Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

VALIDITAS DAN RELIABILITAS

Disusun Oleh:
Kelompok 7
1. Ayu Sofyani Kamilah (20198600001)
2. Dinda Harun Noviani (20198600110)
3. Ibnu Syahid Rais (20198600020)
4. Nur Fauziah (20198600052)
5. Nurstia Ningrum (20198600049)

Dosen Pengampu : Chrisnaji Banindra Yudha M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
KUSUMA NEGARA
JAKARTA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Bogor , 21 April 2018


\

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
1.1 Latar Belakang...................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................5
1.3 Tujuan Pembahasan Masalah.............................................................................5
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................
2.1 Validitas...............................................................................................................
2.1.1 Pengertian Validitas.................................................................................
2.1.2 Jenis-jenis Validitas.................................................................................
2.2 Reliabilitas............................................................................................................
2.2.1 Pengertian Reliabilitas.............................................................................
2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Reliabilitas.....................................
2.2.3 Jenis-Jenis Reliabilitas.............................................................................
2.2.4 Cara Menentukan Reliabilitas..................................................................
BAB III PENUTUP..................................................................................................
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keberhasilan pendidikan sangat ditentukan oleh proses pembelajaran. Untuk
mengukur keberhasilan proses pembelajaran diperlukan evaluasi dan proses analisis
dari evaluasi. Manfaat dari analisis evaluasi untuk mengetahui kekuatan dan
kelemahan pembelajaran dalam rangka meningkatkan proses pembelajaran. Karena
itu begitu pentingnya guru mengadakan analisis butir soal (distraktor, tingkat
kesukaran, daya pembeda, dan kualitas soal), validasi dan reliabilitas instrument.
Hasil dari proses penilaian perlu dilakukan analisis, untuk melihat validitas
dan efektivitas instrument, serta untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan proses
pembelajaran. Ada tiga sasaran pokok ketika guru melakukan analisis terhadap hasil
belajar, yaitu terhadap guru, siswa dan prosedur pembelajaran. Fungsi analisis untuk
guru terutama untuk mendiagnosis keberhasilan pembelajaran dan sebagai bahan
untuk merevisi dan mengembangkan pembelajaran dan tes. Bagi siswa, analisis
diharapkan berfungsi mengetahui keberhasilan belajar, mendiagnosa mengoreksi
kesalahan belajar, serta Memotivasi siswa belajar lebih baik.
Perkembangan konsep penilaian pendidikan yang ada pada saat ini
menunjukkan arah yang lebih luas. Penilaian program pendidikan menyangkut
penilaian terhadap tujuan pendidikan, isi program, strategi pelaksanaan program dan
sarana pendidikan. Penilaian proses belajar mengajar menyangkut penilaian terhadap
kegiatan guru, kegiatan siswa, pola interaksi guru siswa dan keterlaksanaan program
belajar mengajar. Sedangkan penilaian hasil belajar menyangkut hasil belajar jangka
pendek dan hasil belajar jangka panjang.
Dengan demikian, inti penilaian adalah proses memberikan atau menentukan
nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Proses pemberian nilai
tersebut berlangsung, baik dalam bentuk validitas maupun reliabilitas. Keberhasilan
mengungkapkan hasil dan proses belajar siswa sebagaimana adanya (objektivitas
hasil penilaian) sangat tergantung pada kualitas alat penilaiannya di samping pada
cara pelaksanaannya.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai validitas dan reliabilitas tes yang
berguna sebagai pedoman bagi pembaca dalam melakukan penelitian.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengertian validitas dan reliabilitas?
2. Bagaimana jenis-jenis validitas?
3. Apa sajakah faktor-faktor reliabilitas?
4. Bagaimana jenis-jenis reliabilitas?
5. Bagaimana cara menentukan reliabilitas?

1.3 Tujuan Pembahasan Masalah


1. Untuk mengetahui pengertian validitas dan reliabilitas.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis validitas.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor reliabilitas
4. Untuk mengetahui jenis-jenis reliabilitas
5. Untuk mengetahui cara menentukan reliabilitas
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Validitas
2.1.1 Pengertian Validitas
Suatu instrumen dikatakan valid jika instrumen yang digunakan dapat
mengukur apa yang hendak diukur, Gay (1983). Seorang guru hendak melakukan tes
untuk melakukan penilaian apakah para siswa dapat menguasi pengetahuan yang

