Anda di halaman 1dari 36

1

Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh


Salam Sehat untuk kita semua
Pandemi Covid-19 di Indonesia telah memasuki tahun
ke dua sejak diumunkan pada bulan Maret tahun 2020.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah Pemberlakuan
Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat dan
Vaksinasi bertahap kepada kelompok sasaran berisiko.
Pembatasan kegiatan masyarakat ini juga telah membatasi
aktivitas pelaksanaan program khususnya program
pengendalian zoonosis. Namun kreativitas kawan-kawan
dalam menulis artikel tidak mengalami hambatan.
Pada saat pembatasan yang diterapkan pemerintah
ternyata kejadian penyakit tidak bisa kita atur kapan
munculnya. Sehingga Kejadian Luar biasa (KLB) tidak
dapat terelakan terjadi di masa pandemik. Oleh karena
itu, Redaksi mengambil Tema Buletin Zoonosa Edisi 31
“Kejadian Luar Biasa di Masa Pandemi Covid-19”.
Redaksi mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada seluruh kontributor artikel yang ada di
Edisi 31 kali ini. Kami mengharapkan kritik dan saran untuk
meningkatkan kualitas Buletin ini.
Akhir kata, kami ucapkan selamat membaca dan salam
sehat selalu.
Wassalamualaikum,
Tim Redaksi

dr. Suhesti Dumbela


M. Arsyam

2
Investigasi Kejadian Luar Biasa (KLB)
Demam Berdarah Dengue (DBD)
di Kabupaten Halmahera Timur,
Maluku Utara
Ilustrasi Pulau Too, Halmahera Timur, Maluku Utara. Tempo/Budhy Nurgianto https://travel.tempo.co/

Tiffany Tiara Pakasi, Rita Ariyati, Burhannudin Thohir, Desfalina Aryani


Substansi Arbovirosis

Pendahuluan
Kasus DBD di Indonesia berfluktuasi setiap
tahunnya dan cenderung semakin meningkat angka
kesakitannya dan sebaran wilayah yang terjangkit
semakin luas. Pada tahun 2020, kasus DBD terlaporkan
sebanyak 108.303 yang tersebar di 34 provinsi di
477 kab/kota dengan jumlah kematian 747 dengan
angka kesakitan 39,92/100.000 penduduk dan angka
kematian/ Case Fatality Rate (CFR) 0,69 %. Sampai
dengan bulan April 2021 tercatat satu kabupaten di
Indonesia yang melaporkan telah terjadi KLB, yaitu
Kabupaten Halmahera Timur Provinsi Maluku Utara.
Hal ini diperkuat dengan adanya laporan W1 dari
Puskesmas Perawatan Subaim tanggal 16 Maret 2021
tentang adanya peningkatan kasus DBD sebanyak
17 kasus pada minggu ke 11 dan Keputusan Bupati
Halmahera Timur No.168.45/440.42/15.f/2021
tentang Penetapan Situasi KLB DBD Kecamatan
Wasile Kab Halmahera Timur.

