Anda di halaman 1dari 7

Nama : Fikri Rasikh Pritanto

NIM : 012113143013

DAILY REPORT STASE BTKV


9 Maret 2023

Hari ini Kamis 9 Maret 2023 merupakan hari ke 4 kami putaran di stase BTKV. Hari
ini saya menyempatkan untuk kembali sebentar ke kos setelah jaga malah di IGD sebelumnya
untuk membersihkan diri dan mengganti pakaian agar bau saya tidak menganggu orang sekitar.
Morning Report hari ini dipimpin oleh dokter Mohammad Rizki, Sp. BTKV, M. Ked. Klin.
Sambil sedikit menantuk saya berusaha untuk focus pada presentasi Morning Report hari ini.
Dari beberapa kasus yang dipresentasikan pada hari ini, terdapat beberapa kasus yang menarik
untuk dipelajari menurut saya. Kasus yang pertama adalah kasus atas nama Ny.H yang datang
konsulkan oleh TS Neuro dengan kecurigaan adanya Deep Vein Trombosis. Awalnya pasien
datang ke soetomo dengan keluhan kelemahan pada anggota gerak kanan. Pasien juga
mengeluhkan kaki yang bengkak sejak 3 minggu yang lalu disertai nyeri yang hilang timbul.
Bengkak tidak merah dan sewarna kulit. Pasien memiliki Riwayat stroke 3 minggu yang lalu,
serta sakit jantung sejak 4 tahun yang lalu, selain itu pasien juga memiliki Riwayat HT lebih
dari 10 tahun yang lalu. PPDS juga menanyakan apakah pasien sempat bedrest dalam jangka
waktu yang panjang hal ini terkait dengan salah satu penyebab munculnya Deep Vein
Trombosis dimana terjadi akibat immobilisasi dalam jangka waktu yang panjang. Terdapat
beberapa factor resiko yang dimiliki oleh pasien seperti Riwayat stroke dimana terdapat
penurunan bloodflow, selain itu pasien juga memiliki Riwayat penyakit jantung yang mungkin
dapat mempengaruhi munculnya deep vein thrombosis pada pasien. PPDS juga mengecek
Well’s Criteria dimana digunakan untuk mengecek apakah pasien memili resiko memiliki
DVT. Hasil dari Well hasil pemeriksaan menunjukkan hasil 5 yang berarti pasien memiliki
Resiko tinggi untuk memiliki DVT. PPDS juga melakukan pemeriksaan Hooman’s dan Pratt’s
sign yang dilakukan untuk melakukan pemeriksaan pada suspek DVT yang hasil pemeriksaan
keduanya positive. Dari yang saya baca Hooman’s sign dilakukan dengan memmosisikan
pasien dalam posisi supine lalu kakinya diangkat dengan kaki di dorsofleksikan dengan lutut
di ektensikan. Manuever ini dilakukan berkali dengan salah satu tangan pemeriksa melakukan
palpasi pada paha dan gastroc pasien. Nyeri muncul karena meningkatnya tekanan pada vena
kaki dan posisi yang tegang sehingga dengan diberikan tekanan maka akan memunculkan
nyeri. Sementara Pratt’s sign dilakukan dengan meremas betis posterior pada pasien. Perawatan
yang direncakan oleh PPDS BTKV pada pasien ini adalah pemberian antikoagulan yang
diberikan untuk mengurangi clot pada kaki pasien sehingga harapannya dapat mengurangi clot
pada kaki pasien. Selain itu pasien juga diedukasi untuk melakukan mobilisiasi kaki sehingga
mencegah salah satu factor resiko pembentukan deep vein thrombosis yaitu immobilisasi.
