Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

SISTEM JARINGAN IRIGASI

OLEH

Maria Elisabeth Botu (022200030)

UNIVERSITAS NUSA NIPA MAUMERE

FAKULTAS TEKNIK

PRODI SIPIL

2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala Puji syukur Saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan
rahmatnya saya dapat menyelesaikan Makalah “ Sistem Jaringan Irigasi ", tanpa halangan suatu
apapun.

Dengan tersusunya makalah ini saya berharap dengan makalah ini bisa membuat saya
dapat nilai yang baik dan juga tugas ini semoga dapat berguna dalam proses perkuliahan dan
berguna bagi si pembacanya.

Mengingat bahwa manusia memiliki kelebihan maupun kekurangan dalam mengerjakan


sesuatu hal, maka saya mengharapkan pembaca bersedia untuk memberikan koreksi terhadap
makala ini.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari para
pembaca semua dan juga mudah mudahan makalah yang saya susun ini dapat bermanfaat bagi
pembaca semua dan dapat meningkatkan prestasi si penulis dan si pembaca .

Maumere, 4 Maret 2022

Penulis

Maria Elisabeth Botu


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan

BAB II: HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1. Teknik Irigasi


2.1.1. Pengertian Irigasi
2.1.2. Kualitas Air Irigasi
2.1.3. Sistem Irigasi dan Klasifikasi Jaringan Irigasi
2.1.4. Cara Pemberian Air Irigas

BAB III: PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

3.2. SARAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas utama dalam agenda
pembangunan nasional dipusatkan dibidang pertanian. Salah satu sasaran pembangunan
pertanian adalah tercapainya peningkatan ketahanan pangan, dimana pangan senantiasa tersedia
secara cukup, aman, bermutu, bergizi, dan beragam dengan harga yang terjangkau oleh daya beli
masyarakat.

Sehubungan dengan hal tersebut, air memegang peranan penting dalam usaha
pembudidayaan tanaman pangan. Air merupakan unsur penting bagi tanaman, karena proses
pengambilan unsur hara oleh tudung akar hanya bisa berlangsung apabila ada air yang cukup di
zona akar. Melalui proses transpirasi air mengalir dari zona akar keseluruh bagian tanaman,dan
aliran tersebut mendistribusikan unsur hara keseluruh bagian tanaman (Ginting, 2014).
Berdasarkan hal tersebut ketersediaan air di areal pertanian menjadi salah satu jaminan
ketersediaan pangan untuk meningkatkan produksi pangan nasional.

Kebutuhan air bagi tanaman padi dipenuhi melalui teknik irigasi yang umumnya
bersumber dari sungai, air tanah, waduk, dan sistem pasang surut. Untuk mengalirkan air dari
sumbernya (intake) ke areal persawahan diperlukan saluran irigasi. Air tidak begitu saja dapat
dialirkan kepetak-petak sawah, melainkan harus melalui suatu sistem jaringan irgasi. Pemberian
air irigasi dari hulu (upstream) sampai dengan hilir (downstream) memerlukan sarana dan
prasarana irigasi yang memadai berupa: bendungan, saluran primer dan sekunder, kotak bagi,
bangunan-bangunan ukur, dan saluran tersier serta saluran Tingkat Usaha Tani (TUT). Pada
akhir tahun 2010 luas sawah di Indonesia adalah sekitar 8 juta hektar. Dari total luas tersebut,
hanya 57% diantaranya yang memiliki sarana irigasi, selebihnya adalah sawah pasang surut dan
sawah tadah hujan.

Terganggunya atau rusaknya salah satu bangunan-bangunan irigasi akan mempengaruhi


kinerja sistem yang ada, sehingga mengakibatkan efisiensi dan efektifitas irigasi menjadi
menurun (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). Kinerja jaringan irigasi dipengaruhi turunnya
kinerja pintu saluran sekunder yang mengalirkan debit air tidak sesuai debit standar pintu
dikarenakan telah terjadi kebocoran. Kurangnya pemeliharaan jaringan irigasi dapat
mempengaruhi distribusi air ke petak-petak sawah menjadi tidak merata akibat saluran yang
patah dan retak sehingga kehilangan air pada saluran akibat bocoran, serta penyadapan liar yang
dilakukan oleh petani, bila kondisi ini terus menerus dibiarkan akan 3 menimbulkan kerugian
setiap musim tanam. Secara umum kinerja jaringan irigasi yang buruk mengakibatkan
meningkatnya water stress yang dialami tanaman (baik akibat kekurangan maupun kelebihan air)
sehingga pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman tidak optimal. Dalam praktik budidaya
padi sawah selama ini, pengadaan dan pembagian air menjadi penting untuk diperhatikan agar air
irigasi yang tersedia dapat dioptimalkan pemanfaatannya dengan mengefesienkan penyaluran
dan penggunaan air irigasi. Pengadaan air irigasi mencakup ketersediaan air pada sumber, air
yang dialokasikan dari suatu sumber untuk daerah irigasi didasarkan dengan kebutuhan.
Sedangkan pembagian air irigasi adalah kegiatan membagi air di bangunan bagi dalam jaringan
primer atau sekunder. Agar lahan di hilir juga dapat teraliri, maka pembagian air harus dilakukan
secara proporsional. Secara teknis pemberian air irigasi dan jumlah air yang harus diberikan
sangat bergantung pada air yang dibutuhkan tanaman, ketersediaan air irigasi, namun
kenyataannya di lapangan waktu pemberian air irigasi masih dipengaruhi oleh kondisi fisik
saluran irigasi dan faktor perilaku petani.
BAB II
PEMBAHASAN

Dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan adanya empat unsur fungsional pokok yakni :
 Bangunan-bangunan utama (head works) dimana air diambil dari sumbemya, umumnya
sungai atau waduk.
 Jaringan pembawa berupa saluran yang mengalirkan air ke petak-petak tersier.
 Petak-petak tersier dengan sistim pembagian air dan sistim pembuangan kolektif; air
irigasi dibagi-bagi dan dialirkan ke sawah-sawah dan kelebihan air ditampung di dalam
suatu sistim pembuangan dalam petak tersier.
 Sistim pembuangan yang ada diluar daerah irigasi untuk membuang
 kelebihan air ke sungai atau saluran-saluran alamo

2.1 Petak Irigasi


Untuk menghubungkan bagian-bagian dari suatujaringan irigasi dibuat suatu peta
yang biasanya disebut peta petak. Peta petak ini dibuat berdasarkan peta topografi yang
dilengkapi dengan garis-garis kontur dengan skala 1 : 2500.

Peta petak tersebut memperlihatkan :


a) Bangunan-bangunan utama
b) Jaringan dan trase saluran irigasi
c) Jaringan dan trase saluran pembuang
d) Petak-petak primer, sekunder dan tersier
e) Lokasi bangunan
f) Batas-batas daerah irigasi
g) Jaringan dan trase jalan
h) Daerah-daerah yang tidak diairi (misal : desa-desa)
i) Daerah-daerah yang tidak dapat diairi (tanah jelek, terlalu tinggi dst.)

