Anda di halaman 1dari 15

SGD 5 LBM 2

Amati dan jelaskan initial assessment pada video berikut!


https://youtu.be/NlYt4rO1B8k

Rigkasan sekenario :
Lk 18 tahun, kecelakaan bermotor. TTV : HR 120x/menit, tekanan darah 90/40
mmhg, o2 89%, GCS 8, cedera kepala, patah tulang di paha kiri (pendarahan), jejas di
dada kiri.
Pemeriksaan di RS : Dokter lakuin ABC, tidak merespon, trauma wajah, saturasi 82%
Di pasang intubasi orotrhakeal, di pasang amubag, pasang servical collar, monitor ttv
90/44 mmhg, nadi 115, saturasi 96%.
Monitor 1 : ttv 105/50, suara nafas berkurang di dada kiri
Monitor 2 : ttv 110/64, nadi 97, O2 96%
Monitor 3 : pendarahan di panggul > x ray panggul (fraktur di acetabular pelvik), x
ray thoraks > memar paru, patah tulang rusuk kiri (gambaran radio opac di sinistra)
Dirujuk ke trauma center (ahli bedah saraf) > curiga ada trauma kepala.

Step 1 : -
Step 2 :
1. bagaimana inisial assesment atau penilaian awal pada pasien trauma?
2. mengapa pasien di berikan terapi cairan normal saline?
3. bagaimana interpretasi dari pemeriksaan photo polos?
4. Mengapa pada sekenario dokter memasang ventilator?
5. Bagaimaan interpretasi dari pemeriksaan saat awal pasien datang?
6. Bagaimana hasil monitoring ttv pada kelanjutannya?
7. Mengapa pasien di lakukan orotrakeal,
8. juga pemasangan servical collar?
9. Mengapa pada pasien di temukan AVPU minimal respon?
10. Mengapa pasien di berikan transfusi packed cell?

Step 7 :
1. Bagaimana inisial assesment atau penilaian awal pada pasien trauma?
Persiapan untuk pasien trauma terjadi dalam dua pengaturan klinis yang
berbeda: di lapangan dan di rumah sakit. Pertama, selama fase pra-hospital
yaitu fase yang dikoordinasikan dengan tenaga medis di rumah sakit penerima.
Kedua, selama fase rumah sakit, persiapan dilakukan untuk melakukan resusitasi
pasien trauma dengan cepat
1. Tahap Persiapan
A. Fase pre hospital
- melakukan koordinasi dan konfirmasi kepada rumah sakit tujuan sebelum
mengirimkan pasien sehingga semua tenaga medis, alat dan obat yang
diperlukan sudah siap saat pasien datang
- melakukan pemeliharaan jalan nafas, imobilisasi pasien dan transportasi ke
rumah sakit terdekat.
- melaporkan informasi untuk triase pasien di rumah sakit seperti waktu
cedera, kejadian yang berkaitan dengan cedera, dan riwayat pasien cedera.
B. Fase hospitalisasi
- Area resusitasi pasien trauma
- Peralatan management airway (misalnya, laringoskop dan pipa
endotrakeal) diatur, diuji, dan ditempatkan secara strategis agar mudah
diakses.
- Cairan kristaloid iv untuk infus
- Layanan untuk meminta bantuan medis tambahan seperti laboratorium
dan radiologi
- Agreements merujuk pasien ke trauma center yg sesuai.

2. Triage
Pemiliha pasien berdasarkan prioritas ABC, tingkat keparahan, kemampuan
bertahan hidup, dan sumber daya kesehatan yang tersedia.
3. Primary survey dan resusitasi
- Aiway manajemen dengan pengelolaan cervical spine
- Breathing dan ventilasi
- Circulation dengan kontrol pendarahan
- Dissability (asasmen dari status neurologis)
- expossure

4. Pertimbangan merujuk pasien


5. Secondary survey
evaluasi dari kepala hingga ujung kaki pasien trauma yaitu, riwayat lengkap dan
pemeriksaan fisik, termasuk penilaian ulang semua tanda vital.