telah diberikan di kelas. Agar dapat memperoleh hasil yang baik guru tersebut perlu
membuat atau mengembangkan tes yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai,
kemudian memanfaatkannya untuk mengukur peserta didik. Oleh karena guru
mengetahui seluk-beluk siswa yang diajarkannya, mereka dapat membuat tes yang
cocok dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Namun apakah tes tersebut
dapat mengukur pada siswa ain dalam mata pelajaran sama dan guru yang berbeda?
Pertanyaan tersebut memerlukan kajian yang cermat untuk menjawabnya.
Validitas suatu instrumen penelitian, tidak lain adalah derajat yang
menunjukkan di mana suatu tes mengukur apa yang hendak diukur. Prinsip suatu tes
adalah valid, tidak universal. Validitas suatu tes yang perlu diperhatikan oleh para
peneliti adalah bahwa ia hanya valid untuk suatu tujuan tertentu saja. Misalnya tes
valid untuk bidang studi Kimia belum tentu valid untuk bidang yang lain, misalnya
bidang Biologi.
Hal ini juga dapat dianalogkan bahwa tes valid untuk suatu grup individu
belum tentu valid untuk grup lainnya. Sebagai contoh suatu tes valid untuk para siswa
Sekolah Menengah Atas (SMA), belum tentu valid untuk anak Sekolah Menengah
Pertama (SMP). Yang menjadi pertanyaan adalah bukannya valid atau tidak valid
suatu tes, tetapi tes yang telah dibuat, valid untuk apa dan valid untuk siapa?
Contohnya berkaitan dengan validitas dapat digambarkan seperti berikut. Seorang
guru valid untuk mengajar kelompok umur tertentu, misalnya taman kanak-kanak,
belum tentu valid untuk mengajar anak kelompok usia sekolah menengah kejuruan.
Validitas yang berkaitan untuk siapa perlu diperhatikan karena menyangkut
dengan membangun gambaran atau deskripsi terhadap suatu grup normal. Derajat
validitas hanya berlaku untuk suatu kelompok tertentu yang memang telah
direncanakan pemakaiannya oleh si peneliti . Contoh dalam tes pencapaian prestasi
anak yang direncanakan oleh orang dewasa, akan berbeda bentuk maupun
substansinya dengan tes prestasi untuk anak usia remaja. Oleh karena itu, tidak aneh
dalam hal ini jika instrumen direncanakan bervariasi bentuk maupun isinya, sesuai
dengan tujuan yang hendak dicapai.
2.1.2 Jenis-Jenis Validitas
Secara metodologis, validitas suatu tes dapat dibedakan menjadi empat
macam, yaitu validitas isi, konstruk, konkruen, dan prediksi.
1. Validitas Isi
Validitas isi adalah derajat di mana sebuah tes mengukur cakupan substansi
yang ingin diukur. Untuk mendapatkan validitas isi memerlukan dua aspek penting
yaitu valid isi dan valid teknik sampling. Valid isi mencakup khususnya, hal-hal yang
berkaitan dengan apakah item-item itu menggambarkan pengukuran berkaitan dengan
bagaimanakah baiknya suatu sampel tes merepresentasikan total cakupan isi. Contoh,
sebuah tes direncanakan untuk mengukur pengetahuan tentang pendidikan teknologi
kejuruan, dikatakan valid, karena dalam kenyataannya semua item benar-benar
berkaitan dengan faktual PTK. Tetapi mungkin tes tersebut mempunyai validitas
sampling jelek, karena pengambilan sampling materi tidak merepresentasikan untuk
materi yang dimaksud.
Kadang-kadang tes validitas isi juga disebut face validity atau validitas wajah.
Walaupun hal tersebut masih meragukan, karena validitas wajah hanya
menggambarkan derajat di mana sebuah tes tampak mengukur, tetapi tidak
menggambarkan cara psikometri yang mengukur apa yang ingin diusahakan dapat
diukur. Proses ini sering digunakan sebagai awal menyaring dalam tes pilihan.
Validitas isi juga mempunyai peran yang sangat penting untuk tes
pencapaian atau achievement test. Validitas isi pada umumnya ditentukan melalui
pertimbangan para ahli. Tidak ada formula matematis untuk menghitung dan tidak
ada cara untuk menunjukkan secara pasti. Tetapi untuk memberikan gambaran
bagaimana suatu tes divalidasi dengan menggunakan validitas isi, pertimbangan ahlii
tersebut dilakukan dengan cara seperti berikut. Para ahli, pertama diminta untuk
mengamati secara cermat semua item dalam tes yang hendak divalidasi. Kemudian
mereka diminta untuk mengoreksi semua item-item yang telah dibuat. Dan pada akhir
perbaikan, mereka juga diminta untuk memberikan pertimbangan tentang tes tersebut
menggambarkan cakupan isi yang hendak diukur. Pertimbangan ahli tersebut
biasanya juga menyangkut, apakah semua aspek yang hendak diukur telah dicakup
melalui item pertanyaaan dalam tes. Atau dengan kata lain perbandingan dibuat
antara apa yang harus dimasukkan dengan apa yang ingin diukur yang telah
direfleksikan menjadi tujuan tes.

2. Validitas Konstruk
Validitas konstruk merupakan derajat yang menunjukkan suatu tes
mengukur sebuah konstruk sementara atau hypotetical construct. Konstruk, secara
definitif, merupakan suatu sifat yang tidak dapat diobservasi, tetapi kita dapat
merasakan pengaruhnya melalui satu atau dua indra kita. Contoh suatu konstruk
dalam lingkup pendidikan teknologi kejuruan misalnya, implikasi orang terampil atau
memiliki skill, dapat dilihat dengan melalui tingkah laku dia ketika seseorang tersebut
melakukan pekerjaannya. Konstruk tidak lain adalah merupakan “temuan” atau suatu
pendekatan untuk menerangkan tingkah laku. Konstruk arus listrik dalam suatu
pendekatan, misalnya, dapat dirasakan efeknya, ketika kita dengan sengaja atau tidak
sengaja memegang dua kabel tersebut secara bersama-sama. Kita tidak dapat
memotong benda dan melihat arus listriknya. Arus listrik dalam benda tersbut dapat
dirasakan pengaruhnya secara lebih nyata dengan melalui alat ukur, misalnya
ohmmeter atau amperemeter. Dalam pendidikan anak contoh konstruk seperti
Intelligence Quotient (IQ), melalui penelitian menghasilkan bahwa seseorang yang
memiliki IQ lebih tinggi, ada kecenderungan bahwa orang tersebut dapat
mengerjakan tugas-tugas sekolah dengan lebih baik. Dalam dunia pendidikan, contoh
lain yang menyangkut konstrruk, misalnya ketakutan, kreativitas, semangat, dan
sebagainya.
Proses melakukan validasi konstruk dapat dilakukan dengan cara melibatkan
hipotesis testing yang dideduksi dari teori yang menyangkut dengan konstruk yang
relevan. Misalnya jika suatu teori kecemasan menyatakan bahwa seseorang yang
memiliki kecemasan yang lebih tinggi akan bekerja lebih lama dalam menyelesaikan
suatu masalah, dibanding dengan orang yang memiliki tingkat kecemasan rendah.
Jika terjadi orang yang cemasnya tinggi ternyata kemudian bekerja sebaliknya, yaitu
lebih cepat, ini bukan berarti bahwa tes yang sudah baku tadi berarti tidak mengukur
kecemasan orang. Atau dengan kata lain hipotesis yang berhubungan dengan tingkah
laku seseorang dengan kecemasan tinggi tidak benar. Dari kasus tersebut
mengindikasikan bahwa konstruk yang berhubungan dengan orang yang memiliki
kecemasan tinggi memerlukan kaji ulang, guna mengadakan koreksi dan penyesuaian
kembali. Umumnya beberapa studi yang tidak berhubungan digunakan untuk
mendukung kredibilitas tes konstruk yang telah ada.

