Anda di halaman 1dari 12

Laporan Pelatihan

Keperawatan Intensive Care Unit (ICU) Dasar


Tanggal, 24-28 Februari 2020

Di susun oleh:
Rio Agus Efendi, S.Kep.,Ns
NIK. 199108152015115101
Rumah Sakit Universitas Airlangga
2020
Materi yang diberikan selama pelatihan meliputi:

1. Standar pelayanan ICU dan standar keperawatan ICU


a. ICU merupakan sebuah unit yang terpisah, memiliki staf khusus ditujukan untuk
observasi dan memberikan terapi pada pasien – pasien yang menderita penyakit,
cedera atau penyulit yang mengancam jiwa dengan prognosis yang diharapkan
reversibel.
b. Klasifikasi pelayanan ICU terbagi menjadi 3 yaitu ICU Primer, Sekunder, dan
Tersier. Yang membedakan pelayanan pada ICU primer dan sekunder adalah adanya
prosedur isolasi, arterial dan hemodialisa, ICU primer biasanya berada pada RS tipe
C, sedangkan sekunder RS tipe B, kalau icu terseier pada RS tipe A yang memiliki
CRRT, swan ganz, ECHO, ICP.
c. Kriteria pasien masuk ICU ada 3 prioritas dan 1 pengecualian yaitu, prioritas 1
adalah pasien dengan kondisi kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi intensive
seperti dukungan ventilator, obat – obatan vasoaktif kontinyu (misal sepsis syok, post
bedah jantung), prioritas 2 adalah pelayanan pemantauan canggih dari ICU (misal
pasien jantung, paru, CKD, post bedah mayor, mengingat kondisi yang belum stabil).
Prioritas 3 adalah pasien dengan kondisi kritis dan tidak stabil dengan didasari
penyakit akut sebelumnya (misal pasien metastasis, penyakit jantung atau paru
terminal), sedangkan pengecualiannya adalah kondisi pasien yang sebenarnya tidak
membutuhkan ICU tetapi masuk dengan pertimbangan luar biasa atas persetujuan
kepala ICU.
d. Kriteria keluar ICU, pasien membaik dan cukup stabil, tidak memerlukan
pemantauan intensif, pasien atau keluarga menolak perawatan, pasien hanya
memerlukan pemantauan intensif saja sedangkan ada pasien yang lebih
membutuhkan.
e. Desain ICU: ruang ICU dibagi dalam beberapa area:
1) Area pasien: unit terbuka (12 – 16 m2 / bed, 1 tempat cuci tangan tiap 2 bed), unit
tertutup (16 – 20 m2 / bed, 1 tempat cuci tangan tiap bed), jarak antar bed 2 meter.
2) Area kerja
3) Lingkungan
4) Ruang Isolasi
5) Ruang penyimpanan alat
6) Ruang tempat pembuangan alat atau bahan kotor
7) Ruang perawat
8) Ruang staf dokter
9) Ruang tunggu keluarga pasien
10) Laboratorium.
f. Pencatatan dan Pelaporan meliputi: periksaan tanda tanda vital, pemeriksaan fisik,
balance cairan setiap 3-5 jam, evaluasi vena sentral dengan fluid chalenge test,
pemeriksaan lab (BGA, GDA, elektrolit, dll)
g. Pengendalian mutu dan pengawasan pelayanan ICU meliputi:
1) Self Assessment: memantau parameter mutu pelayanan setiap hari yang dilakukan
setiap staf ICU. Hasilnya dilanjutkan kepada tim pengendali mutu.
2) Independent Audit: pelayanan sesuai priorotas dan dilaksanakan oleh tim
pengendali mutu.

