Anda di halaman 1dari 3

Anak berkebutuhan khusus bisa bersekolah di sekolah reguler???

Dasar hukum:
 Konferensi dunia tentang “Pendidikan untuk Semua” ( Education for All) diselenggarakan di
Jomten, Bangkok pada tahun 1989. Konferensi ini merekomendasikan agar semua anak
memperoleh pendidikan di sekolah dan layanan pendidikan sesuai kondisi anak. Hal itu
melahirkan embrio konsep pendidikan inklusif. Untuk memperkuat konvensi tersebut, pada
tahun 1991 PBB mengeluarkan resolusi berupa Standar Kesamaan Kesempatan bagi
Penyandang Disabilitas (Standard Rules on Equalization of Opportunities for People with
Disabilities). Salah satu resolusi adalah mendesak negara-negara agar menjamin pendidikan
bagi penyandang disabilitas sebagai bagian integral dari sistem pendidikan umum.
 Pada tahun 1995 UNESCO menyelenggarakan konferensi tentang pendidikan kebutuhan
khusus di Salamanca, Spanyol. Konferensi tersebut memperluas program “Pendidikan untuk
Semua” (Education for All) untuk menggalakkan pendidikan inklusif agar sekolah-sekolah
dapat melayani semua anak, terutama yang berkebutuhan pendidikan khusus. Konferensi ini
melahirkan Pernyataan Salamanca (Salamanca Statement) tentang prinsip, kebijakan, dan
praktik-praktik dalam pendidikan kebutuhan khusus, di antaranya menegaskan kembali
komitmen terhadap pendidikan untuk anak, remaja, dan orang dewasa berkebutuhan khusus
dalam sistem pendidikan reguler yang juga harus mengakomodasi mereka dalam rangka
pedagogi yang berpusat pada diri anak yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.

 UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,


 UU No. 4/1997 tentang Penyandang Cacat,
 UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia,
 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yaitu:

Setiap anak yang cacat fisik dan atau mental berhak memperoleh perawatan,
pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin
kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaan, meningkatkan diri, dan kemampuan
berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat dan bernegara.

 UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak.


 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI – No.70 Tahun 2009 Tentang “Pendidikan
Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan
dan/atau Bakat Istimewa”.

Pasal 1, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI – No. 70 Tahun 2009 tentang


“Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi
Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa”, bahwa: “yang dimaksud dengan pendidikan inklusif adalah
sistem penyelenggaraanpendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik
yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti
pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan
peserta didik pada umumnya

Tujuan pendidikan inklusif sebagaimana dikemukakan dalam adalah:


(i) memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang
memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan hambatan sosial budaya atau memiliki
potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang
bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya;
(ii) mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan
tidak diskriminatif bagi semua peserta.

Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 mewajibkan agar pemerintah kabupaten/kota


menunjuk paling sedikit satu sekolah dasar, dan satu sekolah menengah pertama pada setiap
kecamatan. Dan satu satuan pendidikan menengah untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif
yang wajib menerima peserta didik berkebutuhan khusus.
Melalui kebijakan zonasi pendidikan, Pemerintah berupaya lebih sigap dalam melakukan
intervensi dan afirmasi dalam meningkatkan akses dan mutu pendidikan bagi anak-anak
berkebutuhan khusus, khususnya dalam mendorong pendidikan inklusif
Permendikbudnya dari zonasi, 80 persen itu mewajibkan kuota untuk siswa berkebutuhan
khusus dan untuk siswa miskin, di setiap zona itu minimal ada satu sekolah inklusi. Pendidikan
inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua
peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa
untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-
sama dengan peserta didik pada umumnya. Karena setiap anak berhak mendapatkan pendidikan
yang layak sebagai pelayanan dasar yang wajib diberikan oleh negara. "Pendidikan itu 'kan tidak
boleh diskriminasi. Pendidikan itu untuk semua. Meskipun anak-anak kita itu berkebutuhan
khusus, harus memiliki hak yang sama.

Keputusan Gubernur Bali yang disampaikan melalui Surat Edaran Gubernur Nomor:
421/16251/Disdikpora, tertanggal 22 Oktober 2014 tentang layanan Pendidikan Inklusif Provinsi
Bali.
Pemerintah Provinsi Bali menyiapkan sekolah regular untuk menerima anak yang
berkebutuhan khusus menjadi satu kesatuan dengan anak normal lainnya. Adapun maksud dan
tujuan Gubernur Bali mengeluarkan surat edaran gubernur serta melakukan sosialisasi mengenai
pendidikan inklusif yakni, agar seluruh pemerintah Kabupaten/Kota di Bali dapat
mengimplementasikan pendidikan inklusif di masing-masing daerah tidak terkecuali.
Pemerintah Kabupaten Badung melalui Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga
Kabupaten Badung menyatakan SD No.11 Jimbaran sebagai sekolah formal penyelenggara
layanan pendidikan inklusif di Kabupaten Badung.
Dengan demikian, anak berkebutuhan khusus memiliki pilihan untuk bersekolah baik di satuan
pendidikan khusus maupun di sekolah reguler yang menerapkan sistem pendidikan inklusif.

Di Denpasar ?
SD 17 Dauh Puri

Anda mungkin juga menyukai