Anda di halaman 1dari 29

PERSIAPAN PRA BEDAH JANTUNG

Persiapan sebelum pembedahan jantung memerlukan pendekatan multidisiplin dan


dilakukan semua pihak yang terkait. Diperlukan pengetahuan tentang keadaan pasien secara
menyeluruh guna mendapatkan pengertian tentang rencana tindakan, kesulitan yang mungkin
dihadapi sebelum, selama, dan sesudah pembedahan, kelengkapan peralatan, dan obat-obatan
yang diperlukan dan strategi penatalaksanaan pasca bedah.
Pasien dan keluarganya juga harus mendapatkan pengertian yang mendalam tentang
penyakit dan kondisi yang dihadapi, termasuk risiko dan kemungkinan komplikasi pasca bedah.
Pendidikan terhadap pasien dan keluarga tentang perawatan pasca bedah dan periode
penyembuhan juga sangat penting.

Persiapan pra bedah bertujuan untuk :


- Pasien dan keluarga kooperatif pasca bedah
- Persiapan mental dan fisik pasien untuk tindakan bedah
- Hasil adalah sebagai perbandingan pra dan pasca bedah
- Untuk memenuhi aspek legal (hukum)

Persiapan pra bedah pada dasarnya meliputi :


1. Persiapan administrasi, termasuk pembiayaan dan inform consent
2. Persiapan pasien :
a. Secara Umum
1) Data dasar pasien
2) Riwayat kesehatan
3) Pengkajian fisik : observasi tanda-tanda vital, status gizi (malnutrisi dan
kegemukan), termasuk pengkajian sistem tubuh.
4) Pemeriksaan penunjang, diantaranya :
 Ekokardiografi
 Elektrokardiografi
 Kateterisasi jantung / angiografi koroner
 Chest X-Ray
 Laboratorium : darah lengkap (Hb, Ht, Leukosit, Trombosit), elektrolit,
sistem koagulasi (PT, APTT, INR bila perlu), ureum dan kreatinin, fungsi
hepar, serologi
 Konsultasi dengan bidang lain sesuai indikasi, seperti : konsultasi gigi
mulut, THT, pulmonologi, endokrin, rehabilitasi medik, dll.
5) Terapi obat-obatan
 Obat-obat antikoagulan dihentikan 1 minggu sebelum operasi, seperti :
aspirin, plavix, ticlid, dan lain-lain. Warfarin seharusnya dihentikan 4 hari
sebelum operasi. Heparin dapat dihentikan 4-6 jam pra bedah. Namun
pada kasus-kasus tertentu dimana heparin sangat krusial, dapat terus
diberikan (dengan infus kontiniu) hingga pembedahan.
 Obat diuretik dihentikan 3 hari sebelum operasi, seperti : furosemide,
spironolakton, kecuali bila ada instruksi.
 Obat digitalis dihentikan 12 jam sebelum operasi, seperti lanoksin,
digoksin.
 Obat Calcium bloker diberikan sampai hari operasi.
6) Persiapan mental
Dibutuhkan dukungan moril bagi pasien dan keluarga dari berbagai pihak yang
terkait. Sebelum dilakukan operasi, pasien dan keluarga harus diberikan
pengertian tentang fase-fase yang akan dialami pasien, baik sebelum atau
sesudah dilakukan operasi dengan jelas sehingga pasien dan keluarga lebih
kooperatif. Selain itu, perlu dilakukan orientasi ruangan (ruang rawat, ICU,
dan kamar operasi, bila memungkinkan).
7) Persiapan darah
 Pasien dewasa
 Packed cell : 15-20 cc/kgBB
 FFP : 15-20 cc/kgBB
 Trombosit : 5 unit atau sesuai kebutuhan
 Pasien anak
 Anak dengan BB < 6 kg :
 Packed red cell 150 cc
 FFP 1 unit
 Trombosit 1 unit
 Anak dengan BB 6-20 kg :
 Whole blood 500 cc
 Packed red cell 250 cc
 FFP 2 unit
 Trombosit 2 unit

 Anak dengan BB 20-40 kg :


 Packed red cell 500 cc (20 cc/kgBB)
 FFP 3 unit
 Trombosit 3 unit

b. Secara Khusus
1) Persiapan Gastrointestinal
Mengosongkan gastrointestinal untuk mengurangi risiko muntah saat
pembiusan dan mencegah kontaminasi dari bahan kotor dengan cara :
 Puasa 4-6 jam menjelang operasi
 Diberikan pencahar, seperti dulcolax suppositoria dan tablet atau
microlac sesuai ketentuan
 Klisma jika diperlukan
2) Persiapan kulit mencegah terjadinya infeksi oleh karena kulit yang tidak bersih
(pada ujung-ujung rambut tempat bersarangnya kuman), dengan cara :
 Pencukuran dilakukan 6 jam sebelum operasi, usahakan tidak
menimbulkan luka
 Mandi dan keramas dengan sabun antiseptik 6 jam sebelum operasi
 Ganti dengan baju khusus dan topi operasi
 Lepas semua protesa yang dikenakan pasien (seperti gigi palsu, anting
lensa kontak, make up, cat kuku, dan lain-lain) sebelum dibawa ke ruang
operasi.
3) Isi semua check list pra bedah, pastikan semua persiapan telah lengkap.
PERAWATAN INTRA BEDAH

Pendahuluan
Perawatan intra bedah dimulai saat pasien dibawa ke ruang operasi dan dterima oleh perawat
sirkuler dan berakhir saat pasien diterima di ICU. Perawatan bedah jantung merupakan asuhan
keperawatan spesialis, oleh karena itu diperlukan perawat yang mempunyai ketrampilan dan
pengetahuan yang sesuai dengan perkembangan teknologi dalam teknik pembedahan jantung.
Dalam hal ini akan dijelaskan secara singkat aspek operasi jantung secara umum dan asuhan
keperawatannya.

Definisi Operasi Jantung


Operasi jantung adalah operasi yang dilakukan untuk memperbaiki kelainan fungsi dan anatomi
jantung.

Jenis Operasi Jantung


c. Operasi jantung terbuka
Pembedahan yang dilakukan dengan membuka ruang jantung dan menggunakan mesin
pintas jantung paru (cardiopulmonary bypass machine/ekstrakorporal).
ci. Operasi jantung tertutup
Pembedahan yang dilakukan tanpa membuka ruang jantung sehingga tidak perlu
menggunakan mesin pintas jantung paru.

Tujuan Operasi Jantung


a) Koreksi total dai kelainan anatomi, misal
Penutupan defek septum (Atrial septal defect/ASD, Ventrikel Septal Defect/VSD)
Tetralogy of Fallot/TOF
Transposisi Arteri Besar (Transposition of Great Arteries/TGA)
Koartasio aorta, stenosis pulmonal
b) Operasi palliative yaitu melakukan operasi sementara dengan tujuan untuk menghadapi
operasi definitif (koreksi total) di kemudian hari
c) Reparasi atau mengganti katup yang mengalami penyempitan dan kebocoran
d) Bedah Pintas Koroner (coronary artery bypass graft/CABG) memakai transplant vena
saphena dan arteri mammaria interna untuk mengatasi sumbatan arteri koroner.
e) Transpalntasi jantung : mengganti jantung pasien yang tidak mungkin diperbaiki lagi
dengan jantung pasien yang meninggal karena sebab lain.

