Anda di halaman 1dari 2

Pengelolaan Barang dan Jasa Publik

Barang publik adalah barang yang apabila dikonsumsi oleh individu tidak akan habis untuk
individu lainnya. Barang publik yang disediakan pemerintah merupakan barang milik
pemerintah yang dibiayai melalui anggaran belanja negara. Ciri-ciri barang publik, yaitu
pengunaan/pemanfaatannya tanpa saingan (non-rivalry in consumption), tanpa
pengorbanan untuk mendapatkannya (non- exclusive in consumption). Ada lima jenis
barang publik yang dibagi menurut karakteristik barang dan jasa, yaitu sebagai berikut.
1. Barang publik murni (disediakan pemerintah dan swasta yang harus melakukan dan
mengatur distribusi barang tersebut): barang yang dari aspek penggunaannya non rivalry,
yaitu tidak ada persaingan dan non-exclusive, yaitu tidak ada pengorbanan untuk
mendapatkannya. Misalnya: pertahanan, peradilan, dan perlindungan.
2. Barang semipublik (disediakan oleh pemerintah ataupun swasta) barang yang dari aspek
penggunaanya non rivalry, namun ketika konsumen mengonsumsi secara berlebihan, akan
timbul kebosanan, misalnya laut, padang gembala taman, dan klub olahraga.
3. Barang publik semiprivat (disediakan oleh pemerintah ataupun swasta): barang yang
penggunaannya bersifat rivalry, tetapi pemanfaatannya tidak bersifat exclusive. Misalnya:
rumah sakit, pemancar radio, rumah sakit swasta, sekolah swasta, dan siaran televisi
khusus.
4. Barang privat (disediakan oleh swasta murni): bersifat rivalry, yaitu adanya persaingan
penggunaan (konsumsi) dan exclusive, yaitu adanya pengorbanan untuk mendapatkannya.
Misalnya: mobil, pakaian, dan kesehatan untuk orang miskin.
5. Barang merit (sebenarnya negara berkewajiban untuk memenuhinya): komoditas atau
jasa yang menjadi kebutuhan individu atau masyarakat tanpa berkaitan dengan kemampuan
untuk membayar ataupun kemauan untuk membayar. Misalnya: tempat tinggal untuk orang
miskin, pendidikan, dan kesehatan.
Dalam penyediaan barang publik juga terdapat tiga teori besar yang menjelaskan sumber
pemerintah menentukan jumlah barang publik diproduksi untuk memenuhi kebutuhan
rakyatnya. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut.
1. Teori Pigou: pengadaan barang publik harus dibiayai dari pajak. Tersedianya barang yang
dibutuhkan tentu menimbulkan kepuasan, tetapi pajak pada umumnya tidak disukai
sehingga menimbulkan ketidakpuasan. Pajak akan efisien dalam penyediaan barang publik
ketika kepuasan tersedianya barang itu sama dengan ketidakpuasan atas pembayaran
pajaknya.
2. Teori Bowen dan Samoelson: dasar penetapan jumlah barang publik yang harus
diproduksi didasarkan pada harga barang itu. Meskipun hak mengonsumsi barang publik
individu adalah sama, tingkat kebutuhan tiap-tiap individu berbeda sehingga konsumen
akan membayar pajak sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.
3. Teori Erick Lindhal dan Wicksell: harus ada sebuah badan nasional yang akan menentukan
banyaknya barang publik yang akan disediakan. Penyediaan barang publik didasarkan oleh
banyaknya kebutuhan masyarakat akan barang tersebut. Dengan diketahuinya jumlah
produksi barang, badan ini akan menentukan jumlah pajak yang harus dibayar. Teori ini
menghubungkan antara pajak yang dibayar dan manfaat yang diperoleh.
Barang atau jasa publik biasanya disediakan oleh publik atau pemerintah dengan alasan
bahwa penyediaan barang/jasa publik olh pihak swasta akan menyebabkan under
production (Andreoni, 1995). Sekalipun demikian, dalam kenyataannya, sebagian barang
publik disediakan oleh pemerintah dan sebagian lainnya disediakan oleh swasta sehingga
fenomena ini telah menarik perhatian para ekonom untuk menjelaskan motif penyediaan
barang publik oleh pihak swasta, sekaligus memetakan hubungan antara pemerintah dan
swasta dalam penyediaan barang publik.
Pertimbangan dalam penyediaan barang publik, disediakan oleh publik atau swasta,
berkaitan dengan pertanyaan apakah masyarakat menjadi lebih baik jika barang dan jasa
yang saat ini disediakan oleh publik kemudian disediakan oleh swasta (Rosen, 2010). Dengan
kata lain, faktor kunci yang menentukan suatu barang diproduksi oleh publik atau swasta
adalah yang lebih efisien dalam pasar. Pandangan konvensional menyatakan bahwa
penyediaan barang publik oleh pihak swasta tidak efisien sehingga menjadi legitimasi bagi
pemerintah untuk menyediakan barang publik. Akan tetapi, beberapa studi kontemporer
menunjukkan bahwa swasta dapat menyediakan barang publik secara efisien.
Efisiensi ketersediaan barang publik mensyaratkan bahwa barang publik harus tersedia
sampai pada level ketika jumlah penilaian marginal setiap orang untuk unit terakhir barang
publik sama dengan biaya marginalnya. Jika penyediaan barang publik oleh pihak swasta
memenuhi kondisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa penyediaan barang publik oleh pihak
swasta adalah efisien. Pada kenyatannya, penyediaan barang publik, baik oleh pemerintah
maupun swasta memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Misalnya, pemerintah
mengalami keterbatasan anggaran sehingga tidak mampu menyediakan barang publik pada
level optimal yang diinginkan oleh masyarakat.
Pada sisi lain, penyediaan barang publik yang diserahkan sepenuhnya kepada swasta
cenderung menimbulkan biaya yang lebih tinggi yang harus ditanggung oleh masyarakat
dalam bentuk pajak, juran, dan sejenisnya. Akhirnya berkembanglah konsep public-private
partnership (PPP) atau kerja sama pemerintah dan swasta dalam penyediaan barang publik
yang didasari oleh pemikiran bahwa model tersebut akan mampu menghasilkan penyediaan
barang publik yang optimal.

Sumber : Mufti, Muslim. 2018. Ekonomi Politik. Bandung: CV Pustaka Setia

Anda mungkin juga menyukai