan pasar berpotensi terjadi ketika ada sebuah kegagalan dari beberapa kondisi yang
dibutuhkan agar pasar berjalan secara kompetitif. Contoh potential failure:
Teori kepentingan publik didasari pada asumsi bahwa pasar ekonomi merupakan subjek dari
beberapa pasar tidak sempurna atau kegagalan transaksi, yaitu, jika tetap dibiarkan, akan
mengakibatkan inefisiensi dan ketidakpatutan outcome. Ini juga berdasarkan asumsi berikut:
1. Kepentingan dari konsumen diterjemahkan dalam tindakan legislatif lewat operasi dari
internal pasar.
2. Ada agen-agen (politisi pengusaha dan kelompok kepentingan publik) yang akan mencari
peraturan dengan mengatas namakan untuk kepentingan publik. Agen-agen ini mungkin
saja akan berusahan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri bukan memenuhi
kebutuhan publik.
3. Pemerintah tidak mempunyai peran yang independen untuk menjalankan peraturan
pemerintah
Teori Pengambilalihan
Teori ini menyatakan bahwa walaupun alasan awal dari regulasi adalah untuk melindungi
kepentingan publik, tujuan ini tidak akan tercapai karena pada proses regulasi, si pembuat
aturan/pengatur akan kemudian mendominasi yang diatur. Ada pandangan bahwa entitas yang telah
diregulasi itu umumnya akan mempengaruhi pembuat undang-undang, memprediksi rangkaian
kejadian di mana tujuan awal yaitu untuk kepentingan publik, akan terhalangi dengan usaha untuk
mencapai tujuan kelompok.
Capture theory mengasumsikan, pertama, bahwa semua anggota dalam masyarakat sosial itu
rasional secara ekonomi, sehingga, tiap orang akan mengejar kepentingannya sendiri, dengan cara
mempengaruhi regulator. Regulasi punya potensi untuk mendistribusikan kembali kekayaan.
Sehingga orang-orang akan mempengaruhi regulasi yang akan meningkatkan kekayaan mereka, atau
mereka akan mempengaruhi untuk memastikan bahwa regulasi tesebut tidak efektif untuk
menurunkan kekayaan mereka. Kedua, teori ini mengasumsikan, dengan adanya teori kepentingan
publik, pemerintah harusnya tidak punya peran independen dalam proses regulasi, dan perang
kepentingan kelompok untuk menguasai memyebakan pemerintah terpacu untuk melakukan
distribusi kekayaan secara merata.
Pengamblialihan akan terbentuk dalam empat situasi berikut, jika entitas yang diregulasi:
Interaksi dengan para politikus yang bukan merupakan wasit yang netral, seperti politikus yang juga
pengusahan atau bahkan konsumen, akan cenderung terjadi pemenuhan kepentingan pribadi.
Ada 2 alasan dalam kelompok berkepentingan memberi tawaran harga tertinggi agar dapat
memanfaatkan kekuasaan dari pemerintah :
1. terdapat industri yang lebih sedikit dari pada industri diluarnya(minor) jadi mereka
meminta pengaruh politik melalui peraturan untuk melindungi dan menata bisnis
mereka,
contohnya : memberikan batasan bagi suatu bisnis / industri untuk dimasuki (peraturan
yang berbelit)
2. Kelompok yang kepentingan bisa memberi kontribusi pada pejabat yang berpolitik.
Sehingga bisa memberikan insentif yang dapat memberikan keuntungan bagi keduanya,
baik pengusaha maupun pejabat politik
Contoh lainnya adalah penerbitan Accounting Standards Review Board (ASRB) di tahun 1984 oleh
pemerintah Australia. Peran pemerintah dalam penyusunan standar akuntansi sebagai respon
kegagalan pasar yang dibuktikan dengan adanya beberapa perusahaan yang bangkrut meskipun hasil
auditnya baik. Bangkrutnya perusahaan tersebut dikarenakan adanya ketidaksamaan informasi
(informasi asymmetries) yang diperoleh oleh manajemen perusahaan dan pengguna laporan
keuangan (khususnya investor) yang tidak mengetahui informasi akuntansi apa yang dibutuhkan
dan/atau tidak dapat menentukan nilai dari informasi akuntansi yang diterima. Informasi keuangan
dapat dilihat sebagai barang publik yang telah menyebabkan perbedaan antara biaya marginal dan
manfaat untuk pengguna dan pembuat informasi. Sebelum adanya intervensi dari pemerintah di
mana standar tidak didukung legislasi, public interest theory ini berpendapat bahwa informasi yang
dihasilkan oleh perusahaan belum dapat memenuhi kualitas yang diperlukan untuk pengambilan
keputusan investasi dan alokasi sumber daya yang optimal dalam perekonomian.
