ABSTRACT. The Waku Lani forest farmer group is a group which is under the management of the
Mount National Park Rinjani this group has an institutional capacity not yet optimal. For upgrade
capacity the institutional strategy needed to strengthen management institutional. With forestry
number 57 of 2014 and Ostrom Theory (1990) to analyze institutional capacity and analysis SWOT
to study group strengthening strategies. Method in this study using the interview method, literature
observations and studies. Based on research institutional capacity is carried out in the class
category beginner with a score of 210 based forestry number 57 of 2014 and institutional
performance in the low category with a score of 13 based on the theory Ostrom (1990) this shows
that several indicators need to be optimized through a strengthening strategy for increase group
institutional capacity. Strategy what is done is to strengthen institutions through capacity building
for group dynamics.
Keywords : National Park; Institutional, Strategy, Group Dynamic.
ABSTRACT. Kelompok tani hutan Waku Lani merupakan kelompok yang berada dibawah
pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani. Kelompok ini memiliki kapasitas kelembagaan yang belum
optimal. Untuk meningkatkan kapasitas kelembagaannya dibutuhkan strategi penguatan pengelolaan
kelembagaan. Dengan menggunakan aturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor. 57 Tahun 2014
dan Teori Ostrom (1990) untuk menganalisis kapasitas kelembagaan dan analisis SWOT untuk mengkaji
strategi penguatan kelompok. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara, observasi dan
studi pustaka. Berdasarkan penelitian yang dilakukan kapasitas kelembagaan dalam kategori kelas pemula
dengan skor 210 berdasarkan aturan Menteri Kehutanan Nomor. 57 Tahun 2014 dan kinerja kelembagaan
dalam kategori rendah dengan skor 13 berdasarkan Teori Ostrom (1990). Hal ini menunjukkan bahwa
beberapa indikator perlu dioptimalkan melalui strategi penguatan untuk meningkatkan kapasitas
kelembagaan kelompok. Strategi yang dilakukan yaitu memperkuat kelembagaan melalui peningkatan
kapasitas dinamika kelompok.
Kata Kunci : Taman Nasional, Kelembagaan, Strategi, Dinamika Kelompok.
84
Azizah. L. et al. 2021. Analisis Kapasitas Kelembagaan … (04): 84 -
Gunung Rinjani bekerja sama dengan masyarakat dalam penelitian ini adalah metode kombinasi.
desa Toya dan desa Lenek Duren dengan Metode kombinasi yaitu menggabungkan antara
membentuk Kelompok Tani Hutan yang diberi metode penelitian kualitatif dan metode penelitian
nama Waku Lani. Kelompok ini memanfaatkan kuantitatif untuk digunakan secara bersama-sama
dan memungut HHBK di sekitar kawasan Taman dalam suatu kegiatan penelitian, sehingga
Nasional Gunung Rinjani khususnya di zona diperoleh data yang lebih komprehensif, valid,
tradisional. Meskipun demikian, kelompok ini reliabel, dan obyektif (Sugiyono, 2013).
akan membantu pihak pengelola dalam Penentuan lokasi penelitian
pengembangan kawasan serta menggunakan metode purposive sampling.
pengembangan kapasitas sumber daya manusia. Purposive Sampling adalah teknik penentuan
Kapasitas kelompok tidak hanya diukur dalam sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono.
memanfaatkan hasil hutan, tetapi bagaimana peran 2017). Penelitian ini dilakukan di Desa Lenek
kelompok dalam pengelolaan sumber daya yang Duren dan Desa Toya Kecamatan Lenek. Alasan
berkelanjutan serta peningkatan kapasitas penelitian dilakukan di Desa Lenek Duren dan
kelembagaanya. Untuk dapat meningkatkan Desa Toya Kecamatan Lenek adalah karena Desa
kapasitas kelembagaan diperlukan aturan. Lenek Duren merupakan berkerja sama dengan
Aturan tersebut berupa aturan Menteri pihak Taman Nasional Gunung Rinjani melalui
Kehutanan Republik Indonesia Nomor 57 tahun kemitraan konservasi.
