KABUPATEN SUKOHARJO
Oleh :
A0116061
FAKULTAS TEKNIK
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang maha esa yang telah melimpahkan rahmat
dan anugrahnya kepada kami, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan buku ajar
Rekayasa Irigasi. penyusunan buku ini merupakan bagian dari kelengkapan pembelajaran di
Program studi Teknik Sipil Universitas Tunas Pembangunan Surakarta
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
banyak membantu dalam penulisan buku ajar ini, baik dalam kampus UTP khususnya
Program Studi Teknik Sipil maupun di luar kampus sehingga tersusunnya buku ajar ini
dengan baik. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi seluruh mahasiswa maupun dosen
pengampu
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pihak manapun demi kesempurnaan
buku ini untuk penertiban yang akan dating, penulis tidak lupa mohon maaf bila terjadi
kekurang sempurnaan dalam penyusunan buku ini
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
Maksud dari studi ini adalah untuk mengetahui ketersediaan air yang ada pada daerah
Wirun untuk memenuhi kebutuhan ketersediaan air yang dipasoknya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya debit air yang
dibutuhkan pada daerah irigasi Wirun dari patokan debit andalan untuk memenuhi kebutuhan
air pada setiap musim tanam.
BAB II
Landasan Teori
2.1 Debit
Debit air adalah kecepatan aliran zat cait per satuan waktu. Misalnya Debit air
sungai pesanggrahan adalah 3.000 l / detik. Artinya setiap 1 detik air yang mengalir di
sungai Pesanggrahan adalah 3.000 l. Satuan debit digunakan dalam pengawasan kapasitas
atau daya tampung air di sungai atau bendungan agar dapat dikendalikan. Untuk dapat
menentukan debit air maka kita harus mengetahui satuan ukuran volume dan satuan
ukuran waktu terlebih dahulu, karena debit air berkaitan erat dengan satuan volume dan
satuan waktu, faktor penting dalam studi hidraulika adalah kecepatan aliran V atau debit
aliran Q. Dalam hitungan praktis, rumus yang banyak digunakan adalah persamaan
kontinuitas, Q = AV, dengan A adalah tampang aliran.
Apabila kecepatan dan tampang aliran diketahui, maka debit aliran dapat dihitung.
Demikian pula jika kecepatan dan debit aliran diketahui maka dapat dihitung luas
tampang aliran yang diperlukan untuk melewatkan debit tersebut. Dengan kata lain
dimensi pipa atau saluran dapat ditetapkan. Biasanya debit aliran ditentukan oleh
kebutuhan air yang diperlukan oleh suatu proyek (kebutuhan air minum suatu kota, untuk
irigasi, debit pebangkitan tenaga listrik, dan sebagainya) atau debit yang terjadi pada
proyek tersebut (debit aliran melalui sungai). Dengan demikian besarnya debit aliran
adalah sudah tertentu. Berarti untuk bisa menghitung tampang aliran A, terlebih dahulu
harus dihitung kecepatan V. Rumus kecepatan ini diperoleh secara Matematis-Empiris
yaitu berdasarkan percobaan- percobaan yang dilakukan Manning
Peta petak Jaringan irigasi biasanya dibuat berdasarkan peta topologi yang
dituangkan ke peta ikhtisar berskala 1 : 25000. Selanjutnya dari peta ikhtisar tersebut
desain dilanjutkan dalam ikhtisar detil 1 : 5000 atau 1 : 2000. Peta ikhtisar detil tersebut
dikenal di lingkungan perencana dengan istilah peta petak. Pada peta petak tergambar
petak tersier, petak sekunder dan peta primer.
Petak Tersier adalah suatu unit atau petak tanah / sawah terkecil berukuran
antara 50 – 100 hektar. Mempunyai batas – batas yang jelas seperti jalan kampung,
saluran pembuangan, lembah dan sebagainya, serta batasan langsung dengan saluran
sekunder, saluran primer. Petak tersier dilayani oleh :
Saluran irigasi sebagai saluran pemberi yaitu saluran tersier dan atau saluran
kuarter;
Saluran pembuang sebagai saluran pembuang aliran air yang telah dipakai.
