Disusun Oleh:
Kelompok 7
1. Ayu Sofyani Kamilah (20198600001)
2. Dinda Harun Noviani (20198600110)
3. Ibnu Syahid Rais (20198600020)
4. Nur Fauziah (20198600052)
5. Nurstia Ningrum (20198600049)
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
1.1 Latar Belakang...................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................5
1.3 Tujuan Pembahasan Masalah.............................................................................5
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................
2.1 Validitas...............................................................................................................
2.1.1 Pengertian Validitas.................................................................................
2.1.2 Jenis-jenis Validitas.................................................................................
2.2 Reliabilitas............................................................................................................
2.2.1 Pengertian Reliabilitas.............................................................................
2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Reliabilitas.....................................
2.2.3 Jenis-Jenis Reliabilitas.............................................................................
2.2.4 Cara Menentukan Reliabilitas..................................................................
BAB III PENUTUP..................................................................................................
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Validitas
2.1.1 Pengertian Validitas
Suatu instrumen dikatakan valid jika instrumen yang digunakan dapat
mengukur apa yang hendak diukur, Gay (1983). Seorang guru hendak melakukan tes
untuk melakukan penilaian apakah para siswa dapat menguasi pengetahuan yang
telah diberikan di kelas. Agar dapat memperoleh hasil yang baik guru tersebut perlu
membuat atau mengembangkan tes yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai,
kemudian memanfaatkannya untuk mengukur peserta didik. Oleh karena guru
mengetahui seluk-beluk siswa yang diajarkannya, mereka dapat membuat tes yang
cocok dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Namun apakah tes tersebut
dapat mengukur pada siswa ain dalam mata pelajaran sama dan guru yang berbeda?
Pertanyaan tersebut memerlukan kajian yang cermat untuk menjawabnya.
Validitas suatu instrumen penelitian, tidak lain adalah derajat yang
menunjukkan di mana suatu tes mengukur apa yang hendak diukur. Prinsip suatu tes
adalah valid, tidak universal. Validitas suatu tes yang perlu diperhatikan oleh para
peneliti adalah bahwa ia hanya valid untuk suatu tujuan tertentu saja. Misalnya tes
valid untuk bidang studi Kimia belum tentu valid untuk bidang yang lain, misalnya
bidang Biologi.
Hal ini juga dapat dianalogkan bahwa tes valid untuk suatu grup individu
belum tentu valid untuk grup lainnya. Sebagai contoh suatu tes valid untuk para siswa
Sekolah Menengah Atas (SMA), belum tentu valid untuk anak Sekolah Menengah
Pertama (SMP). Yang menjadi pertanyaan adalah bukannya valid atau tidak valid
suatu tes, tetapi tes yang telah dibuat, valid untuk apa dan valid untuk siapa?
Contohnya berkaitan dengan validitas dapat digambarkan seperti berikut. Seorang
guru valid untuk mengajar kelompok umur tertentu, misalnya taman kanak-kanak,
belum tentu valid untuk mengajar anak kelompok usia sekolah menengah kejuruan.
Validitas yang berkaitan untuk siapa perlu diperhatikan karena menyangkut
dengan membangun gambaran atau deskripsi terhadap suatu grup normal. Derajat
validitas hanya berlaku untuk suatu kelompok tertentu yang memang telah
direncanakan pemakaiannya oleh si peneliti . Contoh dalam tes pencapaian prestasi
anak yang direncanakan oleh orang dewasa, akan berbeda bentuk maupun
substansinya dengan tes prestasi untuk anak usia remaja. Oleh karena itu, tidak aneh
dalam hal ini jika instrumen direncanakan bervariasi bentuk maupun isinya, sesuai
dengan tujuan yang hendak dicapai.
2.1.2 Jenis-Jenis Validitas
Secara metodologis, validitas suatu tes dapat dibedakan menjadi empat
macam, yaitu validitas isi, konstruk, konkruen, dan prediksi.
