Anda di halaman 1dari 4

" Keracunan Daun Singkong ".

Tuesday, December 24th 2013


Learning Objectives.
1.      Bagaimana Patogenesis dari keracunan daun singkong ?
2.      Bagaimana Gejala Klinis dan Diagnosa dari keracunan daun singkong ?
3.      Bagaimana terapi dari keracunan daun singkong ?
4.      Bagaimana pencegahan dari keracunan daun singkong ?
Pembahasan.
1.      Patogenesis dari keracunan daun singkong.
Akar dan daun cassava mengandung senyawa anti nutrisi yaitu glukosida
linamarin dan lotaustralin. Jika senyawa tersebut terhidrolisa oleh aktivitas enzim
linamarase akan membebaskan asam sianogenik yang dapat menyebabkan
keracunan pada ternak apabila terdapat dalam jumlah di atas batas aman. Dalam
reaksinya, linamarin plus air dengan bantuan enzim linamarase menghasilkan asam
sianogenik plus aseton plus glukosa. Tinggi rendahnya kadar total glukosida
sianogenik dalam akar atau daun cassava akan membedakan antara varietas pahit
(lebih tinggi toksisitasnya) dan varietas manis. 
HCN adalah suatu racun kuat yang menyebabkan asfiksia. Asam ini akan mengganggu
oksidasi (pengakutan O2) ke jaringan dengan jalan mengikat enzyme sitokrom oksidasi. Oleh
karena adanya ikatan ini, 02 tidak dapat digunakan oleh jaringan sehingga organ yang sensitif
terhadap kekurangan 02 akan sangat menderita terutama jaringan otak. Akibatnya akan
terlihat pada permukaan suatu tingkat stimulasi daripada susunan saraf pusat yang disusul
oleh tingkat depresi dan akhirnya timbul kejang oleh hypoxia dan kematian oleh kegagalan
pernafasan. Kadang-kadang dapat timbul detak jantung yang ireguler ( Manik, 2003).
Walaupun sianida dapat mengikat dan menginaktifkan beberapa enzim, tetapi
yang mengakibatkan timbulnya kematian atau timbulnya histotoxic anoxia adalah
karena sianida mengikat bagian aktif dari enzim sitokrom oksidase sehingga akan
mengakibatkan terhentinya metabolisme sel secara aerobik. Sebagai akibatnya
hanya dalam waktu beberapa menit akan mengganggu transmisi neuronal (Utama,
2006).
Asam sianida (HCN)
Lebih dari 100 jenis tanaman mempunyai kemampuan untuk memproduksi asam
sianida. Jenis tanaman tersebut antara lain family Rosaceae, Possifloraceae, Leguminosae,
Sapindaceae, dan Graminae. Manihot utilissima sebagai salah satu tanaman yang
mengandung asam sianida (Widodo, 2005).
Asam sianida merupakan anti nutrisi yang diperoleh dari hasil hidrolisis senyawa
glikosida sianogenik seperti linamarin, luteustralin, dan durin. Salah satu contoh hasil
hidrolisis adalah pada linamarin dengan hasil hidrolisisnya berupa D-glukosa + HCN +
aceton dengan bantuan enzim linamerase tanaman terhadap gangguan/kerusakan. Asam
sianida hanya dilepaskan apabila tanaman terluka. Tahap pertama dari proses degradasi
adalah lepasnya molekul gula (glukosa) yang dikatalis oleh enzim glukosidase. Sianohidrin
yang dihasilkan bias berdissosiasi secara nonenzimatis untuk melepaskan asam sianida dan
sebuah aldehid atau keton, namun pada tanaman reaksi ini biasanya dikatalis oleh enzim
(Widodo, 2005).
Jika sianida masuk dalam tubuh, efek negatifnya sukar diatasi. Kejadian kronis akibat
adanya sianida terjadi karena ternyata tidak semua SCN (tiosianat) terbuang bersama-sama
dengan urin, walaupun SCN dapat melewati glomerulus dengan baik, tetapi sesampainya di
tubuli di sebagian akan diserap ulang, seperti halnya klorida. Selain itu, kendatipun system
peroksidase kelenjar tiroid dapat mengubah tiosianat menjadi sulfat dan sianida, tetapi hal ini
berarti sel-sel tetap berenang dalam konsentrasi sianida di atas nilai ambang. Jelaslah bahwa
sianida dapat merugikan utilisasi protein terutama asam-asam amino yang mengandung sulfur
seperti metionin, sistein, sistin, vitamin B12, mineral besi, tembaga, yodium, dan produksi
tiroksin (Widodo, 2005).
Linamarin
Linamarin merupakan senyawa turunan dari glikosida sianogenik. System metabolism
dalam tanaman meyebabkan salah satu hasil dari degradasi asam amino L-valin adalah
linamarin. Linamarin terdapat dalam tanaman Linum usitatissinum(linseed), Phaseolus
lunatus (java bean), Trifolium repens (white clover), Lotus spp.(lotus), Dimorphoteca spp.
(cape marigolds) dan Manihot spp. (ubi kayu). Namun linamarin diberikan karena serupa
dengan yang diketemukan dalam tanaman rami (Linum spp). Phaseolus lunatus sebagai salah
satu tanaman yang mengandung linamarin (Widodo, 2005). 
Bagian distal ubi (mengarah ke ujung) mengandung lebih banyak linamarin
dibandingkan dengan bagian proksimal (mengarah ke batang ubi). Linamarin larut dalam air
dan hanya dapat hancur oleh panas di atas suhu 150°C. daun ubi kayu mengandung linamarin
sebesar 93 persen dari glikosida (Widodo, 2005).