Indikasi Operasi Jantung


1. Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
- Penyakit jantung bawaan asianotik (ASD, VSD, PDA, dll)
- Penyakit jantung bawaan sianotik (TOF, TGA, dll)
1. Penyakit Jantung Koroner (PJK)
 Angina pectoris kronik yang tidak respon terhadap obat-obatan/terapi medikal
 klien dengan left mean stenosis > 60%
 Oklusi arteri koroner > 70 % pada suatu pembuluh/lebih
 Angina yang tidak stabil
 Adanya disritmia yang maligna/ganas
 Klien PTCA yang bermasalah: diseksi, komplikasi lain
2. Penyakit Katup Jantung
a. Aorta
- Stenosis katup aorta berat dengan Aortic Valva Area/AVA < 0,6 cm2
- Pasien dengan gejala kelas fungsional III atau IV NYHA
- Pasien dengan disfungsi ventrikel kiri
- Pasien dengan kelas fungsional II atau lebih pada Canadian Heart Association dengan
atau tanpa CAD
b. Mitral
 Pasien dengan gejala kelas fungsional III atau IV NYHA
 Mitral stenosis sedang (Mitral Valve Area/MVA < 1 cm2)
 Pasien dengan Mitral Stenosis sedang atau berat, kelas fungsional III, IV NYHA
 Pasien dengan NYHA kelas fungsional II, III, IV dengan gejala
 Insufiensi mitral akut yang simtomatik
 Pasien dengan disfungsi LV yang berat (30%)
 Pasien dengan MVP (mitral valve prolaps)
c. Trikuspid
 Anuloplasti pada insufisiesi katup trikuspid yang berat disertai dengan hipertensi
pulmonal.
 Penggantian katup trikuspid akibat stenosis katup trikuspid yang berat dan dengan
kondisi buruk
 Penggantian katup atau anuloplasti pada insufisiensi katup berat dengan tekanan arteri
pulmonalis < 60 mmHg dan disertai gejala
3. Tumor dalam ruang jantung
Tumor dalam ruang jantdung dapat menyebabkan obstuksi katup (misal : myxoma)
4. Trauma Jantung
Trauma jantung yang berakibat tamponade atau perdarahan harus segera dioperasi
5. Transpalantasi jantung
Apabila jantung pasien sudah tidak dapat berfungsi dan tidak mungkin dapat diperbaiki
lagi, perlu diganti dengan jantung dari pasien yang meninggal karena sebab lain.

Kelas Fungsional New York Association (NYHA)


Kelas I : keluhan timbul bilabekerja sangat berat, misal berlari
Kelas II : keluhan timbul pada aktifitas cukup berat, misal berjalan cepat
Kelas III : keluhan timbul pada aktifitas yang melebihi aktifitas kebutuhan primer
Kelas IV : keluhan sudah dirasakan pada aktifitas untuk kebutuhan primer, misal : makan,
minum, sehingga pasien harus terus terbaring

Waktu untuk melakukan operasi


waktu ditentukan berdasarkan resiko yang paling minimal sesuai dengan kondisi pasien
 Umur yang aman untuk melakukan koreksi total Tetralogy of Falot adalah pada usia 4-5
tahun, tetapi di negara maju sering dilakukan pada masa bayi (bila ukuran arteri
pulmonal dianggap cukup untuk dilakukan total koreksi)
 resiko juga berdasarkan klasifikasi fungsional, misal : insufisiensi aorta pada kelas
fungsional IV mempunyai resiko lebih tinggi dibandingkan kelas III
 bedah pintas koroner yang dilakukan koroner yang dilakukan secara darurat, resiko 2x
lebih tinggi dibanding elektif.

Pembagian Waktu Operasi


 Darurat
Operasi yang sifatnya sangat perlu untuk menyelamatkan jiwa pasien sesegera mungkin. Untuk
pasien dengan infark yang mengancam penyumbatan akut dalam waktu 3 jam terdapat
robekan miokard dan gagalnya PTCA misal: diseksi, komplikasi atau terjadinya infark serta
gagalnya ballon mitral valvuloplasti (BMV)
 Semi elektif
Operasi yang bisa ditunda 2-3 hari, pasien dengan bedah pintas koroner dilakukan 3x24 jam
setelah kateterisasi jantung
 Elektif
Operasi dilakukan dengan perencanaan matang atas indikasi tertentu, misal angina pectoris
yang da[at membaik dengan obat-obatan, waktunya lebih dari 3 hari.

Sayatan Operasi
1. Median Sternotomi
Posisi pasien telentang, kepala ekstensi, dada dibusungkan dengan cara meja operasi
dipatahkan pada bagian punggung atas. Batasan sayatan mulai dari sternal notch sampai
dengan Prosesus Xipoideus, berada di tengah-tengah tulang sternum. Untuk membuka
sternum, digunakan gergaji sternum (untuk pasien dewasa), dan digunakan gunting besar
lurus (untuk anak-anak < 8 kg). Hemostasis menggunakan kauter diatermi dan bonewax.
Dilanjutkan dengan prosedur operasi.
Setelah selesai prosedur utama, dinding dada akan ditutup. Sebelumnya dilakukan hemostasis
pada dinding sternum. Penutupan sternum dilakukan dengan wire (dewasa) biasanya 6 ikatan
atau PDS Loop (anak-anak). Selama penutupan perhatikan hemodinamik. Lanjutkan dengan
tutup subkutis dan kulit (sub kutikuler) menggunakan benang yang bisa diserap oleh jaringan.
Insisi ini digunakan pada pasien yang akan dilakukan tindakan penutupan ASD/VSD, CABG,
Ballock Taussig Shunt, Glenn Shunt.
2. Torakotomi Posterolateral
posisi pasien miring kanan dan diganjal dengan bantal untuk mendapatkan posisi yang
diinginkan. Insisi mulai dari garis aksila tengah ke posterior kira-kira 2 cm dibawah angulus
inferior scapula dan processus spinosus vertebra. Kulit, subkutis, otot latisimus dorsi
dipotong.
Untuk hemostasis digunakan kauter dan rongga thorax dibuka pada sela iga ke IV. Insisi ini
biasanya dipakai pada pasien dengan koartasio aorta, PDA ligasi, Glen shunt, Blallock Taussig
Shunt atau aneurisma aorta desenden.
3. Torakotomi Anterolateral
posisi pasien telentang dan bagian kiri diganjal dengan ketinggian 45 derajat. Insisi dilakukan
pada sela iga ke V. Insisi seperti ini biasanya dipakai pada pasien dengan luka tusuk jantung
dengan tamponade, perikardiotomi, arteri banding pumonal.
Keperawatan Perioperatif
 Fase Preoperasi
Fase preoperasi dimulai dari saat pasien dijadwalkan untuk operasi dan diakhiri saat pasien
diinduksi.
Dalam hal ini peran perawat adalah melakukan pengkajian dan pendidikan kesehatan pada
pasien dan keluarganya.

 Fase Intra operasi


Fase intra operasi dimulai dari saat pasien dibawa ke kamar operasi, dan berakhir saat pasien
diterima di ICU.
Dalam hal ini peran perawat adalah melakukan tindakan pengamanan dan penyelamatan saat
menerima pasien dan saat membawa serta mengatur posisi sebelum operasi, mengontrol
teknik aseptik.
 Fase Post Operasi
Fase post operasi dimulai dari saat operasi selesai dan berlanjut sampai ke ruang perawatan.
Dalam hal ini peran perawat adalah melakukan observasi secara ketat dan intensif, mengkaji
kondisi pasien, mendokumentasikan semua tindakan yang dilakukan.