1. Validitas Isi
Validitas isi adalah derajat di mana sebuah tes mengukur cakupan substansi
yang ingin diukur. Untuk mendapatkan validitas isi memerlukan dua aspek penting
yaitu valid isi dan valid teknik sampling. Valid isi mencakup khususnya, hal-hal yang
berkaitan dengan apakah item-item itu menggambarkan pengukuran berkaitan dengan
bagaimanakah baiknya suatu sampel tes merepresentasikan total cakupan isi. Contoh,
sebuah tes direncanakan untuk mengukur pengetahuan tentang pendidikan teknologi
kejuruan, dikatakan valid, karena dalam kenyataannya semua item benar-benar
berkaitan dengan faktual PTK. Tetapi mungkin tes tersebut mempunyai validitas
sampling jelek, karena pengambilan sampling materi tidak merepresentasikan untuk
materi yang dimaksud.
Kadang-kadang tes validitas isi juga disebut face validity atau validitas wajah.
Walaupun hal tersebut masih meragukan, karena validitas wajah hanya
menggambarkan derajat di mana sebuah tes tampak mengukur, tetapi tidak
menggambarkan cara psikometri yang mengukur apa yang ingin diusahakan dapat
diukur. Proses ini sering digunakan sebagai awal menyaring dalam tes pilihan.
Validitas isi juga mempunyai peran yang sangat penting untuk tes
pencapaian atau achievement test. Validitas isi pada umumnya ditentukan melalui
pertimbangan para ahli. Tidak ada formula matematis untuk menghitung dan tidak
ada cara untuk menunjukkan secara pasti. Tetapi untuk memberikan gambaran
bagaimana suatu tes divalidasi dengan menggunakan validitas isi, pertimbangan ahlii
tersebut dilakukan dengan cara seperti berikut. Para ahli, pertama diminta untuk
mengamati secara cermat semua item dalam tes yang hendak divalidasi. Kemudian
mereka diminta untuk mengoreksi semua item-item yang telah dibuat. Dan pada akhir
perbaikan, mereka juga diminta untuk memberikan pertimbangan tentang tes tersebut
menggambarkan cakupan isi yang hendak diukur. Pertimbangan ahli tersebut
biasanya juga menyangkut, apakah semua aspek yang hendak diukur telah dicakup
melalui item pertanyaaan dalam tes. Atau dengan kata lain perbandingan dibuat
antara apa yang harus dimasukkan dengan apa yang ingin diukur yang telah
direfleksikan menjadi tujuan tes.
2. Validitas Konstruk
Validitas konstruk merupakan derajat yang menunjukkan suatu tes
mengukur sebuah konstruk sementara atau hypotetical construct. Konstruk, secara
definitif, merupakan suatu sifat yang tidak dapat diobservasi, tetapi kita dapat
merasakan pengaruhnya melalui satu atau dua indra kita. Contoh suatu konstruk
dalam lingkup pendidikan teknologi kejuruan misalnya, implikasi orang terampil atau
memiliki skill, dapat dilihat dengan melalui tingkah laku dia ketika seseorang tersebut
melakukan pekerjaannya. Konstruk tidak lain adalah merupakan “temuan” atau suatu
pendekatan untuk menerangkan tingkah laku. Konstruk arus listrik dalam suatu
pendekatan, misalnya, dapat dirasakan efeknya, ketika kita dengan sengaja atau tidak
sengaja memegang dua kabel tersebut secara bersama-sama. Kita tidak dapat
memotong benda dan melihat arus listriknya. Arus listrik dalam benda tersbut dapat
dirasakan pengaruhnya secara lebih nyata dengan melalui alat ukur, misalnya
ohmmeter atau amperemeter. Dalam pendidikan anak contoh konstruk seperti
Intelligence Quotient (IQ), melalui penelitian menghasilkan bahwa seseorang yang
memiliki IQ lebih tinggi, ada kecenderungan bahwa orang tersebut dapat
mengerjakan tugas-tugas sekolah dengan lebih baik. Dalam dunia pendidikan, contoh
lain yang menyangkut konstrruk, misalnya ketakutan, kreativitas, semangat, dan
sebagainya.