3. Validitas Konkruen
Validitas konkruen adalah derajat dimana skor dalam suatu tes dihubungkan
dengan skor lain yang telah dibuat. Tes dengan validasi konkruen biasanya
diadministrasi dalam waktu yang sama atau dengan kriteria valid yang sudah ada.
Sering kali juga terjadi bahwa tes dibuat atau dikembangkan untuk pekerjaan sama
seperti beberapa tes lainnya, tetapi dengan cara yang lebih mudah dan lebih cepat.
Validitas konkruen ditentukan dengan membangun analisis hubungan atau
pembedaan. Metode hubungan pada umumnya dilakukan dengan cara melibatkan
antara skor-skor pada tes dengan skor tes yang telah baku atau kriteria tes yang sudah
ada, misalnya tes GPA. Cara-cara membuat tes dengan validitas konkruen dapat
dilakukan dengan beberapa langkah seperti berikut.
a. Administrasi tes yang baru dilakukan terhadap grup atau anggota kelompok.
b. Catat tes baku yang ada termasuk berapa koefisien validitasnya jika ada.
c. Hubungkan atau korelasikan dua tes skor tersebut.
Hasil yang dicapai atau koefisien validitas yang muncul menunjukkan
derajat hubungan validitas tes yang baru. Jika koefisien tinggi, berarti tes yang baru
tersebut mempunyai validitas konkruen yang baik. Sebaliknya tes yang baru
dikatakan mempunyai validitas konkruen yang jelek, jika koefisien yang dihasilkan
rendah.
Metode pembeda (discrimination) merupakan validitas konkruen yang
melibatkan penentuan suatu tes. Jika skor tes dapat digunakan untuk membedakan
antara orang yang memiliki sifat-sifat tertentu yang diinginkan dengan seseorang
yang tidak memiliki sifat-sifat tersebut. Tes mental adalah merupakan contoh nyata
terapan suatu tes pembeda yang sering ditemui dalam kasus-kasus psikologi. Jika
hasil skor suatu tes dapat digunakan dengan benar untuk mengklarifikasi person yang
satu dengan person lainnya maka validitas konkruen tes tersebut memiliki daya
pembeda yang baik.

4. Validitas Prediksi
Validitas prediksi adalah derajat yang menunjukkan suatu tes dapat
memprediksi tentang bagaimana seseorang akan melakukan suatu prospek tugas atau
pekerjaan yang direncanakan. Tes kemampuan aljabar, sebagai contohnya, dapat
dikatakan mempunyai nilai validitas prediksi, jika tes tersebut dapat menduga pada
seseorang yang memiliki kemampuan aljabar dengan anak yang tidak memiliki
kemampuan. Tes kemampuan akademik yang sering diberikan pada mahasiswa yang
hendak melanjutkan ke jenjang pascasarjana juga dikenal juga mempunyai nilai
prediksi yang baik terhadap calon mahasiswa dalam menyelesaikan studi di
pascasarjana tersebut.
Instrumen validitas prediksi mungkin bervariasi bentuknya tergantung
beberapa faktor, misalnya kurikulum yang digunakan, buku pegangan yang dipakai,
intensitas mengejar, dan letak geografis atau daerah sekolah. Yang perlu diperhatikan
ketika kita akan melakukan tes prediksi di antaranya adalah perlunya memperhatikan
proses dan cara membandingkan instrumen yang divalidasi dengan tes yang telah
dibakukan. Untuk tes validasi prediksi, prinsip instrumen umum yang menyatakan
bahwa tidak ada tes yang memiliki tes prediksi sempurna masih tetap berlaku. Oleh
karena itu, perlu disadari bahwa skor tes yang dihasilkan juga memiliki sifat
ketidaksempurnaan tersebut.
Konsekuensi lain dari prinsip umum tersebut yang harus selalu diingat oleh
para peneliti adalah bahwa menggunakan kombinasi beberapa kriteria akan lebih
tepat hasilnya, jika dibandingkan dengan satu tes yang mempunyai validasi prediksi
yang diuat hanya atas dasar satu kriteria. Hal ini berarti jika suatu klarifikasi dianggap
penting atau keputusan pemilihan harus dilakukan maka para peneliti sebaiknya
mendasarkan pada data yang diperoleh dari tes yang menggunakan lebih dari satu
indikator.
Validitas prediksi suatu tes pada umumnya ditentukan dengan membangun
hubungan antara skor tes dan beberapa ukuran keberhasilan dalam situasi tertentu
yang digunakan untuk memprediksi keberhasilan, yang selanjutnya disebut sebagai
predicktor. Sedangkan tingkah laku yang hendak diprediksi pada umumnya disebut
sebagai criterion. Dalam membuat validasi prediksi, suatu tes biasanya mempunyai
sekuensi sebagai berikut. Pertama, mengidentifikasi dan mendefinisikan secara teliti
criterion yang hendak diinginkan. Kriteria yang terpilih harus mengukur validitas
terhadap tingkah laku yang diprediksi. Sebagai contoh misalnya, jika kita hendak
memprediksi mata kuliah matematika. Kelengkapan kehadiran kuliah satu semester,
menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan dan mengikuti mid semester dari kulih
tersebut dapat digunakan sebagai indikator criterion. Sedangkan mahasiswa yang
tidak hadir dan tidak mengumpulkan tugas-tugasnya, skor penuh yang diperoleh
menunjukkan bahwa nilai tersebut tidak merefleksikan prediksi keberhasilan.
Yang perlu diperhatikan ketika suatu criterion ditentukan oleh seorang
peneliti adalah bahwa dalam menentukan tercapainya suatu kriteria, apakah sebagian
besar mahasiswa yang mengambil mata kuliah tersebut dapat mencapai suatu kriteria
yang sudah ditentukan? Seberapa besar mahasiswa dapat mencapai kriteria dalam
suatu tes sering disebut sebagai rerata dasar atau baserate. Rerata dasar adalah
proporsi individual yang diharapkan dapat memenuhi criterion yang telah ditentukan.
Dalam penentuan criterion suatu objek, kita sebaiknya menghindari criterion di mana
nilai rerata dasarnya adalah sangat tinggi. Nilai rerata dasar tinggi berarti sangat
mudah. Sebaliknya jangan pula terjadi bahwa nilai rerata dasar yang ada ternyata
sangat rendah. Karena nilai rerata dasar rendah tidak lain adalah menunjukkan bahwa
nilai tes sangat sulit.
Ketika-kriteria telah diidentifikasi dan ditentukan, prosedur selanjutnya
adalah menentukan validitas prediksi suatu tes dengan cara seperti berikut.
1. Buat item tes sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
2. Tentukan grup yang dijadikan subjek dalam pilot study.
3. Identifikasi criterion prediksi yang hendak dicapai.
4. Tunggu sampai tingkah laku yang diprediksi atau variabel criterion muncul dan
terpenuhi dalam grup yang telah ditentukan.
5. Capai ukuran-ukuran criterion tersebut.
6. Korelasikan dua set skor yang dihasilkan.