2014 tentang pembinaan untuk peningkatan Data penelitian ini dikumpulkan melalui
kemampuan kelompok dan teori ostrom (1990) beberapa instrumen pengumpulan data yang
yang mengedepankan prinsip- prinsip dalam berupa observasi, wawancara dan studi
sebuah kelembagaan yang dapat bertahan lama dan kepustakaan (Ichsan AC 2019). Responden dalam
berkelanjutan. Aturan tersebut memegang peranan penelitian ini adalah KTH Waku Lani yang terdiri
penting dalam proses evaluasi dan menjamin dari 2 Desa yaitu Desa Toya dan Desa Lenek
keberlanjutan kapasitas kelembagaan kelompok Duren. Beberapa orang responden dipilih dengan
tani. Meskipun berada dibawah pengelolaan menggunakan teknik Purposive sampling
Taman Nasional Gunung Rinjani, namun dalam berdasarkan karakteristik yang ungkapkan oleh
kelembagaannya kelompok tani hutan waku lani Bungin (2003) yaitu :
belum optimal dilakukan. Dengan demikian, kajian 1. Subjek yang telah lama dan intensif menyatu
terkait kapasitas kelembagaan kelompok tani hutan dengan suatu kegiatan atau medan aktivitas
menjadi penting dan menarik untuk dilakukan yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian
penelitian, dalam rangka mendeskripsikan kondisi dan ini biasanya ditandai oleh kemampuan
dan pengelolaan kapasitas kelembagaan memberikan informasi di luar kepala tentang
berdasarkan aturan Menteri Kehutanan Republik sesuatu yang ditanyakan.
Indonesia Nomor 57 tahun 2014 tentang 2. Subjek masih terikat secara penuh serta aktif
pembinaan untuk peningkatan kemampuan pada lingkungan dan kegiatan yang menjadi
kelompok dan teori ostrom (1990), serta strategi sasaran atau penelitian.
penguatan kapasitas kelembagaan yang dilakukan 3. Subjek mempunyai cukup banyak waktu dan
berdasarkan analisis SWOT. kesempatan unuk dimintai informasi.
8
Jurnal Sylva Scienteae Volume. 04 No. 1 Edisi Februari
atau kecil (Sugiyono, 2017). Penelitian ini Berdasarkan Teori Ostrom (1990) analisis
menggunakan teknik wawancara terstruktur, yakni yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja
peneliti menyiapkan pertanyaan- pertanyaan kelembagaan tersebut mengacu pada delapan
berupa kuisoner dengan narasumbernya yaitu KTH prinsip kelembagaan yang berkelanjutan Ostrom
Waku Lani. Studi kepustakaan berkaitan dengan (1990), kedelapan prinsip tersebut dijelaskan
kajian teoritis dan referensi lain yang berkaitan sebagai berikut (Ichsan, 2017) :
dengan nilai, budaya dan norma yangberkembang 1. Mendefinisikan batasan secara jelas. Batasan
pada situasi sosial yang diteliti, selain itu studi pada sistem sumberdaya dan pada sejumlah
kepustakaan sangat penting dalam melakukan individu terutama berkaitan dengan hak dan
penelitian, hal ini dikarenakan penelitian tidak tanggung jawab untuk menggunakan
akan lepas dari literatur-literatur Ilmiah (Sugiyono, sumberdaya hutan.
2013). Studi kepustakaan yang dilakukan berupa 2. Proporsional antara keuntungan dan biaya.
analisis dokumen KTH Waku Lani. Observasi Aturan yang mengatur distribusi biaya dan
adalah teknik pengumpulan data yang mempunyai manfaat atas sumberdaya hutan termasuk
ciri spesifik. Teknik pengumpulan data dengan aturan tenaga kerja, material dan uang.
observasi digunakan untuk mengamati perilaku 3. Merancang pilihan kolektif. Menyangkut
manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila intensitas partisipasi dalam memodifikasi
responden yang diamati tidak terlalu besar aturan operasional.
(Sugiyono, 2017). Observasi yang dilakukan 4. Monitoring. Aturan yang mengatur proses
berupa mengamati kegiatan-kegiatan yang Monitor terhadap aktivitas dalam PSDH atau
dilakukan oleh KTH Waku Lani. monitoring terhadap mereka sendiri.
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam 5. Mekanisme sanksi. Menyangkut
penelitian ini yaitu data primer data yang diperoleh pengaturan tentang pemberian sanksi kepada
langsung dari subyek penelitian dengan pihak yang melanggar aturan operasional.
menggunakan alat pengukuran atau alat 6. Mekanisme resolusi konflik. Menyangkut
pengambilan data langsung pada subjek sebagai mekanisme penyelesaian sengketa/konflik
sumber informasi yang dicari (Saifuddin, 2004). PSDH baik di internal masyarakat maupun
Data primer meliputi hasil wawancara yang masyarakat dengan pemerintah.
dilakukan terkait kapasitas kelembagaan KTH 7. Pengakuan terhadap hak untuk mengelola.