Proses melakukan validasi konstruk dapat dilakukan dengan cara melibatkan
hipotesis testing yang dideduksi dari teori yang menyangkut dengan konstruk yang
relevan. Misalnya jika suatu teori kecemasan menyatakan bahwa seseorang yang
memiliki kecemasan yang lebih tinggi akan bekerja lebih lama dalam menyelesaikan
suatu masalah, dibanding dengan orang yang memiliki tingkat kecemasan rendah.
Jika terjadi orang yang cemasnya tinggi ternyata kemudian bekerja sebaliknya, yaitu
lebih cepat, ini bukan berarti bahwa tes yang sudah baku tadi berarti tidak mengukur
kecemasan orang. Atau dengan kata lain hipotesis yang berhubungan dengan tingkah
laku seseorang dengan kecemasan tinggi tidak benar. Dari kasus tersebut
mengindikasikan bahwa konstruk yang berhubungan dengan orang yang memiliki
kecemasan tinggi memerlukan kaji ulang, guna mengadakan koreksi dan penyesuaian
kembali. Umumnya beberapa studi yang tidak berhubungan digunakan untuk
mendukung kredibilitas tes konstruk yang telah ada.
3. Validitas Konkruen
Validitas konkruen adalah derajat dimana skor dalam suatu tes dihubungkan
dengan skor lain yang telah dibuat. Tes dengan validasi konkruen biasanya
diadministrasi dalam waktu yang sama atau dengan kriteria valid yang sudah ada.
Sering kali juga terjadi bahwa tes dibuat atau dikembangkan untuk pekerjaan sama
seperti beberapa tes lainnya, tetapi dengan cara yang lebih mudah dan lebih cepat.
Validitas konkruen ditentukan dengan membangun analisis hubungan atau
pembedaan. Metode hubungan pada umumnya dilakukan dengan cara melibatkan
antara skor-skor pada tes dengan skor tes yang telah baku atau kriteria tes yang sudah
ada, misalnya tes GPA. Cara-cara membuat tes dengan validitas konkruen dapat
dilakukan dengan beberapa langkah seperti berikut.
a. Administrasi tes yang baru dilakukan terhadap grup atau anggota kelompok.
b. Catat tes baku yang ada termasuk berapa koefisien validitasnya jika ada.
c. Hubungkan atau korelasikan dua tes skor tersebut.
Hasil yang dicapai atau koefisien validitas yang muncul menunjukkan
derajat hubungan validitas tes yang baru. Jika koefisien tinggi, berarti tes yang baru
tersebut mempunyai validitas konkruen yang baik. Sebaliknya tes yang baru
dikatakan mempunyai validitas konkruen yang jelek, jika koefisien yang dihasilkan
rendah.
Metode pembeda (discrimination) merupakan validitas konkruen yang
melibatkan penentuan suatu tes. Jika skor tes dapat digunakan untuk membedakan
antara orang yang memiliki sifat-sifat tertentu yang diinginkan dengan seseorang
yang tidak memiliki sifat-sifat tersebut. Tes mental adalah merupakan contoh nyata
terapan suatu tes pembeda yang sering ditemui dalam kasus-kasus psikologi. Jika
hasil skor suatu tes dapat digunakan dengan benar untuk mengklarifikasi person yang
satu dengan person lainnya maka validitas konkruen tes tersebut memiliki daya
pembeda yang baik.