Setelah Morning Report selesai, kegiatan berikutnya dilanjutkan dengan bacaan yang
dipimpin oleh dokter Merlinda Dwintasari PPDS BTKV mengenai preop anticoagulant pada
cardiac surgey. Bacaan pada hari ini dipimpin oleh dr Oky Revianto, Sp. BTKV(K). Dokter
Merlinda memulai bahasan dengan membahas bahwa banyak sekali anticoagulant yang sering
kita gunakan seperti Asa (aspirin), copidogler yang meruapakan antj platelelet, dan heparin yg
sering ditemui di ruangan. Anti koagulan bekerja pasa bebepa faktor target seperti pada 7A,
9A, 10A yang berfungsi dalam koagulasi. Dokter Merlinda selanjutnya menjelaskan
mekanimske kerja asa dan copidogrel, VKA, vitamin K antagonis yang bisa digunakan untuk
antikoagulan preoperative. Dokter Merlinda lalu menjelaskan obat obat antikoagulan lain dan
bagaimana cara menggunakannya terkait dengan half life dan kapan harus diberhentikan
pemberiannya. salah satu resikonya asal thromboemboli. Dokter Merlinda juga menjelaskan
bagaimana bila pasien yang sjdah diberi preoperative anticoagulan tetapi tjba2 dimajukan
operasinya. Selanjutnya dokter Oky menyilahkan audience untuk bertanya. Setelah 3
pertanyaan dokter Oky pun memberikan beberapa tambahan seperti antikoagulan ini tidak ada
antidote nya selain VKA dimana dapat diberikan vitamin K sehingga jika kita sudah terlanjut
pakai antikoagulan dan harus melakuakn operaso, operasi tetap dilakukan dengan pemahaman
bahwa Ketika melakuakn operasi akan berdarah lebih banyak sehingga butuh Tindakan yang
lebih dari biasanya.
Setelah pembacaan ilmiah, kami pub berpindah ke ruang perpustakaan untuk
bimbingan dengan dokter Oky Revianto, Sp. BTKV(K). Dokter membuka bimbingan dengan
menjelaskan bahwa kita beruntung bisa menyaksikan operasi jantung karena beliaupun
sebelum mengemban studi spesialis di btkv belum pernah melihat operasi jantung. Selanjutnya
dokter Oky menjelaskan bahwa operasi jantung meruapan operasi yang membutuhkan tim yang
sama sama ahli butuh seperti Anastesi dan Perfusi yang ahli dalam operasi jantung. Dokter Oky
juga menjelaskan alat yang paling penting dalam operasi jamtung adalah Hard Lung Machine,
HLM digunakan dengan melakukan pemasangan selang bypass ke vena dan arteri, arteri di
bypass dari aorta pars ascending, sementara vena dilakukan bypass yang bisa dilakuakn dengan
2 metode yaitu bicava (BC) dan cava atirium (CA). Teknik BA dilakukan dengan melakuakan
bypass pada vena cava superior dan inferior yang, Teknik ini lebih baik karena operasi dapat
dilakukan benar benar bloodless karena aliran darah selurunya di bypass. Sementara itu pada
cava atrium, karena tidak kedua cava di bypass maka tetap akan ada aliran darah pada jantung.
Mekanisme pengaliran darah pada ke HLM adalah dengan mekanisme seperti siphon seperti
mekanisme mengeluarkan air dari kolam, mekanisme seperti ini menyebabkan Ketika terdapat
airlock atau udara ditengah cairan pada saluran maka aliran akan berhenti. Selain itu
penyedotan atau siphoning harus dilakukan dengan jumblah cairan sama diantara yang masuk
dan keluar dari reservoir. Jika ada udara pada aliran juga berbahaya karena dapat menyebabkan
emboli. Hal ini dapat menyebabkan bypas CA tidak bisa dilakuka pada operasi intracardiac.
