Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

“TEORI KONTRAK DAN TINDAKAN KOLEKTIF”


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
EKONOMI KELEMBAGAAN
Dosen Pengampu
Yunesia Ptamesti, M.Pd

Di susun Oleh
Kelompok 4 ES 6E
1. Lilis Tri Wahyuningsih (126402203197)
2. Qisma Salsabella (126402203209)
3. Yongki Rimba Arism (126402203226)

UIN SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM PROGRAM
STUDI EKONOMI SYARIAH
MARET 2023
LATAR BELAKANG

Assalamualikum wr. wb.


Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat, taufik serta
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Teori
Kontrak Dan Tindakan Kolektif” dengan tepat pada waktunya. Shalawat serta
salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang
menjadi suri tauladan bagi umat Islam di seluruh dunia.
Dengan terselesainya pembuatan makalah ini kami sebagai penyusun tidak lupa
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Maftukhin, M.Ag. selaku Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah
Tulungagung.
2. Yunesia Pramesthi, M.Pd selaku Dosen Pengampu mata kuliah Ekonomi
Kelembagaan.
3. Orang tua yang mendukung baik secara materiil dan doa dalam
pembelajaran pembuatan makalah ini.
4. Teman-teman Ekonomi Syariah 6E.
Demikian yang dapat kami sampaikan, kami menyadari bahwa makalah yang
kami susun ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Untuk itu
kami menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan kearah
kesempurnaan. Dan juga kami berharap agar makalah yang kami susun ini dapat
memberikan dan menambah wawasan bagi kami maupun pembaca.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Tulungagung, 25 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3
A. Teori Kontrak dan Informasi Asimetrik ................................................... 3
B. Mekanisme Penegakan dan Instrumen Ekstralegal .................................. 10
C. Teori Tindakan Kolektif dan Free-Riders ................................................ 14
D. Pilihan Rasional dan Tindakan Komunikatif ........................................... 17
BAB III PENUTUP ............................................................................................ 22
A. Kesimpulan .............................................................................................. 22
B. Saran ......................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kelembagaan baru (New Institutional) merupakan sekumpulan
pemikiran yang menerangkan, politik, sejarah, ekonomi dan kelembagaan
sosial seperti pemerintah, hukum, pasar, perusahaan (firm) konvensi sosial,
keluarga, dan lain-lain, dalam bingkai Neo Classical Economic Theory
(Teori Ekonomi Klasik Baru). Teori ini merupakan hasil dari perenungan
Chicago School yang terus berupaya agar teori ekonomi klasik bisa
menerangkan wilayah masyarakat manusia (Area of Human Society)
dengan segala karakteristiknya yang selama ini diabaikan dalam
membangun ekonomi masyarakat atau negara. Mereka yang bekerja di
bidang ini, antara lain adalah Ronald Coase, Armen Alchian, Harold
Demsetz, dan Oliver Williamson, mereka menyebut pandangan ini sebagai
“New Institutionalis” atau New Institutional Economics (NIE)”. Untuk
membedakannya dengan American Institutionalist school sebagaimana
dijelaskan di atas. NIE berkembang pesat dan mulai diperhitungkan
sebagai teori ekonomi alternatif setelah Ronald Coase menemukan konsep
biaya transaksi (Transaction Cost). Setelah itu muncul teori kontrak dan
tindakan kolektif. Problem serius dalam kegiatan ekonomi
(transaksi) adalah ketiadaan kesetaraan antar pelaku ekonomi.
Ketidaksetaraan tersebut bisa berwujud dalam posisi tawar menawar
(Bargaining Position) maupun informasi asimetris (Information Asymmetric).
Implikasinya dalam kegiatan ekonomi yang dilakukan akhirnya ada
salah satu atau beberapa pihak yang memperoleh keuntungan diatas beban
(kerugian) pihak lain. Tentu saja kegiatan ekonomi semacam itu bukan
merupakan aktivitas yang ideal, karena terdapat salah satu atau beberapa pihak
yang menjadi korban. Sehingga harus dicari mekanisme dan desain aturan main
(kelembagaan) yang bertujuan membangun kesetaraan antar pelaku ekonomi,
baik dari sisi daya tawar maupun kelengkapan informasi. Pada titik inilah
keberadaan teori kontrak (termasuk Information Asymmetric) dan Tindakan

1
kolektif (Collective Action) sangat besar peranannya untuk membantu
mendesain aturan main tersebut. Oleh karena itu, pada makalah ini akan
dibahas tentang teori kontrak tersebut sehingga diperoleh pemahaman yang
mendalam sebagai dasar formulasi regulasi atau kebijakan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori kontrak dan informasi asimetrik ?
2. Bagaimana mekanisme penegakan dan instrument ekstralegal ?
3. Bagaimana teori tindakan kolektif dan free-riders ?
4. Bagaimana pilihan rasional dan Tindakan komunikatif ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui teori kontrak dan informasi asimetrik
2. Untuk mengetahui mekanisme penegakan dan instrument ekstralegal
3. Untuk mengetahui teori Tindakan kolektiff dan free-riders
4. Untuk mengetahui pilihan rasional dan Tindakan Komunikatif

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Kontrak dan Informasi Asimetrik


Dalam pendekatan ekonomi biaya transaksi (transaction costs
econmics/TCE), basis dari unit analisis adalah ‘kontrak’ (contract) atau
transaksi tunggal antara dua pihak (parties) yang melakukan hubungan
ekonomi. Kontrak secara umum menggambarkan kesepakatan satu pelaku
untuk melakukan tindakan yang memiliki nilai ekonomi kepada pihak lain,
tentunya dengan konsekuensi adanya tindakan balasan (reciprocal action) atau
pembayaran. Tindakan untuk membuat kontrak tersebut secara umum
dilakukan berdasarkan tingkat pengamatan yang berbeda, pada titik waktu yang
tidak sama, dan juga berdasarkan derajat timbal balik yang berlainan. Bahkan
hubungan kontrak itu sendiri mempunyai perbedaan terhadap
kesinambungannya. Untuk alasan ini, pelaku-pelaku dalam kontrak tersebut
memiliki derajat insentif kesukarelaan alami yang berbeda untuk menyetujui
isi atas kontrak yang dibuat. Dalam TCE, agen penegakan kontrak dari luar
(external contract-enforcement agency), yang biasa disebut lembaga hukum
(legal institution) yang mengatur kontrak, diasumsikan eksis, meskipun
kadangkala kinerjanya mengalami hambatan-hambatan akibat kesulitan
memverifikasi, baik yang buruk maupun yang bagus, pelaku-pelaku yang
terikat dalam sebuah kontrak. Dengan kata lain, TCE mengasumsikan bahwa
kontrak dapat ditegakkan (dipaksakan) dalam koridor lembaga hukum yang
eksis dan ketersediaan informasi yang cukup.
Konsep kontrak dalam NIE (New Insitutional Economics), menurut
Richter, sebetulnya adalah konsep mengenai hak kepemilikan (property
rights), yang dalam banyak hal lebih luas dibandingkan konsep hukum tentang
kontrak. Asumsi dasarnya, masing-masing jenis dari pertukaran hak
kepemilikan dapat dimodelkan sebagai transaksi yang mengatur kontrak
tersebut. Dalam teóri standar (neoklasik), kontrak biasanya diasumsikan dalam
kondisi lengkap (complete contract) yang dapat dibuat dan ditegakkan tanpa
biaya (costlessly). Dalam realitasnya, untuk membuat dan menegakkan