Waku Lani. Data Sekunder adalah data yang Pengaturan yang mengakui hak masyarakat
diperoleh lewat pihak laindari berbagai instansi untuk merencanakan kelembagaan mereka
atau lembaga terkait yang relevan dengan sendiri tidak ditolak oleh otoritas
penelitian dan tidak langsung diperoleh oleh pemerintahan secara eksternal.
peneliti dari subjek penelitiannya (Saifuddin, 8. Nested enterprises. Menyangkut keterkaitan
2004). Data sekunder meliputi kondisi dan profil antara aturan operasional, aturan kolektif dan
kawasan, peta kawasan, data kelembagaan dan aturan konstitusional (Appropriation, provisi,
data anggota KTH Waku Lani. monitoring, penegakan hukum, resolusi
Variabel dalam penelitian ini ada dua yaitu konflik, dan aktivitas
berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor. pemerintah dalam mengorganisasikan
57 Tahun 2014. Dalam mengetahui kapasitas multiple layer pada nested enterprises).
kelompok tani Waku Lani perlu adanya
pengetahuan dalam pengelolaan kelembagaan Analisis data dalam penelitian ini ada dua
sebagai tolak ukur kemampuan sumber daya yaitu dilakukan dengan system scoring
manusia : berdasarkan Peraturan Menteri No. 57 tahun 2014
1. Kelola kelembagaan yaitu hal – hal yang tentang Pedoman Pembinaan Kelompok Tani
berkaitan dengan administrasi kelompok Hutan yaitu:
2. Kelola kawasan yaitu hal-hal yang berkitan
dengan kemampuan kelompok dalam a. di bawah 350 : Kelas Pemula
mengelola kawasan b. 350 - 700 : Kelas Madya
3. Kelola usaha yaitu hal – hal yang berkaitan c. Di atas 700 : Kelas Utama
dengan kapasitas kelompok dalam mengelola
usaha. Dilakukan dengan mengadopsi model perhitungan
skala likert (Sugiono, 2008) dengan gradasi 1
sampai 3 dimana :
8
Azizah. L. et al. 2021. Analisis Kapasitas Kelembagaan … (04): 84 -
1 = Kurang Baik, 2 = Cukup Baik Cukup, 3 = SWOT. Menurut Rangkuti (2017) Analisis SWOT
Baik. Analisis data yang digunakan bersifat adalah identifikasi berbagai faktor secara
deskriptif, dan dikelompokkan kedalam tiga sistematis untuk merumuskan suatu strategi.
kategori yaitu : Analisis ini mengidentifikasi kekuatan dan
1. Kinerja kelembagaan tinggi apabila kelemahan internal pada satu sisi, serta peluang dan
memperoleh nilai = 18.01 – 24.00 ancaman eksternal pada sisi yang lain. Penyusunan
2. Kinerja kelembagaan sedang apabila strategi SWOT berdasarkan faktor – faktor strategi
memperoleh nilai = 13.01 – 18.00 eksternal dan internal yang ada. Dari analisis
3. Kinerja kelembagaan rendah apabila SWOT tersebut akan mendapatkan empat strategi
memperoleh nilai = 08.00 – 13.00 yaitu strategi SO (Strength–Opportunities), ST
(Strength– Threats), WO (Weaknes –
Strategi kapasitas kelembagaan KTH Opportunities) dan WT (Weaknes – Threats).
Waku Lani menggunakan strategis analisis
8
Jurnal Sylva Scienteae Volume. 04 No. 1 Edisi Februari
1. Umur Responden
Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa bahwa responden yang memiliki umur produktif
umur responden sebagian besar pada rentang umur cenderung memiliki kemampuan fisik yang baik,
pertengahan dewasa. Sebagian besar responden sehingga dapat melakukan kegiatan secara optimal
sampai dengan umur 60 masih berada pada rentang serta masih dapat mengembangkan kemampuan
umur produktif. Umur produktif yaitu umur yang diri dalam hal melakukan kegiatan usaha tani hutan
menjadikan responden untuk dapat terlibat secara seperti pemilihan jenis tanaman, penyediaan bibit,
aktif dalam melakukan berbagai kegiatan penyediaan lahan, serta penanaman dan
(Rimbawati et al., 2018). Hal ini sesuai dengan pemeliharaan.