salah satu operasi yang bisa dilakukan dengan CA adalag cabg karena tidak perlu memasuki
jantung, tetapi bisa juga tetap menggunakan BA. Selain itu, mekanisme yang pentin dalam
melakuakn opearsi pada jantung adalah dengan menghentikan kerja jantung. Salah satu cara
yang dapat dilakukan untuk menghentikan jantung adalah dengan menurunkan suhu tubuh, lalu
dengan cardioplegi. Salah satu komponen dari cardioplegi adalah kalium yang dapat
menyenabkan arrest. Sebelum plegia diberikan aorta pelu di clem agar plegia tidak mengalir
ke seluruh tubuh dan menyebabkan efek yang sistemik. Selain itu untuk mengurangi kerja
jantung suhu tubuh dapat diturunkan hingga 30 derajat, Selain itu untuk membantu
menurunkan metabolisme dapat juga diberikan es pada jantung pasien. Jantung setelah
dialirkan darah kembali dapat berfungsi karena adanya sistem otonom. HLM memiliki
kekurangan salah satunya adalah ketika darah tidak dialrilan pada saluran tanpa endothel maka
akan memincu proses inflamasi, sehingga waktu operasi tidak bisa dilakukan terlalu lama
karena akan meningkatlan kemungkinam terjadinya infeksi dan inflamasi. Terutama yang
bahaya adalah pada pasien yang kondisinya mudah infeksi seperti pada pasien diabetes
mellitus. Selanjuta dokter Oky menjelaskan mengenai operasi coroner. Conduit yang baik
untuk cabg yg baik diantaranya adalah arteri thoracic anterior, radialis, epigastric, dan lainnya.
sementara untuk vena ada saphena magna sampai inguinal asalkan tidak varises, celhalic juga
bisa digunakan tapi mudah rusak. LAD sangat penting karena lokasi anatomisnya karena
posisinya yang di anterior dan di bawahnya tepat sekat perbatasan antara 2 ventrikel, sehingga
bila ada masalah dapat menyebabkan gangguan diantata 2 ventrikel tersebut hingga
menyebabkan gangguan seperti shock cardiogenik dan lainnya. Dokter juga mengingatkan
bahwa bila gangguan coroner panjang langsung saja bawa ke bedah jantung untuk
mengamankan LAD nya, karena bila terpasang stent seperti pada pasien dokter tidak bisa
dilakukan CABG dengan baik. Selanjutnya dokter menelaskan mengenai operasi katup,
terdapat berbagai bentuk seperti katup saja, ball and cage, tiltiing disk dan bi leaflet, baru
setelah tahun 70 yang diginakan bi leaflet saja, hal ini terkait dengan mekanisme terbaik. jadi
orang yang dalat digunakan mechanical valve adalah orang yang dapat mengkonsumsi
antikoagulan seperti heparin serta membutuhkan pemasangan dalam jangka waktu yang
panjang, dan dapat melakukan pengecekan INR, sehingga tidak dapat dilakukan pada orang
yang jauh dari akses pemeriksaan twrsebut. Dokter mengingatkan hati hati memberikan obat
pada pasien yang mengkonsumsi heparin, karena banyak sekali obat yang dapat berinteraksi
dengan heparin, baik iti proses inhibisi atau potensi. Selain itu ada juga terdapat katup biologis
yang diambil dari hewan seperti sapi dan babi, yang ditemukan sejak 4 tahun setelah ditemukan
bi leaflet. kekurangan dari brioprotesa adalag dia dapat rusak sehingga perlu dilakukan operasi
lagi untuk mengganti katup tersebut. Kelebihan dari penggunaan brioprotesa adalah tidak
diperlukannya antikoagulan.
Setelah bimbingan dengan dokter Oky, kami pun beristirahat sebentar untuk shalat dan
makan. Setelah beristirahat dokter Rizki memberikan kabar bahwa beliau dapat memberikan
bimbingan sekitar jam 1an setelah beliau memberikan bimbingan operasi. Sambil menunggu
waktu bimbingan kami pun membagi diri ke operasi operasi yang akan/sedang berlangsung.