Kerangka umum dari teori ini menunjukkan bahwa intervensi pemerintah dalam proses penyusunan
standar akuntansi adalah untuk memperbaiki kegagalan pasar dengan informasi akuntansi. Dengan
adanya hal ini, kepentingan umum akan terpenuhi dengan munculnya kembali kepercayaan para
investor pada informasi akuntansi yang ada sehingga investor akan kembali aktif di pasar modal.
Namun, teori ini cenderung mengabaikan beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa manajer
mempunyai insentif yang kuat untuk dapat memperbaiki kegagalan pasar terkait aktivitas bisnisnya.
Hal yang dapat dilakukan adalah dengan pengungkapan informasi yang lebih luas yang melindungi
pengguna informasi keuangan. Sebagai contohnya adalah kekuatan pasar akan memberikan tekanan
pada perusahaan untuk mengurangi ketidakpastian kualitas produk, kelangsungan hidup
perusahaan, dan kemampuan manajemen untuk meyakinkan tingkat pengembalian yang tepat
kepada investor. Hal ini akan memunculkan biaya tambahan misalnya beban bunga yang lebih tinggi,
peningkatan kebutuhan keamanan untuk pinjaman, dan peningkatan ancaman pengambilalihan oleh
pesaing. Beberapa contoh penerapan public interest theory tersebut tidak berarti teori ini menjadi
satu-satunya penjelasan untuk perilaku yang diamati.
Aplikasi Capture Theory
Menurut Walker, capture theory lebih dapat menjelaskan penerbitan ASRB meskipun pemerintah
Australia mengeluarkan ASRB untuk melindungi kepentingan umum seperti yang telah dikemukakan
di atas. Salah satu fenomena utamanya adalah fakta bahwa ketentuan “due process” yang diabaikan
dalam persetujuan standar yang diajukan oleh Australian Accounting Research Foundation (AARF).
Kemudian, perbedaan antara ASRB dan AARF diselesaikan kemudian dan AARF (yang didanai oleh
kelompok profesi) dan ASRB (yang didanai oleh pemerintah) digabung. Secara formal, ASRB
mempunyai kekuatan untuk mempertimbangkan standar dari sumber manapun. Hal ini merupakan
upaya untuk memperluas penerimaan politis atas standar yang telah disetujui, tetapi hanya 1 dari 23
standar yang bersumber dari luar. Dengan demikian, mekanisme “due process” dalam ASRB gagal
dalam mencapai tujuannya. Pada dasarnya, Walker berpendapat bahwa profesi akuntansi berperan
dalam melegitimasi standar akuntansi dengan memastikan kepatuhan kepada standar tersebut yang
hanya dapat dicapai oleh standar yang memiliki kekuatan hukum karena standar tersebut didukung
oleh Undang-undang. Namun, profesi akuntansi memiliki kepentingan ekonomi dalam
mempertahankan proses penyusunan standar yang mana tidak menyerahkan secara penuh kepada
pemerintah. Satu-satunya adalah dengan melakukan “capture” ASRB, badan yang memiliki
kekuasaan untuk menyusun standar akuntansi untuk perusahaan sehingga intervensi dari peraturan
dalam proses penetapan standar akuntansi dirancang untuk melindungi kepentingan umum. Namun,
Walker menyatakan bahwa profesi akuntansi merupakan kelompok elite yang tidak bertanggung
jawab atas kepentingan umum. Mereka mempunyai kepentingan pribadi yang hanya dibatasi oleh
intervensi pemerintah.
Harmonisasi penerapan akuntansi secara internasional menimbulkan pertanyaan baru terkait teori
ini. Dengan adanya dukungan penuh Australia, penerapan standar internasional sangat
mencerminkan kepentingan perusahaan besar, Australian Securities Exchange (ASX), dan profesi
akuntansi. CLERP 1 mengarahkan penyusun standar untuk memiliki focus komersial dan responsive
terhadap kebutuhan bisnis yang dilihat dari tanggapan pemerintah dalam melobi standar yang
dikeluarkan oleh Australian Accounting Standards Board (AASB). ASX merupakan pendukung yang
kuat dalam penerapan standar internasional ini karena terdapat manfaat bagi ASX dan perusahaan
yang terdaftar jika menggunakan standar internasional. Setelah melihat pengaruh penerapan
standar internasional, pengaruh atas proses pengembangan standar cenderung tidak diperhatikan.