3
Investigasi KLB Dengue dilakukan secara Timur pada tanggal 19 Maret 2021.
terpadu yang terdiri dari tim Kemenkes (Tim Sedangkan di wilayah kerja Puskesmas
Direktorat P2PTVZ, Direktorat Surkarkes, BTKLPP Subaim Kecamatan Wasile merupakan daerah
Manado dan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) endemis DBD. Jika dibandingkan dengan tahun
Ternate), Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Utara 2020 maka sejak bulan Februari 2021 kasus DBD
dan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten Halmahera terjadi peningkatan dan pada bulan maret dengan
Timur yang dibantu juga oleh tokoh masyarakat kenaikan 4,2 kali lipat dari rata – rata perbulan
serta Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera pada tahun lalu. Sampai tanggal 18 Maret 2021
Timur. dilaporkan sebanyak 29 kasus DBD dengan 2
. kematian. Berdasarkan hal tersebut Puskesmas
Tujuan Subaim memberikan laporan w1 kepada Dinkes
Tujuan kegiatan ini adalah untuk Halmahera Timur pada tanggal 18 Maret 2021.
mengetahui faktor risiko yang menjadi penyebab Sehubungan dengan kejadian tersebut
terjadinya KLB DBD, mengetahui gambaran maka Bupati Halmahera Timur menetapkan status
epidemiologi DBD, mengetahui tatalaksana kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) Demam Berdarah (DBD)
dan memastikan diagnosis, serta mengetahui di Kecamatan Wasile Kabupaten Halmahera Timur
permasalahan yang berkembang di masyarakat berdasarkan SK Bupati Halmahera Timur No : 188.45
dalam pengendalian DBD. 440.42 15.F 2021 tanggal 18 Maret 2021. Sehingga
dengan adanya SK tersebut maka dilakukan langkah
Kegiatan yang Dilakukan langkah pencegahan dan pengendalian secara
terpadu di lokasi KLB.
Kegiatan diawali dengan pertemuan
Berdasrkan Monitoring dan evaluasi dari
koordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi
laporan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon
Maluku dan KKP Ternate. Kegiatan lain meliputi
(SKDR) dapat dilihat jumlah kejadian suspek kasus
koordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten
DBD yang dilaporkan di Kabupaten Halmahera
Halmahera Timur, peningkatan kapasitas petugas
Timur dan Puskesmas Subaim pada 6 (enam) tahun
puskesmas melalui kegiatan On The Job Training
terakhir. Terlihat pola yang sama dari bebrapa tahun
(OJT) yang dilakukan di Puskesmas Subaim,
terakhir, dimana terjadi peningkatan kasus pada
Penyelidikan Epidemiologi (PE) investigasi kasus
minggu ke 10 s.d minggu ke 13 setiap tahunnya.
dan autopsi verbal kematian akibat DBD, survei
Pada minggu ke 36 s.d minggu ke 39 tidak
vektor, penggerakan masyarakat melalui kegiatan
dilaporkan adanya kejadian suspek DBD.
Pemicuan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM),
Distribusi kasus jika dilihat dari minggu
serta audiensi dengan Sekretaris Daerah (SEKDA)
epidemiologi, terjadi peningkatan kasus pada
Kabupaten Halmahera Timur.
minggu ke 11.
Gambar 1 : Grafik Distribusi Kasus perminggu di
Hasil Kegiatan Kab Halmahera Timur
Dukungan logistik diberikan dari
Kementerian Kesehatan melalui Dinas Kesehatan
Provinsi Maluku Utara, yang terdiri dari Rapid
Diagnosis Test (RDT) Combo 300 test, Media KIA
DBD 60 Kit, Insektisida 50 Kg dan larvasida 50 Kg.
Hasil verifikasi yang dilakukan di Kabupaten
Halmahera Timur diketahui bahwa terdapat
2 lokasi KLB DBD yaitu di Puskesmas Subaim
Kecamatan Wasile dan Puskesmas Lolobata Nusa
Jaya. Puskesmas Lolobata dalam 3 tahun terakhir
tidak pernah ditemukan kejadian kasus DBD, pada
tanggal 4 Maret 2021 dilaporkan ada 1 kasus baru Sumber : Dinkes Kab Haltim
DBD, sehingga Kepala Puskesmas Lolobata segera
memberikan laporan W1 kepada Dinkes Halmahera