2. Aspek Etik dan Legal Keperawatan Intensif


a. Kode Etik merupakan persyaratan profesi yang memberikan penentuan dalam
mempertahankan dan meningkatkan standar profesi.
b. Maksud dan tujuan: sebagai aturan dasar terhadap hubungan angtar perawat, pasien,
& tenaga medis lain, sebagai standar dasar untuk mengeluarkan perawat, sebagai
dasar pengembangan kurikulum pendidikan keperawatan & mengorientasikan
lulusan keperawatan dalam memasuki praktik, membantu masyarakatdalam
memahami perilaku keperawatan profesional.
c. Prinsip Moral:
1) Autonomi: menghormati keputusan pasien untuk menentukan yang terbaik untuk
dirinya.
2) Beneficience: keharusan untuk melakukan tindakan terbaik untuk pasien.
3) Justice: tindakan medis dan keperawatan harus bersifat adil.
4) Veracity: kewajiban perawat untuk mengatakan kebenaran.
5) Non maleficience: keharusan untuk menghaindari perbuatan merugikan terhadap
pasien.
6) Fidelity: kewajiban untuk selalu setia pada kesepakatan dan tanggung jawab.
7) Confidenciality: penghargaan perawat terhadap semua informasi tentang pasien.
8) Accountability: tidak membedakan pasien berdarsarkan status sosial.
d. Tiga elemen informed consent:
1) Threshold Element: pemberi consent haruslah seseorang yang kompeten (dewasa,
usia 21 tahun atau telah pernah menikah).
2) Information Elements: terdiri dari pengungkapan & pemahaman.
3) Consent Element: kesukarelaan, kebebasan, & persetujuan.
e. Masalah legal: sesuai undang undang no 38 th 2014, kewenangan formal adalah izin
yang memberikan kewenangan kepada penerimanya untuk melakukan praktik profesi
perawat yaitu STR (surat tanda registrasi) bila bekerja di institusi.
f. Dilema etik dan legal: pulang paksa, DNR, euthanasia.

3. RJP (resusitasi jantung paru)


RJP adalah tindakan pertolongan pertama pada orang yang mengalami henti nafas karena
sebab-sebab tertentu yang bertujuan untuk mengaktifkan kembali pompa jantung yang
berhenti serta membuka kembali jalan nafas yang tertutup dan memulihkan kembali
kesadaran seseorang yang tampaknya mati sebagai akibat berhentinya fungsi jantung dan
paru.
Algoritma RJP:
a. Danger: aman diri, aman lingkungan, aman pasien.
b. Cek respon: verbal & menepuk badan korban.
c. Call for help
d. Cek nadi karotis
e. RJP: posisi setengah sternum bagian bawah, kedalaman 2-2.4 inchi (5-6 cm), satu
siklus adalah 30:2, kecepatan 100 – 120x/ menit, berikan kesempatan recoil dinding
dada.
f. Berikan bantuan nafas dengan cara mouth to mouth, mouth to mask, atau dengan
bantuan media kertas atau kassa. Tiap tiupan jeda satu detik.
g. Evaluasi dilakukan tiap 5 siklus atau 2 menit.
h. Jika ada nafas maka lakukan Look, Listen, & Feel.
i. Rescue breathing dilakukan 10-12 x/menit (tiap 6 detik).
j. Posisikan mantap

RJP dihentikan jika:

a. Kembalinya ventilasi dan sirkulasi spontan (ROSC)


b. Ada bantuan yang lebih ahli datang.
c. Penolong kelelahan.
d. DNR.
e. Tampak tanda kematian yang irreversible (rigor mortis, dekapitasi)
f. Waktu sudah 30 menit atau lebih.

4. Airway Management
a. Membuka jalan nafas dan pernafasan, dibagi menjadi 2:
1) Obstruksi total: sumbatan total pada jalan nafas yang disebabkan oleh benda
asing di pangkal laring. Pada kondisi ini dilakukan tindakan Haemlich Manouver,
Chest thrust manouver (pasien dengan obesitas), standing or sitting shest thrust
manouver, dan prone chest thrust manouver.
2) Obstruksi parsial: penyumbatan sebagian jalan nafas, misalnya disebabkan oleh
darah, sputum, gargling, lidah yang jatuh ke belakang, snoring, penyempitan
laring atau trachea.
b. Pengelolaan jalan nafas, dilakukan pada pasien penurunan kesadaran dengan cara
head tilt – chin manouver (prosedur ini kontra indikasi pada pasien dengan cedera
cervical), jaw thrust, suctioning, cross finger, & finger sweep.

5. Ventilasi Mekanik Dasar


Merupakan alat bantu mekanis untuk membantu otot – otot bernafas dalam proses
pernafasan dan membantu meningkatkan pertukaran gas. Ada dua jenis ventilator:
a. Ventilator tekanan negatif
b. Ventilator tekanan positif (ventilator yang digunakan saat ini)
Positive pressure ventilator terdiri dari empat tipe:
1) Volume: menghantarkan gas berdasarkan volume yang disetting & membiarkan
expirasi terjadi secara pasif (pada pasien dengan paru normal, penggunaan venti
kurang dari 72 jam, usia produktif atau dewasa muda)
2) Pressure: menghantarkan gas berdasar pressure yang sudah disetting &
membiarkan expirasi terjadi secara pasif (paru patologis, venti lebih dari 72 jam,
lansia, neonatus, pediatri)
3) Flow: menghantarkan gas sampai keceptan flow rate yang di setting tercapai.
4) Time: menghantar gas sampai setting time tercapai.
Ventilator memiliki tujuan:

a. Fisiologis:
1) Memperbaiki ventilasi alveolar (PCO2 & Ph)
2) Memperbaiki oksigenasi arteri (PO2, saturasi, & CaO2)
3) Meningkatkan inflasi paru akhir inspirasi
4) Meningkatkan kapasitas residu fungsional.
5) Menurunkan kerja otot – otot pernafasan (WOB)
b. Klinis:
1) Koreksi asidosis respiratorik akut
2) Koreksi hipoksemia
3) Untuk mencegah hipoksia jaringan
4) Menghilangkan respiratory distress
5) Mencegah dan mengembalikan atelektasis
6) Menghilangkan kelelahan otot bantu nafas
7) Untuk memfasilitasi akibat pemberian sedasi / relaksan.
8) Menurunkan konsumsi oksigen miokard.
9) Menurunkan tekanan intrakranial.

Indikasi ventilasi mekanik:

a. Kegagalan oksigenasi: shunt intrapulmonal, V/Q mismatch, penurunan FRC paru


(kapasitas residu).
b. Kegagalan ventilasi: gangguan drive nafas, abnormal dindinga dada, kelelahan otot
nafas.
c. Fasilitas diagnostik, pembedahan, dan prosedur terapeutik.
d. Obstruksi jalan nafas.

Komplikasi ventilasi mekanik:

a. Ganngguan hemodinamik: tekanan intrathoraks berubah saat inspirasi dan expirasi,


penggunaan PEEP dapat meningkatkan tekanan intrathoraks sehingga dapat menahan
venus return ke atrium.
b. Barotrauma dan volutrauma.
Barotrauma adalah kerusakan pada sistem pulmonal karena ruptur alveolar yang
disebabkan peningkatan tekanan pada alveoli.
Volutrauma adalah kerusakan alveolar karena tekanan tinggi yang disebabkan
kelebihan volume ventilasi pada pasien ARDS.
c. Ventilator Associated Pneumonia (VAP)
d. Keseimbangan cairan berlebihan dan hipnatremia
Hiponatremia kadang terjadi berhubungan dengan penggunaan PEEP, humidifikasi,
cairan hipotonis, & diuretik yang meningkatkan antidiuretik hormon.
e. Perdarahan gastro intestinal: disebabkan oleh adanya ulcerasi atau gastritis
berhubungan dengan ketidakstabilan hemodinamik.
f. Malfungsi ventilator.

Prinsip kerja ventilator:

a. Triger: sinyal untuk memulai ventilator memberikan nafas (awal inspirasi)


b. Limit: batas udara yang masuk.
c. Cycling: akhir proses inspirasi.
d. Basic mode: CMV A/C, SIMV (VTMB, PTMB, SB), PS, SB (PS & CPAP).
CPAP: nilai PS kurang dari PEEP
PS: nilai PS lebih dari PEEP

6. Terapi Oksigen
Terapi oksigen adalam memberikan aliran gas lebih dari 20% pada tekanan 1 atmosfer
sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam darah.
a. Proses respirasi: proses pertukaran gas yang masuk dan keluar melalui kerjasama
dengan sistem kardiovaskuler dan kondisi hematologis, oksigen diatmosver
mengandung konsentrasi 20.9% akan masuk ke alveoli melalui mekanisme ventilasi
kemudian terjadi proses pertukaran gas yang disebut difusi (perpindahan O2 dari
konsentrasi tinggi ke rendah – dari alveoli beralih ke kapiler paru).
Saturasi oksigen: 1.34 ml O2 yang terikat dg 1g Hb.
PaO2: 0.003 ml O2 terlarut dalam 100ml plasma dalam tekanan parsial O2 di arteri
(PaO2 1 mmHg)
b. Ventilasi Alveolar: ventilasi pada tingkat alveoli yang mengambil bagian dalam
proses difusi. Ventilasi alveolar berbanding lurus dengan banyaknya udara yang
keluar masuk paru, laju nafas, udara dalam jalan nafas, serta keaadaan metabolik.
Volume tidal: banyaknya udara keluar masuk paru dalam setiap kali bernafas (6-8 ml
/ kgBB).
Dead space: volume nafas yang berada di jalan nafas dan tidak ikut dalam pertukaran
gas. Nilai normal 150 – 180 ml terbagi atas 3 bagian yaitu: Anatomic dead space,
Alveolar dead space, Patophisiologic dead space.
c. Bahaya pemberian oksigen:
1) Kebakaran
2) Depresi ventilasi
3) Keracunan oksigen: pemberian oksigen konsentrasi tinggi dalam waktu yang
lama dapat merusak struktur jaringan paru seperti atelektasis dan kerusakan
surfaktan.
4) Retrorentral fibroflasi