Umumnya petak irigasi dibagi atas tiga bagian yaitu :

a) Petak Primer
Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil aimya langsung dari
sumber air, biasanya sungai. Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang
mengambil air langsung dari saluran primer. Oaerha-daerah irigasi tertentu
mempunyai dua saluran primer, ini menghasilkan dua petak primer.

b) Petak Sekunder
Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di saluran
primer atau sekunder. Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang
kesemuanya dilayani oleh satu saluran sekunder.
Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda-tanda topografi yang jelas,
misal saluran pembuang. Luas petak sekunder bisa berbedabeda tergantung pada
situasi daerah.

c) Petak Tersier
Petak ini menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan sadap
(off take) tersier.
Petak tersier harns terletak langsung berbatasan langsung dengan saluran
sekunder atau saluran primer, kecuali apabila petak-petas tersier tidak secara
langsung terletak disepanjang jaringan saluran irigasi utama.
Petak tersier mempunyai batas-batas yang jelas misalnya : parit, jalan, batas desa
dan sesar medan.

Untuk menentukan layout, aspek-aspek berikut akan dipertimbangkan :


 Luas petak persier
 Batas-batas petak tersier
 Bentuk petak tersier yang optimal
 Kondisi medan

1. Petak Tersier yang IQdeal


Dikatakan idealjika masing-masing pemilikan sawah memiliki pengambilan
sendiri dan dapat membuang kelebihan air langsung ke jaringan pembuang. Juga para
petani dapat mengangkut hasil pertanian dan peralatan mesin atau temak mereka ke
dan dari sawah melalui jalan petani yang ada. Untuk mencapai pola pemilikan sawah
yang ideal di dalam petak tersier, para petani harns diyakinkan agar membentuk
kembali petak-petak sawah mereka dengan cara saling menukar bagian-bagian
tertentu dari sawah mereka atau dengan cara-cara lain seperti pada gambar dibawah
ini:

Gambar 2.1. Petak tersier yang ideal

2. Ukuran dan Bentuk Petak Tersier dan Kuarter


Ukuran petak tersier bergantung pada besarnya biaya pelaksanaan jaringan
irigasi dan pembuang (utama dan tersier) serta biaya eksploitasi dan pemeliharaan
jaringan. Ukuran optimum suatu petak tersier adalah antara 50 - 100 ha. Ukurannya
dapat ditambah sampai maksimum 150 ha jika keadaan topografi memaksa
demikian.
Dipetak tersier yang berukuran kedl, efisiensi irigasi akan menjadi lebih tinggi
karena:
a) Diperlukan lebih sedikit titik-titik pembagian air.
b) Saluran-saluran yang lebih pendek menyebabkan kehilangan air yang lebih
sedikit.
c) Lebih sedikit petani yang terlibat, jadi kerja sarna lebih baik.
d) Pengaturan (air) yang lebih baik sesuai dengan kondisi tanaman.
e) Perencanaan lebih fleksibel sehubungan dengan batas-batas desa.

Bentuk optimal suatu petak tersier bergantung pada biaya minimum pembuatan
saluran, jalan dan box bagi. Apabila semua saluran kuarter diberi air dari satu saluran
tersier, maka panjang total jalan dan saluran menjadi minimum. Dengan dua saluran
tersier untuk areal yang sarna, maka panjang total jalan dan saluran akan bertambah~

Bentuk optimal petak tersier adalah bujur sangkar, karena pembagian air menjadi
sulit pada petak tersier berbentuk memanjang seperti pada gambar di bawah ini:

Gambar 2.2. Bentuk optimal petak tersier

Ukuran petak kuarter bergantung kepada ukuran sawah, keadaan topografi, tingkat
teknologi yang dipakai, kebiasaan bercocok tanam, biaya pelaksanaan, sistem
pembagian air dan efisiensi.
Ukuran optimum suatu petak kuarter adalah 8 - 15 ha. Lebar petak akan bergantung
pada cara pembagianair, yakni apakah air dibagi dari satu sisi atau kedua sisi saluran
kuarter. Di daerah-daerah datar atau bergelombang, petak kuarter dapat membagi air
ke dua sisi. Dalam hal ini lebar maksimum petak akan dibatasi sampai 400 m (2 x
200 m). Pada tanah terjal, dimana saluran kuarter mengalirkan air ke satu sisi saja,
lebar maksimum diambil 300 m. Panjang maksimum petak ditentukan oleh panjang
saluran kuarter yang diisinkan (500 m).

Kriteria untuk pengembangan petak tersier :


 Okuranpetak tersier , 50 - 100 ha
 Ukuran petak kuarter 8 - 15 ha
 Panjang saluran tersier < 1500 m
 Panjang saluran kuarter < 500 m
 Jarak antar saluran & pembuang < 300 m

3. Batas Petak
Batas-batas petak tersier didasarkan pada kondisi topografi. Daerah ini hendaknya
diatur sebaik mungkin, sedemikian rupa sehingga satu petak tersier terletak dalam
satu daerah administrasi desa agar E & P jaringan lebih baik. Jika ada dua desa di
petak tersier yang sangat luas, maka dianjurkan untuk membagi petak tersier tersebut
menjadi dua petak sub-tersier yang berdampingan sesuai dengan daerah masing-
masing.
Batas-batas petak kuarter biasanya akan berupa saluran irigasi dan pembuang kuarter
yang memotong kemiringan medan dan saluran irigasi tersier serta pembuang tersier
atau primer yang mengikuti kemiringan medan. Jika mungkin batas-batas ini
bertepatan dengan batas-batas hak milik tanah. Jika batas-batas ini belum tetap, dan
jaringan masih harns dikembangkan, dipakai kriteria umum.

4. Kondisi Medan
Tipe-tipe medan dapat diklasifikasikan sbb :
Tipe medan Kemiringan
Medan terjal Diatas 26%
Medan bergelombang 0,25 – 2%
Medan berombak 0,25 – 2% pada umumnya kuirang dari 1%.
Ditempat tertentu mungkin lebih besar
Medan sangat dasar < 0,25%

a. Layout pada Medan Terjal.


Medan terjal dimana tanah hanya sedikit mengandung lempung, sangat rawan
terhadap bahaya erosi oleh aliran air yang tiqak terkendali. Erosi terjadi jika
kecepatan air pada saluran tanpa pasangan lebih besar dari batas yang diijinkan. lni
mengakibatkan saluran pembawa tergerus sangat dalam dan penurunan elevasi muka
air mengakibatkan luas daerah yangdairi berkurang.
Dua skema layout yang cocok untuk keadaan medan terjal ditunjukkan pada gambar
2.3 dan gambar 2.4. Kemiringan paling curam biasanya dijumpai tepat dilereng hilir
dari saluran primer.

Gambar 2.3. memperlihatkan situasi dimana sepasang saluran tersier mengambil air
dari saluran primer dikedua sisi saluran sekunder.

Gambar 2.4. menunjukkan situasi umum lainnya dengan suatu bangunan sadap
tersier saja. Saluran tersier mengikuti kemiringan medan dari box bagi pertama dan
biasanya diberi pasangan.

Gambar 2.3. Skema layout petak tersier pada medan terjal (1)
Gambar 2.4.Skema layout petak tersier pada medan terjal (2)

Pada gambar 2.3. saluran tersier paralel dengan saluran sekunder pada satu sisi dan
memberikan aimya ke saluran kuarter garis tinggi melalui box bagi disisi lainnya.
Pada gambar 2.4. saluran tersier dapat memberikan airnya ke saluran kuarter di
kedua sisi. Paling baikjika saluran tersier ini samajauhnya dari batas-batas petak
tersier, sehingga memungkinkan lua spetak kuarter dibuat kira-kira sama. Petak-
petak semacam ini biasanya mempunyai ujung runcing, yang memerlukan saluran
kwarter yang mengikuti kemiringan medan. Karena saluran tersier semacam ini
memerlukan pasangan dan biaya pembuatannya mahal, maka sebaiknya dibuat
minimum; sebaiknya satu saluran per petak terseier.Pada medan yang sangat curam,
sebaiknya dipakai flume (beton bertulang).

b. Layout pada Medan Agak Terjal


Banyak petak tersier mengambil aimya sejajar dengan saluran sekunder yang akan
merupakan batas petak tersier di satu sisi. Batas untuk sisi yang lainnya adalah
pembuang primer. Jika batas-batas jalan atau desa tidak ada, maka batas atas dan
bawah akan ditentukan oleh trase saluran garis tinggi dan saluran pembuang. Gambar
2.5 dan gambar 2.6 menunjukkan dua skema layout. Gambar 2.5 untuk petak yang
lebih kecil dari 500 m dan serupa dengan gambar 2.3 kecuali saluran irigasi dan
saluran pembuang harns dibuat pisah. Jika batas-batas blok terpisah dari 500 m,
maka harns ada saluran kuarter garis tinggi yang kedua. Salah satu dari sistem ini,
yang mencakup saluran tersier kedua yang mengikuti kemiringan medan,
ditunjukkan pada gambar 2.6. Ada cara-cara lain untuk mencapai hal ini dan semua
metode sebaiknya dipertimbangkan segi biayanya. Hanya dalam hal-hal tertentu saja
maka lebar petak lebih dari 1.000 m. Untuk mengatasi hal ini, saluran tersier kedua
dapat memberikan aimya ke saluran kuarter dikedua sisinya.
Gambar 2.5 Skema Layout petak tersier pada medan agak terjal. (1)

Gambar 2.6. Skema layout petak tersier di daerah datar berawa-rawa

c. Layout pada Medan Bergelombang


Jika keadaan medan tidak teratur, maka tidak mungkin untuk memberikan
skema layout. Ketidak teraturan medan sering disebabkan oleh dasar sungai, bekas
alur sungai, jalan, punggung medan dan tanah yang tidak rata. Hendaknya
diaturtrase saluran tersier pada kaki bukit utama dan memberikan air dari salah satu
sisi saluran kuarter yang mengali rparalel atau dari kedua sisi saluran kuarter yang
mungkin keaarah bawah punggu medan. Pembuatan layout akhir hendaknya ditujukan
untuk membuat petak kuarter yang berukuran sama/serupa (Gambar 2.7), yang diberi air
dari satu saluran kuarter.
Gambar 2.7. Skema layout petak yersier di daerah datar bergelombang

Sebaiknya dicoba beberapa laternatif perencanaan dengan mempertimbangkan


biaya kelayakan pelaksanaannya. Bilarnana perIu bangunan terjundirencanakan
disaluran-saluran tersier kuarter.
Saluran pembuang. pada umumnya berupa saluran pembuang alarn dan letaknya
harns cukup jauh dari saluran irigasi. Saluran pembuang alarn biasanya akan
melengkapi sistem punggung medan dan sisi medan. Situasi dimana saluran irigasi
harus melintasi salurna pembuang sebaiknya dihindarkan.
Jalan insespeksi akan mengikuti saluran tersier dan inijuga berarti mengikuti
punggung medan. Sebaiknya dibuat jalan petani dimana perIu, sehingga tidak ada
titik yang jauh dari 350 m dari jalan.
b. Layout pada Medan Datar
Pada umumnya tidak ada daerah datang yang lua sekali di lapangan, kecuali
dataran pantai dan tanah rawa-rawa. Potensi pertanian daerah-daerah semacarn ini
sering terhambat oleh sistem pembuangan yang jelek dan air yang tergenang terus-
menerus merusak kesuburan tanah. Sebelum tanah semacarn ini dibuat produktif,
harns dibuat sistim pembuang yang efisien dulu.
Tetapi saluran pembuang ini tidak dapat direncanakan secara terpisah dari
saluran pembawa. Keduanya saling melengkapi dan layout harus direncanakan
bersarnaan.
Akan diperIukan pengukuran yang lebih detail karena saluran pembuang harns
mengikuti titik yang lebih rendah. Sistem yang paling baik adalah tipe tulang ikan
(herringbone type) atau sistem yang mengikuti gtelombang bagian bawah.
Kemudian posisi saluran dapat ditentukan. Pada medan yang berat mungkin juga
diperIukan saluran pembung sub-kuarter. Pembuang ini sebaiknya berpola tulang
ikan dan digali oleh para petani.
Kemudian layout saluran digabungkan pada jaringan pembuang. Skema layout
ditunjukkan pada garnbar 2.3. Saluran kuarter dapat memberikan air dari kedua
sisinya dan panjangnya bisa dibuat sarna dengan pembuang kuarter.
Lebar maksimum petak kuarter bisa mencapai 400 m. Kesulitan yang dialmi
dalarn memberikan air dari sawah ke sawah pada tanah datar dapat dikurangi
dengan membuat saluran cacing tegak lurus terhadap saluran kuarter.
2.2. Saluran Irigasi
a. Saluran Irigasi
a) Jaringan Saluran Irigasi Utama
Saluran primer membawa air dari jaringan utama ke saluran sekunder dan ke petak-petak
tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada bangunan bagi yang terakhir
(lihat gambar 2.9.)
Saluran sekunder membawa air dari saluran primer ke petak-petas tersier yang dilayani
oleh saluran sekunder tersebut. Batas saluran sekunder adalah pada bangunan sadap
terakhir.

Gambar 2.8 Skema layout di daerah datar berawa-rawa

Saluran pembawa membawa air irigasi dari sumber air lain (bukan sumber yang memberi
air pada bangunan utama) kejaringan irigasi primer.

Saluran muka tersier membawa air dari bangunan sadap tersier ke petak tersier yang
terletak diseberang petak tersier lainnya.

b) Jaringan Saluran Irigasi Tersier.