Pengkajian Pasien Saat Tiba Di Kamar Operasi


 observasi tingkat kesadaran pasien
 observasi emosi pasien
 observasi aktivitas pasien
 cek obat yang digunakan
 observasi pernafasan pasien
 cek riwayat penyakit keluarga, gaya hidup
 observasi tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu paien
 observasi kulit : warna, turgor, suhu, keutuhan
Pemeriksaan diagnostik :
- elektrokardiografi : untuk mengetahui adanya aritmia
- rontgen thorax
- hasil laboratorium : darah lengkap, koagulasi, elektrolit, ureum kreatinin, HbsAg
- Echocardiografi
- kateterisasi jantungterpadu
Tindakan Perawat Kamar Operasi Saat Menerima Pasien di Kamar Operasi
- melakukan serah terima dengan perawat ruangan
- memperkenalkan diri dan anggota tim kamar operasi kepada pasien
- mengecek identitas pasien dengan memanggil namanya
- memberikan dukungan kepada pasien
- menginformasikan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan seperti ganti
baju, pemasangan infus, kanulasi arteri pemasangan lead EKG
- mendampingi pasien saat pemberian premediakasi
- menciptakan situasi yang tenang
- meyakinkan bahwa pasien tidak menggunakan gigi palsu, perhiasan, kontak lensa, dan
alat bantu dengar
- membawa pasien ke ruang operasi

Perawatan Intra Operasi


1. Airway (Jalan Nafas)
Perawatan airway/jalan nafas dalam hal ini adalah menyiapkan alat untuk memperlancar
jalan nafas pasien intra operasi, antara lain: guedel, laringoskop, ETT, suction lendir.
2. Breathing (Pernafasan)
Perawatan yang dilakukan adalah mempersiapkan alat untuk terapi oksigen, antaralain:
kanul oksigen, sungkup oksigen, bagging dan ventilator, pulse oksimetri.
3. Circulation (Sirkulasi)
Perawatan yang dilakukan adalah pemasangan EKG, kateter arteri, CVP, kateter arteri
pulmonalis, kateter urine, suhu nasofaringeal/rectal, persiapan obat-obatan : anestesia,
inotropik,kronotopik,antiaritmia,diuretik,anti hipertensi anti koagulan dan koagulan.
4. Defibrilator
Persiapan alat defibrilator (lengkap dengan paddle eksternal dan internal) untuk
mengantisipasi terjadinya ventrikel takikardia tanpa nadi (VT) atau ventrikel fibrilasi (VF)
5. Diathermi
Perawatan yang dilakukan antaralain pemasangan diatermi pad sesuai ukuran untuk
mencegah panas yang tinggi/terbakar. Penempatan pad harus tepat di bagian tubuh yang
datar yang tidak ada rambut(bila ada rambut,harus dicukur), tidak pada tulang, dan tidak
pada tempat yang mudah dilalui air. Bila merubah posisi pasien, pastikan pad masih
menempel dengan baik.
6. Posisi Pasien di Meja Operasi
Posisi pasien diatur sesuai dengan kebutuhan prosedur operasi yang akan dilakukan, seperti
mediansternotomy, anterolateral,posterolateral.
Hal – hal yang harus diperhatikan dalam mengatur posisi, antaralain posisi pasien harus
fisiologis, sistem musculoskeletal harus terlindung, lokasi operasi mudah terjangkau, mudah
dikaji oleh anastesi, pastikan adanya perlindungan pada bagian yang tertekan
(kepala,sacrum,scapula,siku dan tumit)

6. Persiapan Lain
a) TEE (Trans Esophageal Echocardiografi) untuk melihat penampilan pergerakan
jantung, fungsi katup,fungsi miokard,anantomi,adanya udara di ruang jantung,
keefektifan ventilasi
b) EEG (Elektro Encephaloram) untuk memonitor fungsi serebral dari injuri, iskemia dan
gangguan neurologic post operasi
c) ECG (Elektro Cardiogram) untuk memantau iskemia miokard
d) Nasofaringeal/Rectal temperatur untuk mengevaluasi temperatur pada saat cooling
dan rewarming, derajat proteksi miokard, perfusi perifer yang adekuat, maligna
hipertensi
e) IABP (Intra Aortic Balon Pump) untuk memperbaiki sirkulasi miokard ( meningkatkan
supply oksigen miokard dan mengurangi kebutuhan oksigen miokard. Perawatan
yang dilakukan adalah mempersiapkn arteri femoralis untuk pemasangan IABP
8. Menjaga Kesterilan Bedah
Dalam hal ini tindakan perawatan yang dilakukan antaralain : menjaga teknik aseptik
selama prosedur operasi, menjaga sterilitas pada alat yang dipakai menjelaskan kepada
anggota tim kamar operasi, mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan,
memakai gaun dan sarung tangan steril, mempersiapkan kulit( prepasasi kulit) dengan
hibiscrub, dilanjutkan dengan betadin solution 10 % dan alkohol, melakukan drapping.

FUNGSI KEPERAWATAN DI KAMAR OPERASI


1. Sirculating Nurse (sirkulator)
Tugas sirkulator adalah:
o manager kamar operasi: menjaga keamanan dan kebutuhan kesehatan pasien dan
memonitor aktivitas anggota tim kamar operasi serta mengecek kondisi kamar operasi.
o bertanggung jawab terhadap kebersihan, temperatur, kelembaban, lampu kamar operasi
o menjamin peralatan di kamar operasi berfungsi dengan baik
o memonitor teknik aseptik
o memonitor pasien selama prosedur
o membuat dokumentasi

2. Scrub Nurse
Tugas scrub nurse adalah:
o persiapan benang dan instrumen
o membantu dokter-dokter bedah selama operasi
o mengecek/menghitung kembali semua jarum, kassa, dan instrumen menjelang akhir
operasi.
o memberi label setiap spesimen.
o memahami prinsip asepsis
o mempunyai kemampuan dalam prinsip anatomi dan keperawatan jaringan
o mempunyai pengetahuan dan keterampilan untuk mengantisipasi kebutuhan opeerasi
o mempunyai kemampuan dalam mengatasi situasi emergensi di kamar operasi
o merawat luka operasi
o merawat luka drain

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL PADA INTRAOPERASI


1. takut/cemas berhubungan dengan ketidaktahuan akan tindakan operasi, sakit,
perubahan gambaran diri, dan kematian
2. gangguan pola tidur berhubungan dengan takut menghadapi operasi
3. gangguan kebersihan jalan napas berhubungan dengan slaim yang banyak
4. resiko terjadi aspirasi berhubungan dengan pemasangan endotrakeal tube
5. penurunan curah jantung berhubungan dengan depresi dari fungsi miokard,
perdarahan, atau disritmia
6. hipotermia berhubungan dengan penggunaan mesin pintas jantung paru
7. tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan atelektasis paru-paru
8. resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tindakan operasi
9. gangguan integritas kulit berhubungan dengan prosedur invasif
10. resiko terjadi luka bakar berhubungan dengan penggunaan diatermi
11. resiko kekurangan volume cairan
12. gangguan komunikasi verbal
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN PASCA BEDAH JANTUNG

Tujuan Instruksional Khusus:


Setelah mengikuti sesi ini, peserta dapat:
1. mengetahui hal-hal yang harus diketahui pada saat transfer pasien dari kamar operasi ke
ICU.
2. menyebutkan prioritas keperawatan pada waktu pasien masuk ICU.
3. mengetahui hal-hal yang harus diobservasi pada waktu pasien masuk ICU.
4. menguraikan proses keperawatan pasien di ICU.
5. menguraikan komplikasi-komplikasi yang terjadi dan intervensi yang dapat dilakukan.
6. menyebutkan hal-hal yang harus dilaporkan pada saat pasien keluar dari ICU.
7. menjelaskan pengertian perawatan pasca bedah jantung di ruang rawat.
8. menjelaskan komplikasi yang mungkin terjadi dan perawatannya.
9. menguraikan clinical pathway perawatan pasca bedah jantung di ruang rawat.