3
kontrakyang komplet sangatlah sulit (untuk tidak mengatakan mustahil) karena
adanya biaya transaksi. Secara umum tidaklah mungkin untuk menghitung
seluruh potensi ketidakpastian dalam membuat kontrak. Salah satu jalan yang
mungkin hanyalah mencoba memodelkan persoalan-persoalan yang berkaitan
dengan informasi yang terbatas, untuk kemudian menjadikan hal itu sebagai
bahan untuk membuat kontrak yang menyeluruh (comprehensive contract).
Mungkin saja suatu kontrak dibuat dengan syarat hanya mencakup hal-hal yang
bisa diamati oleh masing-masing pelaku (parties), sehingga jika terjadi sesuatu
(misalnya penyimpangan atau penipuan) bisa diselesaikan oleh pihak ketiga
(seperti pengadilan).
Dalam kenyataannya, kontrak selalu tidak lengkap karena dua alasan:
1. Adanya ketidakpastian (uncertainty)
Menyebabkan terbukanya peluang yang cukup besar bagi
munculnya contingencies, sehingga hal itu berimplikasi kepada munculnya
biaya untuk mengetahui dan mengidentifikasi dalam rangka merespons
seluruh kemungkinan ketidakpastian tersebut.
2. Kinerja kontrak khusus (particular contractual performance)
Misalnya menentukan jumlah energi yang dibutuhkan pekerja untuk
melakukan pekerjaan yang rumit (complex task), mungkin membutuhkan
biaya yang banyak untuk melakukan pengukuran.
Oleh karena itu, adanya pelanggaran kontrak sering kali
menyulitkan pihak ketiga (pengadilan) untuk memberikan bukti sebagai
dasar keputusan. Hampir seluruh kesepakatan kontrak yang aktual berisi
kombinasi eksplisit dan implisit dari mekanisme penegakan. Beberapa
elemen dari kinerja dispesifikasi dan dipaksakan oleh pihak ketiga. Sebagai
tambahan, biaya kontrak, yang mengandaikan adanya ketidaklengkapan
dari kontrak yang eksplisit, membutuhkan kehadiran ‘biaya sewa semu’
(quasi rent) yang bisa digunakan bagi perusahaan/korporasi untuk
melakukan investasi.
Munculnya faktor ketidakpastian sebetulnya dapat ditelusuri dari
realitas adanya informasi asimetris (asymmetric information) dalam
kegiatan ekonomi. Secara teknis, informasi asimetris tidak lain merupakan

4
kondisi di mana ketidaksetaraan informasi atau pengetahuan (unequal
knowledge) yang dialami oleh pelaku-pelaku (parties) untuk melakukan
transaksi di pasar. Sebagai contoh, pembeli dan penjual memiliki informasi
yang tidak sama tentang harga, kualitas, atau aspek lainnya tentang barang
atau jasa yang hendak diperjualbelikan. Di sinilah dibutuhkan suatu kontrak
yang lengkap sehingga eksistensi informasi asimetris tadi dapat dikurangi
atau direduksi. Tentu saja, jenis informasi asimetris untuk tiap-tiap kegiatan
transaksi berbeda antara satu dan yang lain sehingga dibutuhkan jenis
kontrak yang berlainan pula.
Dengan begitu, kontrak di sini bisa pula dimaknai sebagai instrumen
kompensasi yang didesain untuk mengeliminasi dampak dari Informasi
asimetris. Semakin besar kemungkinan terjadinya informasi asimetris, kian
besar pula usaha yang mesti dikerjakan untuk mendesain kontrak lebih
komplet. Secara George A. Akerlof’s, yang dianggap sebagai pionir teori
informasi asimetris, lewat karya monumentalnya, yakni The Market of
“Lemons”: Quality Uncertainty and the Market Mechanism (1970),
berpendapat bahwa informasi asimetris yang terjadi di antara pelaku
transaksi dapat direduksi melalui kelembagaan pasar perantara
(intermediary market institutions), yang sering disebut dengan kelembagaan
penghalang (counteracting institutions). Contoh yang bagus untuk
menunjukkan kelembagaan dimaksud adalah jaminan/garansi (guarantees)
atas barang. Garansi memberikan pembeli kecukupan waktu untuk
memeroleh informasi yang sama tentang barang sebaik pengetahuan yang
dimiliki oleh penjual. Di luar garansi, instrumen kelembagaan lain adalah
merek (brand- names), kongsi (chains), dan waralaba (franchise) sebagai
mekanisme jaminan bagi pembeli, setidaknya menyangkut kualitas produk.
Instrumeninstrumen tersebut secara lebih lanjut harus dimasukkan dalam
kontrak sehingga memiliki kepastian, khususnya dari aspek legal.
Kasus informasi asimetris lain yang bisa diajukan adalah praktik di
pasar kerja yang diformulasikan oleh Michael Spence lewat risalahnya yang
berjudul “Job Market Signaling” (1973).” Menurutnya, keputusan majikan
untuk mempekerjakan seseorang merupakan keputusan investasi di bawah