a. Riwayat AMPLE
 A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester,
makanan)
 M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau
penyalahgunaan obat
 P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang
pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan
herbal
 L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi
berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi
termasuk dalam komponen ini)
 L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi
berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi
termasuk dalam komponen ini)

b. Pemeriksaan fisik ( head to toe)


c. Pemeriksaan neurologi lengkap : meliputi pemeriksaan kesadaran dan fungsi
luhur, saraf otak, tanda rangsang meningeal, system motorik, system
sensorik, reflex, gait dan system koordinasi, serta pemeriksaan provokasi
pada sindroma nyeri tertentu.
d. Tes diagnostic khusus:

Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan pada tahapan secondary


survey adalah :
 Laboratorium: SE, RFT, LFT, GDA, FH, urinalisis, laktat, toksikologi.
 Radiologi: CT-Scan kepala, retrograde urethrogram/cystogram, IVP, foto
polos abdomen (BOF, LLD, BOF erect), CT-Scan abdomen, foto polos
ekstremitas.
 USG abdomen

e. Reevaluasi

6. Monitoring post resusitasi


- Monitoring ttv dan SaO2
- Monitoring urine output
- Manajemen nyeri

7. Perawatan definitif
Perawatan yang diberikan untuk mengelola kondisi pasien termasuk berbagai
perawatan medis preventif, kuratif, penyembuhan, dan rehabilitasi.

Sumber: (American College Surgeon. 2018. Advanced Trauma Life Support. 10th
Edition. Chicago)

2. Bagaimaan interpretasi dari pemeriksaan saat awal pasien datang?


a) Urgency hemothorax?
b) Traktion splint ? spine board ? (fungsi dan indikasi)

 TD : 90/40 mmHg : hipotensi

 Nadi 120 x/menit : takikardi (N : 60-100 x/menit)


 SpO2 89% hipoksia sedang sampai berat
GCS = 7

Sumber :
- Student Course Manual, Advance Trauma Life Support, Edisi 10.
American College Surgeon. 2018.

3. Bagaimana hasil monitoring ttv pada kelanjutan monitoring?


Korban kecelakaan usia 18 tahun (tabrakan tunggal keknya menabrak
pohon), status TTV : HR 120 kali/menit, tekanan darah 90/40 mmHg,
saturasi O2 89%
INTERPRETASI :
HR : 120 kali permenit = meningkat (60-100x/menit)
Tekanan darah : 90/60 mmHg = menurun (120/80 mmHg)
Saturasi : 89% = menurun (>95%).

Setelah intubasi : BP 90/44 mmHg, ND 115 kali permenit dan spo2 96%
INTERPRETASI :
BP : menurun : 90/44 mmHg
Nadi : meningkat 115 kali per menit
Saturasi : 96% = normal (>95%)

BP -> 105/60 mmHg, ND 100 kali/menit dan spo2 96%.


INTERPRETASI :
BP : mulai meningkat
Nadi : 100 kali permenit : normal
Saturasi : 96% normal.

Diberikan infus saline dan 2 unit RPC :


TTV => 110/64 mmHg, ND : 97 kali permenit dan saturasi O2 96%. Diberikan
infus saline dan 2 unit packed cell .
Sumber :
- Student Course Manual, Advance Trauma Life Support, Edisi 10.
American College Surgeon. 2018.

4. Mengapa pada pasien di temukan AVPU minimal respon?

5. Mengapa pasien di lakukan pemasangan servical collar?


a) Kecurigaan apa aja (indikasi) untuk pasang SC? Minor dan mayor?

Indikasi: Indikasi pemasangan cervikal collar digunakan pada pasien yang


mengalami trauma leher, fraktur tulang servik. Cervikal collar digunakan dalam
jangka waktu satu sampai dua minggu dengan tujuan imobilisasi dan membatasi
gerak leher.