Saluran irigasi tersier membaa air dari bangunan sadap tersier di jaringan utama
ke dalam petak tersier lalu di saluran kuarter. Batas ujung saluran ini adalah box
bagi kuarter yang terakhir.Saluran kuarter membawa air dari box bagi kuarter
melalui bangunan sadap tersier atau parit sawah ke sawah.

c) Jaringan Saluran Pembuang Utama


Saluran pembuang primer mengalirkan air lebih dari saluran pembuang sekunder
keluar daerah irigasi. Saluran pembuang primer sering berupa saluran pembuang
alam yang mengalirkan kelebihan air ke sungai, anak sungai atau ke laut. Saluran
pembuang sekunder menampung air dari jaringan pembuang tersir dan membuang
air tersebut ke pembuang primer atau langsung ke pembuang alam dan keluar
daerah irigasi.

d) Jaringan Saluran Pembuang Tersier


Saluran pembuang tersier terletak di dan antara petak-petek tersier yang termasuk
dalam unit irigasi sekunder yang sarna danmenampung air, baik dari pembuangan
kuarter maupun dari sawah-sawah. Air tersebut dibuang ke dalam jaringan
pembuang sekunder. Saluran pembuang sekunder menerima buangan air dari
saluran pembuang kuarter yang menampung air langsung dari sawah.

b. Dimensi Saluran
Untuk pengaliran air irigasi, saluran berpenampung trapesium adalah bangunan
pembawa yang paling umum dipakai dan ekonomis. Saluran tanah sudah umum
dipakai untuk saluran irigsi karena biayanya jauh lebih murah dibandingkan dengan
saluran pasangan. Untuk merencanakan kemiringan saluran mempunyai asumsi-
asumsimengenai parameter perhitungan, yang terlihat seperti tabel berikut ini :
Tabel 2.1 Parameter Perhitungan Untuk Kemiringan Saluran

Dimana
: k = koefisien kekasaran Strickter
m = Kemiringan Talud
n = perbandingan lebar dasar saluran dengan kedalaman air.

Dengan informasi ini dimensi saluran dapat dihitung dengan cara dibawah ini :
RumusStrickler: V = k.R3/2 I1/2
Dimana : Q = debit rencana, m3/dt.
V = kecepatanpengaliran,mldt.
k = koef. Kekasaran strickler.
I = kemiringan dasar saluran( rencana)
n = b/h
A = bh + m h2
= h2 (n + m)
P = b + 2h√ 1+m²
=h (n + 2√ 1+m²
R= A/P
b = lebar dasar saluran,m
h = tinggi air,m
Untuk menghitung h dan b digunakan cara coba-coba.
Perhitungan :
 Andaikan kedalaman air h =ho
 Hitunglah kecepatan yang sesuai (Vo)
 Hitunglah luas basah yang diperlukan (Ao) =Q/Vo
 Dari Ao Hitunglah kedalaman air yang barn (hI)
 Bandingkan hI dengan ho :
Jika hI - ho < 0,005 > maka hI = h rencana
Jika hI - ho > 0,005 > maka ambillah hI sebagai kedalaman air
andaian yang barn dan hitunglah kembali prosedur tersebut sampai hI - ho <
0,005.
Perbandingan antara b dan h, kecepatan air dan kemiringan talud tergantung dari
debit seperti terlihat dalam tabel berikut :

Tabel 2.1 Parameter Perhitungan Untuk Kemiringan Sa/uran

Untuk keperluan irigasi dipakai :


 Kecepatan minimum (V) = 0,25 mIdt
 Lebar dasar minimal (b) = 0,30 m
 Tinggi jagaan (F), tergantung dari debit.

Tabel 2.3 hubungan Q dengan V(Tinggi Jagaan)

 Jari-jari belokan pada As saluran adalah 3 - 7 kali lebar muka air.


 Lebar tanggul (w) tergantung dari jenis saluran seperti apda tabel di bawah ini :

 Puncak tanggul minimal 0,30 m diatas muka tanah persawahan.


 Kapasitas saluran ditentukan oleh luas areal, angka pengairan dan koefisien
lengkung Tegal.
c. Standar Tata Nama
Nama-nama yang diberikan untuk petak, saluran, bangunan dan daerah irigasi harns
jelas, pendek dan tidak mempunyai tafsiran ganda. Nama-nama yang dipilih dibuat
sedemikan sehingga jika dibuat bangunan barn kita tidak perlu mengubah semua
nama yang sudah ada.
a. Daerah Irigasi
Nama yang diberikan sesuai dengan nama daerah setempat, atau desa terdekat
dengan jaringan bangunan utama atau sungai yang aimya diambil untuk keperluan
irigasi. Apabila ada dua pengambilan atau lebih maka daerah irigasi tersebut
sebaiknya diberi nama sesuai dengan desa-desa terdekat didaerah layanan
setempat (lihat gambar 2.10 dan gambar 2.11)

b. Jaringan Irigasi Utama


Saluran irigasi primer sebaiknya diberi nama sesuai dengan daerah irigasi yang
dilayani.
Saluran irigasi sekunder diberi nama sesuai dengan nama desa yang terletak di
petak sekunder.
Petak sekunder sebaiknya diberi nama sesuai dengan nama saluran sekundemya.

c. Jaringan Irigasi Tersier


Petak tersier diberi nama sesuai bangunan sadap tersier dari jaringan utama.
Ruas-ruas saluran tersier diberi nama sesuai dengan nama box yang terletak
diantara kedua box (lihat gambar 2.10). Box tersier diberi kode T, diikuti nomor
urut menurut arah jarum jam, mulai dari box pertama dihilir bangunan sadap
tersier, dst. Petak kuarter diberi nama sesuai dengan petak rotasi, diikuti dengan
nomor urut menurut jarum jam. Diberi kode A, B, C, dst. Box kuarteri diberi kode
K, diikuti dengan nomor urut menurut arah jarum jam (KI, K2, dst). Saluran
kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter yang dilayani tetapi dengan huruf
kecil (aI, a2, dst) lihat gambar 2.12.

d. Jaringan Pembuang
Pada umumnya pembuang primer berupa sungai-sungai alamiah yang
kesemuanya akan diberi nama.
Apabila ada saluran-saluran pembuang primer baru yang akan dibuat, maka
saluran-saluran itu harud diberi nama tersendiri. Jika saluran pembuang dibagi
menjadi ruas-ruas maka masing-masing ruas akan diberi nama mulai dari ujung
hilir.
Pembuang sekunder pada umumnya bempa sungai atau anak sungai yang lebih
kecil. Beberapa diantaranya sudah mempunyai nama yang tetap bisa dipakai, jika
tidak sungai tersebut akan ditunjukan dengan sebuah hurnf d (d =drainase).
Pembuang tersier adalah pembuang kategori terkeeil dan akan dibagi-bagi
menjadi mas-mas dengan debit seragam, masing-masing diberi nomor seri sendiri-
sendiri (lihat gambar 2.13).