5
kondisi ketidakpastian. Pemilik perusahaan/manajer (employer) tentu tidak
yakin sepenuhnya tentang kemampuan produktif seseorang (employee)
sebelum dia menggajinya. Bahkan, kemampuan produktif itu juga tidak
serta merta dapat diketahui apabila pekerja tersebut telah dilatih. Spence
berargumentasi, karena individu butuh waktu mempelajari sesuatu yang
baru, maka menggaji seseorang merupakan sebuah keputusan investasi, dan
karena kapabilitasnya tidak diketahui secara pasti, maka keputusan investasi
tersebut berada di bawah ketidakpastian. Menurutnya, kasus seperti itu
analog dengan keputusan investasi dalam permainan undian (lottery).
Kemungkinan keberhasilan dalam mengambil keputusan ditentukan oleh
pengalaman terdahulu dalam pasar kerja (job market), tanda/sinyal (signals)
yang diberikan oleh pelamar kerja tentang kemampuannya, dan karakter
yang melekat (indices) dari seseorang. Jika ciri individu yang melekat tidak
mungkin ditutupi, seperti ras dan jenis kelamin, maka sinyal merupakan
karakteristik individu yang dapat dimanipulasi. Contoh dari sinyal tersebut,
misalnya, adalah pendidikan.
Di sinilah perlunya melakukan optimasi biaya penandaan (rignaling
costs), khususnya untuk kepentingan penentuan upah. Biaya penandaan
merupakan total biaya dari perubahan sinyal, termasuk ongkos uang, waktu,
dan fisik. Bagi Spence, seharusnya biaya penandaan tersebut. Berkorelasi
negatif dengan kapabilitas produktif seseorang, kembali kepada soal
kontrak, dalam kegiatan ekonomi modem tipe kontrak setidaknya bisa
dipilah dalam tiga jenis, yakni teori kontrak agen (agency- contract theory),
teori kesepakatan otomatis (self-enforcing agreements theory) dan teori
kontrak-rèlasional (relationalcontract theory).
1. dalam teori agensi diandaikan setidaknya terdapat dua pelaku yang
berhubungan, yakni prinsipal (principal) dan agen (agent). Prinsipal
adalah pihak yang mempekerjakan agen untuk melaksanakan pekerjaan
atau layanan yang diinginkan oleh prinsipal. Di luar itu, prinsipal juga
memfasilitasi keberhasilan sebuah aktivitas yang telah didelegasikan
kepada pihak agen, misalnya otoritas untuk mengambil keputusan.

6
Dalam posisi ini, informasi (setelah kontrak dilakukan) diandaikan
asimetris karena:
a. tindakan agen tidak dapat diamati secara langsung oleh principal
b. pihak agen membuat beberapa pengamatan yang tidak dikerjakan
oleh prinsipal (dalam kasus share-cropping, misalnya, agen tahu
persis berapa output yang dihasilkan, tetapi prinsipal tidak
mengetahuinya).
Pada kasus ini, sangat mahal bagi prinsipal mengawasi tindakan
agen secara langsung atau mendapatkan pengetahuan lengkap dari
informasi yang diperoleh agen. Kasus yang pertama biasa disebut
dengan tindakan tersembunyi (hidden action) dan pada kasus yang
kedua biasa disebut dengan informasi tersembunyi (hidden
information).
2. jika dalam teori kontrak agensi diasumsikan kesepakatan bisa
ditegakkan secara hukum (legally), maka dalam teori kesepakatan
otomatis diandaikan tidak seluruh hubungan atau pertukaran bisa
ditegakkan secara hukum. Di sini dinyatakan bahwa sistem hukum
sangat mungkin tidak sempurna atau informasi yang relevan tidak bisa
diverifikasi oleh pengadilan. Oleh karena itu, salah satu kemungkinan
bagi relasi bisnis dalam jangka panjang adalah membuat atau
menemukan sebuah kontrak yang berisi kesepakatan yang dapat
ditegakkan secara otomatis (self- enforcing agreements). Kontrak
semacam ini didesain untuk memastikan bahwa keuntungan dari
berbuat curang (defaulting) selalu lebih rendah dari laba yang
didapatkan dengan mematuhi kontrak yang telah disepakati. Jadi, di sini
tidak ada pihak ketiga yang melakukan intervensi. Model seperti ini
juga disinonimkan dengan istilah ‘kontrak implisit’ (implicit contract),
meskipun yang terakhir ini sebetulnya didesain untuk membedakan
dengan istilah ‘teori kontrak formal.” Kontrak implisit lebih banyak
mencakup norma-norma perilaku ketimbang pembagian risiko (risk
sharing).

7
3. kontrak relasional dapat dipahami sebagai kontrak yang tidak bisa
menghitung seluruh ketidakpastian di masa depan, tetapi hanya
berdasarkan kesepakatan di masa silam, saat ini, dan ekspektasi
terhadap hubungan di masa depan di antara pelaku-pelaku yang terlibat
dalam kontrak. Oleh karena itu, kontrak dalam pengertian ini mengacu
kepada derajat yang bersifat implisit (implicit), informal (informal), dan
tanpa ikatan (nonbinding). Di sini, penegakan otomatis
(selfenforcement) memegang peranan yang sangat penting. Secara
aktual, sebetulnya sebagian besar transaksi yang menggunakan kontrak
relasional ini kurang lebih melekat dalam sebuah struktur hubungan
transaksi yang sangat longgar. Transaksi sendiri secara umum
merupakan bagian dari asosiasi usaha yang sedang berjalan dan dalam
jangka panjang. Model semacam ini memainkan peran yang penting
dalam kehidupan ekonomi modern. Jika terjadi persoalan dalam
hubungan kontrak tersebut, biasanya tidak diselesaikan lewat
pengadilan tetapi dicapai melalui keseimbangan kerja sama dan
pemaksaan (coercion), serta komunikasi dan strategi. Jadi, kontrak
relasional biasa diaplikasikan dalam situasi di mana terdapat
ketergantungan dua pihak (bilateral dependence) pelaku transaksi
karena eksistensi dari transaksi investasi yang spesifik (transaction-
specific investment).
Isu penting lain yang berkenaan dengan perbedaan kesepakatan-
kesepakatan kontrak adalah bagaimana kontrak itu dibuat dalam situasi
di sektor yang sama dan lingkungan kelembagaan (institutional
environment) yang sejenis. Dengan memakai studi ekstensif
berdasarkan data primer (kuesioner) atas 21.000 responden yang
dilakukan oleh para pewawancara yang mengunjungi industri unggas
(poultry), Ménard menunjukkan adanya tiga bentuk kesepakatan
kontrak yang telah teruji lama, yakni kontrak harga tetap (fixed- price
contracts), kontrak jual beli (buy-and-sell contracts), dan kontrak lepas
(putting-out type); dengan tipe terakhir yang banyak dipilih. Seluruh
jenis kontrak itu merupakan praktik yang lazim dijalankan, baik di