penelitian Putra el al., (2006) yang menyatakan
Berdasarkan data yang diperoleh, sebagian begitu jauh menyebabkan pendidikan hanya
besar pendidikan responden berada pada 60 % di terbatas pada Sekolah Dasar (SD) saja. Ini sesuai
bangku Sekolah Dasar (SD), dapat dikatakan dengan hasil penelitian Riana et al., (2015) yang
dalam kategori rendah karena hanya mengenyam menyatakan bahwa jarak tempuh yang jauh, sarana
pendidikan di bangku Sekolah Dasar (SD). dan prasarana yang kurang memadai di desa
Rendahnya pendidikan disebabkan oleh tidak tempat para petani, fasilitas pendidikan yang
adanya biaya untuk melanjutkan sekolah serta tidakmendukung serta keinginan yang lemah dan
sarana dan prasarana yang kurang memadai. Selain biaya pendidikan juga merupakan faktor
itu, jarak tempuh antara desa dengan kota yang penghambat tingkat pendidikan yang ada di desa.
8
Azizah. L. et al. 2021. Analisis Kapasitas Kelembagaan … (04): 84 -
Berdasarkan data yang diperoleh, ditemukan ketua kelompok tani, menyatakan bahwa pada
bahwa jumlah anggota kelompok tani hutan waku hakikatnya perempuan tetap ikut berpartisipasi
lani yang lebih mendominasi adalah laki-laki dalam berbagai kegiatan kelompok tani apabila
dengan 90 %, Ini menunjukan bahwa kurangnya suami berhalangan hadir maka istrilah yang
partipasi perempuan dalam kegiatan kelompok mewakili suami dalam kegiatan. Ini menunjukkan
tani. Ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan bahwa pentingnya peran perempuan dalam
oleh Pitriyan (2006) yang menyatakan bahwa anak pengembangan dan pengelolaan suatu
laki-laki lebih dominan sebagai pekerja kawasan.Perempuan juga dapat membantu dalam
dibandingkan dengan anak perempuan. Namun pengelolaan administrasi dan lainnya.
demikian, dalam sebuah wawancara yang
dilakukan oleh
4. Pekerjaan Responden
8
Jurnal Sylva Scienteae Volume. 04 No. 1 Edisi Februari
9
Azizah. L. et al. 2021. Analisis Kapasitas Kelembagaan … (04): 84 -
9 Dampak terhadap lingkungan (penambahan sumber mata air, pengurasan lahan kriti s 0
pelestarian keanekaragaman hayati, pengurangan kebakaran hutan dll)
10 Perolehan sertifikat pengolahan hutan lestari (PHBML/SLVK dan lainnya) 0
Total 40
Sumber: P.57/MENHUT-II/2014
Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh Ini dibuktikan dengan kurangnya pemahaman
menunjukkan bahwa kelola usaha berada pada masyarakat terhadap kelola usaha. Masyarakat
kategori kelas pemula dengan skor penilaian yang hanya memanfaatkan HHBK tanpa mengetahui
diperoleh yaitu 10. Ini menunjukan bahwa kelola bagaimana proses produksi dalam mengelola usaha
usaha belum mampu memenuhi kapasitas khususnya pada HHBK itu sendiri.
kelembagaan KTH Waku Lani. Sehingga
dibutuhkan pembinaan KTH agar penilaian c. Kapasitas Kelembagaan Berdasarkan Teori
kapasitas kelembagaan dikatakan baik. Disinilah Ostrom (1990)
peran pendamping dibutuhkan dalam pembinaan
KTH. Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Deskripsi mengenai kinerja kelembagaan
selaku pengelola dan pendamping KTH Waku kelompok tani Waku Lani secara spesifik dapat
Lani masih dirasa belum optimal dalam dilihat pada Tabel 9 berikut ini :
menjalankan tugasnya sebagai pendamping.