4
Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin 61 % kasus rumah penderita DBD ditemukan jentik nyamuk di
adalah perempuan dan 39 % aki – laki. Dengan dalam rumah, terutama banyak ditemukan pada
kelompok umur yang banyak terjangkit adalah bak penampungan air.
pada kelompok usia 20 – 60 tahun (58,3%) yang Kegiatan pemicuan masyarakat dilaksanakan
merupakan kelompok usia produktif. di Balai Desa Baturaja Kecamatan Wasile yang
Gambar 2 : Grafik Tanda dan Gejala Dengue merupakan wilayah kerja dari Puskesmas Subaim
di Kab Halmmahera Timur dengan diikuti oleh tokoh masyarakat, masyarakat.
Kegiatan ini dilakukan bersama Tim yang terdiri
dari Dinkes Provinsi Maluku Utara, Dinkes Kab
Halmahera Timur, Puskesmas dan Kader Kesehatan.
Audiensi kepada SEKDA dilakukan dalam
rangka untuk menyampaikan informasi dan hasil
kegiatan yang dilakukan di Kabupaten Halmahera
Timur, serta menyampaikan permasalahan
yang ditemui selama kegiatan dan memberikan
rekomendasi yang perlu untuk ditindak lanjuti.
Sumber : Dinkes Kab Haltim
Kesimpulan
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat Berdasarkan uraian hasil kegiatan
bahwa gejala yang paling banyak adalah demam investigasi telah terjadi KLB DBD di wilayah
(91,7%) dikuti dengan gejala muntah (63,9%), sakit Puskesmas Nusa Jaya Kecamatan Wasile Selatan
kepala (61,1%), mual dan lemes masing-masing dan Puskemas Subaim Kecamatan Wasile.
52,8%. Sedangkan gejala yang paling sedikit adalah Faktor risiko dari KLB DBD tersebut adalah
kejang, pilek dan hypoglikemik masing-masing masih tingginya populasi vektor penular DBD, ini
(2,8%). dapat dilihat dari indikator HI 15%, CI 14,9% dan
Kasus DBD yang meninggal di wilayah masih rendahnya ABJ yaitu sebesar 79% (berada
kerja Puskesmas Subaim, berdasarkan informasi dibawah indikator ABJ >95 %)
yang dikumpulkan dari hasil wawancara langsung Peran serta dari masyarakat dalam
dengan keluarga kasus dan dari petugas puskesmas pengendalian vektor masih belum optimal,
diketahui bahwa sebagian besar masyarakat belum meskipun semangat untuk gotong royong masih
mengetahui dengan baik tentang bahaya penyakit sangat tinggi tetapi pemberantasan sarang
DBD sehingga jika ditemukan anggota keluarga nyamuk secara tepat sasaran, berkelanjutan,
yang menderita demam dan gejala klinis DBD dikeseluruhan wilayah belum dilakukan.
lainnya tidak segera datang ke petugas dan fasilitas
kesehatan (puskesmas) akhirnya kasus kasus yang Rekomendasi
ditemukan di puskesmas sudah dalam kondisi kritis
Adapun rekomendasi yang dapat diberikan
dan shok, apalagi lokasi daerah yang sangat jauh
adalah kepada Pemerintah Daerah dan Dinas
ke RSUD Provinsi maupun RSUD kabupaten. Hal
Kesehatan baik provinsi maupun kabupaten adalah
ini menjadi penyebab pertolongan dan tatalaksana
sebagai berikut :
kasus tidak dapat dilakukan dengan cepat sehingga
1. Meningkatkan Sistem Kewaspadaan Dini dan
meningkatkan risiko terjadinya kematian akibat
kesiapsiagaan terhadap ancaman KLB DBD,
DBD.
dengan meningkatkan kinerja surveilans
Dari 36 kasus DBD yang ditemukan, 53%
penyakit dan surveilans vector
kasus di rujuk ke rumah sakit, 42% dilakukan
2. Status KLB bisa dicabut apabila tidak ditemukan
tatalaksana perawatan kasus di Puskemas Subaim
lagi kasus baru selama 2 kali masa inkubasi
dan 5% meninggal dunia.
terpanjang sejak ditemukannya kasus terakhir
Hasil survey vektor yang dilakukan di
dan dengan tetap mempertimbangkan faktor
Puskesmas Subaim memberi gambaran informasi
resiko yaitu apabila ABJ sudah mencapai ≥ 95%
keberadaan jentik nyamuk baik di dalam maupun
serta faktor risiko tersebut sudah terkendali
diluar rumah dari kasus DBD yang ditemukan. 25%

5
3. Harus tetap dilakukan surveilans ketat dan 7. Pengendalian vektor secara serentak,
monitoring harian di lokasi KLB sampai KLB menyeluruh, berkualitas dan
dinyatakan berakhir berkesinambungan dilakukan pada titik
4. Memberikan edukasi kepada masyarakat terendah kasus DBD sebagai upaya antisipasi
tentang bahaya DBD peningkatan kasus sebelum masa penulatan
5. Memperkuat kapasitas tenaga dan sumber DBD.
daya yang ada di Puskesmas mengingat jarak 8. Optimalisasi peran Kepala Daerah, tokoh
tempuh ke RS Kabupaten dan Provinsi yang agama dan tokoh masyarakat dalam mobilisasi
cukup jauh masyarakat utamanya dalam PSN .
6. PSN 3M Plus secara rutin dilakukan setiap 1 9. Pemenuhan sarana, prasarana, alat kesehatan,
minggu sekali dengan meningkatkan peran dan sumberdaya manusia di Puskesmas agar
jumantik rumah tangga. dapat memenuhi standar di Permenkes Nomor

Dokumentasi

Penagarahan dan pemberian OJT di Puskesmas Subaim Kegiatan Pemicuan oleh Tim Kesling

Pemaparan hasil asistensi pendampingan PE dan Survey vector di wilayah desa Baturaja
Advokasi pada Bupati Haltim

Sumber Data dan Foto : :


Tim Investigasi Terpadu KLB DBD Di Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara.

6
ilustrasi : https://www. pngtree & https://www.kissclipart.com/

Kejadian Luar Biasa


Leptospirosis
di Kab Malang, Jawa Timur Tahun 2021
dr. Suhesti Dumbela dan dr. Tety Setiawati Mulyaningsih
Substansi Zoonosis

Pendahuluan
Tujuan Khusus
Berdasarkan informasi dari Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur pada tanggal 13 April 2021 1) Memastikan penegakan diagnosis
bahwa telah terjadi 1 (satu) kasus kematian dengan 2) Mendapatkan gambaran epidemiologi
diagnosis Leptospirosis dan suspek Covid-19 di Leptospirosis pada manusia, sumber dan cara
Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, Provinsi penularannya
Jawa Timur. Menindaklanjuti informasi kejadian 3) Mendeteksi faktor risiko penularan
tersebut dan mengingat masih tingginya angka Leptospirosis di lokasi kejadian
kematian Kasus Leptospirosis di Provinsi Jawa 4) Menemukan penyebaran penyakit
Timur, maka kami dari Substansi Zoonosis bersama Leptospirosis pada manusia di lokasi kejadian
tim dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 5) Menemukan adanya kasus tambahan dan
Dinas Kesehatan Kabupaten Malang, dan Petugas faktor risiko
Puskesmas Ngantang melakukan Monitoring
Kewaspaan Dini dan Penanggulangan KLB Hasil Kegiatan
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Zoonosis
(Leptospirosis). Laporan Kejadian Luar Biasa/Wabah A. Kronologis
(W1) dikeluarkan oleh Kepala Puskesmas Ngantang, Informasi dari Puskesmas Ngantang,
Dinas Kesehatan Kabupaten Malang tanggal 18 didapatkan kronologis kasus probabel
Maret 2021. Leptospirosis sebagai berikut:

Tujuan Identitas Kasus


Tn. SP, L/34 tahun, Peternak sapi perah dan
Tujuan Umum
petani, Dusun Songkorejo RT 16 RW 04 Desa
Meminimalisasi penyebaran penyakit
Jombok Kecamatan Ngantang
Leptospirosis di Kabupaten Malang khususnya di
wilayah Kecamatan Ngantang.
7
Riwayat Perjalanan Penyakit

B. Temuan Epidemiologi
Saat dibawa ke RS Umum Universitas
Faktor risiko yang memungkinkan kasus
Muhammadiyah kondisi kasus sudah berat,
berpotensi besar terinfeksi bakteri Leptospira,
keadaaan umum penderita tampak berat,
adalah :
terlihat sangat lemah, kesadaran mulai
1. Pekerjaan kasus adalah peternak dan
menurun, kulit dan mata tampak sangat
petani, sehari-hari pekerjaan kasus adalah
kuning,serta sesak. Kemudian dilakukan
membersihkan kandang sapi, mencari
pemeriksaan foto toraks, darah lengkap, kimia
rumput untuk pakan sapi dan bertani.
darah, rapid test Covid 19 dan hepatitis. Terapi
Kasus memiliki 4 (empat) ekor sapi
yang diberikan selama dirawat diantaranya
peliharaan.
yaitu Ceftriakxon 2 x 2 gram, Metoclorpramide
2. Higinitas kurang, dari hasil wawancara
3 x 10 mg, Ranitidin 2 x 50 mg, Lifapro 3 x 1
dengan keluarga bahwa kasus sering
tab, Urdafalk 3 x 1 dan rencana HD Cito namun
membersihkan kandang sapi dengan
tidak sempat dilakukan karena kondisi pasien
menggunakan sepatu boot namun tidak
semakin memburuk dan meninggal pada
menggunakan sarung tangan dan setelah
tanggal 18 Maret 2021.
beraktifitas kasus tidak memberihkan
Hasil Pemeriksaan Penunjang tangannya dengan menggunakan sabun.
Kurangnya higinitas dari kasus ditandai
dengan penyakit kutu air pada jari-jari
tangan dan kaki.
3. Santasi lingkungan tempat tinggal yang
kurang
• Rumah kasus semi permanen, tampak
bagian depan rumah dindingnya
dari tembok, ruang tamu dan ruang
keluarga lantainya terdiri dari semen
namun bagian dapur lantainya masih
dari tanah dan dindingnya dari
gedek/bambu serta bersebelahan
dengan kandang sapi peliharaan
dimana kebersihan kandang sapi
yang kurang dan menimbulkan bau.

8
Banyak celah memungkinkan tikus Februari 2021. Dimana longsor menutup
keluar masuk rumah melalui dapur jalur sungai sehingga kasus menggerakkan
dan kandang. warga untuk membersihkan sungai dan
• Di dapur ditemukan peralatan sungai tersebut merupakan tempat
memasak yang diletakkan di bawah pembuangan kotoran sapi dari desa
dan tampak bahan makanan mentah Ngempul.
seperti beras, telur, bumbu dapur 5. Adanya peningkatan populasi tikus
yang diletakkan dibawah sehingga di wilayah Dusun Songkorejo setelah
berpotensi besar tercemar urin tiku terjadi wabah longsor sehingga saat ini
warga berusaha membasmi tikus karena
telah menyebabkan kerusakan areal
persawahan warga.
6. Adanya riwayat abortus pada hewan
ternak yang bisa disebabkan oleh
Leptospirosis.
7. Kecamatan Ngantang merupakan wilayah
endemis Leptospirosis, dimana telah
ditemukan kasus Leptospirosis sebanyak
3 kali yaitu pada tahun 2014, 2018 dan
sekarang 2021.

C. Upaya yang telah dilakukan :


1. Melakukan komunikasi risiko terhadap
keluarga kasus tentang penyakit
Leptospirosis.
2. Melakukan advokasi kepada perangkat
Desa tentang penyakit Leptospirosis.
3. Melakukan identifikasi dan pemantauan
terhadap warga dusun Songkorejo yang
memiliki risiko tinggi terinfeksi bakteri
Leptospira yaitu masyarakat yang terlibat
dalam kerja bakti membersihkan sungai.
Hasil pemantauan sampai tanggal 22 April
2021 terhadap 36 orang tidak ditemukan
keluhan sakit.
4. Melakukan penangkapan dan
pemeriksaan sampel tikus dengan teknik
PCR oleh BBTKLPP Surabaya dengan hasil
positif Leptospira.
5. Melakukan pemeriksaan darah kasus
untuk pemeriksaan MAT.

Pembahasan

Berdasarkan hasil gejala klinis, hasil


pemeriksaan laboratorium dan riwayat kontak faktor
risiko maka ditegakkan diagnosa Leptospirosis
berat (Weill’s disease) dengan kriteria diagnosis
Probable Leptospirosis.
Kandang ternak (sapi dan kambing) yang menyatu Kasus Probable merupakan kasus suspek disertai
dengan ruang dapur dua gejala klinis berikut: a) nyeri betis; b) ikterus
atau jaundice merupakan kondisi medis yang
4. Adanya bencana longsor yang
ditandai dengan menguningnya kulit dan sklera
kemungkinan menyebabkan kerusakan
(bagian putih pada bola mata); c) manifestasi
hábitat tikus. Kasus mengikuti kegiatan
pendarahan; d) sesak nafas; e) oliguria atau anuria,
kerja bakti saat terjadi longsor pada
merupakan tanda gangguan ginjal; f ) aritmia
tanggal 3 Februari, 10 Februari dan 21
jantung; g) batuk dengan atau tanpa hemoptisis;

9
dan h) ruam kulit. Selain itu, kasus probable adalah Seluruh warga dusun Songkorejo memiliki risiko
kasus suspek disertai gambaran laboratorium: a) tinggi tertular Leptospirosis oleh karena itu perlu
Trombositopenia < 100.000 sel/mm; b) Leukositosis dilakukan kewaspadaan dini di wilayah tersebut.
dengan neutropilia > 80%; c) Kenaikan jumlah
bilirubin total > 2 gr% atau peningkatan SGPT, Kesimpulan dan Rekomendasi
amilase, lipase, dan creatin phosphokinase (CPK).
Kesimpulan
Adapun hal yang mendukung diagnosis ke arah
probable Leptospirosis pada kasus ini adalah 1. Ditemukan 1 (satu) kasus probable
adanya riwayat demam, lemah, nyeri otot, ikterik, Leptospirosis di wilayah kerja Puskesmas
batuk, sesak nafas. Hasil laboratorium ditemukan Ngantang, Kabupaten Malang Jawa Timur
penurunan trombosit, peningkatan leukosit 2. Hasil pemeriksaan tikus hasil tangkapan di
disertai neutrofilia, peningkatan kadar bilirubin, Dusun Songkorejo Desa Jombok Kecamatan
peningkatan SGPT dan SGOT, peningkatan ureum Ngantang positif Leptospira.
dan Kreatinin. Adanya peningkatan bilirubin , SGOT, 3. Adanya wabah longsor dan banjir dapat
SGPT, ureum dan kreatinin juga menunjukkan mengakibatkan gangguan pada habitat tikus
adanya kerusakan organ hati dan ginjal. Kasus sehingga perlu diwaspadai risiko penularan
memiliki potensi terinfeksi karena kulit telapak kaki Leptospirosis.
pecah-pecah dan memiliki kutu air di sela-sela jari
tangan dan kaki. Rekomendasi
Faktor risiko terinfeksi Leptospirosis pada kasus ada 1. Pembentukkan jejaring antara Puskesmas,
beberapa kemungkinan yaitu saat membersihkan Poliklinik dan dokter praktek swasta untuk
sungai dari tanah longsor, membersihkan kandang peningkatan deteksi dini dan respon penyakit
sapi, mengambil rumput untuk pakan sapi atau zoonosis.
saat bertani dan adanya peningkatan populasi 2. Membentuk Pos kesehatan untuk deteksi
tikus di pemukiman setelah terjadinya longsor penyakit khususnya Leptospirosis apabila
memungkinkan kasus kontak dengan lingkungan terjadi banjir atau longsor yang mengakibatkan
yang tercemar urin tikus yang mengandung terganggunya habitat tikus sehingga tikus lari
bakteri Leptospira. Hal tersebut didukung dari hasil ke wilayah pemukiman.
pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan 3. Berkoordinasi dengan Dinas Peternakan dan
positif Leptospira pada tikus hasil tangkapan di Kesehatan Hewan untuk upaya pencegahan
dusun Songkorejo. dan penanggulangan Leptospirosis pada
Pada kasus juga terdeteksi serologi IgG terhadap Hewan ternak.
Covid-19 namun dari hasil pemeriksaan RT PCR 4. Perlu melakukan KIE terpadu tentang
swab hidung dan orofaring negative sehingga Leptospirosis pada manusia dan hewan ternak.
kemungkinan kasus meninggal karena Covid-19 5. Melakukan upaya pengendalian pada tikus
bisa disingkirkan.
Dokumentasi