PENDAHULUAN
Perawatan pasien pasca bedah jantung pada umumnya dilakukan di unit perawatan
kritis/Intensive Care Unit (ICU) pasca operasi. Setelah operasi selesai pasien segera
dipindahkan ke ICU tanpa melalui perawatan di ruang pemulihan. Pada umumnya pasien
diantar ke ICU oleh seorang dokter anestesi, dokter bedah, dan peraawat bedah. Setibanya di
ICU diterima oleh seorang dokter ICU, perawat utama yang akan merawat pasien, dibantu
seorang perawat lain.
1. Beberapa hal yang harus diperhatikan saat memindahkan pasien dari ruang operasi ke
ICU:
2. hemodinamik pasien stabil saat akan ditransfer ke ICU.
3. semua kateter dan tube harus terfiksasi dengan baik.
4. penting untuk memasang monitor ECG dan arterial pressure. Pulse oximetry sangat
membantu untuk pemantauan saturasi oksigen dan perfusi perifer.
5. semua obat harus dipasang pada syringe pump, dimana penggunaannya (terutama
baterai untuk transfer) harus dicek sebelum digunakan.
6. perlengkapan untuk reintubasi dan manajemen untuk cardiac arrest (obat-obatan,
pacemaker, monitor portable/defibrilator) harus tersedia dan siap pakai.

A. SAAT KEDATANGAN DI ICU


1. perawat ICU harus sudah mengetahui data dasar pasien sebelum pembedahan selesai.
Data dasar meliputi nama, usia, berat badan, diagnosis, dan jenis pembedahan.
2. perawat ICU sudah harus bersiap menerima kedatangan pasien setelah ada pemberitahuan
dari petugas OK bahwa pasien segera tiba.
3. perawat harus sudah memberitahukan juga dokter jaga OCU/intensivist.
4. pasien datang dari OK di bawah tanggung jawab dokter anestesiologi dan dokter bedah
sampai serah terima selesai.
5. Serah terima pasien meliputi pemberian informasi secara verbal maupun tertulis,
identifikasi pasien sesuai cairan dan obat yang diberikan, rencana penatalaksanaan dan
terapi.
6. dokter bedah harus memberikan informasi tentang hal-hal penting menyangkut teknik
pembedahan, kesulitan yang timbul ataupun resiko dan potensi bahaya pasca operasi.
7. dokter anestesiologi harus memberikan informasi tentang manajemen ventilasi pasca
bedah (termasuk rencana ekstubasi), kesulitan intubasi (jika ada), komplikasi intra maupun
pasca bedah (aritmia, kesulitan pengakhiran bypass, dan lain-lain), obat-obat yang
diberikan beserta dosis dan pengencerannya.
8. instruksi khusus dari dokter bedah ataupun anestesiologi harus ditulis di atas chart.
9. setelah pasien stabil, dokter bedah harus memberikan penjelasan kepada keluarga pasien
dan memberi kesempatan pada mereka untuk melihat pasien.
10. prinsip dasar yang harus ditekankan adalah pasien dirawat dan dimonitor secara ketat 24
jam non stop. Perawat yang bertugas menjaga pasien tidak diperkenankan meninggalkan
area perawan pasien tersebut. Apabila ada keperluan mendesak yang mengharuskan
perawat yang bersangkutan meninggalkan area, harus dilakukan delegasi sebelumnya
kepada perawat lain.
B. PRIORITAS KEPERAWATAN PADA WAKTU PASIEN MASUK
1. tempat perawatan di ICU disiapkan, meliputi ventilator yang sesuai, syring pump, pressure
trsnducers dan monitor lain.
2. monitor diset sesuai data dasar pasien.
3. pasien < 5 kg dissediakan infant warmer. Pasien > 5kg cukup menggunakan blanket warmer
4. pada waktu pasien tiba dari OK, setidaknya 2 perawat menerima pasien. Perawat utama
yang bertugas bertanggung jawab dalam serah terima dengan dokter. perawat kedua wajib
membantu perawat utama.
5. Pada semua pasien dilakukan monitoring non-invasif (ECG dan pulse oksimetri, juga NIBP)
6. Hampir semua pasien juga dipasang monitor Invasif (ABP, CVP, dan LAP)
7. Semua monitor invasif haru dihubungkan dengan tranduser, dan gelombang serta tampilan
numerik harus muncul di layar monitor.
8. Biasakan memindahkan kabel monitor secara sistematis, dari monitor transport ke bed side
monitor. Dimulai dengan memindahkan kabel ECG. Setelah gelombang ECG muncul,
pindhkan kabel P1 (ABP). Setelah gelombang ABP muncul, lakukan kalibrasi. Pindahkan
kabel CVP, lakukan kalibrasi. Terakhir pindahkan kabel SpO2.
9. Pindahkan semua syringe pump
10. Atur semua chest drain, sambungkan ke suction.
11. Aktifkan penghangat

C. OBSERVASI PADA WAKTU PASIEN MASUK ICU


1. Perhatikan keadaan umum, warna kulit, isi denyut nadi, pengisian kapiler, suhu badan.
Suhu kulit seharusnya di monitor tiap jam. Suhu aksila diperiksa tiap 2 jam.
2. Hemodinamik: laju jantung dan ritme, ABP dan CVP. Target tekanan arteri (ABP), tekanan
vena central (CVP) dan lain-lain tidak sama untuk setiap pasien, tergantung banyak hal:
usia, jenis kelainan jantung dan jenis operasinya. Parameter – parameter dapat berubah
seiring berjalannya waktu, fungsi miokard dan status cairan. Oleh karena itu perlu ada
persetujuan dengan dokter anesthesiology maupun dokter bedah tentang parameter
optimal.
3. Ventilasi dan oksigenasi: laju napas, SpO2
4. Input: jumlah masukan cairan dan jenisnya, cairan flush, obat- obatan.
5. Output: urin, drain, NGT
6. Gula daarah: gula darah harus diperiksa sesaat setelah pasien tiba. Setelah itu diperiksa
tiap 8 jam pada anak < 10 kg atau yang belum mendapat nutrisi enteral, atau yang
mempunyai kadar gula tidak normal. Pada anak dan pasien dewasa penderita diabetes,
Dextrosix sebaiknya diperiksa tiap 4 jam.
Tata laksana selanjutnya yang spesifik adalah pengkajian terhadap sistem kardiovaskuler,
respirasi ginjal, neurologi, gastrointestinal, pemeriksaan laboratorium dan diagnostik.
Pengkajian dilakukan setiap 15 menit pada 2 jam pertama pasien di ICU, dan jika keadaan
pasien stabil dilakukan setiap jam. Data yang didapat dari hasil pengkajian dibandingkan
dengan data awal, kemudian dicatat pada lembar observasi.