8
negara maju maupun berkembang, sehingga mudah untuk dijumpai di
mana pun. Dalam jangka panjang jenis-jenis kontrak tersebut
tampaknya akan tetap bertahan, meskipun dimungkinkan munculnya
jenis kontrak baru seiring perkembangan kegiatan ekonomi.
Kegiatan di sektor pertanian sendiri juga sarat dengan berbagai
jenis kontrak. Kontrak pertanian (contract farming) kerap didefinisikan
sebagai bentuk integrasi vertikal di dalam rantai komoditas pertanian,
seperti perusahaan yang memiliki kontrol 8 lebih besar dalam proses
produksi, di samping kuantitas, kualitas, karakteristik, dan waktu suatu
barang diproduksi. Di sektor pertanian setidaknya terdapat tiga bentuk
kontrak: kontrak sewa tetap/fixed-rent contract (sewa per hektar yang
dinyatakan dalam uang maupun tanaman), kontrak bagi hasil (share
contract), dan kontrak upah (wage contract). Salah satu penjelasan yang
mungkin bisa menerangkan daya tahan tiga sistem kontrak di atas
adalah karena dinamika alamiah (dynamic nature) untuk selalu
menyesuaikan dengan perubahan zaman. Bahkan, jalur ketergantungan
(path dependency), yang menciptakan pola sosial perilaicu, bisa saja
mempromosikan daya tahan (survival) sebuah kesepakatan kontrak
yang kurang efisien.
Sementara itu, di India terdapat sekurangnya lima model
kontrak pertanian, yakni:
1. Model tersentralisasi (centralized model): sponsor atau pelaku
ekonomi besar membeli barang dari banyak petani-petani kecil
2. Model perkebunan inti (mucleus estate modely ini variasi dari
model tersentralisasi di mana sponsor juga mengelola perkebunan
inti/pusat
3. Model multiparti (multipartite model): memasukkan beragam
organisasi, termasuk badan yang memiliki status hukum (statutory
bodies). Model ini bisa berkembang dari model sentralisasi atau
model inti perkebunant misalnya lewat organisasi petani ke
koperasi atau keterlibatan dalam lembaga keuangan

9
4. Model informal (informal model): dicirikan oleh wirausaha muda
atau usaha kecil. Pelaku ini menggunakan kontrak produksi
informal, biasanya dengan basis musiman. Kontrak ini umumnya
memerlukan dukungan dari pemerintah, seperti riset dan
penyuluhan; dan 5. Model perantara (intermediary model):
melibatkan sponsor dalam sub-kontrak petani dengan perantara
(intermediaries). Di sini terdapat risiko pihak sponsor kehilangan
kontrol produksi dan kualitas (juga harga) yang diterima petani.1
B. Mekanisme Penegakan dan Instrumen Ekstralegal
Dari review terhadap beragam studi tentang kontrak yang telah
dilakukan, terdapat empat aspek yang bisa disimpulkan menjadi faktor
perbedaan jenis kontrak, antara lain:
1. angka waktu (duration) dari kontrak.
Hampir semua studi empiris yang dilakukan menunjukkan bahwa
jangka waktu kontrak sangat berhubungan dengan atribut dari transaksi.
Oleh karena itu, jangka waktu sekaligus juga menggambarkan komitmen
(signal commitment) dari para mitra.
2. Derajat kelengkapan (degree of completeness) yang mencakup variable
variabel harga, kualitas, aturan keterlambatan (delay), dan penalti.
Beberapa studi menunjukkan bahwa derajat kelengkapan kontrak
meningkat seiring dengan spesifikasi aset dan menurun bersamaan dengan
ketidakpastian.
3. Kontrak
biasanya bersinggungan dengan insentif. Di sini hanya terdapat
sedikit jenis mekanisme insentif. Mekanisme tersebut antara lain adalah
sistem tingkat yang tetap (piece-rate systems), upah berdasarkan jam kerja,
distribusi bagian kepada pekerja, pengembalian aset yang dibayarkan
kepada pemilik, dan sewa yang dibagi di antara mitra yang bergabung dalam
proyek.
4. Prosedur penegakan (enforcement procedures) yang berlaku

1
Ahmad Erani Yustika, Ekonomi Kelembagaan Paradigma, Teori dan Kebijakan,
(Jakarta: Erlangga, 2012), hal 78—83
10
Kontrak berhubungan dengan mitra untuk tujuan yang saling
menguntungkan (mutual advantage), tetapi pada tempo yang bersamaan
kontrak juga menyimpan risiko kerugian (disadvantage) melalui sikap
oportunis (opportunism):entah disebabkan oleh kontrak yang tidak lengkap
maupun kondisi pelaksanaan yang berbeda dengan situasi pada saat
negosiasi, atau bisa karena keduanya.
Berkaitan dengan aspek penegakan, dalam masyarakat yang
kelembagaan penegakannya tidak berjalan dengan baik individu-individu
dan perusahaan perusahaan cenderung menghindari membuat
kesepakatan-kesepakatan yang kompleks, yakni transaksi yang
penegakannya tidak secara otomatis (non-self enforcing transactions).
Setidaknya terdapat dua tipe penegakan yang eksis dalam masyarakat, yakni
aturan formal dan informal. Aturan-aturan formal dibuat dan dipaksakan
oleh organisasi resmi, seperti negara dan perusahaan untuk menyelesaikan
masalah tindakan kolektif (collective action) melalui pihak ketiga (third
party sanction). Sementara itu, norma (aturan) informal muncul akibat
adanya jaringan kerja dan dipaksakan melalui hubungan sosial (social
relationship). Norma (norins), sendiri adalah aturan-aturan, eksplisit atau
implisit untuk mengatur perilaku yang melekat pada kepentingan dan
keinginan masing-masing anggota kelompok (close-knit group) atau
komunitas. Derajat aturan-aturan yang mencoba untuk mengelola perilaku
sangat tergantung dari penegakan tersebut. Penegakan sendiri dipengaruhi
oleh daya tekan (coercive power) dari negara atau norma-norma dalam
masyarakat. Penekanan coercion) dan norma itu bisa saling menggantikan
(substitutes). Sedangkan Barzel (2000:214) berargumentasi bahwa
penggunaan kekerasan (violence) untuk melakukan penegakan bisa
berbeda- beda dalam tiga aspek berikut: kekerasan sering kali lebih murah,
kekerasan dilakukan untuk mencegah penyitaan (threaten confiscation), dan
kekerasan bertujuan untuk memperkuat pertukaran kontrak itu sendiri.
Dalam banyak kasus, individu-individu mungkin berinteraksi untuk
satu kali kesempatan, tanpa pretensi untuk berlanjut lagi, atau berdasarkan
hubungan jangka panjang (long-term basis). Dalam keadaan ketiadaan pihak