Koordinasi dengan Tim P2PM Dinas Kesehatan Kegiatan Sosialisasi Leptospirosis di Puskesmas
Kab. Malang Kecamatan Ngantang

10
Penyelidikan Epidemiologi
Kejadian Luar Biasa
Antraks
di Kab Tulung Agung, Jawa Timur

Ilustrasi : https://www.pngwing.com/

Johanes Eko Kristiyadi, SKM, MKM (Epidemiolog Kesehatan Ahli Madya) dan
Muhammad Arsyam AR, SKM, MPH (Epidemiolog Kesehatan Ahli Muda)
Subtansi Zoonosis
Pendahuluan 30 Mei 2021. Berdasarkan informasi tersebut,
maka kami melakukan monitoring kewaspadaan
Pada tanggal 31 Mei 2021, Substansi Zoonosis dini dan penanggulangan KLB pencegahan dan
menerima laporan dari Substansi P3H Direktorat pengendalian Zoonosis di Kabupaten Tulungagung
Kesehatan Hewan terkait adanya 1 ekor sapi Provinsi Jawa Timur tanggal 2-5 Juni 2021.
yang mati diduga karena Antraks. Berdasarkan
infomasi tersebut, kami berkoordinasi dengan Tujuan
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dan Balai Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk
Besar Teknik Kesehatan Lingkungan Pengendalian memastikan terjadinya KLB Antraks, memperoleh
Penyakit (BBTKL PP) Kelas I Surabaya untuk gambaran Epidemiologi KLB kasus Antraks,
memastikan informasi Antraks tersebut. Informasi mengidentifikasi faktor risiko yang mempengaruhi
awal yang kami peroleh ada 1 ekor sapi mati terjadinya KLB dan menentukan upaya
dan ada 4 orang terduga Antraks Kulit di Desa penanggulangan KLB Antraks di Desa Sidomulyo
Sidomulyo Kecamatan Pagerwojo Kabupaten Kecamatan Pagerwojo Kabupaten Tulungagung
Tulungagung Provinsi Jawa Timur pada tanggal Provinsi Jawa Timur.