Saya dan teman saya Rani mendapatkan bagian untuk ke ruangan 511 dimana akan dilakukan
operasi AV Shunt Radiochepal. Ketika sudah sampai disana kami pun bertanya kepada PPDS
mengenai AV Shunt yang akan dilakukan pada pasien. PPDS menjelaskan bahwa AV shunt ini
dilakukan untuk akses permanen untuk HD. Aksen untuk HD ada 3 yaitu temporer yaitu CDL
yang dapat bertahan seskitar 6 minggu sebelum harus dilepas karena resiko infeksi,
semipermanan seperti CDL tunnelling yang dapat bertahan 2 tahunan dan pemanen seperti AV
Shunt yang akan dilakukan. AV shunt meruapakan Tindakan dimana dilakukan pembentukan
fistula artificial dari arteri ke vena dengan tujuan untuk membuat arteri ini beradaptasi seperti
arteri yang disebut arterilisasi sehingga dapat digunakan sebagai akses untuk HD. Hal ini
dulakukan karena letak vena yang superficial sehingga untuk mengaksesnya tidak perlu
dilakukan beberapa kali yang dapat merusak bila langsung dilakukan pada arteri yang letaknya
lebih dalam sehingga butuh berapa kali suntikan untuk mengaksesnya. AV shunt ini dilakukan
sebagai akses HD permanen yang lebih baik karena menggunakan bagian tubuh sendiri tidak
seperti CDL yang merupakan benda asing sehingga lebih mudah untuk infeksi. Operasi AV
shunt ini bersifat elektif sehingga dilakukan sesuai dengan kebutuhan pasien. Sebelum
dilakukan Tindakan kita perlu memastikan bahwa vena yang akan dibuat AV Shunt masih baik
elatisitasnya. Selain itu pemilihan vena juga harus baik, biasanya vena yang digunakan adalah
vena radialis dan brachialis. Vena yang digunakan pertama kali adalah pada tangan non
dominan. Vena juga dicek apakah ukurannya sudah memadai yaitu 2.5 mm, minimal ukuran
tersebut adalah untuk lumennya sehingga perlu dipastikan apakah ukurannya memang 2.5mm
atau justru dindingnya yang tebal dan lumenya kecil. Operasi dilakukan dengan membentuk
anastomosis dari vena brachialis/radialis ke vena chepalica. Setelah dilakukan operasi jangan
lupa pasien diberikan edukasi untuk tidak banyak menggerakkan tangan yang di avshunt agar
tidak merusak avshunt yang belum maturisasi. Sesuai dengan rule of 6 dari AV Shunt, untuk
maturisasinya membutuhkan waktu sekitar 6 minggu. Pada pemasangan AV Shunt yang baik
maka akan teraba thrill dan bruit yang merupakan efek dari adanya backflow atau
berlawanannya aliran pada vena tersebut. Tidak beberapalama setelah itu dokter Rizki pun
datang, ternyata operasi yang bimbingan dengan dokter Rizki adalah operasi AV Shunt ini,
setelah beberapa waktu dokter Rizki memberikan bimbingan pada PPDS yang melakukan
operasi, dokter Rizki pun meminta kita untuk turun dan bersiap-siap untuk bimbingan dengan
beliau di ruang pertemuan Puruhito.
Setelah berganti baju dan bersiap siap di Ruang Puruhito, kami pun bimbingan dengan
dokter Rizki. Pada bimbingan hari ini dokter Rizki akan membahas mengenai Trauma Thoraks
terutama kasus kasus yang sering terjadi dan wajib kami pahami sebagai dokter umum. Dokter
Rizik menjelaskan bahwa trauma toraks dapat dibagi menjadi 2 yaitu trauma tumpul dan
trauma tembus. Trauma tumpul terjadi karena proses akeselrasi dan deselerasi, kompresi, dan
blast injury. Sementara trauma tembus dibagi menjadi high and low velocity. Mengapa luka
tumpul dan luka tembus? Karena luka tumpul pun dengan kecepatan yang tinggi dapat
mengakibatkan luka tembus, sehingga definisi yang tepat adalah luka tumpul dan luka tembus.