Gambar 2.9 Saluran-saluran primer dan sekunder

Gambar 2.10 Standar sistem tata nama untuk skema irigasi

Gambar 2.11 Standar sistem tata nama untuk bangunan-bangunan lrigasi


Gambar 2.12 Sistem tata nama petak rotasi dan kuarter

Gambar 2.13 Sistem tata nama jaringan pembuang

2.4. Bangunan Irigasi


1. Bangunan bagi
Bangunan bagi dilengkapi dengan pintu dan alat ukur. Waktu debit kecil muka air
akan turun. Pintu diperlukan untuk menaikkan kembali muka air sarnpai batas yang
diperlukan, supaya pemberian air ke cabang saluran sekunder dapat dilakukan.
Pada cabang saluran dibuat alat ukur guna mengukur debit yang akan dialirkan melalui
saluran yang bersangkutan sesuai dengan kebutuhan air disawah yang akan diairi.
a. Pintu dan Alat Ukur
Pintu terbuat dari :
1) Susunan kayu yang satu sarna lain terlepas (skot balk).
2) Pintu kayu atau besi yang dilengkapi dengan stang pengangkat. Alat ukur yang
umum dipakai:
 Pintu ukur Romijn
 Pintu sorong Crump-de Gruyter
b. Bentuk Hidrolis dan Kriteria
 Skot balk: pengalirannya merupakan pengaliran tidak sempurna. Dibuat dari
susunan balok-balok persegi yang terlepas satu sarna lain. Susunan dibuat sesuai
kebutuhan. Lebar skot balk ditetapkan dengan mengarnbil kehilangan tekanan z
= 0,05 m dan skot balk dilepaskan seluruhnya. Disarankan lebar b < 1,5 m, agar
mudah memasang dan mengambil skot balk.
 Pintu kayu dan besi dengan perlengkapan stang pengangkat; pengalirannya
merupakan pengaliran lewat lubang. Pintu bisa dibuat dari kayu atau besi. Bila
lebar pintu b < 1,0 m lebih baik dibuat dari besi. Lebar pintu diarnbil < 2,5 m
supaya tidak terlalu berat untuk mengangkat. 3 3
 Alat ukur ulur, dapat dilihat pada sub-bab .
 Percabangan pada bangunan bagi dibuat dengan sudut < 90° dan pada belokan
dibuat jari-jari > 1,0 m.

c. Perhitungan Hidrolis
 Skot balk dan pintu :
Q = μ bh√ 2 gz → b dapat dihitung
Dimana: Q = debit saluran (m3/dt)
μ = 0,85 b = lebar pintu (m)
h = dalam air pada pintu (m)
z = tinggi tekanan (m)
 Stabilitas Skot balk dan pintu-pintu diperhitungkan kekuatannya, terhadap tekanan
air :
M
T= →T < F
W
Tembok sayap diperhitungkan terhadap guling dan gerser.
Mt
F=
GULING : Mg
Dimana: F = faktor keamanan(1,5 - 2)
Mt = momenpenahan(Kg m; Ton m)
Mg = momenguling(Kg m; Ton m)
f . ΣV
F=
GESER : Σ. H
Dimana: F = faktor keamanan
f = koefisiengeser
ΣV = jumlah gaya vertikal(Kg; ton)
ΣH = jumlah gaya horizontal (Kg; ton)
Koeflsien kekasaran

2. Bangunan Sadap
a. Bangunan Sadap Tersier
Bangunan sadap tersierharns diberi pintu romijn karena kehilangan
energinya terbatas. Karena tipe pintu harns sarna maka bangunan sedap sekunder
juga harns diberi pintu Romijn.
Agar pintu Romijn marnpu memberikan keuntungan-keuntungan
ekonomis dimensinya harns distandarisasi. Dimensi standar yang penting adalah
lebar alat ukur itu dan kedalaman aliran maksimum pada muka air rencana.
Debit rencana untuk contoh petak tersier 140 It/dt akan dipakai tipe I alat
ukur Romijn.Muka air rencanapada alat ukur tersebut adalah Q70.
Elevasi dasar (BL) pintu dapat ditentukan sebagai berikut :
BL = hQ70 - (0,81 + V)
= hQ70 - (0,81 + 0,31)
dimana :
hQ70 = tinggi M.A. rencana pada Q70

Tabel 2.4 : Alat Ukur Romijin Standar


V = Varian = 0,18 Hmx

b. Bangunan Sedap Sekunder


Debit rencana ke saluran sekunder lebih kurang 2,88 m3/dt. Lebar standar pintu
diambil 1,25 m. Debit maksimum setiap pintu romijn adalah 0,75 m3/dt. Jadi
diperlukan empat pintu (Q = 4 x 0,75 = 3 m3/dt).
Sesuai dengan prosedur yang sebelumnya elevasi pintu pada posisi terendah
adalah = hQ70- 0,50 = 15,06m
Elevasi dasar pintu adalah = hQ70 - (1,15 + V)
= hQ70 - (1,15 + 0,31)
Bentuk hidrolis dan kriteria pada prinsipnya sarna seperti bangunan bagi.

3. Alat Ukur debit


Agar pengelolaan air irigasi menjadi efektif maka debit hams diukur (dan diatur)
pada hulu saluran primer, pada cabang saluran dan pada bangunan sadap tersier.
Berbagai maeam bangunan dan peralatan telah dikembangkan untuk maksud ini.
Namun demikian untuk menyederhanakan pengelolaan jaringan irigasi hanya
beberapa jenis bangunan saja yangdigunakan di daerah irigasi antara lain :
a. Alat Ukur Ambang Lebar
Bangunan ukur ambang lebar dianjurkan karena bangunan itu kokoh dan
mudah dibuat. Karena bisa mempunyai berbagai bentuk mereu, bangunan ini
mudah disesuaikan dengan tipe saluran apa saja.
Hubungan tunggal antara muka air hulu dan debit mempermudah pembaeaan
debit seeara langsung dari papan duga, tanpa memerlukan tabel debit.

Tipe

Alat ukur ambang lebar adalah bangunan aliran atas (over flow), untuk in
tinggi energi hulu lebih keeil dari panjang mereu. Karena pola aliran di atas alat
ukur ambang lebar dapat ditangani dengan teori hidrolika yang sudah ada
sekarang, maka bangunan ini bisa mempunyai bentuk yang berbeda-beda,
sementara debitnya tetap serupa.

Gambar 2.14, memperlihatkan muka hilir vertikal bendung. Gambar 2.15,


menunjukkan peralihan pelebaran miring 1 : 6. Yang pertama dipakai jika tersedia
kehilangan tinggi energi yang eukup di atas alat ukur. Peralihan pelebaran hanya
digunakanjika energikinetikdiatas mereu dialihkan kedalam energi potensial
disebelah hilir saluran. Oleh karena itu kehilangan tinggi energi harus dibuat
sekecil mungkin. Kalibrasi tinggi debit pada alat ukur ambang lebar tidak
dipengaruhi oleh bentuk peralihan pelebaran hilir.

Juga penggunaan peralihan masuk. bermuka bulat atau datar dan peralihan
penyempitantidak mempunyaipengaruh apa-apa terhadap kalibtasi. Permukaan-
permukaan ini harus mengarahkan aliran ke atas mercu alat ukur tanpa kontraksi
dan pemisahan aliran. Aliran diukur di atas mercu datar alat ukur horizontal.

Perencanaan Hidrolis

Persamaan debit untuk alat ukur ambang lebar dengan bagian pengontrol segi
empat adalah :
2
Q=C d .C 2 V 2/ 3 . V g . bc . h1,5
1
v

Dimana ] : Q = debit, m3/dt


Cd = koefisien debit (0,93 + 0,10 H/L)
untuk 0,1 < H/L < 1,0
HI = tinggi energi hulu, m
L = panjang mercu, m
Cv = koefisien kecepatan datang
g = pereepatan grafitasi, rn/dt2 (9,81)
bc = lebar mercu,
m = kedalaman air bulu terbadap ambang
bangunan ukur, m

Gambar 2.14 Alat ukur ambang lebar dengan mulut pemasukan yang dibulatkan
Gambar 4.15 Alat ukur ambang lebar dengan pemasukan bermuka datar dan peralihan
penyempitan

Harga koefisien kecepatan datang dapat dieari dari Gambar 4.16 yang
memberikan harga-harga Cv untuk berbagai bentuk bagian pengontrol.
Persamaan debit untuk alat ukur ambang lebar bentuk trapesium adalah :
dimana :
Bc = lebar mercu pada bagian pengontrol, m
yc = kedalaman air pada bagian pengontrol, m
m = kemiringan samping apda bagian pengontrol, (l,m)
Gambar 2.17, memberikan ilustrasi arti simbol-simbol yang digunakan
oleh kedua tipe alat ukur ambang lebar ini.
Kelebihan-kelebihan yang dimiliki alat ukur ambang lebar adalah :
 Bentuk hidrolis luwes dan sederhana.
 Konstruksi kuat, sederhana dan tidak mahal.
 Benda-benda hanyut bisa dilewatkan dengan mudah.
Kelemahan-kelemahan yang dimiliki alat ukur ambang lebar adalah :
 Bangunan ini hanya dapat dipakai sebagai bangunan pengukur saja.
 Agar pengukuran teliti, aliran tidak boleh tenggelam
b. Alat Ukur Romijn
Pintu romijn adalah alat ukur ambang lebar yang bisa dipergunakan untu~
mengatur dan mengukur debit di dal.amjaringan saluran irigasi. Agar dapa.t
bergerak, mercunya dibuat dari pelat baja dan dipasang di atas pintu sorong. Pintu
sorong ini dihubungkan dengan alat pengangkat.

Tipe alat ukur remijn

Sejak pengenalannya pada tahun 1932, pintu remijn telah dibuat dengan tiga
bentuk mercu yaitu :
 Bentuk mercu datar dan lingkaran gabungan untuk peralihan penyempitan
hulu (gbr. 4.18.a)
 Bentuk mercu miring ke atas 1 : 2,5 dan lingkaran tunggal sebagai peralihan
penyempitan (gbr. 4.18.b). Bentuk mercu datar dan lingkaran tunggal sebagai
peralihan penyempitan (gbr. 2.18.c).

Perencanaan Hidrolis

Dilihat dari segi hidrolis, pintu romijn dengan mercu horizontal dan
peralihan penyempitan lingkaran tunggal adalah serupa dengan alat ukur' ambang
lebar yang telah dibicarakan di atas. Untuk kedua hubungan tersebut persamaan
antara tinggi dan debit adalah :

Gambar 2.16 Cv
sebagaifungsi
perbandingan CdA*/AI

Gambar 2.17 llustrasi peristilahan yang digunakan

Q=C d C v
dimana :

2 2
g. b h 1,5
3 3 c 1

Q = debit, m3/dt
Cd = koefisien debit (0.93 + 0.10 H/L)
Cv = koefisien kecepatan datang
g = percepatan grafitasi, mldt2 (9,81)
bc = lebar meja, m
hI = tinggi energi hulu di atas meja, m

Karakteristik Alat Ukur Romijn


 Kalau alat ukur romijn dibuat dengan mercu datar dan peralihan penyempitan
sesuai dengan gambar 4.18.c., tebal debitnya sudah ada dengan kesalahan
kurang dari 3%.
 Debit yang masuk dapat diukur dan diatur dengan s~tu bangunan.
 Kehilangan tinggi energi yang diperlukan untuk aliran moduler adalah
dibawah 33% dari tinggi energi hulu dengan mercu sebagai acuannya, yang
relatif kecil.
 Alat ukur romijn dengan pintu bawah bisa diekpoitasi oleh orangorang yang
tak berwenang yaitu melewatkan air lebih banyak dari yang diizinkan dengan
cara mengangkat pintu bawah lebih tinggi lagi.

Kelebihan-kelebihan Alat ini :

 Bangunan ini bisa mengukur dan mengatur debit sekaligus.


 Dapat membilas endapan sedimen halus.
 Kehilangan energi relatif kedl.
 Ketelitian baik. eksploitasi mudah.

Kekurangan-kekurangan Alat ini :

 Pembuatannya rumit dan mahal.


 Bangunan ini membutuhkan muka air yang tinggi di saluran.
 Biaya pemeliharaan relatif mahal.
 Dapat disalahgunakan dengan jalan membuka pintu bawah.
 Peka terhadap fluktuasi muka air di saluran pengarah.

Penggunaan Alat ini :

Alat ukur romijn adalah bangunan pengukur dan pengatur serba bisa yang dipakai
di Indonesia sebagai bangunan sadap tersier. Untuk itu tipe standar paling kecil
(lebar 0,5 m) adalah yang paling cocok. Tetapi alat ukur ini dapat juga dipakai
sebagai bangunan sadap sekunder.

Eksploitasi bangunan ini sederhana dan kebanyakan juru pintu telah terbiasa
dengannya. Bangunan ini dilengkapi dengan pintu bawah yang dapat
disalahgunakan jika pengawasan kurang.

c. Alat Ukur Crump-de Gruyter


Alat ukur crump-de gruyter yang dapat disetel adalah saluran ukur leher
panjang yang dipasang pintu gerak vertikal yang searah aliran (streamline). Pintu
ini merupakan modifikasi/penyempurnaan modul proporsi yang dapat disetel
(adjustable proportional module), yang diperkenalkan oleh Crump pada tahun
1922. De Gruyter (1926) menyempurnakan trase flum tersebut dan mengganti
blok-atap (roof block) seperti yang direncakan oleh Crump dengan pintu sorong
yang dapat disetel. Bangunan yang dihasilkan dapat dipakai baik untuk mengukur
maupun mengatur debit (lihat gambar 2.19).

Perencanaan Hidrolis
Rumus debit untuk alat ukur crump-de gruyter adalah
Q = Cd.b.w√ 2g (h1-w)
dimana :
Q = debit, m3/dt
Cd = koefisien debit, (0,94)
b = lebar bukaan, m
w = bukaan pintu, m (w < 0,63 h1)
g = pereepatan grafitasi, mldt2 (9,81)
hI = tinggi air di atas ambang, m .