Hal – hal lain yang harus diperhatikan saat pasien masuk di ICU adalah:
1. jalur Intravascular:
 alur arteri dan vena harus difiksasi dengan baik. Demikian pula kateter vena sentral.
 Setiap jalur harus diberi label untuk membedakan
 Semua jalur harus diperiksa secara berkala patensinya. Harus ada cairan yang mengalir
untuk mempertahankan potensi semua jalur
 Apabila mungkin, hindari memberikan infuse inotrop dan vasodilator dalam jalur yang
sama.
2. Drain:
 WSD dihubungkan dengan low continuos suction (3-4kPa)
 Banyaknya drain beserta lokasinya harus diketahui dengan pasti dan ditulis dalam
chart.
 Apabila dada tidak ditutup, atau ada dua selang drain dari satu lubang insisi, jangan
hubungkan dengan suction.
 Bila terpasang PD catheter,jangan diklem, biarkan mengalir ke dalam drainage bag
(urine bag).
3. NGT
NGT harus diaspirasi dan diulangi setiap 4 jam. Cairan yang diaspirasi dihitung jumlahnya
dan dicatat dalam chart.
NGT dibiarkan terbuka dan mengalir bebas ke dalam plastic penampung.
4. Urin
Urin yang tertampung dalam urin bag adalah urin selama periode post bypass hingga tiba
di ICU. Urin ini harus dicatat jumlahnya kemudian dibuang. Urin yang sekarang
tertampung dan seterusnya adalah produksi selama perawatan di ICU. Keluaran urin
harus dicatat setiap jam. Bila kateter sudah dicabut dan pasien memakai pampers, berat
pampers harus ditimbang setiap 3 jam.
5. EKG
Perawat ICU harus membuat rekaman EKG 12 leads sesegera mungkin. Apabila ada
abnormalitas harus segera dilaporkan kepada dokter yang bertugas.
6. Pemeriksaan laboratorium
a. ACT (Activated Clotting Time)
 ACT berguna untuk menilai reversal dari efek heparin. ACT sebaiknya diperiksa
10 menit setelah pasien tiba. Nilai ini digunakan sebagai acuan untuk nilai ACT
berikutnya.
 Selisih nilai ACT awal dengan pemeriksaan selanjutnya harus minimal (±10 detik).
 Nilai absolute ACT harus < 160 detik. Jika memanjang, pertimbangkan pemberian
protamin 1 mg/IV.
b. Analisa gas darah, elektrolit (Na, K+, Ca++) dan hematokrit
 Harus diperiksa sesegera mungkin setelah pasien tiba di ICU dan tidak lebih dari
30 meit.
 PCO2 pasien harus normal (35-45 mmHg), kecuali pada keadaan tertentu. Pada
pasien dengan hipertensi pulmonal, pasien akan dibuat sedikit hiperventilasi
(pCO2 30-35 mmHg). Pada pasien tertentu justru dibuat hiperkarbia (pCO2 45-50
mmHg) untuk menghindari aliran darah pulmonal yang terlalu banyak.
 Untuk repair biventriikular, oksigenasi yang tinggi (pCO2 100-150 mmHg) lebih
diutamakan pada awal periode pasca bedah.
 Jika ada residu R to L shunt, desaturasi arterial yang menetap adalah biasa. Harus
diperhatikan target nilai SpO2 yang disepakati dokter bedah dan anestesiologi.
 Hiperkalemia, hipokalemia, dan hipokalsemia pada periode awal pasca bedah
dapat berbahaya, sehingga tidak boleh diabaikan.
7. X ray Toraks (CXR)
a. Bedah thorak harus diambil sesegere mungkin dan harus segera dievakuasi hasilnya
oleh dokter bedah dan anestisiologi .
hal-hal yang perlu dilihat dari hasil X ray antara lain adalah :
 Posisi ETT
 Posisi jalur-jalur intrakardiak (CVP, LAP, dll)
 Posisi NGT
 Posisi semua selang drain
 Gambaran abnormal di lapangan paru dan kontur jantung
 Adanya pneumotoraks
 Adanya hematotoraks atau efusi pleura
 Adanya edema paru atau etelaktasis

b. Bedah jantung tertutup


 Pasien biasanya hanya perlu sati foto Xray pasca bedah, kecuali ada indikasi lain.X
ray dapat diambil dalam 4 jam pertama pasca bedah
 Pasien yang tidak mempunyai selang drain harus segera diambil X ray toraks
untuk menyingkirkan pneumotoraks.
D. PENGKAJIAN
1. Kardiovaskuler
Pengkajian pada system cardiovaskuler diawali dengan melakukan pengkajian terhadap
parameter hemodinamik. Pengkajian ini meliputi pemeriksaan :
 Tekanan darah arteri
 Frekuensi nadi
 Tekana arteri pulmonal
 Tekanan kapiler arteri pulmonal
 Tekanan vena sentral
 Suhu tubuh sentral (dan perifer terutama pada anak dan bayi)
 Warna kulit terutama pada bagian perifer
2. Respirasi
Pengkajian terhadap status respiratori bertujuan untuk mengetahui secara dini tanda dan
gejala tidak kuatnya ventilasi dan oksigenasi.
Pengkajian terhadap parameter ventilasi mekanik yang digunakan oleh pasien meliputi :
 Persentase fraksi oksigen
 Volume tidal
 Frekuensi pernafasan
 Modus yang digunakan
Memastikan posisi ETT yang tepat dengan cara auskultasi suara paru kanan dan kiri, serta
inspeksi dan palpasi pengembangan dada. Frekuensi nafas dan pola nafas dipobservasi
untuk mengetahui seberapa jauh pasien membutuhkan bantuan ventilasi mekanik.
Pemeriksaan analisa gas darah dan elektrolit bertujuan untuk mendeteksi tanda
hipoksemia, pirau dan keseimbangan asam basa. Pemeriksaan dilakukan setelah 30 menit
pasien dalam ventilator di ICU, selanjutnya sesuai dengan kondisi pasien.
3. Ginjal
Pengkajian pada system ginjal terutama ditujukan pada status keseimbangan cairan, yang
meliputi :
 Jenis dan jumlah cairan yang diberikan diruang operasi
 Jenis cairan yang sekarang terpasang pada pasien
 Jumlah cairan atau obat-obatan yang tersisa pada botol infuse atau syring pump
 Jumlah cairan masuk dan keluar
 Pemantauan terhadap jumlah cairan yang masuk mencangkup :
 Cairan pemeliharaan (maintenance)
 Cairan dalam obat-obatan
 Cairan flush
 Pemberian cairan untuk meningkatkan tekanan pengisian jantung seperti cairan
colloid atau kristaloid dan tranfusi darah.
 Pemantauan terhadap cairan yang keluar meliputi :
 Produksi urin
 Produksi drainage
 IWL
4. Neurologi
Pengkajian pada status neurologi meliputi kesadaran, ukuran pupil, pergerakan seluruh
ekstremitas, dan kemampuan menanggapi respon verbal maupun non verbal.
5. Gastrointestinal
Pengkajian pada status gastrointestinal meliputi auskultasi bising usus, palpasi abdomen
(datar, lembut, dan distensi) serta rasa sakit pada saat palpasi.

E. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Pada umumnya diagnosis keperawatan pada pasien pasca bedah jantung adalah sebagai
berikut:
1. Resiko terjadi komplikasi pada system kardiovaskular berhubungan dengan gangguan
hemodinamik
2. Resiko terjadi komplikasi system respirasi berhubungan dengan efek obat-obat
anestesi,nyeri pasca operasi, dan keterbatasan gerak
3. Resiko terjadi komplikasi pada ginjal berhubungan dengan gangguan hemodinamik,
keseimbangan cairan, dan efek fissiologis mesin pintas jantung paru.
4. Ansietas berhubungan dengan nyeri, kesulitan berkomunikasi, putus asa, lingkungan
dan perawatan yang terdapat di ICU
5. Resiko terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
respon stress akibat trauma pembedahan, efek fisiologi mesin pintas jantung paru, dan
perpindahan cairan ekstravaskuler.
6. Gangguan kesadaran berhubungan dengan factor sikologis atau factor lingkungan di ICU