11
ketiga, hampir seluruh interaksi yang hanya untuk satu kali (one-time
interaction) bermaksud untuk menangkap (capture) atau memindahkan
(transfer). Apabila hak-hak ekonomi untuk memindahkan aset tidak
terdefinisikan dengan baik, maka resolusi untuk menyelesaikan sengketa
pasti akan banyak menghabiskan biaya (resource cost). Sebagai aturan, satu
individu berharap mendapatkan keuntungan atau kerugian (lose), dan karena
biaya terlibat di dalamnya, maka nilai material untuk bergabung dalam
interaksi menjadi negatif. Oleh karena itu, kedua pelaku (both parties)
cenderung berpikiran akan lebih enak bila melakukan hubungan dalam
jangka panjang. Tentu saja, dalam berinteraksi diperlukan investasi dalam
bentuk reputasi dan mengeluarkan biaya untuk mengawal hubungan
tersebut. Sungguh pun begitu, interaksi jangka panjang langsung (direct
long-term interactions) tidaklah memadai untuk mengakomodasi semua
proyek yang dinilai. Dalam kasus seperti ini, para pelaku mendapatkan
keuntungan dari bantuan pihak ketiga dalam hal memperkuat kesepakatan
yang sudah dilakukan. Pihak ketiga memfungsikan prinsip-prinsip tersebut
ketika nilai dari proyek menjadi negatif kepada pihak yang satu atau yang
lain selama usia perjanjian tersebut. Pernyataan ini juga berlaku untuk badan
penanggung jawab pelaksanaan penegakan dan perlindungan dari seluruh
hak kepemilikan formal.
Poin terpenting dari tipologi pembagian dengan pelaku lainnya
adalah bermufakat dalam persoalan penegakan (dealing with the probem of
enforcement). Kontrak menghubungkan antara satu pelaku dan mitra
lainnya karena adanya asas saling menguntungkan, tetapi pada saat yang
sama kontrak juga berisiko melalui praktek oportunisme. Hasilnya, terdapat
godaan bagi satu atau lebih pelaku untuk bersikap menyimpang. Hal ini
membuat tugas untuk mengatur hak-hak menjadi isu utama, dengan
prosedur penegakan menjadi kunci menentukan berhasil atau tidaknya
sebuah kesepakatan. Isu yang utama adalah mencari kesepakatan yang
optimal, yakni kontrak didesain sebegitu rupa sehingga pelaku (agents)
memiliki insentif yang memadai untuk mematuhi atas kontrak yang sudah
dimufakati. Kontrak semacam ini semestinya harus dapat memaksakan

12
sendiri (self-enforcing), dalam arti implementasinya tergantung kepada
mekanisme otomatis (built-in mechanism). Dalam model ini, kelembagaan
tidaklah menjadi masalah. Pada kondisi ini, tanda-tanda kegagalan kontrak
bisa dilihat dari kebutuhannya untuk menggunakan kekuatan eksternal,
dengan kata lain kontrak telah didesain dengan buruk.
Seperti yang telah Ménard kemukakan, hal itu membawa kepada
pengertian batus ‘penataan publik’ (public ordering). Penataan publik bisa
didefinisikan melampaui aturan main untuk wilayah penataan privat.
Penataan publik juga mengimplementasikan seperangkat mekanisme yang
secara eksplisit didesain untuk menegakkan kontrak dan menopang
transaksi. Sebagai hasilnya, diharapkan penataan publik tersebut bertemu
dengan penataan sektor swasta (privat). Topik utama yang dapat
diagendakan untuk penelitian adalah melakukan analisis dan pemakaman
atas perubahan keseimbangan antara prosedur privat dan publik. Pengadilan
(court) dan kelembagaan yang terkait. (administrasi kehakiman, polisi, dan
penjara) merupakan mekanisme yang melekat dalam penataan privat
menuju kepada penegakan publik. Peran dari pengadilan dalam penegakan
publik atas kontrak adalah berhubungan dengan isu hak-hak kepemilikan,
tepatnya sejak kesepakatan kontrak dimasukkan ke dalam pemindahan hak-
hak pemanfaatan.
Tetapi, menurut North, penegakan di negara dunia ketiga sering kali
tidak pasti yang disebabkan bukan hanya karena ambiguitas doktrin legal
(pengukuran biaya), namun juga ketidakpastian dalam menghargai perilaku
agen/pelaku. Dalam realitasnya, tentu mekanisme penegakan tersebut tidak
selalu mudah dilakukan, bahkan kerap kali sangat rumit. Lebih-lebih,
dalam kasus di mana rasionalitas terikat/terbatas (bounded rationality) eksis
sehingga ketidaklengkapan kelembagaan terjadi, maka problemnya bukan
sekadar mendesain sebuah aturan-aturan perilaku kelembagaan
(institution’s behavioral rules) tetapi juga bagaimana aturan aturan itu
ditegakkan. Masalahnya, dalam kasus aturan main yang tidak komplet,
suatu penegakan legal sangat terbatas penggunaannya. Dalam kasus
semacam ini dibutuhkan suatu instrumen tambahan semacam jaminan

13
ekstralegal (extralegal guarantee), seperti penyanderaan (hostages), agunan
(collateral), strategi balas dendam (tit-for-tat strategies), reputasi
(reputation), dan lain sebagainya. Dengan kata lain, beberapa jaminan
“privat” menghadapi perilaku menyimpang diperlukan untuk membangun
suatu hubungan yang taat asas.
Oleh karena itu, setiap desainer kelembagaan harus memerhatikan
situasi aturan main yang tidak lengkap tersebut agar perilaku-perilaku
menyimpang bisa dicegah. Secara umum, desainer kelembagaan yang
rasional akan merencanakan suatu strategi atau perilaku “non-kerja sama”
(noncooperative) sebagai bagian dari partisipan pada saat proses tawar-
menawar (bargaining process). Singkatnya, desainer harus menyusun
kesepakatan jaminan sebelum kontrak dilakukan (ex-ante guarantee) untuk
menghadapi perilaku oportunistik setelah kontrak disepakati
(noncooperative behavior). Tentu saja dalam kasus semacam ini akan
muncul biaya transaksi yang mungkin cukup besar. Dengan begitu, biaya
transaksi yang muncul tersebut berperan besar dalam konteks seperti ini.
Kejadian semacam ini sebetulnya merupakan problem ekonomi yang biasa
saja, khususnya dalam suatu lingkungan di mana otoritas hukum formal
tidak bekerja dengan baik. Kegiatan-kegiatan ekonomi/ bisnis sehari-hari
selalu diselimuti dengan berbagai peristiwa seperti itu sehingga keperluan
melakukan antisipasi terhadap persoalan ini menjadi keniscayaan. Secara
kategoris, upaya semacam ini bisa disebut sebagai "kontrak dalam kontrak",
di mana kontrak yang pertama ditujukan untuk menyepakati kegiatan
ekonomi yang ingin dilakukan dan kontrak yang kedua dimaksudkan untuk
mengatasi problem penegakan akibat ketidaklengkapan informasi/kontrak.
C. Teori Tindakan Kolektif dan Free-Riders
Teori tindakan bersama pertama kali mencelupkan diperkenalkan oleh
Mancur Olson bantalan tahun 1971.Teori tindakan bersama muncul dari
ketidakpuasan dan kegagalan program pembangunanpedesaan tahun 1960 –
1970-an Teori ini untinggris priagatasi Masalah penunggang bebas (bebas
mengendarai) dan Saya desain sebuah keluar bersama bagi pengelolaan sumber