2.      Gejala Klinis dan Diagnosa dari keracunan daun singkong.


Gejala mulai terlihat setelah 15-20 menit sampai beberapa jam setelah hewan
mengkonsumsi pakan sumber toksik (mengandung toksik). Eksitasi terlihat sejak awal yang
disertai dengan peningkatan frekuensi pernafasan. Kemidian terjadi dyspnea secara perlahan
yang disertai tachycardia (peningkatan denyut jantung). Salivasi, lakrimasi yang berlebih, dan
tidak terjadinya urin dan feces mungkin juga terjadi saat intoksikasi. Peregangan otot umum
terjadi dan memungkinkan untuk memicu terjadinya kejang / spasmodic  sebelum kematian.
Membran mukosa merah cerah tetapi pada akhirnya akan berubah menjadi sianotik (Merck,
1998).
Diagnosis dapta didasarkan atas sejarah kejadian penyakit, gejala klinis, pemeriksaan
postmortem dan mengetahui adanya HCN dalam rumen atau specimen lain berdasarkan
diagnosa yang dapat mendukung diagnosis intoksikasi cyanida (Merck, 1998).

3.      Terapi dari keracunan daun singkong.


            Mencegah Absorbsi dan mempercepat ekskresi. Mekanisme kerja dari racun
sianida yaitu menghambat oksidasi glukosa dalam sel dengan membentuk kompleks stabil
dengan sitokrom oksidase. Pengaruh lain yang disebabkan oleh keracunan sianida
adalah muntah dan mengganggu penglihatan. Pemberian antidota NaNO2 1% dan Na2S2O3
5% dapat menghubungkan kembali proses respirasi sel yang telah terputus akibat pengaruh
dari senyawa sianida. Pemberian antidota yang terlambat dapat menyebabkan kematian pada
kelinci. Senyawa sianida dapat hilang oleh proses pemanasan. Sianida dapat
dikurangi toksisitasnya agar tidak membahayakan kesehatan, yaitu dengan
mengikat asam amino yang mengandung unsur S, seperti metionin dan sistein
yang terdapat pada protein. Did a l a m   t u b u h ,   s i a n i d a   l a n g s u n g   d i n e t r a l k a n  
oleh  sulphur   ( S )   s e h i n g g a   t e r b e n t u k   i o n   tiosianat  (CNS). Namun
pembentukan CNS ini akan mempengaruhi penyerapan iodium oleh kelenjar tiroid (Ayu,
2009).
Diberikan Natrium thiosulfate 30% (antidotum) sebanyak 10-30 ml secara intravena
perlahan. Bila timbul cyanosis dapat diberikan 02 (Manik, 2003).
Sianida dapat di buang melalui beberapa proses tertentu sebelum sianida
berhasil masuk kedalam sel. Proses yang paling berperan disini adalah
pembentukan dari cyanomethemoglobin (CNMetHb), sebagai hasil dari reaksi antara
ion sianida (CN–) dan MetHb (Utama, 2006).
Perawatan dengan segera sangat diperlukan, Sodium nitrat (10g/100 ml dari air suling
atau garam isotonik) dapat diberikan IV 20mg/kg berat badan, yang diikuti dengan Sodium
thiosulfat (20%) IV ≥ 500 mg/kg berat badan. Pengobatqan dapat dilakukan pengulangan
sesuai kebutuhan dengan resiko kecil. Terapi pengulangan yang aman dengan Sodium nitrit
yaitu dengan dosis 10mg/kg berat badan setiap 2-4 jam atau sesuai kebutuhan (Merck, 1998).
Sodium thiosulfat sendiri merupakan antidota yang efektif untuk terapi yaitu dengan
dosis ≥ 500mg/kg berat badan IV ditambahkan 30 gram setiap sapi per oral untuk
detoksifikasi HCN yang tersisa di rumen (Merck, 1998).
Oksigen dapat membantu terapi nitrit atau thiosulfat terutama pada hewan kecil.
Hyperbaric oksigen terapi menyebabkan kenaikan tekanan parsial oksigen (PO2) di pembuluh
darah arteri dan dengan jelas meningkatkan kuantitas oksigen  yang terlarut dalam plasma.
Proses metabolisme seluler sangat menguntungkan dengan meningkatkan tensi oksigen
dalam kapiler dan menambah difusi oksigen dari kapiler menuju jaringan yang rawan
(kerusakan). Arang aktif tidak efektif untuk absorbsi cyanida dan hal tersebut tidak
dianjurkan untuk terapi antidotal intoksikasi cyanida (Merck, 1998).
Beberapa gejala klinis intoksikasi nitrat dan prussic acid sangat mirip, injeksi sodium
nitrat dapat menginduksi methemoglobinemia yang sama dengan yang dihasilkan oleh
intoksikasi nitrat. Jika diagnosis ragu-ragu dapat diberikan methylene blue IV 4-22 mg/kg
berat badan untuk menginduksi methemoglobin karena methylene blue dapat menjadi donor
dan sebagai aseptor elektron yang dapat mereduksi methemoglobin saat methemoglobin yang
ada terlalu banyak dan dapat menginduksi methemoglobin saat yang dihasilkan hanya
hemoglobin (tetapi sodium nitrat lebih efektif untuk terapi intoksikasi cyanida jika diagnosis
pasti), (Merck, 1998).

4.      Pencegahan dari keracunan daun singkong.


            Penyebab keracunan singkong adalah asam cyanida yang terkandung didalamnya.
Bergantung pada jenis singkong kadar asam cyanida berbeda-beda. Diketahui bahwa dengan
merendam singkong terlebih dahulu di dalam air dalam jangka waktu tertentu, kadar asam
cyanida (HCN) dalam singkong akan berkurang oleh karena HCN akan larut dalam air.
            Singkong (manihot utilissima) merupakan bahan makanan yang mengandung kalori seperti
beras. Perbedaannya adalah singkong mengandung protein 1 % sedangkan beras mengandung
protein 7,5 %. Singkong mengandung linamarin, yaitu suatu glikosida yang mengikat sianida.
Linamarin dapat mempengaruhi “enzym” yang biasanya terdapat dalam jaringan tumbuh-tumbuhan
sehingga melepaskan sianida bebas yang dapat menguap jika dipanaskan. Tiap jenis singkong
mengandung jenis HCN berbede-deda, yang dapat dibagi dalam dua golongan :
1. Singkong tidak beracun, dimana kadar HCN 50 – 100 mg / kg berat singkong segar.
2. Singkong sangat beracun, dimana kadar HCN lebih dari 100 mg / kg berat singkong segar.
Kadar HCN paling tinggi adalah pada bagian paling luar ubi. Daum singkong juga mengandung HCN.
Untuk mgnhindari keracunan singkong dapat dilakukan dengan :
1. Memilih parietas singkong yang mengandung sedikit HCN.
2. Mempersiapkan singkong sebelum dimasak, misalnya dengan mengiris-iris lebih dahulu kemudian
direndam atau dialiri air selama 12 jam. Cara ini akan menghilangkan HCN sebanyak 67 % dari
umbinya. Merebus daun singkong akan menghilangkan 95 % HCN.

Daftar Pustaka.

Cereda, M. P. and Mattos, C. Y. 1996.  Linamarin – The Toxic Compound of


Cassava.
             J. Venomous and Animal Toxins vol. 2.
Manik, M. 2003. Keracunan Makanan. Medan : FK USU.
Utama, H, W. 2006. Keracunan Sianida. Yogyakarta
Widodo, W. 2005. Tanaman Beracun dalam Kehidupan Ternak. Malang : UMM
PRESS.

Anda mungkin juga menyukai