F. RENCANA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN


1. Resiko terjadinya komplikasi system kardiovaskuler
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah penurunan curah jantung, sindroma pasca
pericardiotomi, temponade jantung infark miokard akut, disritmia, perdarahan,
hipotensi, hipertensi, dan syok cardiogenok.
a. Penurunan curah jantung
Menurunnya curah jantung dapat disebabkan oleh tidak adekuatnya beban awal dan
kontraktilitas miokard ventrikel kiri.
1) Criteria yang diharapkan untuk mendapatkan curah jantung yang adekuat adalah:
a) Tekanan arteri rata-rata (MAP) minimal 80 mmHg atau teksknsn sistolik 100
mmHg dan tekanan nadi normal.
b) Produksi urine > 1 ml/kgBB/jam
c) Ekstremitas hangat dan kering, serta tidak terdapat vasokontriksi pembuluh
darah perifer yang hebat
d) Tekanan pengisian jantung : tekanan vena sentral atau tekanan atrium kiri
normal
e) Nadi teraba kuat
f) Tidak terdapat gangguan kesadaran
2) Intervensi keperawatan kolaborasi pada pasien dengan curah jantung rendah yang
diakibatkan oleh gangguan kontraktilitas miokard adalah:
a) Cari dan atasi penyebab non cardiac pada curah jantung rendah seperrti
respiratori, keseimbangan asam basa dan elektrolit
b) Atasi iskemia atau spasme koroner
c) Optimalisasi pre load
d) Optimalisasi nadi 90-100 beats/ min dengan pacing
e) Control aritmia
f) Berikan inotrop jika cardiac index < 2,0 I/min/m2
- Dopamine (jika SVR rendah) atau dobutamine (jika SVR tinggi)
- Epinephrine jika tidak ada aritmia atau takikardi
- Amrinone
g) Perhitungkan SVR dan berikan vasodilator jika SVR > 1500
- Nitroprusside jika tekanan darah tinggiakibat SVR yang tinggi
- Nitroglycerin jika filling pressure tinggi atau adanya iskemik atau spasme
koroner
h) Jika SVR rendah:
- Berikan norepineprine jika marginal cardiac output
- Berikan phenylephrine jika cardiac output sangat rendah
- Berikan tranfusi darah jika hematokrit < 26 %
- Intra aortic ballon pump (IABP) dapat digunakan apabila obat-obatan tidak
berhasil mengatasi masalah curah jantung rendah.
3) Intervensi keperawatan mandiri pada curah jantung rendah yaitu:
a) Mengkaji tanda dan gejala curah jantung rendah
b) Mengkaji respon terapi yang dijalankan dengan cara memantau hemodinamik
seperti tekanan darah arteri, frekuensi nadi, CVP, dan Pulmonal Capillary
Wedge Pressure (PCWP)
c) Memantau cairan yang masuk dan keluar
d) Memeriksa sirkulasi ke perifer dengan cara melakukan palpasi pada suhu
ekstremitas, warna kulit, dan pulsasi perifer
e) Melakukan pengukuran curah jantung.
b. Sindroma Pasca Perikardiotomi
Sindroma pasca perikardiotomi dapat terjadi dalam beberapa jam atau beberapa
minggu pasca operasi. Tanda dan gejalanya adalah nyeri dada, frictio rub, atrial
fibrilasi. Tanda lain adalah pasien mengalami demam selama 3-5 hari pasca operasi.
Intervensi keperawatan yang dijalankan adalah kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian terapi anti inflamasi seperti aspirin atau kadang-kadang kortikosteroid.
Intervensi keperawatan mandiri mendeteksi secara dini gejala sindrom ini, dan apabila
terjadi perawat bertanggung jawab untuk memantau tanda dan gejala komplikasi yang
terjadi seperti tamponade jantung.
c. Tamponade Jantung
Tamponade jantung merupakan resiko komplikasi yang sering terjadi pada pasca
bedah jantung. Penyebabnya adalah penumpukan darah disekitar rongga jantung.
Penumpukan darah ini menyebabkan jantung tertekan, sehingga pengisian ventrikel
terganggu dan selanjutnya terjadi curah jantung rendah. Gejalnya: akral yang dingin,
oliguri, hipotensi, JVP yang meningkat, CVP dan tekanan “wedge” yang meningkat,
takikardi kadang-kadang ditemukan pulsus paradoksus. Seringkali pasien diberikan
inotropik, tapi diperlukan dosis yang meningkat terus, dapat terjadi “cardiac arrest”
tiba-tiba.
Intervensi yang harus segara dilaksanakan oleh perawat adalah pemeriksaan foto
thorax, mempersiapkan darah, dan segera menguhubungi dokter bedah agar cairan
yang menumpuk dalam rongga segera dikeluarkan.
d. Infark Miokard
Infark miokard dapat terjadi pada saat persiapan pembedahan, selama pembedahan
atau pasca bedah. Perawat harus selalu memeriksa hasil rekaman EKG pasca bedah
untuk mendeteksi kemungkinan aritmia atau miokard infark.
Infark miokard selama operasi sangat sulit di diagnosa karena peningkatan enzim
jantung dapat juga disebabkan oleh cedera pada jantung adan otot skelet pada saat
pembedahan. Maka pemeriksaan CK-MB harus disertai EKG lengkap. Pemeriksaan
enzim jantung dilaksanakan selama dua hari pasca bedah. Pemantauan terhadap
gambaran irama jantung pada monitor dilakukan setiap jam.
e. Aritmia
Terdapat banyak factor penyebab aritmia pasca bedah, diantaranya kondisi penyakit
jantung yang berat, trauma akibat manipulasi pada system konduksi, efek mesin pintas
jantung paru, hipotermi, gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
Pembedahan pada katup aorta dan mitral mempunyai resiko yang paling beasar untuk
terjadinya aritmia, karena katup itu paling dekat dengan system konduksi (bundle his).
Aritmia yang terjadi adalah atrial fibrilasi dan blok nodus AV. Operasi pintas pembuluh
darah arteri koroner dapat menimbulkan aritmia supraventrikel.
Intervensi keperawatan pada gangguan irama jantung prinsipnya mengacu pada dua
factor penting, yaitu mencari factor penyebab dan mengkaji akibat aritmia terhadap
pasien. Terapi aritmia dikolaborasikan dengan dokter.
f. Perdarahan
Perawat harus menetahui factor penyebab terjadinya perdarahan, diantaranya
hemostasis yang tidak adekuat, tidak adekuatnya penangkal heparin pasca bedah,
gangguan factor pembekuan darah.
1) Medical
Perdarahan terjadi karena gangguan factor pembekuan darah, akibatrusak atau
pecahnya trombosit. Biasanya darah encertanpa bekuan, sebaiknya ahli bedah
diberitahu, kemudian ACT diperiksa secara rutin. Apabila masih tinggi, mungkin efek
heparin masih ada, apalagi bila dipakai darah sisa dari mesin jantung paru untuk
tranfusi. Dapat diberikan protamin 25 mg dan FFP atau trombosit.
2) Surgical
Perdarahan terjadi karena factor bedah, misalnya dari jahitan yang bocor atau dari
dinding dada akibat tusukan kawat sternum. Biasanya diambil pedoman lebih dari
200cc/jam dalam 3 jam berturut-turut, atau lebih dari 3 ml/kgBB/jam. Wrnanya lebih
merah dan dengan bekuan. Kadang-kadang terjadi gangguan hemodinamik atau
hipotensi walaupun telah dikoreksi dengan tranfusi. Tindakan yang harus diambil
adalah retorakotomi untuk menghentikan perdarahan. Bila perdarahan terjadi dari
dinding dada, dengan kauter seringkali dapat dihentikan. Akan tetapi bila dari jahitan
atau lobang pada jantung, maka diperlukan jahitan pledge untuk menghentikan
perdarahan tersebut.
Peran perawat yang terpenting adalah mendeteksi factor penyebab dan mencegah
terjadinya perdarahan dengan melakukan intervensi keperawatan seperti:
- Memantau tanda dan gejala perdarahan, takikardi, penurunan tekanan darah,
bertambahnya drainase sebanyak 200 ml/jam, penurunan sirkulasi jaringan, dan
nilai hematokrit serta hemoglobin yang rendah.
- Memantau system drainase: sambungan-sambungan pada system drainase dan
tekanan pengisap.
- Pemeriksaan factor pembekuan darah : activated clotting time (ACT), PT, APTT<
fibrinogen dan trombosit.
- Memantau hemodinamik
- Kolaborasi denghan dokter untuk mengatasi perdarahan sesuai dengan factor
penyebabnya, seperti pemberian cairan pengganti plasma atau darah, obat-obat
untuk mengatasi gangguan pembekuan darah, atau kolaborasi dengan tim bedah
untuk pembedahan ulang jika perdarahan disebabkan oleh prosedur pembedahan.