Karakteristik Alat Ukur Crump-de Gruyter


 Δh = hI - h2 cukup untuk menciptakan aliran kritis dibawah pintu. Ini benar
jika Δh = hi - w, tetapi mungkin kurang bila peralihan pelebaran direneanakan
sedemikian rupa sehingga sebagian dari tinggi keeepatan didalam leher
diperoleh kembali. Apabila terjadi aliran kritis, maka reneana peralihan
pelebaran yang sebenarnya tidak berpengarah pada kalibrasi tinggi energi-
bukaan-debit dari bangunan tersebut.
 Untuk menghindari lengkung garis aliran pada panearan dibawah pintu,
panjang leher L tidak boleh kurang dari hI.
 Untuk mendapatkan aliran kritis dibawah pintu, dan untuk menghindari
pusaran air di depan pintu, bukaan pintu harus kurang dari 0,63 hI Untuk
pengukuran yang teliti, bukaanpintu harus lebih dari 0,02 m.
 Aliran harus dialihkanke bukaan pintu sedernikian sehingga tidak teljadi
pemisahan aliran. Dasar dan samping peralihan penyempitan tidak perlu
melengkung.
 Bagian pintu geraknya harus seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.19.
 Orifis/lubang yang dapat disetel dapat dikeljakan dengan teori hidrolika yang
sudah ada. Asalkan aliran kritis teljadi di bawah pintu, tabel debitnya sudah
ada dengan kesalahan kurang dari 3%.
 Kehilangan tinggi energi yang diperlukan untuk aliran moduler kurang dari hI
- w. Kehilanganini bisa diperkeeillagijika peralihanpelebaran bertahap dipakai
dibelakang (hilir) leher. Sebagai eontoh untuk peralihan pelebaran
berkemiringan 1:6, tinggi energi yang diperlukan h diperkeeil hingga 0,5 (h I -
w). Kehilangan ini lebih keeil daripada kehilangan yang diperlukan untuk
bukaan-bukaan yang lain.
 Bangunan ini kuat, tidak mudah rusak.
 Pada bangunan ini benda-benda hanyut eenderung tersangkut.
Kelebihan-kelebihan yang dimiliki Alat Ukur Crump-de Gruyter
 Bangunan ini dapat mengukur dan mengatur sekaligus.
 Bangunan ini tidak mempunyai masalah dengan sediman.
 Eksploitasi mudah dan pengukuran teliti.
 Dapat dipersikan pada muka air rendah, tidak terpengaruh tluktuasi muka air.

Kelemahan-kelemahanyang dimiliki alat ukur Crump-de Gruyter


 Pembuatannya rumit dan mahal.
 Biaya pemeliharaan mahal.
 Kehilangan tinggi energi besar.
 Bangunan ini mempunyai masalah dengan benda-benda hanyut.

Penggunaan Alat Ukur Crump-de Gruyter


 Alat ukur Crump-de Gruyter dapat dipakai dengan berhasiljika keadaan muka
air di saluran selalu mengalamifluktuasi atau jika orifis harns bekerja pada
keadaan muka air rendah di saluran. Alat ukur Crump-de Gruyter mempunyai
kehilangan tinggi energi yang lebih besar dari pada alat ukur romijn. Bila
tersedia kehilangan tinggi energi yang memadai, alat ukur Crump-de Gruyter
mudah dioperasikan, pemeliharaannya tidak sulit dan lebih mudah dibanding
bangunanbangunan serupa lainnya.
4. Bangunanpelengkap
a. Tanggul
 Tanggul dipakai untuk melindungi daerah irigasi dari banjir yang disebabkan
oleh sungai, pembuang yang besar atau laut.
 Biayasanya tanggul dibuat dari bahan timbunan yang digali sejajar dengan
garistanggul.Apabila galian dibuat sejajar dengan lokasi tanggul maka
penyelidikan untuk pondasi dan daerah galian dapat dilakukan sekaligus.
Untuk tanggul-tanggul tertentu mungkin perlu membuka daerah sumber
bahan timbunan khusus diluar lapangan dan mengangkutnya ke lokasi

Gambar 2.18 Pereneanaan mereu alat ukur Romijn


Gambar 2.19 Perencanaan yang dianjurkan untuk alat ukur Crump-de Gruyte

 Tinggi rencana tanggul (Hd) akan merupakan jumlah tinggi muka air rencana
(H) dan tinggi jagaan (Hf). Ketinggian yang dibuat termasuk longgaran untuk
kemungkinan terjadi penurunan (Hs), yang akan bergantung pada pondasi
serta bahan yang dipakai dalam pelaksanaan. Tinggi muka air rencana yang
sebenarnya didasarkan pada profit permukaan air.Tinggijagaan (Hf)
merupakan longgaran yang ditambahkan untuk tinggi muka air yang diambil,
termasuk tinggi gelombang. Tinggi minimum jagaan tanggul sebaiknya
diambil 0,60 m.
 Untuk tanggul tanah yang direncanakan guna mengontrol kedalaman air < 1,5
m, lebar atas minimum tanggul dapat diambil 1,5 m. Jika kedalaman air
yangakan dikontrollebih dari 1,5 m, maka lebar atas minimum
sebaiknyadiambil 3 m. Lebar atas diambilsekurang-kurangnya 3 m jika
tanggul dipakai untuk jalur pemeliharaan
 Pada tabel dibawah ini diberikan harga-harga kemiringan talud, penggunaan
harga itu dianjurkan untuk tanah homogen pada pondasi stabil yang tingginya
kurang dari 5 m. Jika pondasi tanggul tingginya kurang dari 5 m. Jika pondasi
tanggul terdiri dari lapisan lulus air atau lapisan yang rawan terhadap erosi
bawah tanah (piping), maka harus dibuat parit halang yang kedalamannya
sampai 1/3 dari kedalaman air (lihat gambar 2.20).
 Tanggul yang tingginya lebih dari 5 meter harus dicek stabilitasnya dengan
metode stabilitas tanggul yang dianggap sesuai. Apabila tanggul melintas
saluran lama maka tanggul harus diperbesar bagian samping luar.Lebar
tarnbahanini sekurang-kurangnyasarnadengan tinggi tanggul (Hd) di atas
elevasi tanah' asli, bagian atas dasar yang diperlebar sebaiknya tidak kurang
dari 0,3 meteri di atas elevasi tanah asli serta kemiringannya hams cukup agar
air dapat leimpah di atas tanggul. Kerniringantimbunan tambahan tidak boleh
lebih curarn dari kemiringan asli tanggul (lihat gambar 2.21).

Untuk tanggul dengan kedalaman air rencana (H pada gambar 2.20) lebih dari
1,5 meter maka tempat galian bahan harus cukup jauh dari tanggul agar
stabilitas dapat dijamin.