14
daya bersama atau penyediaan barang – barang berdering publik. Teori ini tidak
ada didalam ekonomi konvensional.Bebas.2
Pengendara adalah permasalahan yang muncul dalam menyediakan
barang publik. Bebas pengendara ini adalah mereka yang ikut menikmati
barang publik tanpa keluarkan kontribusitertentu, Sementara benar ada pihak
lain yang berkontribusi untuk pasti barang publik tersebut. Contohnya adalah
mereka yang tidak membayar pajak,tapi ikut menikmati jasa-jasa atau barang-
barang yang diadakan atas biaya pajak.Contoh lain, sebuah jalan desa dibangun
dengan kerja bakti. Bebas pengendara adalah mereka yang tidak ikut kerja
bakti, tetapi kemudian ikut menggunakan jalan desa tersebut.Dalam perspektif
ekonomi, setiap orgnisasi pasti menghadapi masalah terkait dengan bebas
pengendara.
Menurut Olson, doa prasyarat untuk efektivitas organisasi yaitu
persembahan insentif kepada anggota dan ukuran kelompok atau organisasi
harus kecil. Kelompok kelompok kecilakan maju kepentingan bersama
dengan lebih baik daripada kelompok besar. Kelompok kecil lebih mudah
diatur dan lebih mudah mengatasi bebas pengendara dan juga Sangat penentu
keberhasilan teori tindakan kolektif. Teori tindakan bersama muncul di
ekonomi kelembaga sebuah (NIE). TIDAK mengirim terbagi menjadi doa
mazhab utama yaitu aliran biaya transaksi dan aliran tindakan bersama. Aliran
tindakan kolaktif ini memperlihatkan keberhasilan sebuah ekonomi jika
dilakukan dengan kerja sama.Namun, aliran iini tetap terdapat unsur biaya
terhab transaksi yang memperlihatkan sifat individu pelaku ekonomi kecil.
Kesimpulannya, ekonomi kelembagaan ingin memperlihatkan
fenomena ekonomi saya dilihat dengan perspektif jadi dalam.Tindakan
bersama diperlukan untuk menciptakan dan mengubah pranata.kehancuran
dalam mengorganisasikan tindakan bersama di tingkat desa adalah munculnya
bebas pengendara sehingga muncul dilema kolektivitas. Dilemma akan muncul
jika keuntungan suatu tindakan nyatakan dibagi rata. Karakteristik pada teori
tindakan refleksi yaitu :

2
Ibid., hal 83-89
15
1. Teori tindakan bersama dibutuhkan bila perusahaan memproduksi barang
atau jasa yangsama
2. Produksi memberikan laba kepada semua anggota kelompok dalam aktivitas
produksi
3. Produksi dalam barang-barang publik termasuk biaya
Bila ketiga karakteristik di atas menang, maka anggota kelompok pasti
akan bertemu dengan penunggang bebas (bebas pengendara masalah), yakni
mereka yang tidak memeroleh beban(biaya) dari tindakan bertanggung jawab
tetapi tetap menerima tanggungan.konsentrasi.
Freerider merupakan pangkal masalah yang lalu sebuah kelompok
(kepentingan). Dalam posisi ini, tindakan kolektif menjadi salah satu cara
untuk menyelesaikan masalah gratise pengendara , mereka yang jahat dengan
keberadaan free pengendara akan menggalang kekuatan yang berakhir pada
tindakan bersama. Tetapi disisi lain tindakan bersamajuga sebagai sumber
munculnya free pengendara , karena apabila tindakan bersama didesain kurang
lengkap (tidak matang) akan tertusuk untuk menciptakan bebas pengendara
baru. Kedua kemungkinan tersebut sangat mungkin terjadi sehinggadesain
Tindakan bersama harus dilakukan secara hati-hati.
Menurut Olson (1965) terdapat 3 mekanisme mendasar untuk
mempercepat proses tindakan nyata :3
1. Produksi secara sukarela ( sukarela berproduksi ) hanya dapat dilaksanakan
dalam kelompok-kelompok kecil atau kelompok yang didominasi oleh
produsen besar.
2. Interaksi strategi (misalnya kerja sama bersyarat yang menyatakan “jika
kami bergabung,maka saya juga akan masuk”) mungkin akan menularkan
kerjasama dalam kelompok yang sedang.
3. Insentif boros(seperti hukuman bagi free pengendara atau penghargaan
terhadap pihak yang mau bekerja sama) mensyaratkan adanya otoritas
sentral.

3
Olson, Mancur, The Logic Of Collective Action, (Cambridge, Hard University, Press,
1965), hal 125
16
Secara tersirat, deskripsi diatas menjelaskan dengan rinci bahwa
tindakan Bersama bergerak diantara realitas munculnya kepentingan (suatu
kelompok) dan eksistensi free pengendara yang ingin memperoleh Manfaat
tanpa terkena beban (biaya). Dari sudut pandang efisiensi, tindakan
bersama tidak selalu paralel dengan keuntungan, karena keberhasilannya
sangat ditentukan oleh desain tindakan bersama itu sendiri. Disinilah
kemudian free pengendara itu bermula, ia bisa sebagai sebab munculnya
tindakan kolektif, tapi juga tindakan bersama itu yang memunculkan free
pengendara. Jadi tindakan bersama yang terencana bukan merupakan
sumber munculnya free pengendara , tapi justru untuk mengatasinya.
D. Pilihan Rasional dan Tindakan Komunikatif
Tindakan kolektif dirujuk kedalam kegiatan semacam perilaku
memilih, perilaku protes, formasi negara, pertumbuhan organisasi, bahkan
altruisme yang dianggap sebagai hilir teori pilihan rasional. Teori ini diimpor
dari teori ekonomi dengan asumsi bahwa individu cenderung mementingkan
diri sendiri demi memenuhi hasrat keuntungan. Jadi dalam teori pilihan kolektif
ini, tindakan kolektif akan digunakan individu apabila upaya itu memberikan
laba yang lebih besar daripada apabila ia tidak bergabung dalam tindakan
kolektif. Sebaliknya apabila dalam tindakan kolektif tersebut lebih berpotensi
munculnya free riders maka ia akan mengundurkan diri dari tindakan kolektif.
Terdapat 2 pendekatann dalam teori pilihan rasional yaitu :
1. Pendekatan kuat (strong approach), melihat rintangan sosial dan
kelembagaan sebagai produk dari tindakan rasional dan tindakan rasional
itu menjadi sebab munculnya analisis pilihan rasional, atau dengan kata lain
dalam pendekatan kuat, hambatan sosial dan kelembagaan dianggap
sebagai pemicu munculnya tindakan rasional.
2. Pendekatan lemah (weak approach), menempatkan hubungan sosial dan
kelembagaan sebagai kerangka yang pasti ada, karena aktor-aktor rasional
berupaya memaksimalkan keuntungan atau meminimalkan biaya. Atau
dengan kata lain dalam pendekatan lemah, hsmbatan sosial dan
kelembagaan lahir akibat pertarungan nasional antar individu untu
memaksimalkan laba dan meminimalisir ongkos.