Manajemen perdarahan hebat pasca bedah (>3 ml/kgBB/jam) :
- Ganti kehilangan darah. Hati-hati menggunakan pump blood, karena Ht yang rendah
dan mengandung heparin.
- Yakinkan drain berfungsi dengan baik
- Beritahu dokter bedah dan anestesiologi adanya perdarahan yang hebat
- Periksa ACT. Perdarahan dengan nilai basal (prabedah) harus kurang dari 10 detik, atau
nilai absolutnya < 160 detik. Jika nilainya memenjang berikan protamin 1 mg/kg IV.
- Ambil darah pasien untuk pemeriksaan koagulasi dan permintaan trombosit, FFP dan
darah
- Jika ACT tidak memenjang dan tetap berdarah berikan trombosit 5-10 lm/kg dalam 15-
30 menit.
- Jika ada perdarahan mikrovaskuler ( mukosa, lokasi kateter, ptekie, hematom) berikan
trombosit dan pertimbangkan FFP.
- Jika perdarahan tetap berlangsung dan ada koagulopati berikan FFP 5-10 ml/kg selama
5-10 menit dan vitamin K 0,3 mg/kg (max 10 mg) IV
- Jika tranfusi > 1 x volume darah pasien ( tranfusi massif ), berikan FFP 10-20 ml/kg
- Jika perdarahan tampak terus berlangsung dan massif, segera hubungi dokter bedah
dan anastesiologi.
- Jika drain tiba-tiba tidak produktif, hati-hati tamponade jantung.
g. Hipotensi dan Hipertensi
Penyebab utama hipotensi adalah:
- Penurunan curah jantung baik akibat gagal jantung, aritmia ataupun tamponade
jantung.
- Hipovolemia yang disebabkan oleh perdarahan atau beban awal yang tidak adekuat
- Hipoksia.
Intervensi yang dilakukan perawat maupun dokter adalah mengatasi penyebab,
dengan tujuan untuk mengembalikan tekanan darah pada kondisi yang dapat memenuhi
sirkulasi ke organ-organ vital
Hipertensi yang terjadi pasca bedah dapat menyebabkan komplikasi lain seperti
temponade jantung, perdarahan, aritmia, dan infark miokard. Factor penyebab hipertensi
tidak diketahui secara jelas. Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan obat-obat untuk
menurunkan tekanan darah. Perawat memantau hemodinamik, tanda dan gejala
hipertensi dan obat-obat penurun hipertensi
h. Syok Kardiogenik
Hemodinamik yang tidak stabil tidak hanya menyebabkan hipotensi, tetapi juga dapat
menyebabkan syok kardiogenik. Penyebab syok kardiogenik lebih komplek daripada
terapinya. Peran perawat adalah mendeteksi tanda dan gejala syok kardiogenik,
diantaranya kulit lembab dan dingin, vasokontriksi, hipotensi, oliguria, kesadaran
menurun, takipneu, takikardi, dan nadi lemah.
2. Resiko terjadinya komplikasi system respirasi
Setiap pasien pasca bedah operasi jantung mempunyai resiko untuk terjadi gangguan pada
system respirasi.
a. Diagnosa keperawatan pada system respirasi adalah:
 Jalan nafas tidak efektif
 Gangguan pola nafas
 Gangguan pertukaran gas
 Resiko terjadi pneumotoraks dan hemotoraks
b. Factor penyebab dari masalah tersebut diatas adalah:
 Depresi system saraf pusat akibat pemakaian obat-obatan anastesi dan narkotik
 Perubahan hemodinamik yang tiba-tiba sehingga curah jantung rendah atau gagal
jantung
 Efek mesin pintas jantung paru seperti hemodilusi dan rusaknya sel darah merah.
Hemodilusi menyebabkan kapasitas oksigen yang dibawa untuk sel berkurang
 Kerusakan surfaktan yang disebabkan hipotermia, penggunaan oksigen dengan
konsentrasi tinggi (100%) dalam waktu yang lama, humidifikasi yang tidak adekuat, dan
pemberian volume tidal yang terlalu tinggi atau rendah. Rusaknya surfaktan
menimbulkan kolap alveolar
 Kelalaian perawatan system drainage
 Pemberian volume tidal dan tekanan positif pada ventilator yang terlalu tinggi
 Posisi alat-alat pantau tekanan tidak tepat, seperti pemasangan CVP masuk ke intra
pleura
c. Intervensi keperawatan yang dilaksanakan meliputi :
 Melakukan auskultasi suara nafas pada kedua paru. Jika pada paru kiri tidak terdengar
suara nafas, maka kemungkinan disebabkan letak ETT terlalu dalam, sehingga udara
hanya masuk ke paru kanan. Lakukan pula auskultasi pada bagian bawah paru
 Mengkaji perkembangan dada untuk mengetahui bahwa volume tidal yang diberikan
cukup adekuat
 Memeriksa posisi ETT, jika terlalu dalam akan menyebabkan batuk dan pasien melawan
ventilator
 Memantau perubahan pada pengaturan ventilator. Peningkatan tekanan jalan nafsa
secara bertahap merupakan indikasi penurunan daya regang paru, oleh karenanya, data
dasar parameter pengaturan ventilator harus dikaji dan dicatat
 Melakukanpenghisapan lendir setiap 1-4 jam, atau sesuai dengan kondisi pasien.
Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan batuk, perkusi, dan vibrasi
 Mengkaji status oksigenasi dengan cara memantau saturasi oksigen dan pemeriksaan
analisa gas darah
 Kolaborasi dengan dokter untuk melakukan ekstubasi pada pasien yang sudah stabil
 Setelah ekstubasi pasien diberikan oksigen dengan sungkup sederhana 6 liter/ menit,
pemantauan saturasi oksigen dan pemeriksaan analisa gas darah pasca ekstubasi
 Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan analgetik agar pasien dapat melakukan
latihan batuk dan nafas dalam
3. Resiko terjadi komplikasi pada ginjal
Pengkajian terhadap gangguan yang terjadi pada ginjal pasca operasi jantung harus diawali
dengan melakukan pengkajian keadaan ginjal pra bedah. Keadaan ginjal sebelum operasi
akan berdampak pada keadaan pasca operasi jantung. Factor lain yang dapat menyebabkan
komplikasi pada ginjal adalah mesin pintas jantung paru.
Pemakaian mesin pintas jantung paru saat pembedahan dapat memberikan dampak
rusaknya sel darah merah, tekanan darah berubah-ubah dengan cepat, episode hipotensi,
dan curah jantung rendah. Keadaan tersebut menyebabkan gangguan perfusi ke ginjal pasca
operasi.
Tanggung jawab perawat adalah memantau hemodinamik, produksi urin, keseimbangan
cairan dan elektrolit, serta pemeriksaan osmolalitas urin.
4. Resiko terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Pasca bedah jantung terdapat tiga masalah besar yang menyebabkan gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit, yaitu :
 Stres akibat trauma pembedahan
 Efek fisiologis mesin pintas jantung paru
 Perpindahan cairan antar kompartemen tubuh
Ketiga factor tersebut pada akhirnya akan menyebabkan curah jantung rendah, hipovolemia,
perdarahan, dan gangguan keseimbangan elektrolit seperti hipokalemia.
5. Ansietas
Ansietas dan nyeri merupakan satu siklus yang tidak dapat dipisahkan. Beberapa factor yang
menyebabkan ansietas dan rasa sakit pada luka operasi, khawatir jahitan dan alat-alat yang
terpasang lepas.
Intervensi yang sebaiknya dilaksanakan oleh perawat dalammenghadapi pasien ansietas dan
kesakitan yaitu:
 Berada di dekat pasien dan membantu pasien untuk mengungkapkan keluhannya
 Memberikan penjelasan mengenai kondisi perbaikan yang dialami oleh pasien sehingga
membantu mengurangi perasaan gelisah
6. Resiko terjadi gangguan kesadaran
Gangguan kesadaran pada pasien pasca bedah jantung dapat terjadi karena factor patologis,
psikologis, dan lingkungan. Factor penyebab patologis yaitu menurunnya fungsi neurologis
yang disebabkan adanya mikro emboli udara atau bekuan darah akibat pemakaian mesin
pintas jantung paru
a. Intervensi keperawatan untuk gangguan kesadaran meliputi :
- Pemantauan status neurologi setiap jam
- Menciptakan suasana yang nyaman dan aman di lingkungan ICU
- Menghindari pelaksanaan prosedur keperawatan pada waktu pasien tidur
- Membatasi kunjungan
- Melibatkan keluarga untuk menceritakan tentang keadaan di luar rumah sakit atau
membacakan surat kabar pada pasien
- Segera memindahkan pasien dari ICU ke unit perawatan intermediate bila kondisi
pasien stabil dan sudah tidak membutuhkan perawatan yang intensif.