4. Validitas Prediksi
Validitas prediksi adalah derajat yang menunjukkan suatu tes dapat
memprediksi tentang bagaimana seseorang akan melakukan suatu prospek tugas atau
pekerjaan yang direncanakan. Tes kemampuan aljabar, sebagai contohnya, dapat
dikatakan mempunyai nilai validitas prediksi, jika tes tersebut dapat menduga pada
seseorang yang memiliki kemampuan aljabar dengan anak yang tidak memiliki
kemampuan. Tes kemampuan akademik yang sering diberikan pada mahasiswa yang
hendak melanjutkan ke jenjang pascasarjana juga dikenal juga mempunyai nilai
prediksi yang baik terhadap calon mahasiswa dalam menyelesaikan studi di
pascasarjana tersebut.
Instrumen validitas prediksi mungkin bervariasi bentuknya tergantung
beberapa faktor, misalnya kurikulum yang digunakan, buku pegangan yang dipakai,
intensitas mengejar, dan letak geografis atau daerah sekolah. Yang perlu diperhatikan
ketika kita akan melakukan tes prediksi di antaranya adalah perlunya memperhatikan
proses dan cara membandingkan instrumen yang divalidasi dengan tes yang telah
dibakukan. Untuk tes validasi prediksi, prinsip instrumen umum yang menyatakan
bahwa tidak ada tes yang memiliki tes prediksi sempurna masih tetap berlaku. Oleh
karena itu, perlu disadari bahwa skor tes yang dihasilkan juga memiliki sifat
ketidaksempurnaan tersebut.
Konsekuensi lain dari prinsip umum tersebut yang harus selalu diingat oleh
para peneliti adalah bahwa menggunakan kombinasi beberapa kriteria akan lebih
tepat hasilnya, jika dibandingkan dengan satu tes yang mempunyai validasi prediksi
yang diuat hanya atas dasar satu kriteria. Hal ini berarti jika suatu klarifikasi dianggap
penting atau keputusan pemilihan harus dilakukan maka para peneliti sebaiknya
mendasarkan pada data yang diperoleh dari tes yang menggunakan lebih dari satu
indikator.
Validitas prediksi suatu tes pada umumnya ditentukan dengan membangun
hubungan antara skor tes dan beberapa ukuran keberhasilan dalam situasi tertentu
yang digunakan untuk memprediksi keberhasilan, yang selanjutnya disebut sebagai
predicktor. Sedangkan tingkah laku yang hendak diprediksi pada umumnya disebut
sebagai criterion. Dalam membuat validasi prediksi, suatu tes biasanya mempunyai
sekuensi sebagai berikut. Pertama, mengidentifikasi dan mendefinisikan secara teliti
criterion yang hendak diinginkan. Kriteria yang terpilih harus mengukur validitas
terhadap tingkah laku yang diprediksi. Sebagai contoh misalnya, jika kita hendak
memprediksi mata kuliah matematika. Kelengkapan kehadiran kuliah satu semester,
menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan dan mengikuti mid semester dari kulih
tersebut dapat digunakan sebagai indikator criterion. Sedangkan mahasiswa yang
tidak hadir dan tidak mengumpulkan tugas-tugasnya, skor penuh yang diperoleh
menunjukkan bahwa nilai tersebut tidak merefleksikan prediksi keberhasilan.
Yang perlu diperhatikan ketika suatu criterion ditentukan oleh seorang
peneliti adalah bahwa dalam menentukan tercapainya suatu kriteria, apakah sebagian
besar mahasiswa yang mengambil mata kuliah tersebut dapat mencapai suatu kriteria
yang sudah ditentukan? Seberapa besar mahasiswa dapat mencapai kriteria dalam
suatu tes sering disebut sebagai rerata dasar atau baserate. Rerata dasar adalah
proporsi individual yang diharapkan dapat memenuhi criterion yang telah ditentukan.
Dalam penentuan criterion suatu objek, kita sebaiknya menghindari criterion di mana
nilai rerata dasarnya adalah sangat tinggi. Nilai rerata dasar tinggi berarti sangat
mudah. Sebaliknya jangan pula terjadi bahwa nilai rerata dasar yang ada ternyata
sangat rendah. Karena nilai rerata dasar rendah tidak lain adalah menunjukkan bahwa
nilai tes sangat sulit.