Tidak mungkin bagi pihak-pihak seperti perusahaan besar, profesi akuntansi, dan ASX dapat
mempengaruhi standar akuntansi di Australia di masa depan seperti yang telah terjadi di masa lalu.
Pihak-pihak tersebut tidak dalam posisi dapat mengendalikan proses penyusunan standar setelah
tahun 2005. Setelah Australia dan Eropa memutuskan untuk menerapkan standar internasional dan
misi IASB bahwa standar tersebut diterapkan di seluruh Negara, fokus berpindah ke IASB.
Keterbatasan teori dari peraturan ini adalah tidak eksklusif yaitu sebuah peristiwa yang dijelaskan
dengan sebuah teori dapat sama baiknya dijelaskan dengan teori yang lain. Sebagai contohnya,
dalam kaitannya dengan Sarbanes-Oxley Act dapat dikatakan bahwa Pemerintah Amerika Serikat
berkewajiban untuk mengambil tindakan setelah bangkrutnya Enron untuk menunjukkan bahwa
pemerintah mempunyai perhatian yang serius tentang kecukupan tata kelola perusahaan, pelaporan
keuangan, pengawasan, dan audit. Private interest theory dapat digunakan untuk menjelaskan
beberapa peristiwa. Sedangkan public interest theory didukung oleh banyak pihak karena mengakui
kepentingan dasar dari pihak-pihak yang terlibat. Hal ini juga sejalan dengan pandangan bahwa
penyusunan/penetapan standar sebagai proses politik.
Menurut Paul Kerin, investor harus waspada terhadap perusahaan yang mempunyai kontrak sewa
beli/leasing. Banyak asset dan kewajiban perusahaan yang tidak dilaporkan dalam neraca.
Berdasarkan investigasi dari US Securities and Exchange Commission (SEC) diketahui bahwa
perusahaan terdaftar di Amerika Serikat mempunyai kontrak leasing dengan total sebesar $US1,25
triliun dan jumlah tersebut tidak dilaporkan dalam neraca. Sementara itu di Australia, 90% dari
kontrak leasing di Australia juga tidak dilaporkan dalam neraca. Perusahaan yang mempunyai
kontrak leasing sama halnya dengan membeli asset dengan utang. Kewajiban untuk pembayaran
leasing sama dengan kewajiban untuk membayar angsuran dan bunga. Berdasarkan hal ini,
seharusnya laporan keuangan juga disesuaikan dengan adanya leasing tersebut.
Akuntansi membedakan antara capital lease dan operating lease. Jika kontrak leasing dikategorikan
sebagai capital lease, maka perusahaan harus melaporkannya dalam neraca. Namun, jika termasuk
operating lease, maka perusahaan tidak perlu melaporkannya dalam neraca. Standar di Australia
menyatakan bahwa klasifikasi leasing harus didasarkan pad substansinya, kriteria utama adalah
masa sewa yang merupakan sebagian besar dari masa ekonomi suatu asset. Sementara itu standar
di Amerika Serikat menyatakan bahwa kriteria leasing tersebut adalah total pembayaran sewa yang
lebih dari 90% dari nilai asset. Tetapi kriteria tersebut telah menciptakan industry rekayasa keuangan
yang besar dan bagaimana membuat kontrak lease tetapi tidak harus dilaporkan dalam neraca.
Namun, leasing yang tidak dilaporkan dalam neraca tersebut juga mengurangi laba setelah beban
bunga dan pajak (earnings before interest and tax/EBIT) yang dilaporkan, karena hal tersebut
menyebabkan seluruh biaya sewa yang dibebankan. Jika asset dan kewajiban terkait leasing
dilaporkan dalam neraca, beban dapat dipisahkan menjadi beban penyusutan dan beban bunga.
Setelah adanya himbauan dari SEC, International Accounting Standards Board berencana untuk
meninjau akuntansi sewa beli. Namun, standar yang baru tidak akan muncul hingga tahun 2009 dan
tidak perlu pelaporan penuh dalam neraca. Standar saat ini telah membantu perkembangan industry
besar dan memungkinkan perusahaan merekayasa laporan keuangan. Namun, daripada menunggu
terbitnya standar untuk mengharuskan pelaporan leasing dalam neraca, perusahaan sebaiknya
mengambil inisiatif untuk melakukan hal tersebut agar laporan keuangan yang ada tidak
menyesatkan.