G. EVALUASI
- Tidak terjadi komplikasi pada system kardiovaskular, system pernapasan, system
perkemihan, system saraf
- Kesadaran pasien penuh (compos mentis)
- Hemodinamik dalam batas normal
- Oksigenasi optimal
- Aktivitas klien terpenuhi sesuai dengan tingkat kemampuan klien
- Ansietas berkurang atau tidak ada ansietas

H. RENCANA PASIEN PINDAH


Setelah pasien dirawat 2-3 hari di ICU dan kondisinya stabil, maka segera dipindahkan ke
ruang intermediate. Persiapan meliputi penjelasan kepada pasien dan keluarganya
mengenai kondisi pasien. Penjelasan meliputi aktivitas yang harus dilakukan sendiri oleh
pasien dan memberikan gambaran bahwa di ruang rawat yang baru perawatannya tidak
sama seperti di ICU, karenakondisi pasien sudah lebih baik.

Laporan keperawatan yang dibawa ke ruang rawat yang baru mencakup :


- Data pasien
- Diagnosis dan tindakan khusus yang dilakukan
- Resume selama dirawat
- Keadaan pasien saat ini
- Instruksi terakhir
- Pemberian O2
- Kebutuhan cairan selama 24 jam baik oral maupun parenteral
- Diet pasien
- Obat-obat yang masih dibutuhkan oleh pasien
- Fisioterapi yang dijalani
- Tahap mobilisasi pasien
- Keadaan luka operasi
- Alat-alat yang masih terpasang pada pasien
- Barang-barang yang diserahkan
- Perjanjian yang sudah dibuat
- Aspek legal perawat yang memindahkan dan perawat yang menerima

I. PASCA BEDAH JANTUNG DI RUANG RAWAT


1. Alur pasien bedah jantung:
Pasien dilakukan persiapan operasi di ruang rawat kemudian setelah persiapan selesai
dibawake ruang OK untuk dilakukan cardiotomi. Setelah operasi selesai pasien dibawa ke
ruang ICU untuk diobservasi secara intensif. Setelah stabil pasien dipindahkan kembali ke
ruang rawat.
2. Kriteia pasien pasca bedah jantung di ruang perawatan
- Telah diekstubasi di ICU (biasanya dalam 12 jam pertama setelah operasi)
- Umumnya hari pertama pasca operasi bila keadaan umum pasien sudah stabil di ICU
- Tidak lagi memerlukan pemantauan invasive
- Telah diberhentikan semua dukungan inotropik (biasanya pada pagi hari post operasi)
- Pemantauan keadaan umum tetap diperlukan untuk mencegah komplikasi yang
terjadi
3. Kompilkasi yang mungkin terjadi di ruang rawat
a. Komplikasi system kardiovaskular
 Resiko terjadi penurunan curah jantung
 Resiko terjadi sindrom pasca pericardiotomi
 Resiko terjadi tamponade jantung
 Resiko terjadi infark miokard
 Resiko terjadi aritmia
 Resiko terjadi perdarahan
 Resiko terjadi hipotensi dan hipertensi
 Resiko terjadi syok kardiogenik
b. Komplikasi system system respirasi dan ginjal
c. Gangguan keseimbangan asam basa
d. Ansietas
e. Resiko terjadi gangguan kesadaran
4. Perawatan secara umum di ruang rawat setelah pasien ditransfer dari ICU:
- Observasi keadaan umum pasien dan TTV
- Kondisi luka operasi dan jadwal ganti balutan
- Obat-obatan pasien
- Aktivitas baik yang boleh ataupun yang tidak boleh dilakukan pasien
- Nutrisi pasien
- Alat-alat yang terpasang pasca operasi
- Masalah yang terjadi selama proses pembedahan dan selama di ICU
5. Clinical Pathway
a. POD 1
- Transfer ke ruang rawat dengan terpasang EKG dan pulse oksimetri sampai 48 jam
- Pasien boleh mobilisasi duduk di kursi dan boleh berjalan sekitar tempat tidur
- Diet pasien ditingkatkan
- Cabut kateter urin
b. POD 2-3
- Stop antibiotic kecuali bila ada tanda-tanda infeksi
- Tingkatkan diet sampai sesuai dengan target
- Tingkatkan aktivitas
- Lanjutkan dieresis sampai dengan berat badan sebelum operasi tercapai (bila
pasien mengalami edema)
- Rencana perawatan rumah dan rehabilitasi
c. POD 3-4
- Pertimbangkan penggunaan heparin untuk pasien yang ganti katup
- Untuk pediatric ganti balutan, aspirasi, evaluasi, echo, aff pigtail (bila ada pigtail)
- Cabut pacing wire (bila terpasang pacing wire)
- Periksa lab sebelum pasien ditentukan untuk pulang (Hb, Ht, leukosit, trombosit,
elektrolit, ureum, kreatinin, foto thoraks dan EKG)
- Ajari perawatan di rumah
d. POD 4-5
- Angkat jahitan, tinggalkan jahitan jika diperkirakan akan ada masalah
penyembuhan luka
- Pasien dipulangkan

J. KEBUTUHAN CAIRAN PASIEN PASCA BEDAH


1. Pediatrik (Retriksi cairan) :
- Open heart (ASD, VSD, TOF dan lain-lain): bertahap setiap hari dari 50-100%
kebutuhan cairan
- Close heart (PDA ligasi, BT shunt): dapat 100% dari kebutuhan cairan total pasien
- Univentricular repair (BCPS): dipertahankan 60%-70% dari total kebutuhan cairan
sampai dengan 3 bulan
2. Adult
- Kebutuhan cairan berkisar 1200-1600 cc/24 jam sampai pulang ke rumah

Anda mungkin juga menyukai