Hasil angka beberapa koefisien validitas adalah menunjukkan validitas


prediksi terhadap tes yang baru dibuat. Jika koefisien tinggi, berarti tes mempunyai
prediksi bagus. Sebaliknya, jika koefisien rendah berarti tes yang baru dibuat
mempnyai tes rediksi rendah.
Untuk memudahkan gambaran proses validasi prediksi akan diuraikan
seperti berikut. Sebagai contoh misalnya kita akan menyelenggarakan tes untuk
menentukan validitas prediksi tes pada mahasiswa yang mengikuti mata kuliah
matematika teknik. Maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan
membuat tes item, kemudian memberikannya kepada grup mahasiswa potensi yang
mengambil kuliah matematika teknik. Kemudian kita menunggu selama satu smester
penuh pada grup mahasiswa yang hendak diprediksi pada mata kuliah yang sama
dengan mengukur melalui nilai ujian akhir. Hasil korelasi antara dua set nilai akan
menentukan validasi prediksi tes. Jika hasil korelasi menunjukkan koefisien korelasi
tinggi, berarti tes mempunyai validitas prediksi tinggi.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mungkinkah seorang peneliti
menggunakan prediksi dengan criterion kombinasi? Bila mungkin bagaimanakah
caranya untuk mendapatkan validitas prediksi tes tersebut? Dalam hal ini peneliti
dapat menggunakan persamaan kombinasi prediksi. Persamaan prediksi dapat
dikembangkan misalnya dari skor individu pada setiap tes, yang dimasukkan ke
persamaan dan kemudian prospek mereka diprediksi. Untuk mencapai hal itu,
persamaan validasi dibangun dengan cara skor individu pada setiap tes dimasukkan
dalam persamaan, kemudian prospek mereka diprediksi. Karena validasi kegiatannya
mencakup administrasi tes prediksi, pada sampel yang berbeda, termasuk dalam
populasi dan kemudian mengembangkannya dalam persamaan yang baru maka
pelaksanaan tes dengan menggunakan sampel yang berbeda adalah sangat perlu. Hal
ini juga termasuk, ketika seorang peneliti menggunakan tes prediksi hanya
menggunakan satu predicktor.
Yang menarik antara validitas konkuren dengan validitas prediksi
diantaranya adalah bahwa kedua validitas tersebut hampir sama cara pelaksanaanya.
Perbedaan utama yang terjadi adalah dalam hal ketika pengukuran criterion. Dalam
melakukan tes validasi konkruen pelaksanaan tes dapat dilakukan dalam waktu sama
atau dengan penentuan predicktor atau beda sedikit.
Dalam pelaksanaan tes validasi prediksi, salah satu harus menunggu sampai
kriteria yang direncanakan terpenuhi, walaupun harus dengan menunggu waktu dan
pengumpulan data yang kadang memrlukan waktu lama.
Isu yang muncul kemudian adalah dapatkah validasi konkruen digantikan
posisinya dengan validitas prediksi? Pertanyaan itu muncul guna menghilangkan
masalah yang menyangkut keharusan mengawasi jejak subjek. Jawaban pertanyaan
tersebut, pada umumnya tergantung dari beberapa faktor seperti di antaranya: siapa
yang membuat tes tersebut? ; bagaimana tujuan tes direncanakan; kemudian
tergantung pula dengan subjek yang dites.
Dalam kedua tes, baik konkruen maupun prediksi, yang mesti ada padanya
adalah koefisien korelasi yang mungkin tinggi atau mungkin rendah. Yang menjadi
pertanyaan dalam hal ini adalah seberapa tinggi dan seberapa rendah koefisien
korelasi dalam suatu tes harus ada? Dalam hal ini, tidak ada pernyataan pasti untuk
menjawab pertanyaan tersebut. Tetapi sebagai acuan, dapat digambarkan seperti
berikut. Koefisie = 0,5 mungkin dapat diterima, jika hanya ada satu-satunya tes.
Sebaliknya koefisien = 0,5 juga tidak diterima, jika ternyata ada tes prediksi lain yang
sejenis dan mempunyai kofisien lebih tinggi.