Bangunan pembagi air ( box tersier ) dan bangunan lainnya seperti bangunan
silang dan seterusnya.
Tidak tersedia jalan petani ( farm road ) dan atau jalan inspeksi.
Cara pemberian air; umumnya untuk tanaman padi pada petak tersier yaitu
dengan cara petak ke petak ( plot to plot system ). Langkah cara pemberian
airnya seperti ditunjukkan pada Gbr. 1.1, yakni :
Saluran pemberi yaitu saluran tersier dan saluran kuarter.
Air diberikan kepada petak sawah yang paling atas atau yang paling dekat
dengan saluran pemberi secara gravitasi.
Setelah petak sawah yang paling atas penuh lalu air dialirkan ke petak sawah
yang lebih bawah.
Selanjutnya air diberikan ke petak yang terbawah.
Air yang di berikan dari saluran itu dipakai berulang – ulang dari petak ke
petak.
Akhirnya air di alirkan ke saluran pembuang buatan atau alamiah.
Petak Sekunder adalah gabungan dari petak tersier dengan luas yang bergantungan
kepada keadaan lahan. Juga mempunyai batas yang jelas misalnya saluran
pembuangan dan sebagainnya. Saluran sekunder pada petak sekunder umumnya
didesain di punggung medan sehingga dapat pula di desain sebagai saluran garis
tinggi, yang hanya dapat mengairi lereng medan yang lebih rendah dari saluran.
Saluran sekunder yang terletak di punggung medan pada Gbr. 1.2 ditunjukkan oleh
saluran dari titik A1 – B1 – B2 dan A2 – C serta D1 – D2 – D3.
Sedangkan saluran garis tinggi ditunjukkan oleh saluran yang mengalir dari titik A –
A1 – A2. Sungai – sungai di Gbr. 2.2 bila di jadikan batas petak maka akan didapat
tiga susunan petak sekunder. Petak sekunder biasanya menerima air dari bangunan
bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder.
Petak Primer Petak primer, yaitu petak atau gabungan petak-petak sekunder yang
mendapat air langsung dari saluran induk. Petak primer dilayani oleh satu saluran
primer yang mengambil airnya langsung dari sumber air. Daerah di sepanjang saluran
primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan cara menyadap air dari
saluran sekunder. Apabila saluran primer melewati sepanjang garis tinggi, daerah
saluran primer yang berdekatan harus dilayani langsung dari saluran primer.
C= Koefisien pengaliran
I = Intensitas curah hujan efektif rata-rata (mm/jam)
2
A = Luas Daerah Aliran Sungai (km )
Tabel 2.2
Koefisien Pengaliran, C
Kondisi daerah pengaliran dan sungai Koefisien Pengaliran (c)
Daerah pegunungan yang curam 0.75 - 0.90
Daerah pegunungan tersier 0.70 - 0.80
Tanah bergelombang dan hutan 0.50 - 0.75
Tanah dataran yang ditanami 0.45 - 0.60
Persawahan yang diairi 0.60 - 0.70
Sungai di daerah pegunungan 0.75 - 0.80
Sungai kecil di dataran 0.45 - 0.57
Sungai besar dari setengah daerah 0.50 - 0.57
Pengaliran terdiri dari dataran
Sumber : Irigasi I, 2014
2.4 Pola Tanam
Pola tanam adalah bentuk-bentuk jadwal tanam secara umum yang
menyatakan kapan mulainya proses penanaman. Dari alternative yang ada perlu
pertimbangan sehingga dapat menghasilkan tanaman yang terbaik dalam
pelaksanaanya. Adapun aspek yang perlu diperhatikan antara lain:
a. Curah hujan efektif rata-rata
b. Kebutuhan air irigasi
c. Perkolasi tanah di daerah tersebut
d. Koefisien tanaman
Rencana tata tanam pada suatu daerah irigasi erat kaitannya dengan ketersediaan air
pada saat itu yang minimal mencukupi untuk pengolahan tanah dan juga tergantung
pada kebiasaan penduduk setempat.
