Anda di halaman 1dari 12

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI

II UJI ANTIDOTUM

Oleh Kelompok 4/G :

1. Desi Rahmadani (26206236A)


2. Rambu Rylma Atandau Memangu (26206237A)
3. Semi Rosyidah (26206238A)
4. Ni Ketut Simpen Widnyani (26206243A)
5. Dina Lisdiana Pujianto (26206245A)
6. Glori Destasya (26206246A)
7. Afa Rahmatul Nisa (26206247A)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


UNIVERSITAS SETIA BUDI
2022
I. Tujuan
Untuk mengetahui tujuan, sasaran, dan strategi terapi antidotum, berdasarkan
contoh kemampuan sodium nitrit dan sodium tiosulfat menawaracunkan sianida.
II. Dasar Teori
Keracunan adalah masuknya zat ke dalam tubuh yang dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian. Semua zat dapat menjadi
racun bila diberikan dalam dosis yang tidak seharusnya. Berbeda dengan alergi,
keracunan memiliki gejala yang bervariasi dan harus ditindak dengan cepat dan tepat
karena penanganan yang kurang tepat tidak menutup kemungkinan hanya akan
memperparah keracunan yang dialami penderita. Keracunan dapat disebabkan oleh
beberapa hal, berdasarkan wujudnya, zat yang dapat menyebabkan keracunan antara lain
:
● Zat padat (obat-obatan, makanan),
● Zat gas (CO2), dan
● Zat cair (alkohol, bensin, minyak tanah, zat kimia, pestisida, bisa/ racun
hewan)
Racun racun tersebut masuk ke dalam tubuh manusia melalui beberapa cara,
diantaranya :
1. Melalui kulit
2. Melalui jalan nafas (inhalasi)
3. Melalui saluran pencernaan (mulut)
4. Melalui suntikan
5. Melalui mata (kontaminasi mata)
Dimaksud dengan terapi antidot adalah suatu tata cara yang secara khusus
ditujukan untuk membatasi intensitas efek toksik zat kimia atau untuk menyembuhkan
efek toksik yang ditimbulkannya sehingga bermanfaat untuk mencegah bahaya
selanjutnya. Tujuan terapi antidot adalah membatasi penyebaran racun di dalam tubuh,
sedang sasaran terapinya berupa penurunan atau penghilangan intensitas efek toksik.
Intensitas efek toksik suatu senyawa bergantung pada keberadaan (besar kadar dan lama
tinggal) senyawa terkait di tempat aksinya. Di mana keberadaan tersebut ditentukan oleh
keefektifan absorpsi, distribusi, dan eliminasi senyawa terkait. Bila demikian upaya
membatasi penyebaran racun tentunya harus dikaitkan dengan ketiga proses tersebut.
Karena itu, strategi terapi antidot di antaranya melibatkan penghambatan absorpsi dan
distribusi, serta peningkatan eliminasi racun terkait.
Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan. Sianida telah digunakan sejak
ribuan tahun yang lalu. Sianida juga banyak digunakan pada saat perang dunia pertama.
Sianida merupakan racun yang poten yang juga dikenal sebagai racun mitokondria.
Sianida yang memejani tubuh, dapat bereaksi dengan komponen besi dalam sitokrom
oksidase mitokondria, sehingga enzim tersebut menjadi tak aktif. Padahal sistem enzim
tersebut diperlukan sekali bagi berlangsungnya metabolisme aerob. Karena itu, wujud
keracunan sianida diawali oleh peristiwa hipoksia, yang kemudian berakibat timbulnya
kejang, hilangnya kesadaran, sianosis, kegagalan pernafasan, dan dalam waktu beberapa
menit saja sudah dapat menimbulkan kematian.
Hidrogen sianida disebut juga formonitrile, sedang dalam bentuk cairan dikenal
sebagai asam prussit dan asam hidrosianik. Hidrogen sianida adalah cairan tidak
berwarna atau dapat juga berwarna biru pucat pada suhu kamar. Bersifat volatile dan
mudah terbakar. Hidrogen sianida dapat berdifusi baik dengan udara dan bahan peledak.
Hidrogen sianida sangat mudah bercampur dengan air sehingga sering digunakan. Bentuk
lain ialah sodium sianida dan potassium sianida yang berbentuk serbuk dan berwarna
putih. Sianida dalam dosis rendah dapat ditemukan di alam dan ada pada setiap produk
yang biasa kita makan atau gunakan. Sianida dapat diproduksi oleh bakteri, jamur dan
ganggang. Sianida juga ditemukan pada rokok, asap kendaraan bermotor, dan makanan
seperti bayam, bambu, kacang, tepung tapioka dan singkong. Selain itu juga dapat
ditemukan pada beberapa produk sintetik. Sianida banyak digunakan pada industri