Ketika-kriteria telah diidentifikasi dan ditentukan, prosedur selanjutnya
adalah menentukan validitas prediksi suatu tes dengan cara seperti berikut.
1. Buat item tes sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
2. Tentukan grup yang dijadikan subjek dalam pilot study.
3. Identifikasi criterion prediksi yang hendak dicapai.
4. Tunggu sampai tingkah laku yang diprediksi atau variabel criterion muncul dan
terpenuhi dalam grup yang telah ditentukan.
5. Capai ukuran-ukuran criterion tersebut.
6. Korelasikan dua set skor yang dihasilkan.
2.2 Reliabilitas
2.2.1 Pengertian Reliabilitas
Pengertian reliabilitas menunjuk pada ketetapan (konsistensi) dari nilai yang
diperoleh sekelompok individu dalam kesempatan yang berbeda dengan test yang
sama ataupun yang itemnya ekuivalen. Konsep reliabilitas mendasari kesalahan ukurn
yang mungkin terjadi pada nilai tunggal tertentu, sehingga susunan dari kelompok
mungkin berubah.
Reliabel lebih mudah dimengerti, dengan memperhatikan tiga aspek dari suatu
alat ukur, yaitu : kemantapan, ketepatan , dan homogenitas. Suatu instrumen
dikatakan mantap apabila dalam mengukur sesuatu berulang kali, dengan syarat
bahwa kondisi saat pengukuran tidak berubah, instrumen tersebut memberikan hasil
yang sama. Ketepatan menunjuk kepada instrumen yang tepat / benar dalam
mengukur dari sesuatu yang diukur. Instrumen yang tepat adalah instrumen dimana
pernyataannya jelas, mudah dimengerti dan rinci. Homogenitas, menunjuk kepada
instrumen yang mempunyai kaitan erat satu sama lain dalam unsur – unsur dasarnya.
Contoh, umpamanya kita menimbang badan kita pada suatu timbangan dan
jarum menunjukan angka 59. Tak lama kemudian kita coba timbangan itu, ternyata
menunjuk angka 63. Kita katakan bahwa terjadi kesalahan pengukuran , timbangan
tersebut tidak reabel.
Bila kita ingin mengetahui ketetapan dari alat pengukur pada sekelompok
individu yang berbeda dari populasi tersebut, maka kita berbicara tentang
kemungkinan kesalahan pengukuran sampel (sampling error).
3) Homogenitas item
Soal yang memili homogenitas tinggi cenderung mengarah kepada tingginya
tingkat reliabilitas. Dua buah tes yang sama jumlah butir-butirnya akan tetapi berbeda
isinya, misal yang satu mengukur pengetahuan kebahasaan dan yang lainnya
mengukur kemampuan kimia, akan menghasilkan tingkat reliabilitas yang berbeda.
Tes kimia cenderung menghasilkan tingkat reliabilitas yang lebih tinggi daripada tes
kebahasaan karena segi isi kemampuan menyelesaikan soal kimia lebih homogen
daripada pengetahuan kebahasaan.Makin homogen aitem, makin reliabel.
7) Heteroginitas kelompok
Bahwa semakin heterogen kelompok dalam pengerjaan tes, maka tes tersebut
semakin cenderung untuk menunjukkan tingkat reliabilitas yang tinggi.
8) Variabilitas skor
Instrumen yang menghasilkan rentangan skor yang lebih luas atau lebih tinggi
variabilitasnya, akan memiliki tingkat reliabilitas yang lebih tinggi daripada yang
menghasikan rentangan skor yang lebih sempit, seperti bentuk pilihan ganda
cenderung menghasilkan tingkat reliabilitas yang lebih tinggi daripada bentuk benar-
salah.