9
Jurnal Sylva Scienteae Volume. 04 No. 1 Edisi Februari
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan 2. Kesesuaian Program KTH dengan Kondisi
terhadap kapasitas kelembaagan kelompok tani Ekonomi Masyarakat
waku lani dengan menggunakan kedelapan prinsip Pelaksananaan kegiatan kelompok tani
teori ostrom (1990), yang menunjukan bahwa dilakukan dalam bentuk pemberian akses
kapasitas kelembagaan tergolong dalam kategori pemanfaatan HHBK di zona
kinerja yang rendah dengan nilai perhitungan tradisional.Pemberian akses pemanfaatan HHBK
sebesar 13. Berikut penjelasan kedelapan prinsip di zona tradisional merupakan bagian dari
teori Ostrom (1990): pemberdayaan terhadap kelompok dalam
mengelola HHBK secara swadaya di luar kawasan
1. Kejelasan Batas Pengelolaan hutan sehingga nantinya dapat memberikan hasil
Kejelasan batas-batas wilayah dan yang baik bagi penghidupan masyarakat.
pengelolaan organisasi diatur dalam aturan Pemberian akses pemanfaatan HHBK
konstitusional dan kolektif dalam bentuk MOU belum menjamin adanya penghidupan yang layak
yang didalamnya mengatur tentang hak dan bagi masyarakat. Menurut salah satu anggota,
kewajiban lembaga dalam menjalankan meskipun kami telah diberikan hak untuk dapat
program.Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan memanfaatkan HHBK, namun hal tersebut belum
terhadap MOU kelompok tani waku lani, dapat mampu mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
dideskripsikan bahwa kejelasan batas-batas Hal ini menjadi penting untuk diperhatikan
wilayah dan pengelolaan serta hak-hak telah mengingat potensi komoditas HHBK yang dapat
diatur. Batas-batas wilayah dan pengelolaan dikembangkan dan keterbatasan kemampuan
meliputi areal kegiatan yang berada di zona kelompok dalam mengelola komoditas HHBK.
tradisional dengan memberikan akses pemanfaatan Pada kenyataannya, kebijakan yang ada belum
HHBK kepada masyarakat.Selain itu hak-hak yang efektif mendukung pengelolaan HHBK secara
diberikan berupa akses untuk melakukan swadaya oleh masyarakat baik perorangan maupun
pemungutan madu hutan, mendapatkan arahan kelompok.
teknis mengenai pelaksanaan pemanfaatan HHBK
di zona tradisional serta mendapatkan dukungan 3. Intensitas Pertemuan Kelompok
sumber daya manusia sebagai pendamping dan Dalam konteks pengaturan kolektif,
dukungan administrasi dalam rangka pelaksanaan indikator yang digunakan adalah intensitas
kegiatan. pertemuan. Dari hasil penelitian yang dilakukan
dapat digambarkan bahwa intensitas pertemuan
sering dilakukan hanya pada saat
9
Azizah. L. et al. 2021. Analisis Kapasitas Kelembagaan … (04): 84 -
9
Jurnal Sylva Scienteae Volume. 04 No. 1 Edisi Februari
9
Azizah. L. et al. 2021. Analisis Kapasitas Kelembagaan … (04): 84 -
3. Tingkat partisipasi kelompok dalam kegiatan kurang karena anggota kelompok fokus pada
pekerjaannya masing-masing
4. Peran anggota kelompok usia muda masih rendah
5. Belum ada job deskripsi pengurus dan anggota KTH Waku Lani
6. Jumlah anggota kelompok dari unsur perempuan masih rendah
7. Frekuensi pertemuan kelompok kurang
8. Administrasi kelompok kurang lengkap
9. Kapasitas SDM yang dimiliki oleh anggota dan pengurus minim, karena kebanyakan
kelompok hanya mengenyam pendidikan di tingkat SD
10. Kurangnya pemahaman pengurus dan anggota KTH Waku Lani dalam manajeman usaha
11. Kurangnya koordinasi antara anggota dan pengurus
Sumber : Data primer diolah tahun 2020
Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Republik aspek usaha. Berdasarkan analisis yag dilakukan
Indonesia Nomor 57 tahun 2014 apabila kapasitas kelembagaan KTH Waku Lani berada
dikategorikan dalam kelas pemula maka prioritas pada kategori kelas pemula. Hasil analisis dan
pembinaan pada aspek kelembagaan, kelas madya deskrispsi yang dilakukan menunjukkan bahwa
dengan prioritas pembinaan pada aspek kawasan strategi yang dibutukan dalam penguatan kapasitas
dan kelas utama dengan prioritas pembinaan pada kelembaagan yaitu :
9
Jurnal Sylva Scienteae Volume. 04 No. 1 Edisi Februari
1. Strategi S-O (Strength – Oppurnities) Strategi kelola kawasan mendapatkan skor 40 dan
S-O yang dapat dilakukan yaitu memanfaatkan kelola usaha mendapatkan skor 10, sehingga
peluang pasar dengan total skor yang diperoleh adalah 210, maka
memaksimalkan kerjasama antara pihak KTH Waku Lani termasuk dalam kategori
Taman Nasional Gunung Rinjani dan anggota kelas pemula. Sedangkan menurut Teori
KTH Waku Lani dalam Ostrom (1990) kinerja kapasitas
mengembangkan HHBK. Kerjasama yang kelembagaan KTH Waku Lani termasuk
diinginkan berupa dukungan dalam proses dalam kategori rendah dengan skor penilaian
pemasaran HHBK sehingga nantinya ada yaitu 13.