17
Apabila pendekatan kuat disepakati sebagai sebab munculnya tindakan
rasional, maka terdapat 3 solusi internal yang direkomendasikan (Miller,
1992:25:
1. Perlunya solusi internal yang kuat (tidak ada perubahan dalam keyakinan
dan preferensi) terhadap problem free riders.
2. Mengabaikan isu-isu politik dalam memotivasi orang-orang untuk
berpartisipasi sebagai ilustrasi.
3. Taylor (1987) dan Elster (1989) berpendapat tentang perlunya
memunculkan "kerjasama kondisional yang saling menguntungkan.
Jika pendekatan lemah yang disepakati sebagai cara menganalisis
kompetisi rasional individu, maka sekurangnya terdapat dua solusi eksternal
yang bisa dirujuk. Pertama, otoritas sentral (misal negara) menyediakan
insentif selektif yang memberi penghargaan kepada mereka yang berpartisipasi
dalam tindakan kolektif dan/ atau menghukum mereka yang menolak
bergabung dalam tindakan kolektif tersebut. Solusi ini dapat dikategorikan
mekanisme pilihan non-rasional karena adanya penciptaan otoritas sentral.
Kedua, desentralisasi komunitas ketimbang otoritas sentral. Taylor
berargumentasi bahwa kerja sama merupakan kondisional dan secara absolut
diturunkan dari perilaku rasional individu yang cenderung mementingkan diri
sendiri (rationalself-interest). Tindakan kolektif akan berhasil ketika hubungan
antar komunitas dicirikan oleh sifat komunitas. Karakteristik komunitas dapat
dilihat dari persoalan sosial dan kelembagaan sebagai masalah umum yang
memerlukan pemecahan Bersama.

Tabel. Enam Strategi Fungsi Pilihan Dan Kontribusi Pengawasan


pilihan kontribusi Pilihan Pengawasan Interpersonal (Level Kedua)
terhadap barang Pengawasan Tanpa Pengawasan
public (level Lunak Pengawasan Oposional
pertama) (Kerjasama) (Kegagalan)
Kontribusi Kerjasama Kerjasama Oposisi Lunak
(Kejasama) Penuh Privat

18
Tidak Kontribusi Kerjasama Kegagalan Oposisi Penuh
(Kegagalan) Hipokritikal Penuh

Kembali kepada masalah yang telah dibahas di awal, ketika tindakan


kolektif diorganisasi melalui insentif selektif, maka setiap aktor membuat pilihan
level pertama (first level) berkontribusi memproduksi barang publik dan level
kedua (second level) memengaruhi aktor- aktor lain. Pilihan level pertama
diasumsikan menjadi dua dikotomi, yaitu berkontribusi terhadap produksi barang
publik atau menjadi penunggang bebas. Level kedua diasumsikan menjadi tiga
kelompok, yaitu aktor mengusahakan tidak mengawasi (Nocontrol) pihak lain,
mengupayakan "pengawasan lunak" (compliantcontrol) untuk meningkatkan
kontribusi produksi barang-barang publik, atau mengusahakan "pengawasan
oposisional" (opositionalcontrol) untuk melemahkan pengawasan yang lunak. Dari
dua level tersebut terbentang enam strategi yang dapat dipilih masing-masing aktor
untuk menyelenggarakan tindakan kolektif, yaitu:
1. Kerjasama penuh (fullcooperation), termasuk kontribusi terhadap produksi
barang-barang publik dan memberikan penalti terhadap pihak yang tidak
melakukan kontribusi. Sehingga individu akan memaksimalkan kontribusi
individual dan kolektif terhadap produksi barang-barang public.
2. Kerja sama hipokritikal (hypocriticalcooperation), terjadi ketika pelaku
penunggang bebas yakni yang gagal berkontribusi terhadap barang publik,
berupaya mendesak pihak lain untuk berkontribusi.
3. Kerja sama privat (privatecooperation) berkontribusi terhadap barang publik
tetapi tidak berusaha mencegah pihak lain menjadi penunggang bebas.
4. Kegagalan penuh (fulldefection) menolak berkontribusi dan mengizinkan
pihak lain bertindak seperti yang mereka lakukan.
5. Oposisi lunak (compliantopposition) berkontribusi terhadap barang publik
namun dengan membela hak pihak lain untuk menolak berkontribusi.
6. Oposisi penuh (fullopposition) menolak berkontribusi dan melawan norma
yang memaksakan pelaksanaan aturan.

Tabel. Tipe-Tipe Tindakan Berdasarkan Konsep Habermas (1984)

19
Orientasi Tindakan Orientasi Keberhasilan Orientasi Pencapaian
Situasi (Tindakan) (System) Pemahaman (Lifeworld)
Non-Sosial Tindakan Instrumental -
Sosial Tindakan Strategis Tindakan Komunikatif

Di dalam teori tindakan komunikasi tersebut, Habermas mengidentifikasi


dua kawasan dalam masyarakat yang terpisah (separate) tetapi saling tergantung
(interdependent), yaitu sistem dan dunia nyata (lifeworld). "Sistem" adalah kawasan
produksi dan reproduksi material yang seluruh tindakannya ditujukan untuk
menggapai keberhasilan, baik tindakan strategis maupun instrumental.
a. Tindakan strategis apabila aksi tersebut mengikuti aturan-aturan pilihan
rasional dan bertujuan memengaruhi keputusan pihak lain yang rasional
(rationalopponent).
b. Tindakan instrumental terjadi ketika aksi itu mengikuti aturan-aturan teknis dan
campur tangan (intervenes) dalam lingkungan dan peristiwa-peristiwa material
(material circumstancesandevents).
Sementara itu, "Dunia Nyata" merupakan perwujudan ruang simbolik atas
latar belakang kemauan/ itikad yang dibagi secara kolektif dengan tradisi-tradisi
budaya, interaksi sosial, dan struktur normatif (nilai-nilai dan kelembagaan) yang
direproduksi dan ditransformasikan lewat proses interpretif yang terus berjalan atas
tindakan komunikatif. Tindakan komunikatif ditekankan pada interaksi di antara
dua pihak atau lebih untuk mencari kesepahaman mengenai situasi bersama.
Secara garis besar, tindakan kolektif diasumsikan bersumber dari dua
pendekatan. Pertama, keuntungan dari bekerja dalam suatu kelompok akan
menggiring ke dalam situasi yang tidak terhindarkan untuk menciptakan kelompok-
kelompok. Kedua, perilaku maksimalisasi individu dalam jangka pendek akan
menuntun individu melakukan kerja sama atau tindakan kolektif. Menurut Lyon
(2003) kedua asumsi tersebut (kerja sama yang tidak terhindarkan dan
maksimalisasi individu) gagal menjelaskan eksistensi atau kemunduran tindakan
kolektif. Menurutnya, berdasarkan studi yang dilakukan pada suatu komunitas
petani kecil di Ghana faktor-faktor yang berkontribusi terhadap keberlanjutan
kelompok (tindakan kolektif) adalah sistem insentif yang bagus, pengurangan risiko