9) Motivasi individu
Masing-masing individu dalam mengerjakan suatu instrumen akan
mempengaruhi tingkat reliabilitas tersebut secara sungguh-sungguh sehingga jawaban
yang diberikan tidak akan mencerminkan kenyataan yang sebenarnya.
r= r = koefisien korelasi
r= r = koefisien korelasi
Setelah kita memperoleh angka korelasi dari angka individu pada nomer-
nomer ganjil dan genap maka untuk mencari koefisien reliabilitas dari keseluruhan
test iyu dipakai rumus Spearman Brown:
KR20 = { 1- }
Atau
KR21 = [ 1- }]
K = jumlah kemungkinan jawaban dalam item n adalah 27% dari jumlah pengikut.
WL = Wrong Low Group , adalah jumlah kesalahan pada kelompok yang kurang
berhasil dalam keseluruhan jumlah peserta (27%)
WH = Wong High Group , adalah jumlah kesalahan pada kelompok yang berhasil
dalam keseluruhan jumlah peserta (27%).
Dengan keterangan :
ri = reliabilitas instrument
V1 = varians belahan pertama (varian skor butir-butir
ganjil) V2 = varians belahan kedua (varian skor butir-butir
genap) Vt = varians skor total
Dengan keterangan :
ri = reliabilitas instrument
Vt = varians total atau varians skor total
Vd = varians (varians difference)
d = skor pada belahan awal dikurangi skor pada belahan akhir
b. Kuder-Richardson-Reliability
Metode kedua untuk estimasi reliabilitas tes adalah penggunaan salah satu
metode Kuder dan Richardson (1937). Kedua metodenya akan dibahas disini, Kuder
Richardson formula 20 (KR-20) dan Kuder Richardson formula 21 (KR-21) yang
digunakan ketika skorbutir tes 0 dan 1.
1. KR-20
Apabila peneliti memiliki instrument dengan jumlah butir pertanyaan ganjil,
maka peneliti tersebut tidak mungkin menggunakan teknik belah dua untuk
pengujian reliabilitasnya. Untuk itu maka peneliti dapat menggunakan rumus KR-
20.
Rumus:
2. KR 21
Rumus KR-21
o2 = varians total
t
pp = skor rata-rata
c. Cronbanch Alpha
Rumus Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrument yang skornya
bukan 1 dan 0, misalnya angket atau soal bentuk uraian.
Rumus Alpha
Contoh Soal:
Diperoleh data skor nilai coba instrumen sebagai berikut:
No Nama 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Y
1 A 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 14
2 B 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 14
3 C 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 1 12
4 D 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 15
5 E 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 12
6 F 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 11
7 G 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 0 13
8 H 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 14
9 I 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 17
10 J 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 14
11 K 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 17
12 L 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 14
13 M 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 11
14 N 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 13
15 O 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 1 11
16 P 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 13
17 Q 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 17
18 R 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 12
19 S 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 14
20 T 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 0 1 12
1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 7 12 10 11 1 19 14 12 16 14 27
5 2 8 4 6 8 7 3 8 0
Dari data di atas diperoleh jumlah skor ganjil dan genap sebagai berikut:
GANJIL GENAP
8 6
6 8
7 5
7 8
6 6
4 7
7 6
6 8
8 9
6 8
8 9
6 8
7 4
6 7
5 6
8 5
8 9
6 6
8 6
5 7
132 138
∑X = 132
∑ X2 = 898
∑Y = 138
∑ Y2 = 992
∑ XY =
Rxy =
rxy =
r11 =
Setelah memperoleh angka reliabilitas, langkah selanjutnya adalah
mengonsultasikan harga tersebut dengan tabel r product moment yang ada pada
lampiran. Dari tabel dapat diketahui bahwa dengan N = 10, harga r t(5%) = 0,632, dan
rt(1%) = 0,765. Dengan begitu, maka instrumen tersebut . . . reliabel karena harga rxy
hanya . . . jadi lebih dari harga rt. Harga rxy . . . berapapun besarnya menunjukan
bahwa instrumen yang bersangkutan tidak reabel.
DAFTAR PUSTAKA