Pengumuman bahwa IAS akan diadopsi di Eropa pada tahun 2002 mendatangkan banyak perhatian
yang fokus terhadap isi dari standar internasional tersebut. Perusahaan – perusahaan yang listed di
negara Uni Eropa yang semula menerapkan GAAP secara nasional, kemudian diharuskan mengikuti
IAS, setidaknya untuk akun kosolidasi. Dalam area financial instrumen, hal ini tergolong dalam
perubahan yang cukup dramatis. Pada umumnya perusahaan menggunakan historical cost
accounting untuk instrumen finansial mereka, dengan menampilkan pengukuran pada cost atau
amortized cost., memasukkan gain pada laporan laba rugi hanya jika mereka telah direalisasikan.
Hubungannya dengan financial assets dan liabilities, perusahaan memiliki kebijakannya masing –
masing mengenai kapan laba atau rugi dicatat dalam pendapatan. IAS 39 mengharuskan perusahaan
untuk memasukkan unrealised gain or losses dalam instrumen finansial dalam pendapatan saat
terjadinya. Hal ini akan membatasi pilihan perusahaan kapan pengakuan laba atau rugi pada
beberapa instrumen.
Reaksi Eropa terhadap IAS 39 cenderung negatif, karena ide untuk memasukkan unrealised
gains/losses dianggap tidak populer di beberapa negara, seperti Perancis dan Jerman. Kedua negara
ini sebelumnya sangat konservatif dan menggunakan prinsip historical cost sebagai norma, dan
revaluasi terhadap aset atau liabilitas tidak dipraktikkan. Banyak perusahaan yang merasa keberatan
dengan dalih adanya kemungkinan subjektifitas dalam pengukuran akuntansi dan naik
turun/perubahan terhadap pendapatan yang dilaporkan. Lebih jauh, perwakilan perbankan merasa
terpaksa untuk mengikuti aturan tersebut, dan berdalih kebijakan ini tidak dapat mencerminkan
underlying reality bisnis mereka, membuat akuntansi kurang informatif bagi para pengambil
keputusan.
IASB kemudian melunak, dan setelah proses yang panjang pada 2003 mengamandemen draf 2002
tersebut. Desakan dari berbagai pihak termasuk lobi yang dilakukan oleh bank-bank di Jerman dan
Perancis membuat IASB mempertimbangkan kembali penerapan IAS 39. Upaya lobi kepada IASB ini
dilakukan oleh baik perusahaan, perorangan, dan badan perwakilan seperti asosiasi profesional,
grup perwakilan industri, pembuat standar nasional dan badan perwakilan Eropa seperti FEE dan
EFRAG. Namun upaya lobi yang sangat besar datang dari Presiden Perancis saat itu, Jacques Chirac,
yang mengatakan dalam suratnya kepada komisioner European Comission (EC) bahwa beliau
keberatan jika pengukuran derivatif dengan fair value dan mengatakan standar IASB adalah
konsekuensi yang keji terhadap stabilitas keuangan.
IASB merespon berbagai reaksi tersebut, namun tetap berupaya untuk mempertahankan prinsip
pengukuran dnegan menggunakan nilai fair value. Hingga akhirnya ARC (Accounting Regulatory
Committee) mengesah kan semua standar IASB, tetapi memberikan pengecualian terhadap
beberapa ketentuan yang terkandung dalam IAS 39 terutama tentang pengukuran menggunakan fair
value dan lindung nilai. Perusahaan yang diperbolehkan untuk tidak tunduk pada ketentuan ini
adalah saat menyusun akun yang menggunakan IAS/IFRS dari tahun 2005. Hal ini menunjukkan
bahwa aktivitas lobi dan ekonomi yang kuat serta grup politik yang berpengaruh telah sukses dalam
mendikte isi dari standar akuntansi.
Namun banyak pihak yang mengkiritk keputusan ARC ini, dan menganggap pembentukan ‘IAS Eropa’
ini sebagai sebuah kemunduran, jauh dari tujuan utama harmoinisasi laporan keuangan. Salah
satumya adalah penyusun standar akuntansi di Inggris yang tetap menganjurkan perusahaan-
persahaan di sana untuk tunduk pada ketentuan IAS 39 secara penuh.