Q1
EFP=
Q2
Keterangan:
Efp : Debit saluran (m3 /dtk)
Q1 : Debit yang sampai ke petak sawah (m3 /dtk)
Q2 : Debit yang masuk ke saluran (m3 /dtk)
Sumber: Cropwatt, tahun 1989
Analisis ini untuk memperoleh hasil efisiensi saluran, diperoleh dari
perhitungan debit air yang ke petak sawah dan debit yang masuk ke saluran
selanjutnya di bagi antara debit yang ke petak di bagi debit yang masuk ke saluran.
CWR = Kc x Eo
Keterangan :
CWR : Kebutuhann air untuk tanaman padi (mm/hari)
Kc : Koeffisien tanaman (mm/hari)
Eo : Evoporasi permukaan air bebas (mm/hari)
Sumber: Cropwatt, tahun 1989
Metode analisis ini untuk mengetahui dari masing – masing sub variabel yaitu:
Koefisien tanaman padi dan Evaporasi permukaan air selanjutnya kedua variabel
dikalikan maka akan diperoleh hasil kebutuhan air tanaman padi.
FWR = ( CWR + In ) - ER
Keterangan :
FWR : Kebutuhan air dipetak sawah (m3 /dtk)
CWR : Kebutuhan air untuk tanaman padi (mm/hari) In : Infiltrasi (ltr/menit)
ER : Hujan efektif (mm/hari)
Sumber: Cropwatt, tahun 1989
Metode analisis ini untuk mengetahui dari masing – masing sub variabel yaitu
mengukur infiltrasi di lapangan dan mengihitung hujan efektif digunakan hujan harian
atau bulanan setelah diperoleh dari hasil perhitungan selanjutnya dari hasil
perhitungan dapat diketahui kebutuhan air di petak sawah.
Keterangan:
PWR: Kebutuhan air di lahan pertanian (m3 /dtk)
FWR: Kebutuhan air di petak sawah (m3 /dtk)
Efp : Efisiensi saluran irigasi (m3 /dtk)
Sumber: Cropwatt, tahun 1989
Analisis ini di gunakan untuk mengetahui kebutuhan air di seluruh areal
irigasi, diperoleh dari hasil perhitungan kebutuhan air di petak sawah di bagi dengan
efisiensi saluran irigasi selanjutnya di kalikan dengan luas areal irigasi maka akan di
ketahui hasil perhitungan kebutuhan air untuk seluruh areal irigasi.
3. Bentuk Saluran
Dalam menentukan bentuk dan dimensi saluran yang akan digunakan dalam
pembangunan saluran baru maupun dalam kegiatan perbaikan penampang saluran
yang sudah ada, salah satu hal penting yang perlu dipertimbangkan adalah
ketersediaan lahan. Mungkin di daerah pedesaan membangun saluran dengan
kapasitas yang besar tidak menjadi masalah karena banyaknya lahan yang kosong,
tapi di daerah perkotaan yang padat tentu bisa menjadi persoalan yang berarti karena
terbatasnya lahan. Oleh karena itu, penampang saluran drainase perkotaan dan jalan
raya dianjurkan mengikuti penampang hidrolis terbaik, yaitu suatu penampang yang
memiliki luas terkecil untuk suatu debit tertentu atau memiliki keliling basah terkecil
dengan hantaran maksimum. Dimensi saluran harus mampu mengalirkan debit
rencana atau dengan kata lain debit yang dialirkan harus sama atau lebih besar dari
debit rencana. Untuk mencegah muka air ke tepi (meluap) maka diperlukan adanya
tinggi jagaan pada saluran, yaitu jarak vertikal dari puncak saluran ke permukaan air
pada kondisi debit rencana.
Bentuk penampang saluran pada muka tanah umumnya ada beberapa macam
antara lain; bentuk trapesium, empat persegi panjang, segitiga, setengah lingkaran.
Beberapa bentuk saluran dan fungsinya dijelaskan pada tabel berikut ini;
2.6 Rumus saluran trapesium
Rumus persegi
BAB III
METODOLOGI