20
penipuan, manajemen yang sederhana dan lentur, adanya kepercayaan,
kepemimpinan, serta penegakan dan kemampuan untuk menghukum.
Tindakan kolektif telah menjadi bagian penting dari upaya sekumpulan
individu untuk mengatasi problem ekonomi, khususnya munculnya penunggang
bebas dan posisi daya tawar yang rendah. Dalam kasus di sektor pertanian, banyak
contoh yang bisa diajukan untuk menunjukkan bahwa tindakan kolektif merupakan
salah satu jalan yang bisa diambil sebagai cara mengatasi posisi tawar yang rendah.
Misalnya, kerja sama di antara petani untuk negosiasi harga dengan pedagang akan
meningkatkan posisi tawar petani dalam mengontrol penentuan harga. Di luar itu,
kerja sama juga akan mengurangi ongkos waktu dan pemasaran. Dengan begitu.
Kelompok petani tersebut berpotensi mengatasi kemiskinan melalui peningkatan
pendapatan dan aliran uang ke perekonomian pedesaan, membuka jaringan dan
kesempatan di luar komunitas, peningkatan kesempatan kerja di desa dan
mengurangi migrasi ke wilayah perkotaan. Tetapi, upaya semacam ini tidak berarti
berjalan tanpa rintangan, karena dalam beberapa kasus terjadi praktik di mana
wakil/ representasi dari kelompok tersebut bermain mata dengan pedagang, dengan
jalan menjual harga komoditi lebih rendah dan memperoleh komisi/ uan suap dari
pedagang. Oleh karena itu, aspek kepercayaan dan kepemimpinan sangat penting
dalam menjaga kesinambungan tindakan kolektif.4

4
Keziahappy. 2019. “Ekonomi Kelembagaan”, dalam
https://www.studocu.com/id/document/universitas-sebelas-maret/ekonomi
moneter/ekonomi kelembagaan-bab-5/13209395, diakses 22 Maret 2023
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Spence berargumentasi, karena individu butuh waktu mempelajari sesuatu
yang baru, maka menggaji seseorang merupakan sebuah keputusan
investasi, dan karena kapabilitasnya tidak diketahui secara pasti, maka
keputusan investasi tersebut berada di bawah ketidakpastian. Menurutnya,
kasus seperti itu analog dengan keputusan investasi dalam permainan
undian . Kedua, jika dalam teori kontrak agensi diasumsikan kesepakatan
bisa ditegakkan secara hukum. Oleh karena itu, salah satu kemungkinan
bagi relasi bisnis dalam jangka panjang adalah membuat atau menemukan
sebuah kontrak yang berisi kesepakatan yang dapat ditegakkan secara
otomatis . Ketiga, kontrak relasional dapat dipahami sebagai kontrak yang
tidak bisa menghitung seluruh ketidakpastian di masa depan, tetapi hanya
berdasarkan kesepakatan di masa silam.
2. Dari review terhadap beragam studi tentang kontrak yang telah dilakukan,
terdapat empat aspek yang bisa disimpulkan menjadi faktor perbedaan jenis
kontrak . Hampir semua studi empiris yang dilakukan menunjukkan bahwa
jangka waktu kontrak sangat berhubungan dengan atribut dari transaksi.
Topik utama yang dapat diagendakan untuk penelitian adalah melakukan
analisis dan pemakaman atas perubahan keseimbangan antara prosedur
privat dan publik. Pengadilan dan kelembagaan yang terkait merupakan
mekanisme yang melekat dalam penataan privat menuju kepada penegakan
public.
3. Teori tindakan bersama pertama kali mencelupkan diperkenalkan oleh
Mancur Olson bantalan tahun 1971. Teori tindakan bersama muncul dari
ketidakpuasan dan kegagalan program pembangunanpedesaan tahun 1960
– 1970-an Teori ini untinggris priagatasi Masalah penunggang bebas dan
Saya desain sebuah keluar bersama bagi pengelolaan sumber daya bersama
atau penyediaan barang-barang berdering publik. Kelompok kecil lebih
mudah diatur dan lebih mudah mengatasi bebas pengendara dan juga Sangat
penentu keberhasilan teori tindakan kolektif. 20 Aliran tindakan kolaktif ini

22
memperlihatkan keberhasilan sebuah ekonomi jika dilakukan dengan kerja
sama. Tindakan bersama diperlukan untuk menciptakan dan mengubah
pranata.
4. Dalam teori pilihan kolektif ini, tindakan kolektif akan digunakan individu
apabila upaya itu memberikan laba yang lebih besar daripada apabila ia
tidak bergabung dalam tindakan kolektif. Sebaliknya apabila dalam
tindakan kolektif tersebut lebih berpotensi munculnya free riders maka ia
akan mengundurkan diri dari tindakan kolektif. Secara garis besar, tindakan
kolektif diasumsikan bersumber dari dua pendekatan. Pertama, keuntungan
dari bekerja dalam suatu kelompok akan menggiring ke dalam situasi yang
tidak terhindarkan untuk menciptakan kelompok-kelompok. Kedua,
perilaku maksimalisasi individu dalam jangka pendek akan menuntun
individu melakukan kerja sama atau tindakan kolektif
B. Saran
Demikianlah makalah ini kami susun, semoga makalah ini bermanfaat
bagi para pembaca. Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa
masih banyak kekurangan, yang perlu ditambah dan diperbaiki. Untuk itu
penulis mengharapkan inspirasi dari para pembaca dalam hal membantu
menyempurnakan makalah ini. Untuk terakhir kalinya kami berharap agar
dengan hadirnya makalah ini akan memberikan sebuah perubahan khususnya
dalam dunia Pendidikan

23
DAFTAR PUSTAKA

Happy Kezia. 2019. “Ekonomi Kelembagaan”, dalam


https://www.studocu.com/id/document/universitas-sebelas-maret/ekonomi
moneter/ekonomi kelembagaan-bab-5/13209395, diakses 22 Maret 2023
Mancur, Olson. 1965. MancThe Logic Of Collective Action. Cambridge. Hard
University, Press.
Yustika Ahmad Erani. 2012. Ekonomi Kelembagaan Paradigma, Teori dan
Kebijakan. Jakarta: Erlangga.

24

Anda mungkin juga menyukai