2.2 Reliabilitas
2.2.1 Pengertian Reliabilitas
Pengertian reliabilitas menunjuk pada ketetapan (konsistensi) dari nilai yang
diperoleh sekelompok individu dalam kesempatan yang berbeda dengan test yang
sama ataupun yang itemnya ekuivalen. Konsep reliabilitas mendasari kesalahan ukurn
yang mungkin terjadi pada nilai tunggal tertentu, sehingga susunan dari kelompok
mungkin berubah.
Reliabel lebih mudah dimengerti, dengan memperhatikan tiga aspek dari suatu
alat ukur, yaitu : kemantapan, ketepatan , dan homogenitas. Suatu instrumen
dikatakan mantap apabila dalam mengukur sesuatu berulang kali, dengan syarat
bahwa kondisi saat pengukuran tidak berubah, instrumen tersebut memberikan hasil
yang sama. Ketepatan menunjuk kepada instrumen yang tepat / benar dalam
mengukur dari sesuatu yang diukur. Instrumen yang tepat adalah instrumen dimana
pernyataannya jelas, mudah dimengerti dan rinci. Homogenitas, menunjuk kepada
instrumen yang mempunyai kaitan erat satu sama lain dalam unsur – unsur dasarnya.
Contoh, umpamanya kita menimbang badan kita pada suatu timbangan dan
jarum menunjukan angka 59. Tak lama kemudian kita coba timbangan itu, ternyata
menunjuk angka 63. Kita katakan bahwa terjadi kesalahan pengukuran , timbangan
tersebut tidak reabel.
Bila kita ingin mengetahui ketetapan dari alat pengukur pada sekelompok
individu yang berbeda dari populasi tersebut, maka kita berbicara tentang
kemungkinan kesalahan pengukuran sampel (sampling error).

2.2.2. Faktor Yang Mempengaruhi Reliabilitas


1) Banyaknya Butir Soal
Banyaknya soal pada instrumen ikut mempengaruhi derajat reliabilitas,
sebagaimana dinyatakan dalam rumus Spearman, Brown. Hubungan antara jumlah
butir dengan reliabilitas dapat dilihat pada keadaan berikut:
Gambaran diatas menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat reliabilitas
instrumen, semakin sedikit peningkatan yang terjadi akibat pelipatgandaan butirnya.
Makin banyak butir makin reliabel.

2) Range skor total


Makin besar range skor total, alat ukur makin reliabel, karena menunjukkan
bahwa subyek uji coba heterogen.

3) Homogenitas item
Soal yang memili homogenitas tinggi cenderung mengarah kepada tingginya
tingkat reliabilitas. Dua buah tes yang sama jumlah butir-butirnya akan tetapi berbeda
isinya, misal yang satu mengukur pengetahuan kebahasaan dan yang lainnya
mengukur kemampuan kimia, akan menghasilkan tingkat reliabilitas yang berbeda.
Tes kimia cenderung menghasilkan tingkat reliabilitas yang lebih tinggi daripada tes
kebahasaan karena segi isi kemampuan menyelesaikan soal kimia lebih homogen
daripada pengetahuan kebahasaan.Makin homogen aitem, makin reliabel.

4) Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tes


Semakin terbatasnya waktu dalam pengerjaan tes, maka akan mendorong tes
cenderung memiliki reliabilitas yang tinggi.

5) Keseragaman kondisi pada saat tes diberikan


Kondisi pelaksanaan tes semakin seragam akan memunculkan reliabilitas
yang makin tinggi.

6) Kecocokan tingkat kesukaran terhadap peserta tes


Bahwa soal-soal dengan tingkat kesukaran sedang, cenderung lebih reliable
dibandingkan dengan soal-soal yang sangat sukar maupun sangat mudah. Tingkat
kesulitan butir soal, butir yang terlalu mudah atau terlalu sulit, reliabilitas rendah.
Tingkat kesulitan yang baik berkisar 0.25s/d 0.75.

7) Heteroginitas kelompok
Bahwa semakin heterogen kelompok dalam pengerjaan tes, maka tes tersebut
semakin cenderung untuk menunjukkan tingkat reliabilitas yang tinggi.

8) Variabilitas skor
Instrumen yang menghasilkan rentangan skor yang lebih luas atau lebih tinggi
variabilitasnya, akan memiliki tingkat reliabilitas yang lebih tinggi daripada yang
menghasikan rentangan skor yang lebih sempit, seperti bentuk pilihan ganda
cenderung menghasilkan tingkat reliabilitas yang lebih tinggi daripada bentuk benar-
salah.

9) Motivasi individu
Masing-masing individu dalam mengerjakan suatu instrumen akan
mempengaruhi tingkat reliabilitas tersebut secara sungguh-sungguh sehingga jawaban
yang diberikan tidak akan mencerminkan kenyataan yang sebenarnya.