Dokter Rizki pun menjelaskan bahwa Ketika kita bertemu pasien kita harus dengan cepat
menentukan masalah pada pasien dan memberikan pertolongan yang terkait pada pasien. Pada
pasien dengan trauma toraks permasalahan terdapat pada 2 hal yaitu antara respirasi, sirkulasi
atau keduanya, Dokter Rizki lalu menjelaskan mengenai Deadly Dozen atau 12 penyakit yang
mengancam/berpotensi mengancam nyawa. Dibagi menjadi lerthal six seperti obstrksi jalan
nafas yang dapat mengancam nyawa dalam hitungan menit sampai detik, open pneumothoraks,
dan lainya. Lethal six ini adalah 6 penyakit yang langsung mengancam nyawa bila tidak dengan
segera ditangani dan diberi pertolongan. Sementara hidden six seperti flail chest merupakan 6
penyakit yang berpotensi mengancam nyawa manusia bila tidak segera di beri pertolongan
juga. Dokter rizki menjelaskan kita harus dengan cepat memlihat gejala yang ada pada lethal
six dan mendiagnosis secara klinis dan segera memberi pertolongan, juga pada hidden six dapat
segera membaca foto yang dilakukan dengan cepat agar dapat segera ditolong. Oleh karena itu
membaca foto pada trauma tidak menggunakan A-I tapi A sampai E dengan Airway, Breathing,
Circulation dan Eksposure. Gejala yang sering muncul pada pasien trauma toraks adalah air
hunger dimana pasien semakin nafas semakin sesak atau sesak yang progresif, stridor,
obstruksi, hemoptoe, sianosis, sucking wound, dan lainnya. Selanjutnya dokter Rizki
menjelaskan beberpa penyakit deadly dozen yang tadi sempat disebutkan terutama yang akan
sangat sering kita temu serta menjelaskan gejala, diagnosis, dan terapi yang dapat diberikan.
Salah satunya adalah tension pneumothoraks yang merupakan lethal six yang harus didiagnosis
secara klinis, tidak boleh menunda foto karena akan dapat sangat mengancam nyawa. Pasien
dengan tension pneumothoraks ini datang dengan nyeri di dada, air hunger, gerak nafas yang
berbeda dan lainnya. Jika kita menemukan pasien dengan tanda tanda tension pmeumothoraks
maka kita harus segera memberikan pertolongan dengan needle thoracosintesis untuk
mengeluarkan udara pada paru. Thorakosintesis dilakukan dapat pada mcl 2 juga pada anterior
aksillary line 5-7, mesikipun paling sering dilakukan tetap pada mcl 2 karena lokasinya yang
dapat lebih cepat ditentuka serta posisi pasien yang supine sehingga lebih cepat bila dikaukan
di sisi anterior. Dokter Rizki juga menjelaskan mengenai system WSD yang digunakan untuk
mengeluarkan udara dan cairan pada dada pasien yang bisa dibuat manual menggunakan botol.
Terdapat system satu botol dimana satu botol tersebut digunakan untuk mengisap cairan
sekaligus membuat tekanan negative, system satu botol memiliki kekurangan harus diatur atur
kembali tekananya bila cairan masuk serta harus terus mengganti botol. Sementara itu terdapat
juga system 2 botol dimana satu botol digunakan untuk menyedot cairan dan botol lainnya
digunakan untuk membentuk tekanan negative, system 3 botol adalah botol terakhir digunakan
untuk suction untuk mempercepat evakuasi cairan atau udara.