Kenaikan 10C suhu tubuh dapat meningkatkan kebutuhan oksigen 14% dan kebutuhan
cairan 10%.

7. ECG
a. Identifikasi dan interpretasi EKG:
1) Irama: teratur / tidak
2) Hearth rate:
- SA node: 60-100 x/menit
- AV node: 40-60 x/menit. Jika > 60x / menit disebut axcelerate.
- Bundle purkinje: 20-40 x/menit. Jika > 40x / menit disebut axcelerate.
3) Gelombang P: lebar ≤ 0.12 detik, (+) di lead II, (-) di lead aVR, merupakan
proses depolarisasi atrium.
4) Interval PR: 0.12 – 0.20 detik, di ukur dari awal P s.d permulaan QRS.
5) Gelombang QRS: lebar 0.06 – 0.12 detik, merupakan proses depolarisasi
ventrikel.
6) Gelombang Q: merupakan defleksi negatif pertama pada gelombang QRS, lebar
< 0.04 detik, kedalaman < 1/3 tinggi R, jika abnormal disebut “Q patologis (di
semua lead)”
7) Segmen ST: isoelektrik di semua lead, di ukur dari akhir QRS s.d awal
gelombang T. Segmen ST > tinggi dari isoelektrik = ST elevasi (infark), jika >
rendah = ST depresi (iskemia).
8) Gelombang T: gambaran proses repolarisasi ventrikel umumnya (+) di semua
lead kecuali aVR, < 1 mV di lead dada, < 0.5 mV di lead ekstremitas., untuk
mendeteksi iskemik atau infark dan kelainan elektrolit.
9) QT interval: untuk mendeteksi iskemik atau infark, diukur dari awal Q s.d akhir
T, panjang < 0.43 detik, lebar < 0.42 detik.
10) Axis: (-) 30 s.d (+) 1100 disebut NAD (normal axis deviasi).
b. Note:
1) Q patologis, ST depresi, T infertif bermakna bila berada pada 2 sandapan atau
lebih pada lokasi yang sama.
2) ST elevasi atau depresi bila lebih dari 0.1 mV di lead ekstremitas, dan 0.2 mV di
lead pericordial.
3) J point (titik junction): awal S sampai akhir S.
4) Sandapan EKG:
- Bipolar: merekam lead I, II, III.
Lead I  tangan kanan dan tangan kiri.
Lead II  tangan kanan dan kaki kiri.
Lead III  tangan kiri dan kaki kiri.
- Sandapan unipolar:
 Ektremitas: mengukur aVR, aVL, aVF
 Pericordial: V1 – V9 dan V3R, V4R
5) Interpretasi:

Pace Gel.P PR QRS


Irama
Maker (< 0.12 s) (0.12 – 0.20 s) (0.06 – 0.12 s)
SA Node Normal Normal Normal Sinus
Tidak ada/
AV Node Tidak ada Normal Junctional
terbalik
Serabut Lebih dari
Tidak ada Tidak ada Idioventrikuler
Purkinje 0.12