2.2.3 Jenis-Jenis Reliabilitas


1) Koefisien Stabilitas
Cronbach menggunakan istilah Coefficient of stability (koefisien stabilitas)
test dimana terjadi kesalahan pengukuran dalam nilai test ketika diadakan testing
pada waktu tertentu ke jangka waktu berikutnya. Pengukuran semacam itu
menunjukan sampel dimana nilai-nilai suatu test itu mantap atau dipengaruhi
perubahan-perubahan kondisi dalam ingkungan test.
Teknik yang dipergunakan dalam menentukan corak reliabilitas semacam ini
adalah metode test-retest yaitu pengulangan test yang sama.koefisien reliabilitas
diperoleh melalui korelasi nilai yang diperoleh orang-orang yang sama melalui dua
kali administrasi test tertentu.
2) Koefisien Ekuivalen
Yang dimaksud dengan aspek reliabilitas yang ini adalah pengukuran yang
didasarkan atas perangkat item test yang ekuivalen ( artinya berbeda bentuk tetapi
sama isinya), yang masing-masing perangkatnya berdiri sendiri meskipun jumlah
tingkat kesukaran dan luas itemnya sama.
Persoalannya adalah sampai dimana nilai test tergantung pada faktor yang
berhubungan langsung dengan seleksi item. Bila seorang konstruktor
mengkonstruksikan test yang ekuivalen (dengan jumlah item sama, luas item maupun
tingkat kesukarannya sama) sampai dimanakah angka yang diperoleh seseorang
dalam dua test tersebut?
Metode yang dipakai dalam menyelidiki reliabilitas test ini adalah dengan
menggunakan dua bentuk test yang paralel ( ekuivalen). Syarat-syarat yang harus
dipenuhi dua test paralel :
 Kriteria yang dipakai pada kedua test sama
 Masing-masing test dikonstruksi sendiri
 Jumlah item, isi, dan corak sama.
 Tingkat kesukaran sama

Suatu teknik yang terkenal dalam menghitung ekuivalensi item melalui


administrasi satu test tunggal adalah teknik ;perhitungan reliabilitas Split-Half. Split
berrti membelah dan half berati separo. Test dibelah menjadi dua bagian yang sama
dengan menyatukan item test yang nomornya ganjil dalam belahan pertama (X) dan
yang nomornya genap dalam belahan kedua (Y). Angka yang diperoleh pada test
belahan X dikorelasikan dengan angka yang diperoleh pada test belahan Y dengan
menggunakan rumus Pearson:

r= r = koefisien korelasi

x = deviasi dari rata-rata X


X = angka individu untuk test nomor item ganjil.
y = deviasi dari rata rata Y
Y = angka individu untuk test nomor genap
Atau

r= r = koefisien korelasi

X = angka individu intuk nomor item ganjl


Y = angka individu untuk nomor genap.
MX = rata-rata X
My = rata rata Y
N= Jumlah pengikut ujian
Koefisien korelasi yang diperoleh baru menunjukan reliabilitas setengah test.

Setelah kita memperoleh angka korelasi dari angka individu pada nomer-
nomer ganjil dan genap maka untuk mencari koefisien reliabilitas dari keseluruhan
test iyu dipakai rumus Spearman Brown:

r1 = r = koefisien korelasi setengah test

r1 = koefisien reliabilitas seluruh tesr.


3) Homogenitas Item
Aspek reliabilitas yang terakhir ini menunjukan ketetapan dalam
penyelenggaraan suatu test tertentu menghadapi semua item. Suatu contoh konkrit :
bila suatu test terdiri dari bagian –bagian perbendaharaan kata, struktur kalimat, dan
tatabahasa, sedangkan test bahasa yang lain hanya berisi item-item perbendaharaan
kata-kata, maka jelas bahwa item-item test terakhir ini lebih homogen dari pada test
pertama sehingga prestasi individu pada test ke 1 merupakan prestasi terhadap test
yang itemnya heterogen.
Ramalan test yang kriterianya homogen menghasilkan interprestasi yang lebih
paasti daripada yang sifatnya heterogen. Sebenarnya masalah ini lebih banyak
dicakup oleh konsep validitas daripada reliabilitas. Namun begitu ketetapan
(konsistensi) respon subyek terhadap semua item test dicari melalui teknik
perhitungan yang terkenal dengan nama: Kuder- Richardson. Teknik ini yang
menunjuk pada konsistensi item-item didasarkan atas administrasi satu test.
Rumus yang terkenal dengan teknik ini adalah sebagai berikut;

KR20 = { 1- }
Atau

KR21 = [ 1- }]

K = jumlah kemungkinan jawaban dalam item n adalah 27% dari jumlah pengikut.
WL = Wrong Low Group , adalah jumlah kesalahan pada kelompok yang kurang
berhasil dalam keseluruhan jumlah peserta (27%)
WH = Wong High Group , adalah jumlah kesalahan pada kelompok yang berhasil
dalam keseluruhan jumlah peserta (27%).

2.2.4 Cara Menentukan Reliabilitas


Penghitungan reliabilitas disebut dengan estimasi. Estimasi reliabilitas tes
yang dapat dilakukan dengan dua cara, baik konsistensi eksternal dan maupun
konsistensi internalnya.
1. Pengukuran Konsistensi Eksternal
Reliabilitas eksternal diperoleh dengan cara mengolah hasil pengetesan yang
berbeda, baik dari instrument yang berbeda maupun yang sama. Ada dua cara untuk
estimasi reliabilitas eksternal suatu instrument yaitu dengan teknik ulang dan teknik
paralel.
a. Metode Test Ulang (Test-Retest-Method)
Untuk mengetahui sampai dimana suatu pengukuran dapat diandalkan,
pengukuran ini dapat dilakukan dua kali, pengukuran pertama dan ulangnya. Kedua
pengukuran ini dapat dilakukan oleh orang yang sama atau berbeda. Dalam hal ini
perlu diatur bahwa proses pengukuran kedua, keadaan yang diukur itu harus benar-
benar sama. Selanjutnya hasil pengukuran yang pertama dan yang kedua
dikorelasikan dan hasilnya menunjukkan reliabilitas dari tes ini. Memang teknik
ulangan ini akan dapat memenuhi sasaran bila keadaan subjek yang diukur (dites)
tetap bertahan dan tidak mengalami perubahan pada saat pengukuran yang pertama
maupun pada pengukuran yang kedua. Karena keadaan pribadi anak itu selalu dalam
keadaan berkembang, tidak statis, maka sebenarnya teknik ini kurang tepat
digunakan. Disamping itu pada pengukuran yang kedua akan dijumpai adanya
“testing effect” anak telah mendapat tambahan pengetahuan karena sudah
mengalami tes yang pertama.
Reliabilitas tes retes ini penting ketika kita menafsirkan koefisisen tes-retes
untuk mengetahui : a) jangka waktu antara kedua pengambilan penilaian, b)
stabilitas yang diharapkan dari kinerja yang diukur. Secara umum, semakin lama
antara interval pelaksanaan tes yang berulang, semakin rendah tingkat
reliabilitasnya.
Estimasi reliabilitas dengan pendekatan tes-retes akan menghasilkan
koefisien stabilitas. Untuk memperoleh koefisien reliabilitas melalui pendekatan tes-
retes dapat dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi linier antara distribusi
skor subjek pada pemberian tes pertama dengan skor subjek pada pemberian skor
kedua.
N ∑ XY − ∑ X ∑ Y
ri =
ƒ{N ∑ X 2 − (∑ X )2 }{N ∑ Y 2 − (∑ Y)2 }

