Anda di halaman 1dari 2

Kasus Malpraktik dalam bidang Orthopedy Gas

Medik yang Tertukar

Seorang pasien menjalani suatu pembedahan di sebuah kamar operasi.


Sebagaimana layaknya, sebelum pembedahan dilakukan anastesi terlebih dahulu.
Pembiusan dilakukan oleh dokter anastesi, sedangkan operasi dipimpin oleh dokter
ahli bedah tulang (orthopedy).

Operasi berjalan lancar. Namun, tiba-tiba sang pasien mengalami kesulitan


bernafas. Bahkan setelah operasi selesai dilakukan, pasien tetap mengalami
gangguan pernapasan hingga tak sadarkan diri. Akibatnya, ia harus dirawat terus
menerus di perawatan intensif dengan bantuan mesin pernapasan (ventilator).
Tentu kejadian ini sangat mengherankan. Pasalnya, sebelum dilakukan operasi,
pasien dalam keadaan baik, kecuali masalah tulangnnya.

Usut punya usut, ternyata kedapatan bahwa ada kekeliruan dalam


pemasangan gas anastesi (N2O) yang dipasang pada mesin anastesi. Harusnya gas
N2O, ternyata yang diberikan gas CO2. Padahal gas CO2 dipakai untuk operasi
katarak. Pemberian CO2 pada pasien tentu mengakibatkan tertekannya pusat-pusat
pernapasan sehingga proses oksigenasi menjadi sangat terganggu, pasien jadi tidak
sadar dan akhirnya meninggal. Ini sebuah fakta penyimpangan sederhana namun
berakibat fatal.

Dengan kata lain ada sebuah kegagalan dalam proses penetapan gas anastesi.
Dan ternyata, di rumah sakit tersebut tidak ada standar-standar pengamanan
pemakaian gas yang dipasang di mesin anastesi. Padahal seharusnya ada standar,
siapa yang harus memasang, bagaimana caranya, bagaimana monitoringnya, dan
lain sebagainya. Idealnya dan sudah menjadi keharusan bahwa perlu ada sebuah
standar yang tertulis (misalnya warna tabung gas yang berbeda), jelas, dengan
formulir yang memuat berbagai prosedur tiap kali harus ditandai dan ditanda
tangani. Seandainya prosedur ini ada, tentu tidak akan ada, atau kecil kemungkinan
terjadi kekeliruan. Dan kalaupun terjadi akan cepat diketahui siapa yang
bertanggung jawab.
ANALISIS
Dari kejadian malpraktik dalam bidang orthopedy, gas medik yang tertukar
tersebut. Kelalaian ( Kealpaan / Culpa ) yang dilakukan dokter berakibat fatal bagi
sang pasien, juga bisa mengakibatkan kematian terhadap si pasien. Sebagai kepala
rumah sakit, sebaiknya untuk menemukan jalan keluarnya terlebih dahulu mediasi
atau pertimbangan terbaik untuk jalan damai dengan si pasien. Tapi setelah
mediasi masih ada perdebatan atau pun tidak terimanya keluarganya pasien dan si
pasien terhadap kelalaian dokter tersebut maka kasus tersebut dibawa ke yang lebih
berwenang, seperti kepala dinas kesehatan. Setelah dip roses di dinas kesehatan,
jika belum juga selesai, baru kasus tersebut di bawa ke yang berwajib untuk di
tentukan hukuman pidana dan perdata yang akan diberikan pada tenaga kesehtan
atau dokter yang telah melakukan malpraktik tersebut.

Kejadian tersebut terjadi karena Kealpaan yang tidak disadari oleh para
tenaga kesehatan yang sedang bertugas ditempat, yang salah memasang tabung
untuk alat bantu pernapasan pasien, yang seharusya tabung N2O ternyata malah
tabung CO2 yang terpasang.

Terhadap si pasien yang telah menderita atas kelalaian tenaga kesehatan atau
dokter, kepala rumah sakit harus memberikan kebebasan memilih yang terbaik
bagi si pasien. Akan tetap di rawat dan di operasi ulang di rumah sakit tersebut
atau akan pindah kerumah sakit lain yang dianggap lebih baik oleh keluarga pasien
dan si pasien.

Unsur Subjektif dan Objektif

*Subjektif

Kesenjangan atau Ketidaksengajaan ( Culpa )

*Objektif

Perbuatan manusia, dimana perbuatan manusia itu menimbulkan akibat

Anda mungkin juga menyukai