Pasien dilakukan pemasangan cervical collar karena penggunan servikal collar


berpengaruh dalam proses penanganan awal, penanganan lanjutan dalam
proses penyembuhan pada pasien dengan trauma servikal diantaranya
immobilisasi, kepatenan jalan napas, peningkatan Spo2, dan meningkatkan
kesadaran pasien. Penggunaan servikal collar sangat penting untuk dilakukan
terutama dalam penanganan dan pertolongan pertama pada pasien kecelakaan
dengan trauma, fraktur servikal. Servikal collar dapat mengatasi gerak tambahan
sehingga mencegah terjadinya komplikasi berat, komplikas lanjutan

COLLAR NECK
Ketika melakukan pengelolaan AIRWAY, selalu berhati-hati untuk mencegah
gerakan berlebih pada tulang servical. Pengunaan cervical collar untuk
melindungi dari mobilitas yang berlebihan untuk mencegah perkembangan
cidera. Servical dapat dilindungi dengan pemakaian cervical collar. Ketika
dibutuhkan manajemen Airway, cervical collar dapat dibuka, dan anggota tim
yg lain secara manual menyangga / imobilisasi tulang leher.
Sumber:

PENGARUH PEMASANGAN CERVICAL COLLAR TERHADAP PERTOLONGAN


PERTAMA PADA PASIEN KECELAKAAN DENGAN FRAKTUR SERVIKAL. Jurnal
Masker Medika e-ISSN : 2654-8658 p-ISSN : 2301-8631 Volume 10, Nomor 1,
Juni 2022 https://jmm.ikestmp.ac.id 10.52523/maskermedika.v10i1.474

(American College Surgeon. 2018. Advanced Trauma Life Support. 10th Edition.
Chicago)

6. Mengapa pasien di lakukan pemasangan orothrakeal tube?


a) Mengapa harus di pasang advance airway?

Intubasi orotrakaheal adalah pilihan yang diambil untuk melindungi jalan nafas,
dan pada pasien dengan GCS kurang dari 8 memerlukan intubasi segera.

Pasien dipasang orotrrakheal tube karena terdapat indikasi seperti:


1. Patensi jalan nafas inadekuat
2. Penurunan kesadaran GCS < 8
3. Keadaan oksigenasi dan ventilasi inadekuat
4. Risiko aspirasi
5. Henti jantung 6. Pemberian anestesi umum
Sumber: (American College Surgeon. 2018. Advanced Trauma Life Support. 10th
Edition. Chicago)

7. Mengapa pada sekenario dokter memasang ventilator pada pasien?


Indikasi:
1. Pasien dengan gagal nafas.
Pasien dengan distres pernafasan gagal nafas, henti nafas (apnu) maupun
hipoksemia yang tidak teratasi dengan pemberian oksigen merupakan indikasi
ventilasi mekanik. Idealnya pasien telah mendapat intubasi dan pemasangan
ventilasi mekanik sebelum terjadi gagal nafas yang sebenarnya. Distres
pernafasan disebabkan ketidakadekuatan ventilasi dan atau oksigenasi.
Prosesnya dapat berupa kerusakan paru (seperti pada pneumonia) maupun
karena kelemahan otot pernafasan dada (kegagalan memompa udara karena
distrofi otot).
2. Insufisiensi jantung.
Tidak semua pasien dengan ventilasi mekanik memiliki kelainan pernafasan
primer. Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF, peningkatan kebutuhan
aliran darah pada sistem pernafasan (sebagai akibat peningkatan kerja nafas dan
konsumsi oksigen) dapat mengakibatkan jantung kolaps. Pemberian ventilasi
mekanik untuk mengurangi beban kerja sistem pernafasan sehingga beban kerja
jantung juga berkurang.
3. Disfungsi neurologist
Pasien dengan GCS 8 atau kurang yang beresiko mengalami apnu berulang juga
mendapatkan ventilasi mekanik. Selain itu ventilasi mekanik juga berfungsi
untuk menjaga jalan nafas pasien serta memungkinkan pemberian hiperventilasi
pada klien dengan peningkatan tekanan intra cranial.
4. Tindakan operasi
Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan anestesi dan sedative sangat
terbantu dengan keberadaan alat ini. Resiko terjadinya gagal napas selama
operasi akibat pengaruh obat sedative sudah bisa tertangani dengan keberadaan
ventilasi mekanik.

Tujuan
1. Mengurangi kerja pernapasan
2. Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien
3. Pemberian MV yang akurat
4. Mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
5. Menjamin hantaran O2 ke jaringan adekuat

8. Mengapa pasien di berikan terapi cairan normal saline?


a) Kondisi penyebab penentuan pemberian cairan cristaloid dan koloid ?
b) Femur, Thorax, pelvis brp cc pengeluaran darah ?

Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama dalam
melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler, volume
interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk
meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.

FRAKTUR PELVIS DAN FRAKTUR FEMUR TERBUKA :


Tulang femur adalah tulang terpanjang dan terkuat pada tubuh.
Vaskularusasi femur berasal dari arteri iliaka komunis kanan dan miri. Saat
arteri ini memasuki daerah femur maka disebut sebagai arteri femoralis.
Tiap-tiap arteri femoralis kanan dan kiri akan bercabang menjadi a.profunda
femoris, rami arteria sirkumfleksia femoris lateralis asenden, rami arteria
sirkumfleksia femoris medialis dan arteria perforantes.
Melihat banyaknya vaskularisasi pada daerah femur maka sangat berisiko
besar jika tulang femur mengalami perdarahan banyak yang akan
menyebabkan syok hipovolemik.
Pasien dengan fraktur tulang femur dapat kehilangan 500-1.500 ml darah dan
kehilangan ini mungkin lebih besar jika terjadi cedera pada pembuluh darah
utama. Perdarahan yang hebat akan menyebabkan syok, yaitu suatu keadaan
dimana terjadi hipoksia jaringan karena ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
Kehilangan darah berpontensi lebih besar pada fraktur terbuka karena
kerusakan jaringan di sekitarnya.
Derajat syok :
Sumber :
- Student Course Manual, Advance Trauma Life Support, Edisi 10.
American College Surgeon. 2018.
- Indra Gunawan Affandi. Pengelolaan Tekanan Tinggi Intrakranial. CDK-
238/ vol.43 no.3, th. 2016.

9. Mengapa pasien di berikan transfusi packed cell (MTP)?


PACKED RED CELL : misalnya pada perdarahan akut.
Pada syok hemoragik, sel darah merah yang dikemas (PRBC) paling sering
digunakan untuk mengembalikan volume intravaskular dan kapasitas
pembawa oksigen.

 Secara umum selalu di indikasikan pada kadar hb < 7 g/dl, terutama pada
keadaan anemia akut. Transfuse juga dapat dilakukan pada kadar hb 7-10
g/dl, apabila ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara
klinis di lab.
 PRC merupakan komponen yang terdiri dari eritrosit yang telah
dipekatkan dengan memisahkan komponen-komponen lain sehingga
mencapai hematokrit 65-70%, yang berarti menghilangnya 125-150 ml
plasma dari satu unitnya.
 TUJUAN :
 Tujuan transfusi PRC adalah untuk menaikkan hemoglobin klien tanpa
menaikkan volume darah secara nyata. Keuntungan menggunakan PRC
dibandingkan dengan WB adalah kenaikan Hb dapat diatur sesuai dengan
yang diinginkan, mengurangi kemungkinan penularan penyakit dan reaksi
imunologis, volume darah yang diberikan lebih sedikit sehingga
kemungkinan overload berkurang serta komponen darah lainnya dapat
diberikan kepada klien yang lain.
 INDIKASI :
 PRC digunakan pada pasien anemia yang tidak disertai penurunan volume
darah, misalnya pasien dengan anemia hemolitik, anemia hipoplastik
kronik, leukemia akut, leukimia kronik, penyakit keganasan, talasemia,
gagal ginjal kronis, dan perdarahan-perdarahan kronis yang ada tanda
“oxygen need” (rasa sesak, mata berkunang, palpitasi, pusing dan
gelisah). PRC diberikan sampai tanda oxygen need hilang, biasanya pada
hemoglobin 8-10 gr/dl. Transfusi PRC hampir selalu diindikasikan pada
kadar Hb < 7 g/dl, terutama pada anemia akut. Transfusi dapat ditunda
jika pasien asimptomatik atau penyakitnya memiliki terapi spesifik lain,
maka batas kadar Hb yang lebih rendah dapat diterima.Transfusi sel
darah merah dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10 g/dl apabila ditemukan
hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara klinis dan laboratorium.

Sumber :
- Student Course Manual, Advance Trauma Life Support, Edisi 10.
American College Surgeon. 2018.

10. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan photo polos?

Anda mungkin juga menyukai