b. Metode Bentuk Paralel (Equivalent)


Tes paralel atau tes equivalent adalah dua buah tes yang mempunyai
kesamaan tujuan, tingkat kesukaran dan susunan tetapi butir-butir soalnya berbeda,
dalam istilah bahasa Inggris disebut alternate-forms method (parallel forms).
Dengan metode bentuk paralel ini, dua buah tes yang paralel, misalnya tes
Matematika seri A yang akan dicari reliabilitasnya dan tes Seri B diteskan kepada
sekelompok siswa yang sama, kemudian dikorelasikan. Koefisien korelasi dari
kedua hasil tes inilah yang menunjukkan koefisien reliabilitas tes seri A. Jika
koefisiennya tinggi maka tes tersebut sudah reliable dan dapat digunakan sebagai
alat dan pengetes yang terandalkan.
Dalam menggunakan metode tes paralel pengetes harus menyiapkan dua
buah tes, dan masing-masing dicobakan kepada sekelompok siswa yang sama.
Penggunaan metode ini baik karena siswa dihadapkan kepada dua macam tes
sehingga tidak ada factor “ masih ingat-ingat soalnya” yang dalam evaluasi disebut
adanya practice-effect- dan carry-over-effect. Artinya ada factor yang dibawa oleh
pengikut tes karena sudah mengerjakan soal tersebut.
Kelemahan dari metode ini adalah bahwa pengetes pekerjaannya berat
karena harus menyusun dua seri tes. Lagipula harus tersedia waktu yang lama untuk
mencobakan dua kali tes. Berikut ini akan ditunjukkan beberapa langkah-langkah
tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Menentukan subjek sasaran yang hendak di tes
2. Melakukan tes yang dimaksud kepada sasaran subjek yang dimaksud
3. Diadministrasi dengan baik
4. Dalam waktu yang tidak begitu lama melakukan tes yang kedua pada
kelompok tersebut.
5. Mengkorelasikan antara kedua skor tes tersebut.
Jika hasil koefisien ekivalen tinggi, berarti tes memiliki reliabilitas ekivalen
baik. Sebaliknya, jika ternyata koefesien rendah maka reliabilitas ekivalen tes adalah
rendah. Reliabilitas ekivalen merupakn salah satu bentuk yang diterima dan umum
dipakai penelitian terutama penelitian pendidikan.

2. Pengukuran Konsistensi Internal


Reliabilitas internal diperoleh dengan cara menganalisis data dari satu kali
pengetesan. Pemilihan suatu teknik didasarkan atas bentuk instrument atau selera
peneliti. Kadang- kadang penggunaan teknik yang berbeda menghasilkan indeks
reliabilitas yang berbeda pula. Hal ini wajar saja karena kadang-kadang dipengaruhi
oleh sifat atau karakteristik datanya sehingga dalam perhitungan diperoleh angka
berbeda sebagai akibat pembulatan angka. Namun demikian, untuk beberapa teknik
diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu sehingga peneliti tidak begitu saja
memilih teknik-teknik tersebut.
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mencari besarnya reliabilitas
antara lain adalah :
a. Metode Belah Dua (Split Half Method)
Dalam teknik belah dua ini, dalam pengetesan hanya menggunakan satu
tes yang dicobakan satu kali kepada sejumlah subjek (sample). Item-item pada
tes dibagi dua. Skor dari setengah item-item tes pada bagian yang pertama
dikorelasikan dengan skor setengah item-item tes pada bagian yang kedua.
Mencari reliabilitas dengan menggunakan teknik belah dua sekurang-
kurangnya ada dua persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu :
a. Banyaknya butir pertanyaan atau butir soal dalam instrument harus genap
agar dapat dibelah
b. Antara belahan pertama dengan belahan kedua harus seimbang.
Belahan instrument dikatakan seimbang jika jumlah butir pertanyaannya
sama dan pertanyaan tersebut mengungkap aspek yang sama. Untuk
memperoleh belahan yang seimbang, peneliti harus membuat pertanyaan dalam
jumlah genap untuk setiap aspek atau factor. Dengan demikian, letak butir
dapat disebar sedemikian rupa agar kalau dalam analisis data akan melakukan
pembelahan sudah diketahui dengan pasti manakah pasangan- pasangan butir
pertanyaannya. Itulah sebabnya perencanaan penelitian harus terpadu dalam
memperhatikan tabel, pembuatan instrument, uji coba, pengujian reliabilitas,
analisis data, dsb.
Ada dua cara membelah butir soal ini yaitu :
1) Membelah atas item-item genap dan item-item ganjil yang selanjutnya
disebut belahan ganjil-genap.
2) Membelah atas item-item awal dan item-item akhir yaitu separoh jumlah
pada nomor-nomor awal dan separo pada nomor-nomor akhir yang selanjutnya
disebut belahan awal-akhir.
Cara pembelahan ini dapat menghindari kemungkinan terjadinya
pengelompokan item-item tertentu kedalam salah satu belahan saja. Ada
beberapa pengujian reliabilitas dengan metode belah dua, antara lain:
1. Reliabilitas dengan Rumus Spearman-Brown
Adapun rumus spearman brown yang digunakan adalah :
Keterangan :
ri = reliabilitas instrument
rb = indeks korelasi antara dua belahan instrument
N = banyaknya responden
X = belahan pertama
Y = belahan kedua