terutama dalam pembuatan garam seperti natrium, kalium atau kalsium sianida. Gejala
yang ditimbulkan oleh zat kimia sianida ini bermacam-macam: mulai dari rasa nyeri pada
kepala, mual muntah, sesak nafas, dada berdebar, selalu berkeringat sampai korban tidak
sadar dan apabila tidak segera ditangani dengan baik akan mengakibatkan kematian.
Penatalaksanaan dari korban keracunan ini harus cepat, karena prognosis dari terapi yang
diberikan juga sangat tergantung dari lamanya kontak dengan zat toksik tersebut.
Antidotum sianida diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama sesuai dengan mekanisme
aksi utamanya, yaitu:
1. Detoksifikasi dengan sulfur untuk membentuk ion tiosianat yang lebih tidak
toksik
Detoksifikasi sulfur Setelah methemoglobin dapat mengurangi gejala yang
ditimbulkan pada keracunan sianida, sianida dapat diubah menjadi tiosianat
dengan menggunakan natrium tiosulfat. Pada proses kedua membutuhkan donor
sulfur agar rodanase dapat mengubah sianmethemoglobin menjadi tiosianat
karena donor sulfur endogen biasanya terbatas. Ion tiosianat kemudian
diekskresikan melalui ginjal (Meredith, 1993)
2. Pembentukan methemoglobin
Pembentukan methemoglobin Methemoglobin sengaja diproduksi untuk
bersaing dengan sianida di tempat ikatan pada sistem sitokrom oksidase. Sianida
mempunyai ikatan khusus dengan ion besi pada sistem sitokrom oksidase, sianida
dalam jumlah yang cukup besar akan berikatan dengan ion besi pada senyawa
lain, seperti methemoglobin. Jika produksi methemoglobin cukup maka gejala
keracunan sianida dapat teratasi. Methemoglobinemia dapat diproduksi dengan
pemberian amil nitrit secara inhalasi dan kemudian pemberian natrium nitrit
secara intravena. Kira-kira 30% methemoglobinemia dianggap optimum dan
jumlahnya dijaga agar tetap di bawah 40% senyawa lain seperti 4-DMAP dapat
memproduksi methemoglobin secara lebih cepat. Apabila methemoglobin tidak
dapat mengangkut cukup oksigen maka molekul hemoglobin menjadi tidak
berfungsi. Produksi methemoglobinemia lebih dari 50% dapat berpotensi fatal.
Methemoglobinemia yang berlebih dapat dibalikkan dengan metilen biru, terapi
yang digunakan pada methemoglobinemia, dapat menyebabkan terlepasnya
kembali ion sianida mengakibatkan keracunan sianida. Sianida bergabung dengan
methemoglobin membentuk sianmethemoglobin. Sianmethemoglobin berwarna
merah cerah, berlawanan dengan methemoglobin yang berwarna coklat.
(Meredith, 1993).
3. Kombinasi langsung.
Kombinasi langsung Ada 2 macam mekanisme yang berbeda dari
kombinasi langsung dengan sianida yang sering digunakan, yaitu kombinasi
dengan senyawa kobalt dan kombinasi dengan hidroksikobalamin (Meredith,
1993).
a. Hidroksikobalamin (vitamin B12a).
Prekursor dari sianokobalamin (vitamin B12). Penggunaan
hidroksikobalamin sebagai pencegahan pada pemberian natrium
nitroprusid jangka panjang sama efektifnya untuk pengobatan pada
keracunan sianida akut selama lebih dari 40 tahun. Senyawa ini bereaksi
langsung dengan sianida dan tidak bereaksi dengan hemoglobin untuk
membentuk methemoglobin (Meredith, 1993).
b. Dicobalt-EDTA.
Bentuk garam dari kobalt bersifat efektif untuk mengikat sianida.
Kobalt-EDTA lebih efektif sebagai antidot sianida dibandingkan dengan
kombinasi nitrat-tiosulfat. Senyawa ini mengkelat sianida menjadi kobalt
sianida. Efek samping dari dicobalt-EDTA adalah reaksi anafilaksis, yang
dapat muncul sebagai urtikaria, angioedema pada wajah, leher, dan saluran
nafas, dispnea, dan hipotensi. Dicobalt-EDTA juga dapat menyebabkan
hipertensi dan dapat menyebabkan disritmia jika tidak ada sianida saat
pemberian dicobalt-EDTA. Pemberian obat ini dapat menyebabkan
kematian dan toksisitas berat dari kobalt terlihat setelah pasien sembuh
dari keracunan sianida (Meredith, 1993).
III. Alat dan Bahan
a. Alat
- Spuit dan jarum injeksi
- Pengukur waktu
- Sarung tangan
- Sonde Oral
b. Bahan
- Mencit Putih
- Kalium sianida 0,04 ml
- Larutan sodium thiosulfat 25%
- Larutan sodium nitrit 1%
IV. Cara Kerja

Siapkan alat dan bahan, lalu bagi mencit menjadi 5 kelompok perlakuan

Mencit 1 ( 20g/BB mencit ) diberikan kalium sianida 0,04 ml secara subkutan

Mencit 2 ( 21g/BB mencit ) diberikan kalium sianida 0,04ml kemudian diberi larutan
sodium nitrit 1% secara oral
Mencit 3 ( 21g/BB mencit ) diberikan kalium sianida 0,04ml kemudian diberi larutan
sodium thiosulfat 25%

Mencit 4 ( 21g/BB mencit ) diberikan perlakuan kombinasi 2 antidotum yaitu ½ dosis


larutan sodium nitrit dan ½ dosis larutan sodium thiosulfat 25%

Mencit 5 ( 20g/BB mencit ) diberikan perlakuan kombinasi 2 antidotum yaitu dosis


larutan sodium nitrit 1% dan larutan sodium thiosulfat 25% dosis penuh

Amati dan catat waktu terjadinya sianosis, kehilangan kesadaran, kejang-kejang dan
kematian
V. Hasil
1. DATA PERLAKUAN

No. Sianosis Kejang Kegagalan Kematian Ekskresi


Pernafasan

1. 27 detik 56 detik 1 menit 5 detik Feses

2. 28 detik 54 detik 1 menit 6 detik Feses

3. 38 detik 1 menit 23 detik 1 menit 40 detik Feses

4. - - - -

5. 47 detik 1 menit 25 detik 1 menit 35 detik Feses dan urine

2. DATA DOSIS
● Mencit 1 (20 gr) = diberi sianida 0,04 ml sc
● Mencit 2 (21 gr) = diberi nitrit 1%
Dosis nitrit 1% untuk tikus = 20 mg/kg BB tikus
- Tikus 200 gr = 20 mg x 200 gr / 1000 gr = 4 mg / 200 g BB tikus
- Mencit 20 gr = 4 mg x 0,14 = 0,56 mg / 20 gr BB mencit
- Mencit 21 gr = 21 g / 20 g x 0,56 mg = 0,588 mg / 21 gr BB
mencit
- Vp 1% = 0,588 mg / 1000 mg x 100 ml = 0,0588 ml = 0,06 mL
● Mencit 3 (21 gr) = diberi Thiosulfat 25%
Dosis thiosulfat 25% untuk tikus = 125 mg/kg BB tikus
- Tikus 200 gr = 125 mg x 200 gr 1000 gr = 25 mg / 200 g BB tikus
- Mencit 20 gr = 25 mg x 0,14 = 3,5 mg / 20 gr BB mencit
- Mencit 21 gr = 21 g/ 20 g x 3,5 mg= 3,675 mg / 21 gr BB mencit
- Vp 25% = 3,675 mg / 25000 mg x 100 ml = 0,0147 ml = 0,02 ml
● Mencit 4 (21 gr) = diberi nitrit ½ dan thiosulfat ½
○ Dosis nitrit 1% untuk tikus = 20 mg/kg BB tikus = ½ = 10 mg /kg BB
tikus
- Tikus 200 gr = 10 mg x 20g / 1000g = 2 mg / 200 gr BB tikus
- Mencit 20 gr = 2 mg x 0,14 = 0,28 mg / 20 gr BB mencit
- Mencit 20 gr = 21 g / 20 g x 0,28 mg = 0,294 mg / 21 gr BB
mencit
- Vp 1% = 0,294 mg / 1000 mg x 100 ml= 0,0294 ml = 0,03 ml
○ Dosis thiosulfat 25% untuk tikus = 125 mg/kg BB tikus = ½ = 62,5 mg
/kg BB tikus
- Tikus 200 gr = 62,5 mg x 200g / 1000g = 12,5 mg / 200 BB tikus
- Mencit 20 gr = 12,5 mg x 0,14 = 1,75 mg / 20 g BB mencit
- Mencit 21 gr = 21 g / 20 g x 1,75 mg= 1,8375 mg / 21 g BB mencit
- Vp 25% = 1,8375 mg / 25000 mg x 100ml = 0,00735 ml = 0,01 ml
● Mencit 5 (20 gr) = diberi nitrit + thiosulfat
○ Dosis nitrit 1% untuk tikus = 20 mg/kg BB tikus
- Tikus 200 gr = 20 mg x 200 gr / 1000 gr = 4 mg / 200 g BB tikus
- Mencit 20 gr = 4 mg x 0,14 = 0,56 mg / 20 gr BB mencit
- Vp 1 % = 0,56 mg / 1000 mg x 100 ml = 0,056 ml = 0,05 ml
○ Dosis thiosulfat 25% untuk tikus = 125 mg/kg BB tikus
- Tikus 200 gr = 125 mg x 200 gr 1000 gr = 25 mg / 200 g BB tikus
- Mencit 20 gr 25 mg x 0,14 = 3,5 mg / 20 gr BB mencit
- Vp 25% = 3,5 mg / 25000 mg x 100 ml = 0,014 ml = 0,01 ml
VI. Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan uji antidotum secara in vivo pada mencit yang
diberi larutan kalium sianida 0,04 ml secara subcutan. Bahan obat yang digunakan
sebagai antidotum pada praktikum ini adalah larutan sodium nitrit dan larutan sodium
thiosulfat yang diberikan secara terpisah maupun kombinasi.
Racun sianida yang masuk kedalam tubuh dapat bereaksi dengan komponen besi
dalam enzim sitokrom oksidase mitokondria,sehingga enzim tersebut menjadi tidak aktif
(dengan pembentukan kompleks antara ion sianida dengan besi bervalensi tiga, akan
memblok kerja enzim sitokrom mitokondria, sehingga oksigen darah tidak dapat lagi di
ambil oleh sel), padahal sistem enzim tersebut sangat diperlukan dalam berlangsungnya
metabolisme aerob. Karena itu gejala keracunan yang timbul oleh keracunan sianida
berturut-turut adalah: sianosis, kejang, gagal nafas, dan berakhir pada kematian. Gejala
sianosis dapat terlihat dari membirunya pembuluh darah di ekor mencit. Gejala kejang
dapat diamati dari gerakan mencit yang menggosokkan perutnya kebawah dengan kaki

belakang ditarik ke belakang atau jika mencit merasa sangat kekurangan O2, maka gejala

yang terlihat adalah mencit melompat-lompat.


Kombinasi sodium tiosulfat dan sodium nitrit memberikan efek yang sinergis bila
digunakan sebagai antidotum keracunan sianida akut. Sodium thiosulfat akan bekerja
dengan mekanisme mempercepat eliminasi, sedangkan sodium nitrit akan bekerja dengan
mekanisme hambatan bersaing sehingga gabungan kedua bahan ini sangat efektif untuk
digunakan sebagai antidotum keracunan sianida.
Pada mencit 1 dengan BB mencit 20 gram yang hanya diberi kalium sianida 0,04
ml secara subcutan, mencit mengalami sianosis kemudian kejang pada detik ke-27. Lalu
mencit mengalami gagal nafas dan kematian pada waktu 1 menit 5 detik setelah
perlakuan. Mencit mengeluarkan feses sesaat setelah diberi perlakuan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa kalium sianida memiliki toksisitas yang tinggi. Sedangkan pada
perlakuan mencit 2 dengan BB mencit 21 gram yang hanya diberikan kalium sianida 0,04
ml kemudian diberi larutan sodium nitrit 1% secara oral, kematian mencit sedetik
tertunda. Mencit 2 juga mengeluarkan feses sesaat setelah diberi perlakuan.
Kemudian pada mencit 3 dengan BB 21 gram yang diberi kalium sianida 0,04 ml
kemudian diberi larutan sodium thiosulfat 25% kematian mencit tertunda sangat lama,
yakni pada 1 menit 40 detik setelah perlakuan. Mencit mengeluarkan feses sebagai
ekskresi. Mencit ke 4 dengan
BB 21 gram yang diberi perlakuan kombinasi 2 antidotum yakni ½ dosis larutan
sodium nitrit 1% dan ½ dosis larutan sodium thiosulfat 25% hanya mengalami sianosis.
Kejang, gagal nafas, kematian, maupun ekskresi tidak terjadi pada mencit 4.
Namun, pada mencit ke 5 dengan BB 20 gram yang diberi perlakuan kombinasi 2
antidotum yakni larutan sodium nitrit 1% dan larutan sodium thiosulfat 25% dosis penuh
mengalami kematian pada waktu 1 menit 35 detik dan mengeluarkan feses serta urine
sesaat setelah perlakuan.
Dari data yang didapat saat praktikum, mencit ke 4 yang diberi perlakuan
kombinasi 2 antidotum yakni ½ dosis larutan sodium nitrit 1% dan ½ dosis larutan
sodium thiosulfat 25% merupakan dosis yang paling efektif untuk antidotum.

VII. Kesimpulan
- Gejala-gejala keracunan sianida yang teramati pada hewan uji adalah sianosis,
gagal nafas, kejang, hilang kesadaran, mati.
- Semakin cepat penanganan pemberian antidotum maka akan semakin
meningkatkan persentase kehidupan hewan uji mencit.
- Kalium sianida dapat menyebabkan kematian secara cepat pada hewan uji mencit.
- Pada perlakuan mencit ke 4 yang diberi ½ dosis larutan sodium nitrit 1% dan ½
dosis larutan sodium thiosulfat 25% merupakan dosis yang paling efektif untuk
antidotum karena hanya mencit ke 4 yang masih hidup meskipun telah diberikan
sianida.
VIII. Daftar Pustaka
Dwi Ningsih, M.Farm., Apt. Sri Rejeki Handayani, M.Farm., Apt. Yane Dila Keswara,
M.Sc., Apt. Dr. Opstaria Saptarini, M.Si., Apt. Ismi Puspitasari, M.Farm., Apt.
2022. PANDUAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI-TOKSIKOLOGI II. diakses
pada tanggal 15 Juni 2022.
Utomo, Petrus Wahyu. 2013. Laporan Resmi Praktikum Toksikologi: Antidotum.
Surakarta: Universitas Setia Budi.
https://www.academia.edu/9739460/LAPORAN_RESMI_PRAKTIKUM_TOKS
IKOLOGI_ANTIDOTUM_. Diakses pada tanggal 15 Juni 2022.

IX. Lampiran

Anda mungkin juga menyukai