8. Pemantauan Dasar Hemodinamik Pasien Dewasa


Hemodinamik merupakan pemeriksaan aspek fisik dari sirkulasi darah, termasuk fungsi
jantung, & karakteristik fisiologis vaskuler perifer.
a. Tujuan:
1) Mengevaluasi fungsi dasar kardiovaskuler
2) Memastikan adanya disfungsi kardiovaskuler
3) Petunjuk untuk tindakan khusus
4) Mengevaluasi kegunaan tindakan
5) Deteksi dini
6) Evaluasi respon terhadap pemberian terapi
7) Evaluasi keefektifan fungsi kardiovaskuler.
b. Indikasi:
1) Penurunan fungsi jantung
2) Semua pasien dengan shock cardiogenik, neurologis, anafilaksis
3) Penurunan urine output karena dehidrasi, gastrointestinal bleeding, atau
pembedahan.
c. Pemantauan Non Invasif
1) Pengukuran tekanan darah arterial: gaya yang ditimbulkan oleh volume darah
sirkulasi pada dinding arteri. Perubahan pada curah jantung atau resistensi perifer
dapat mempengaruhi TD. MAP (mean arterial pressure) merupakan bacaan
tekanan rata – rata dalam sistem arterial. Keakuratan dipengaruhi oleh:
a) Lebar manset. Jika terlalu sempit, hasil bacaan akan terlalu tinggi palsu. Jika
terlalu lebar, hasil bacaan akan rendah palsu.
b) Posisi lengan. Harus ditopang pada posisi setinggi jantung (jika posisi tidak
sesuai, maka kesalahan ± 10%)
2) Penilaian laju pernafasan
3) Penilaian denyut jantung: cepat atau lemah.
4) Penilaian perfusi cerebral
5) Penilaian fungsi kulit
6) Penilaian curah urine. Jika ginjal adekuat, maka curah urine harusnya 0.5 ml /
kgBB/ jam.
d. Pemantauan Invasif (Central Venous Pressure / CVP)
Merupakan tekanan pada vena besar thorax yang menggambarkan aliran darah ke
jantung.
1) Indikasi:
a) Memberikan cairan intravena
b) Memberikan obat – obatan, ex: vasoaktif atau osmolalitas tinggi
c) Parenteral nutrisi
d) Pemantauan hemodinamik (CVP)
e) Intervensi terapeutik, ex: HD, TTM.
f) Pengambilan sample darah
2) Note:
a) Nilai normal 2-6 mmHg atau 3-8 cmH2O
b) Jika menggunakan ventilator, maka pengukuran CVP menggunakan cara:
nilai CVP – selisih PEEP. Selisih PEEP = PEEP yang disetting – PEEP
normal.

9. Keseimbangan Cairan, Elektrolit, & Asam Basa


a. Cairan dan elektrolit berfungsi mengatur suhu tubuh, lubrikasi, proteksi organ
sensitif, alat transport, detoxifikasi.
b. Kompartemen: intrasel (40%BB), extrasel (20%BB – terdiri dari plasma 5%,
interstitial 15%, & transesuler).
c. Cairan dari vaskuler masuk ke interstitial dg adanya tekanan hidrostatik & permeable
vaskuler (transport aktiv butuh ATP)
d. Tekanan osmotik: perpindahan insterstitial ke sel (konsentrasi rendah ke tinggi).
Tidak memerlukan ATP atau pasif.
e. Difusi: perpindahan dari konsentrasi tinggi ke rendah. Tidak memerlukan ATP atau
pasif.
f. Hidrostatik: perpindahan yang memerlukan ATP.
g. Osmolaritas normal 280 – 300 os.
h. Elektrolit: kation (+), & anion (-)
i. Kalium tinggi di intrasel, & rendah di extrasel. Natrium berbanding terbalik dengan
natrium.
j. Kebutuhan air = 1-2 ml/kgBB/jam.
k. Resusitasi cairan: 500-1000 ml (15-20 menit)
l. Fluid Chalenge: 100 -200 ml (5-10 menit)
m. Meninggikan kaki 300 auto tranfusi 300 – 500 ml.
n. Kristaloid: sebagian besar air steril dengan elektrolit atau dextrose, molekul kurang
dari 8000 Dalton dengan atau tanpa glukosa. 25% bertahan di intravaskuler < 30
menit.
o. Koloid: mengandung protein, molekul > 30.000 Dalton, sintetis dan nonsintetis
(albumin – mempertahankan cairan di intravaskuler)
p. Pasien dehidrasi jika diberi cairan hipo-osmolaritas (ex: NaCl 0.45% = 150 osmol),
sel jadi edema karena dipengaruhi tekanan osmotik, sehingga terjadi hemolisis. Jika
diberi cairan hiper-osmolaritas (ex: dextrose atau koloid), sel menjadi kempet karena
cairan intrasel tertarik ke interstitial (tekanan osmotik).
q. Keseimbangan asam basa:

pH (7.35 – 7.45) pCO2 (35 – 45) HCO3 (22 – 26)


Asidosis respiratorik ↓ ↑ Normal
Asidosis metabolik ↓ Normal ↓
Alkalosis respiratorik ↑ ↓ Normal
Alkalosis metabolik ↑ Normal ↑
r. Note:
1) Kompensasi mengikuti arah yang abnormal, cari nilai yang paling extrim.

Anda mungkin juga menyukai