Jika tanggullebar atas yang kedl maka bahan tambahan hams cukup lebar
guna mengakomodasi jalur pemeliharaan selama muka air mencapai ketinggi
kritis.

 Fasilitas pembuang harus disediakan untuk tanggul yang menahan air dalam
jangka waktu yang lama (tanggul banjir biasanya tidak diberi pembuang).
Pembuang terdiri dari :
i. Parit dipangkal tanggul.
ii. Saringan pemberat yang direncanakan sebagai pembuang pangkal tanggul
maupun sebagai selimut perencanaan filter (lihat gambar 2.23).
 Lindungan lereng terhadap erosi o1ehaliran air baik yang berasal dari hujan
maupun sungai biasanya bempa tipe-tipe sebagai berikut :
i. Rumput.
ii. Pasangan batu kosong.
iii. Pasangan (lining).
iv. Bronjong.

Gambar 2.20. Potongan melalui tanggul

Gambar 2.21. Tanggul yang terletak di atas saluran lama

Gambar 4.22. Dasar yang diperlebar pada lintasan saluran


b. Pintu
Pintu bangunan disaluran biasanya dibuat dari baja. Dalam standar bangunan
irigasi diberikan detail-detail lengkap mengenai ukuran dan tipe standar pintu.
Adapun tipe-tipe pintu standar adalah sbb :
 Pintu Gerak Romijn.
 Pintu Crump-d Gruyter.
 Pintu Sorong.

Sedangkan pintu sorong dengan bukaan lebar biasanya dibuat dari kayu yang
lebih murah untuk ukuran. Aliran yang terjadi pada pintu sorong terlihat pada
gambar. 4.24.

Pintu-pintu radial biasanya mempunyai keuntungan-keuntungan ekonomis bila


bangunan pintu ini dipasang dan dibuat dari beton.

Pintu keluar (outlet), pembuang adalah pintu khusus karena harus dapat
menghalangi air yang telah dibuang agar tidak mengalir kembali ke daerah
semula, jika muka air diluar lebih tinggi dari muka air di dalam pembuang.
Keadaan ini dapat terjadi pada pembuangan ke sungai pada waktu sungai banjir
atau pembuangan ke laut yang dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut.

Gbr. 2.24. Aliran air pada pintu sarong

Perencanaan Hidrolis

Rumus debit yang dipakai untuk pintu sorong adalah :

Q = Kμab√ 2ghI

Dimana :
Q = debit, m3/dt.
K = faktor aliran tenggelam
Μ = koefisien debit
A = bukaan pintu, m
B = lebar pintu, m
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (s 9,8)
hI = kedalaman air didepan pintu diatas ambang, m
Lebar standar untuk pintu pembukaan bawah (Underwice) adalah 0.50, 0.75,
1.00, 1.25 m. Kedua ukuran yang terakhir memerlukan dua stang pengangkat.

c. Bangunan-bangunan Lain
Bangunan-bangunan lain adalah bangunan yang dibangun disepanjang saluran
untuk :
 Pengamanan sebelum terjadi situasi yang berbahaya.
 Memperlancar aliran di saluran tanpa merusakkan lereng.
 Untukmenciptakan alternatif agar air bisa dipakai untuk ternak.

Peralatan Pengamanan
Peralatan pengamanan dimaksudkan untuk mencegah orang atau temak yang
masuk ke saluran atau membantu keluar orang-orang dengan sengaja merusak
kedalaman saluran.Peralatanpengamanan yang dapat dipakai adalah pagar,
pengaman standar, tanda bahaya, kisi-kisi penyaring, tangga dan penggalang di
depan lobang masuk pipa.

Tempat Cud
Tempat cuci yang berupa tangga pada tanggul saluran akan memungkinkan
penduduk yang tinggal di daerah dekat saluran untuk mencapai air saluran
dengan menyediakan tempat-tempat cuci berarti mencegah penduduk agar
mereka tidak membuat fasilitas-fasilitas sendiri dengan cara merusak atau
menghalangi saluran.

Kolam Mandi Ternak


Memandikan temak di saluran merupakan penyebab utama semakin rusaknya
tanggul saluran diberbagai daerah.
Agar temak tidak merusak saluran maka dibuatlah tempat mandi khusus temak.

d. Pencegahan Rembesan
 Rembesan terjadi apabila bangunan hams mengatasi beda tinggi muka air dan
jika aliran yang diakibatkannya meresap masuk ke alam tanah disekitar
bangunan.
Aliran ini mempunyai pengamh yang merusakan stabilitas bangunan karena
tersangkutnya bahan-bahan halus dapat menyebabkan erosi bawah tanah. Jika
erosi bawah tanah sudah terjadi maka terbentuklah jalan rembesan antara
bagian hulu dan hilir bangunan. Ini biasanya mengakibatkan kerusakan akibat
terkikisnya tanah pondasi.
 Dinding halang ditempatkandibawah dan di kedua sisi bangunan sedapat
mungkin harus dapat menanggulangi beda tinggi energi yang besar seperti ;
bangunan terjun, bangunan pengatur dan pintu, bangunan seperti pipa,
gorong-gorong dan pipa shipon sangat memerlukan dinding penghalang
disekitar pipa untuk mencegah terjadinya rembesan di sepanjang pipa bagian
luar (lihat gambar 2.25)
Gambar 2.25. Contoh Dinding Halang

Koperan
Koperan dibuat di ujung lapis berat saluran atau bangunan. Koperan mempunyai
dua fungsi.
 Lindungan terhadap erosi.
 Lindungan terhadap aliran rembesan yang terkonsentfasi.
Koperan dibuat pada kedalaman minimum 0,60 m (lihat gambar 4.26)

Filter
Filter diperlukan untuk mencegah kehilangan bahan akibat aliran air. Filter dapat
dibuat dengan : Campuran pasir dan kerikil yang bergradasi baik. Dengan kain
sintetis atau ijuk. Kombinasi keduanya (lihat gambar 4.27)

Gambar 2.26, Tipe-tipe Konstruksi Koperan

Gambar 2.27, Konstruksi Filter

Lubang Pembuang
Lubang pembuang dapat dibuat untuk membebaskan tekanan air dari belakang
dinding (penahan) dan dibawah lantai.Lobang pembuang sebaiknya
dipertimbangkan dalam perhitungan perencanaan, karena kapasitasnya untuk
membebaskan tekanan tergantung kepada banyaknya parameter yang belum
diketahui dan sangat lokal sifatnya (liath gambar 2.28)

Gambar 2.28. Tipe-tipe Lubang Pembuang

Alur Pembuang Alur


pembuang berfungsi seperti lubang pembuang. Kalau lubang pembuang berupa
titik pembebastekanan, maka alur pembuang lebih panjang lagi. Kebanyakan alur
pembuang dibuat di ujung lantai kolam olak atau di pangkal dinding penahan
(lihat gambar 2.29)

Gambar 2.28. Tipe-tipe Lubang Pembuang.

Anda mungkin juga menyukai