2. Reliabilitas dengan Rumus Flanagan


Dalam teknik ini peneliti juga harus melakukan
analisis butir terlebih dahulu dan menggunakan teknik
belah dua ganjil-genap. Rumus Flanagan yang dimaksud adalah:

Dengan keterangan :
ri = reliabilitas instrument
V1 = varians belahan pertama (varian skor butir-butir
ganjil) V2 = varians belahan kedua (varian skor butir-butir
genap) Vt = varians skor total

Untuk semua varians rumusnya adalah :

3. Reliabilitas dengan Rumus Rulon


Rulon (1939) merumuskan suatu formula untuk mengestimasi
reliabilitas belah dua tanpa perlu berasumsi bahwa kedua belahan mempunyai
varians yang sama. Menurut Rulon, perbedaan skor subjek pada kedua belahan
tes akan membentuk distribusi perbedaan skor dengan varians yang besarnya
ditentukan oleh varians eror masing-masing belahan menentukan varians eror
keseluruhan tes, maka varians eror tes ini dapat diestimasi lewat besarnya
varians perbedaan skor diantara kedua belahan. Dengan demikian, dalam
melakukan estimasi terhadap reliabilitas tes, varians perbedaan skor inilah yang
perlu diperhitungkan sebagai sumber eror. Untuk estimasi reliabilitas
instrument dengan rumus Rulon, peneliti juga harus melakukan analisis skor
butir.

Kemudian rumusnya adalah :

Dengan keterangan :
ri = reliabilitas instrument
Vt = varians total atau varians skor total
Vd = varians (varians difference)
d = skor pada belahan awal dikurangi skor pada belahan akhir

b. Kuder-Richardson-Reliability
Metode kedua untuk estimasi reliabilitas tes adalah penggunaan salah satu
metode Kuder dan Richardson (1937). Kedua metodenya akan dibahas disini, Kuder
Richardson formula 20 (KR-20) dan Kuder Richardson formula 21 (KR-21) yang
digunakan ketika skorbutir tes 0 dan 1.
1. KR-20
Apabila peneliti memiliki instrument dengan jumlah butir pertanyaan ganjil,
maka peneliti tersebut tidak mungkin menggunakan teknik belah dua untuk
pengujian reliabilitasnya. Untuk itu maka peneliti dapat menggunakan rumus KR-
20.
Rumus:

ri= reliabilitas instrument


k= banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
st2 = varians total
pi = proporsi subjek yang menjawab betul pada suatu butir (proporsi subjek
yang mendapat skor 1)
pi = banyaknya subjek yang skornya 1 / N
qi = 1 – pi

2. KR 21
Rumus KR-21

ri= reliabilitas instrument


k= banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

o2 = varians total
t
pp = skor rata-rata

c. Cronbanch Alpha
Rumus Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrument yang skornya
bukan 1 dan 0, misalnya angket atau soal bentuk uraian.
Rumus Alpha

ri= reliabilitas instrumen


k= banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

∑ ob2= jumlah varians butir

ot2= varians total

Contoh Soal:
Diperoleh data skor nilai coba instrumen sebagai berikut:
No Nama 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Y
1 A 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 14
2 B 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 14
3 C 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 1 12
4 D 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 15
5 E 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 12
6 F 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 11
7 G 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 0 13
8 H 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 14
9 I 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 17
10 J 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 14
11 K 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 17
12 L 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 14
13 M 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 11
14 N 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 13
15 O 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 1 11
16 P 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 13
17 Q 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 17
18 R 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 12
19 S 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 14
20 T 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 1 12
1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 7 12 10 11 1 19 14 12 16 14 27
5 2 8 4 6 8 7 3 8 0

Dari data di atas diperoleh jumlah skor ganjil dan genap sebagai berikut:
GANJIL GENAP
8 6
6 8
7 5
7 8
6 6
4 7
7 6
6 8
8 9
6 8
8 9
6 8
7 4
6 7
5 6
8 5
8 9
6 6
8 6
5 7
132 138

∑X = 132
∑ X2 = 898
∑Y = 138
∑ Y2 = 992
∑ XY =

Rxy =

rxy =
r11 =
Setelah memperoleh angka reliabilitas, langkah selanjutnya adalah
mengonsultasikan harga tersebut dengan tabel r product moment yang ada pada
lampiran. Dari tabel dapat diketahui bahwa dengan N = 10, harga r t(5%) = 0,632, dan
rt(1%) = 0,765. Dengan begitu, maka instrumen tersebut . . . reliabel karena harga rxy
hanya . . . jadi lebih dari harga rt. Harga rxy . . . berapapun besarnya menunjukan
bahwa instrumen yang bersangkutan tidak reabel.
DAFTAR PUSTAKA

Allen. 1979. Introduction to Measurement Theory. California State Collega


B. California

Fu’adi, Athok. 2008. Sistem Pengembangan Evaluasi. STAIN PO

Press. Ponorogo Margono, S. 2006. Metodologi Penelitian

Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta Nitko, Anthony J. 2007.

Educational Assesment Of student. University of Lowa Sukardi. 2003.

Metodologi Penelitian Pendidikan. Bumi Aksara. Yogyakarta

Trianto. 2010. Pengantar Penelitian Pendidikan bagi Pengembangan Profesi Pendidikan


& Tenaga Pengembangan. Kencana. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai