Rigkasan sekenario :
Lk 18 tahun, kecelakaan bermotor. TTV : HR 120x/menit, tekanan darah 90/40
mmhg, o2 89%, GCS 8, cedera kepala, patah tulang di paha kiri (pendarahan), jejas di
dada kiri.
Pemeriksaan di RS : Dokter lakuin ABC, tidak merespon, trauma wajah, saturasi 82%
Di pasang intubasi orotrhakeal, di pasang amubag, pasang servical collar, monitor ttv
90/44 mmhg, nadi 115, saturasi 96%.
Monitor 1 : ttv 105/50, suara nafas berkurang di dada kiri
Monitor 2 : ttv 110/64, nadi 97, O2 96%
Monitor 3 : pendarahan di panggul > x ray panggul (fraktur di acetabular pelvik), x
ray thoraks > memar paru, patah tulang rusuk kiri (gambaran radio opac di sinistra)
Dirujuk ke trauma center (ahli bedah saraf) > curiga ada trauma kepala.
Step 1 : -
Step 2 :
1. bagaimana inisial assesment atau penilaian awal pada pasien trauma?
2. mengapa pasien di berikan terapi cairan normal saline?
3. bagaimana interpretasi dari pemeriksaan photo polos?
4. Mengapa pada sekenario dokter memasang ventilator?
5. Bagaimaan interpretasi dari pemeriksaan saat awal pasien datang?
6. Bagaimana hasil monitoring ttv pada kelanjutannya?
7. Mengapa pasien di lakukan orotrakeal,
8. juga pemasangan servical collar?
9. Mengapa pada pasien di temukan AVPU minimal respon?
10. Mengapa pasien di berikan transfusi packed cell?
Step 7 :
1. Bagaimana inisial assesment atau penilaian awal pada pasien trauma?
Persiapan untuk pasien trauma terjadi dalam dua pengaturan klinis yang
berbeda: di lapangan dan di rumah sakit. Pertama, selama fase pra-hospital
yaitu fase yang dikoordinasikan dengan tenaga medis di rumah sakit penerima.
Kedua, selama fase rumah sakit, persiapan dilakukan untuk melakukan resusitasi
pasien trauma dengan cepat
1. Tahap Persiapan
A. Fase pre hospital
- melakukan koordinasi dan konfirmasi kepada rumah sakit tujuan sebelum
mengirimkan pasien sehingga semua tenaga medis, alat dan obat yang
diperlukan sudah siap saat pasien datang
- melakukan pemeliharaan jalan nafas, imobilisasi pasien dan transportasi ke
rumah sakit terdekat.
- melaporkan informasi untuk triase pasien di rumah sakit seperti waktu
cedera, kejadian yang berkaitan dengan cedera, dan riwayat pasien cedera.
B. Fase hospitalisasi
- Area resusitasi pasien trauma
- Peralatan management airway (misalnya, laringoskop dan pipa
endotrakeal) diatur, diuji, dan ditempatkan secara strategis agar mudah
diakses.
- Cairan kristaloid iv untuk infus
- Layanan untuk meminta bantuan medis tambahan seperti laboratorium
dan radiologi
- Agreements merujuk pasien ke trauma center yg sesuai.
2. Triage
Pemiliha pasien berdasarkan prioritas ABC, tingkat keparahan, kemampuan
bertahan hidup, dan sumber daya kesehatan yang tersedia.
3. Primary survey dan resusitasi
- Aiway manajemen dengan pengelolaan cervical spine
- Breathing dan ventilasi
- Circulation dengan kontrol pendarahan
- Dissability (asasmen dari status neurologis)
- expossure
a. Riwayat AMPLE
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester,
makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau
penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang
pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan
herbal
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi
berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi
termasuk dalam komponen ini)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi
berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi
termasuk dalam komponen ini)
e. Reevaluasi
7. Perawatan definitif
Perawatan yang diberikan untuk mengelola kondisi pasien termasuk berbagai
perawatan medis preventif, kuratif, penyembuhan, dan rehabilitasi.
Sumber: (American College Surgeon. 2018. Advanced Trauma Life Support. 10th
Edition. Chicago)
Sumber :
- Student Course Manual, Advance Trauma Life Support, Edisi 10.
American College Surgeon. 2018.
Setelah intubasi : BP 90/44 mmHg, ND 115 kali permenit dan spo2 96%
INTERPRETASI :
BP : menurun : 90/44 mmHg
Nadi : meningkat 115 kali per menit
Saturasi : 96% = normal (>95%)
COLLAR NECK
Ketika melakukan pengelolaan AIRWAY, selalu berhati-hati untuk mencegah
gerakan berlebih pada tulang servical. Pengunaan cervical collar untuk
melindungi dari mobilitas yang berlebihan untuk mencegah perkembangan
cidera. Servical dapat dilindungi dengan pemakaian cervical collar. Ketika
dibutuhkan manajemen Airway, cervical collar dapat dibuka, dan anggota tim
yg lain secara manual menyangga / imobilisasi tulang leher.
Sumber:
(American College Surgeon. 2018. Advanced Trauma Life Support. 10th Edition.
Chicago)
Intubasi orotrakaheal adalah pilihan yang diambil untuk melindungi jalan nafas,
dan pada pasien dengan GCS kurang dari 8 memerlukan intubasi segera.
Tujuan
1. Mengurangi kerja pernapasan
2. Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien
3. Pemberian MV yang akurat
4. Mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
5. Menjamin hantaran O2 ke jaringan adekuat
Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama dalam
melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler, volume
interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk
meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.
Secara umum selalu di indikasikan pada kadar hb < 7 g/dl, terutama pada
keadaan anemia akut. Transfuse juga dapat dilakukan pada kadar hb 7-10
g/dl, apabila ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara
klinis di lab.
PRC merupakan komponen yang terdiri dari eritrosit yang telah
dipekatkan dengan memisahkan komponen-komponen lain sehingga
mencapai hematokrit 65-70%, yang berarti menghilangnya 125-150 ml
plasma dari satu unitnya.
TUJUAN :
Tujuan transfusi PRC adalah untuk menaikkan hemoglobin klien tanpa
menaikkan volume darah secara nyata. Keuntungan menggunakan PRC
dibandingkan dengan WB adalah kenaikan Hb dapat diatur sesuai dengan
yang diinginkan, mengurangi kemungkinan penularan penyakit dan reaksi
imunologis, volume darah yang diberikan lebih sedikit sehingga
kemungkinan overload berkurang serta komponen darah lainnya dapat
diberikan kepada klien yang lain.
INDIKASI :
PRC digunakan pada pasien anemia yang tidak disertai penurunan volume
darah, misalnya pasien dengan anemia hemolitik, anemia hipoplastik
kronik, leukemia akut, leukimia kronik, penyakit keganasan, talasemia,
gagal ginjal kronis, dan perdarahan-perdarahan kronis yang ada tanda
“oxygen need” (rasa sesak, mata berkunang, palpitasi, pusing dan
gelisah). PRC diberikan sampai tanda oxygen need hilang, biasanya pada
hemoglobin 8-10 gr/dl. Transfusi PRC hampir selalu diindikasikan pada
kadar Hb < 7 g/dl, terutama pada anemia akut. Transfusi dapat ditunda
jika pasien asimptomatik atau penyakitnya memiliki terapi spesifik lain,
maka batas kadar Hb yang lebih rendah dapat diterima.Transfusi sel
darah merah dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10 g/dl apabila ditemukan
hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara klinis dan laboratorium.
Sumber :
- Student Course Manual, Advance Trauma Life Support, Edisi 10.
American College Surgeon. 2018.