peningkatan pendapatan yang dimiliki oleh 2. Berdasarkan hasil analisis dalam kapasitas
kelompok. kelembagaan yang dilakukan melalui konsep
2. Strategi S-T (Strength – Threat) regulasi dan teori, maka prioritas penanganan
Strategi S-Tyang dirumuskan ialah yang paling pertama yang harus dilakukan
meningkatkan pendampingan melalui oleh Taman Nasional Gunung Rinjani
monitoring. Pendampingan melalui sebagai mitra strategis KTH Waku Lani
monitoring yang dilakukan bertujuan untuk adalah memperkuat kelembagaan melalui
melihat keberhasilan kelompok dalam peningkatan kapasitas dinamika kelompok.
menjalankan program yang telah rencanakan
dan disusun guna menghasilkan tujuan yang b. Saran
diinginkan bersama kelompok.
3. Strategi W-O (Weakness – Oppurnities) Berdasarkan hasil penelitian yang
Strategi W-O yang dirumuskan yaitu dilaksanakan maka didapatkan saran sebagai
memperkuat kelembagaan melalui berikut:
peningkatkan dinamika kelompok. 1. Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut
Dinamika kelompok merupakan hal penting terkait kapasitas kelembagaan untuk
yang perlu diperhatikan dalam penguatan dan mendukung keberlanjutan KTH Waku Lani
pengembangan sebuah kelompok. kedepannya.
4. Strategi W-T (Weekness-Threat) 2. KTH Waku Lani perlu diperkuat melalui
Strategi ini merupakan strategi yang bersifat peningkatan keterlibatan para pihak dalam
defensif yaitu untuk meminimalisir kelemahan pengelolaan kapasitas kelembagaan.
dan ancaman (Tamara, 2016). Dengan 3. Perlu adanya koordinasi antara pihak Taman
meminimalisir kelemahan dan menghindari Nasional Gunung Rinjani dan KTH Waku
ancaman sehingga strategi yang digunakan Lani dalam memajukan dan mendukung
yaitu mengoptimalisasi pendampingan dan keberlanjutan program KTH dalam
pembinaan oleh pihak Taman Nasional Gunung meningkatkan kapasitas
Rinjani kepada anggota KTH Waku Lani. kelembagaan
Dengan adanya pendampingan dan pembinaan 4. Perlu dilakukannya penelitian sejenis terhadap
oleh pihak Taman Nasional Gunung Rinjani kelompok lain yang tidak melakukan MOU
akan mempengaruhi eksistensi dan yang ada di desa Toya dan Desa Lenek Duren.
keberlanjutan dari KTH Waku Lani. 5. Perlu dimasukkannya penerapan sanksi pada
pihak pelanggar dalam perjanjian kerjasama
(PKS).
KESIMPULAN dan SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan Anantanyu. 2009. Partisipasi petani dalam
maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut: meningkatkan kapasitas kelembagaan
1. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan kelompok petani. [Disertasi]. Bogor: Sekolah
Nomor P.57/Menhut-II/2014 tentang Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Pedoman Pembinaan Kelompok Tani Andarwati S., Guntoro B., Haryadi, F.T., Sulastri,
HutanKapasitas kelembagaan yang terdapat E. 2012. Dinamika Kelompok Peternak Sapi
pada KTH Waku Lani dari kelola Potong Binaan Universitas
kelembagaan mendapatkan skor 160,
9
Azizah. L. et al. 2021. Analisis Kapasitas Kelembagaan … (04): 84 -