Setelah bimbingan dengan dokter Rizki, ternyata dokter Tio masih ada di SMF dan
kami pun bertanya apakah beliau berkenan untuk memberikan bimbingan responsi pada saat
ini atau tidak, dan dokter Tio pun berkenan. Pada bimbingan dengan dokter Tio hari ini, kami
akan membahas kasus yang sebelumnya sudah kami periksa mengenai kasus trauma pada
pasien. Kasus yang dibahas adalah pasien dengan nama Tn. Oe yang datang dengan flail chest,
Tindakan yang segera dilakukan adalah pemasangan chest tube dengan system WSD 1 botol,
yang nantinya akan diganti dengan pleur evac yang menggunakan system 3 botol dimana
terdapat 3 bagian yaitu bagian yan menampun cairan, bagian tengah yang berisi wsd, serta
bagian ke 3 yang berfungsi untuk mengatur tekanan dan memberikan suction. Dari hasil
pemeriksaan foto setelah dilakukan evakuasi dengan chest tube adalah penamapakan area
radioluscent pada dada dan perselebungunan yang mengesankan adanya contusion pulmonum.
Dokter Tio juga menanyakan kembali mengenai definisi flail chest, flail chest adalah adanya
Gerakan paradoksal yang disebabkan oleh fraktur costae yang multiple dan segmental. Flail
chest ini dapat dilihat melalui atas atau bawah pasien agar kita dapat dengan mudah
membandingkan Gerakan nafas kiri dan kanan pasien. Flail chest ini paling sering terjadi pada
segment anterio dan latera, hal ini disibebkan oleh bila ada fraktur serupa pada sisi bekang
pasien maka akan tertahan dengan posisi pasien yang supine sehingga tidak menganggu
pernafasan. Setelah dilakukan primary survey dan pasien stabil maka kita dapat melakukan
secondary survey untuk mengetahui penyebab trauma yang terjadi pada pasien. Pasien
mengalami trauma karena ditabrak oleh mobil dari belakang Ketika mengendarai motor
sehingga jatuh terguling. Pasien mengeluhkan kesulitan untuk bernafas, nyeri, dan keluarnya
cairan dari hidung dan telinga. Dokter Tio pun bertanya bagaimana cara membedakan antara
nyeri yang benar dan yang dibuat buat. Nyeri yang benar adalah Ketika pasien diminta batuk
atau Tarik nafas panjang maka pasien akan menahan batuknya karena proses mengejan pada
batuk akan menyebabkan meningkatkanya tekanan pada dada dan menyebabkan nyeri, batuk
dapat dirangsang juga dengan menepuk-nepuk area dada pasien. Dokter tio lalu menanyakan
mengenai Tindakan apa yang diberikan. Tindakan yang diberikan adalah clipping yang
dilakukan agar gerak dada pasien dapat kembali menjadi normal. Dokter Tio menjelaskan
terdapat 5 indikasi penggunaan clipping yaitu flail chest, nyeri, dependent on ventilator, fraktur
costae yang menyebabkan gangguan seperti hematothorak dan terakhir adalah usia produktif
atau pasien yang masih menjadi tulang punggung keluarga sehingga harus dapat bekerja lagi
dengan segera. Selain itu dokter Tio juga menjelaskan mengenai cairan maintenance dimana
500ml/hari diberikan pada pasien yang sudah dapat minum melalui oral, 1000ml diberikan
pada pasien yang belum bisa minum melalui oral, dan 1500ml diberikan pada pasien yang baru
saja mengalami operasi. Juga dokter Tio tidak lupa menjelaskan bahwa pada pasien pasca
bedah jangan lupa memberikan terapi supportif seperti pemberial analgetic, lalu nebule yang
berisi Ventolin dan bisolvon yang berisik vasodilator dan pengencer dahak agar sputum pada
pasien tidak diam disitu saja dan menyebakan penumoni orthostatic. Selain itu clapping dengan
menepuk nepuk dada pasien juga dapat dilakukan untuk merangsang batuk pada pasien.
Sementara itu untuk pelepasan WSD harus memenuhi kriteria 3k1R yaitu klini pasien yang
membaik, kualitas yaoti cairan yang keluar dari dada sudah berubah menjadi cairan serous atau
cairan tubuh, kuantitas yaitu cairan yang keluar tidak lebih dari 100cc pada dewasa dan 50cc
pada anak, serta radiologi yaitu hasil pemeriksaan foto yang sudah menunjukkan perbaikan
dari sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai