Learning Objectives. 1. Bagaimana Patogenesis dari keracunan daun singkong ? 2. Bagaimana Gejala Klinis dan Diagnosa dari keracunan daun singkong ? 3. Bagaimana terapi dari keracunan daun singkong ? 4. Bagaimana pencegahan dari keracunan daun singkong ? Pembahasan. 1. Patogenesis dari keracunan daun singkong. Akar dan daun cassava mengandung senyawa anti nutrisi yaitu glukosida linamarin dan lotaustralin. Jika senyawa tersebut terhidrolisa oleh aktivitas enzim linamarase akan membebaskan asam sianogenik yang dapat menyebabkan keracunan pada ternak apabila terdapat dalam jumlah di atas batas aman. Dalam reaksinya, linamarin plus air dengan bantuan enzim linamarase menghasilkan asam sianogenik plus aseton plus glukosa. Tinggi rendahnya kadar total glukosida sianogenik dalam akar atau daun cassava akan membedakan antara varietas pahit (lebih tinggi toksisitasnya) dan varietas manis. HCN adalah suatu racun kuat yang menyebabkan asfiksia. Asam ini akan mengganggu oksidasi (pengakutan O2) ke jaringan dengan jalan mengikat enzyme sitokrom oksidasi. Oleh karena adanya ikatan ini, 02 tidak dapat digunakan oleh jaringan sehingga organ yang sensitif terhadap kekurangan 02 akan sangat menderita terutama jaringan otak. Akibatnya akan terlihat pada permukaan suatu tingkat stimulasi daripada susunan saraf pusat yang disusul oleh tingkat depresi dan akhirnya timbul kejang oleh hypoxia dan kematian oleh kegagalan pernafasan. Kadang-kadang dapat timbul detak jantung yang ireguler ( Manik, 2003). Walaupun sianida dapat mengikat dan menginaktifkan beberapa enzim, tetapi yang mengakibatkan timbulnya kematian atau timbulnya histotoxic anoxia adalah karena sianida mengikat bagian aktif dari enzim sitokrom oksidase sehingga akan mengakibatkan terhentinya metabolisme sel secara aerobik. Sebagai akibatnya hanya dalam waktu beberapa menit akan mengganggu transmisi neuronal (Utama, 2006). Asam sianida (HCN) Lebih dari 100 jenis tanaman mempunyai kemampuan untuk memproduksi asam sianida. Jenis tanaman tersebut antara lain family Rosaceae, Possifloraceae, Leguminosae, Sapindaceae, dan Graminae. Manihot utilissima sebagai salah satu tanaman yang mengandung asam sianida (Widodo, 2005). Asam sianida merupakan anti nutrisi yang diperoleh dari hasil hidrolisis senyawa glikosida sianogenik seperti linamarin, luteustralin, dan durin. Salah satu contoh hasil hidrolisis adalah pada linamarin dengan hasil hidrolisisnya berupa D-glukosa + HCN + aceton dengan bantuan enzim linamerase tanaman terhadap gangguan/kerusakan. Asam sianida hanya dilepaskan apabila tanaman terluka. Tahap pertama dari proses degradasi adalah lepasnya molekul gula (glukosa) yang dikatalis oleh enzim glukosidase. Sianohidrin yang dihasilkan bias berdissosiasi secara nonenzimatis untuk melepaskan asam sianida dan sebuah aldehid atau keton, namun pada tanaman reaksi ini biasanya dikatalis oleh enzim (Widodo, 2005). Jika sianida masuk dalam tubuh, efek negatifnya sukar diatasi. Kejadian kronis akibat adanya sianida terjadi karena ternyata tidak semua SCN (tiosianat) terbuang bersama-sama dengan urin, walaupun SCN dapat melewati glomerulus dengan baik, tetapi sesampainya di tubuli di sebagian akan diserap ulang, seperti halnya klorida. Selain itu, kendatipun system peroksidase kelenjar tiroid dapat mengubah tiosianat menjadi sulfat dan sianida, tetapi hal ini berarti sel-sel tetap berenang dalam konsentrasi sianida di atas nilai ambang. Jelaslah bahwa sianida dapat merugikan utilisasi protein terutama asam-asam amino yang mengandung sulfur seperti metionin, sistein, sistin, vitamin B12, mineral besi, tembaga, yodium, dan produksi tiroksin (Widodo, 2005). Linamarin Linamarin merupakan senyawa turunan dari glikosida sianogenik. System metabolism dalam tanaman meyebabkan salah satu hasil dari degradasi asam amino L-valin adalah linamarin. Linamarin terdapat dalam tanaman Linum usitatissinum(linseed), Phaseolus lunatus (java bean), Trifolium repens (white clover), Lotus spp.(lotus), Dimorphoteca spp. (cape marigolds) dan Manihot spp. (ubi kayu). Namun linamarin diberikan karena serupa dengan yang diketemukan dalam tanaman rami (Linum spp). Phaseolus lunatus sebagai salah satu tanaman yang mengandung linamarin (Widodo, 2005). Bagian distal ubi (mengarah ke ujung) mengandung lebih banyak linamarin dibandingkan dengan bagian proksimal (mengarah ke batang ubi). Linamarin larut dalam air dan hanya dapat hancur oleh panas di atas suhu 150°C. daun ubi kayu mengandung linamarin sebesar 93 persen dari glikosida (Widodo, 2005).
2. Gejala Klinis dan Diagnosa dari keracunan daun singkong.
Gejala mulai terlihat setelah 15-20 menit sampai beberapa jam setelah hewan mengkonsumsi pakan sumber toksik (mengandung toksik). Eksitasi terlihat sejak awal yang disertai dengan peningkatan frekuensi pernafasan. Kemidian terjadi dyspnea secara perlahan yang disertai tachycardia (peningkatan denyut jantung). Salivasi, lakrimasi yang berlebih, dan tidak terjadinya urin dan feces mungkin juga terjadi saat intoksikasi. Peregangan otot umum terjadi dan memungkinkan untuk memicu terjadinya kejang / spasmodic sebelum kematian. Membran mukosa merah cerah tetapi pada akhirnya akan berubah menjadi sianotik (Merck, 1998). Diagnosis dapta didasarkan atas sejarah kejadian penyakit, gejala klinis, pemeriksaan postmortem dan mengetahui adanya HCN dalam rumen atau specimen lain berdasarkan diagnosa yang dapat mendukung diagnosis intoksikasi cyanida (Merck, 1998).
3. Terapi dari keracunan daun singkong.
Mencegah Absorbsi dan mempercepat ekskresi. Mekanisme kerja dari racun sianida yaitu menghambat oksidasi glukosa dalam sel dengan membentuk kompleks stabil dengan sitokrom oksidase. Pengaruh lain yang disebabkan oleh keracunan sianida adalah muntah dan mengganggu penglihatan. Pemberian antidota NaNO2 1% dan Na2S2O3 5% dapat menghubungkan kembali proses respirasi sel yang telah terputus akibat pengaruh dari senyawa sianida. Pemberian antidota yang terlambat dapat menyebabkan kematian pada kelinci. Senyawa sianida dapat hilang oleh proses pemanasan. Sianida dapat dikurangi toksisitasnya agar tidak membahayakan kesehatan, yaitu dengan mengikat asam amino yang mengandung unsur S, seperti metionin dan sistein yang terdapat pada protein. Did a l a m t u b u h , s i a n i d a l a n g s u n g d i n e t r a l k a n oleh sulphur ( S ) s e h i n g g a t e r b e n t u k i o n tiosianat (CNS). Namun pembentukan CNS ini akan mempengaruhi penyerapan iodium oleh kelenjar tiroid (Ayu, 2009). Diberikan Natrium thiosulfate 30% (antidotum) sebanyak 10-30 ml secara intravena perlahan. Bila timbul cyanosis dapat diberikan 02 (Manik, 2003). Sianida dapat di buang melalui beberapa proses tertentu sebelum sianida berhasil masuk kedalam sel. Proses yang paling berperan disini adalah pembentukan dari cyanomethemoglobin (CNMetHb), sebagai hasil dari reaksi antara ion sianida (CN–) dan MetHb (Utama, 2006). Perawatan dengan segera sangat diperlukan, Sodium nitrat (10g/100 ml dari air suling atau garam isotonik) dapat diberikan IV 20mg/kg berat badan, yang diikuti dengan Sodium thiosulfat (20%) IV ≥ 500 mg/kg berat badan. Pengobatqan dapat dilakukan pengulangan sesuai kebutuhan dengan resiko kecil. Terapi pengulangan yang aman dengan Sodium nitrit yaitu dengan dosis 10mg/kg berat badan setiap 2-4 jam atau sesuai kebutuhan (Merck, 1998). Sodium thiosulfat sendiri merupakan antidota yang efektif untuk terapi yaitu dengan dosis ≥ 500mg/kg berat badan IV ditambahkan 30 gram setiap sapi per oral untuk detoksifikasi HCN yang tersisa di rumen (Merck, 1998). Oksigen dapat membantu terapi nitrit atau thiosulfat terutama pada hewan kecil. Hyperbaric oksigen terapi menyebabkan kenaikan tekanan parsial oksigen (PO2) di pembuluh darah arteri dan dengan jelas meningkatkan kuantitas oksigen yang terlarut dalam plasma. Proses metabolisme seluler sangat menguntungkan dengan meningkatkan tensi oksigen dalam kapiler dan menambah difusi oksigen dari kapiler menuju jaringan yang rawan (kerusakan). Arang aktif tidak efektif untuk absorbsi cyanida dan hal tersebut tidak dianjurkan untuk terapi antidotal intoksikasi cyanida (Merck, 1998). Beberapa gejala klinis intoksikasi nitrat dan prussic acid sangat mirip, injeksi sodium nitrat dapat menginduksi methemoglobinemia yang sama dengan yang dihasilkan oleh intoksikasi nitrat. Jika diagnosis ragu-ragu dapat diberikan methylene blue IV 4-22 mg/kg berat badan untuk menginduksi methemoglobin karena methylene blue dapat menjadi donor dan sebagai aseptor elektron yang dapat mereduksi methemoglobin saat methemoglobin yang ada terlalu banyak dan dapat menginduksi methemoglobin saat yang dihasilkan hanya hemoglobin (tetapi sodium nitrat lebih efektif untuk terapi intoksikasi cyanida jika diagnosis pasti), (Merck, 1998).
4. Pencegahan dari keracunan daun singkong.
Penyebab keracunan singkong adalah asam cyanida yang terkandung didalamnya. Bergantung pada jenis singkong kadar asam cyanida berbeda-beda. Diketahui bahwa dengan merendam singkong terlebih dahulu di dalam air dalam jangka waktu tertentu, kadar asam cyanida (HCN) dalam singkong akan berkurang oleh karena HCN akan larut dalam air. Singkong (manihot utilissima) merupakan bahan makanan yang mengandung kalori seperti beras. Perbedaannya adalah singkong mengandung protein 1 % sedangkan beras mengandung protein 7,5 %. Singkong mengandung linamarin, yaitu suatu glikosida yang mengikat sianida. Linamarin dapat mempengaruhi “enzym” yang biasanya terdapat dalam jaringan tumbuh-tumbuhan sehingga melepaskan sianida bebas yang dapat menguap jika dipanaskan. Tiap jenis singkong mengandung jenis HCN berbede-deda, yang dapat dibagi dalam dua golongan : 1. Singkong tidak beracun, dimana kadar HCN 50 – 100 mg / kg berat singkong segar. 2. Singkong sangat beracun, dimana kadar HCN lebih dari 100 mg / kg berat singkong segar. Kadar HCN paling tinggi adalah pada bagian paling luar ubi. Daum singkong juga mengandung HCN. Untuk mgnhindari keracunan singkong dapat dilakukan dengan : 1. Memilih parietas singkong yang mengandung sedikit HCN. 2. Mempersiapkan singkong sebelum dimasak, misalnya dengan mengiris-iris lebih dahulu kemudian direndam atau dialiri air selama 12 jam. Cara ini akan menghilangkan HCN sebanyak 67 % dari umbinya. Merebus daun singkong akan menghilangkan 95 % HCN.
Daftar Pustaka.
Cereda, M. P. and Mattos, C. Y. 1996. Linamarin – The Toxic Compound of
Cassava. J. Venomous and Animal Toxins vol. 2. Manik, M. 2003. Keracunan Makanan. Medan : FK USU. Utama, H, W. 2006. Keracunan Sianida. Yogyakarta Widodo, W. 2005. Tanaman Beracun dalam Kehidupan Ternak. Malang : UMM PRESS.