11
Kegiatan Koordinasi
1. Koordinasi ke Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur. Pada pertemuan ini kami melaporkan
kronologi kejadian dan hasil penyelidikan
epidemiologi terpadu Antraks di Desa
Sidomulyo Kecamatan Pagerwojo Kabupaten
Tulungagung.
2. Koordinasi ke Dinas Kesehatan Kabupaten
Tulungagung. Membicarakan adanya
informasi kematian sapi dan kasus Antraks Kulit
pada manusia di Desa Sidomulyo Kecamatan
Pagerwojo Kabupaten Tulungagung.
3. Kunjungan ke Puskesmas Pagerwojo.
Membicarakan kasus antraks kulit di Desa
Sidomulyo Kecamatan Pagerwojo di
Kabupaten Tulungagung.
4. Koordinasi dengan Kepala Desa Sidomulyo
Mulyono Susanto, S.AP dan perangkatnya serta
Dinas Peternakan Kabupaten Tulungagung
dan petugas pustu mantri Aang.
Hasil Penyelidikan Epidemiologi
Adanya informasi kematian ternak akibat
dugaan anthraks di Kabupaten Tulungagung
dan beberapa suspek penderita anthraks kulit
di Puskesmas Pagerwojo telah dilaporkan oleh 2. Suspek Kedua : Tm (L/40 tahun), Dusun Toro,
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Informasi Desa Sidomulyo, Peternak
serupa pun telah ditemukan di media online
yang menginformasikan kematian sapi di daerah
tersebut telah terjadi pada beberapa interval
waktu. Berdasarkan informasi tersebut, maka
tim Direktorat P2PTVZ dan Direktorat Surkarkes
Kemenkes, BBTKL PP Surabaya bersama Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Dinkes Kab. Tulung
Agung dan Puskesmas Pagerwojo melakukan
investigasi Kejadian Luar Biasa (KLB) ke Kabupaten
Tulungagung pada tanggal 2 – 5 Juni 2021
Dikonfirmasikan adanya 4 pasien suspek
antraks dengan gejala awal, sakit kepala, demam,
munculnya papula, dan dalam 3 hari membesar 3. Suspek Ketiga : Ys (L/41 Tahun), Dusun
menjadi vesikel berisi cairan kemerahan setelah itu Tumpakweru, Desa Sidomulyo, Peternak.
menjadi jaringan nekrotik berbentuk ulsera yang
ditutupi kerak berwarna hitam (kropeng). Semua
pasien beralamat di Desa Sidomulyo Kecamatan
Pagerwojo.
Data penderita suspek Anthraks kulit yang
ditemukan hingga 4 Juni 221 sebagai berikut:
1. Suspek Pertama : Jn (L/39 Tahun), Dusun
Toro, Desa Sidomulyo, Kecamatan Pagerwojo,
Kabupaten Tulungagung, Provinsi Jawa Timur,
Peternak.

12
4. Suspek Keempat : EY (L/41 tahun), Dusun Toro, Informasi lain yang didapat adalah Blantik
Desa Sidomulyo, Peternak. Sapi/Penjual Beli Sapi an Gapri Sugiantoro 46 tahun
Desa Jabungsari RT 3/I, Desa Pagerwojo Kecamatan
Pagerwojo mempunyai luka khas anthrax pada
pergelangan tangan kanan, dengan perjalanan
penyakit; pada awal puasa (kurang lebih tanggal 14
April 2021) suspek mengalami gejala demam dan
timbul bercak, kemudian berobat ke Mantri Yessi
diberikan antibiotik dan antinyeri, dan saat ini luka
sudah kering.
Sediaan yang akan diuji

5. Suspek Kelima : Yt (L/46 Tahun), Dusun Toro,


Desa Sidomulyo, Peternak.

Pengambilan spesimen cairan vesikel dari


lesi kulit hanya dilakukan pada 2 pasien suspek
dikarenakan 5 pasien lain sudah meminum
antibiotic. Spesimen swab luka kulit dikirimkan dan
dilakukan kultur oleh Balai Besar Veteriner Wates
Direktorta Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan Kementerian Pertanian.

6. Suspek Keenam : Rc (L/11 tahun), Dusun Toro,


Desa Sidomulyo, Pelajar.

7. Suspek Ketujuh : AAS (L/30 Tahun), Dusun Toro,


Desa Sidomulyo, Perangkat Desa.

13
Data Ternak Mati di Lokasi Suspek Anthraks

Pemetaan Daerah Lokasi Suspek Anthraks

14
Analisis Masalah
- Potensi penularan terjadi pada masyarakat dapat
melalui kontak dengan tanah hewan dan produk
hewan yang tercemar sprora antraks. Penularan
juga dapat terjadi bila mengkomsumsi daging
hewan yang terinfeksi atau menghirup spora dari
produk hewan yang sakit seperti kulit dan bulu.
Pada seluruh suspek kasus, potensi menular
disebabkan melalui kontak dengan tanah dan
atau hewan yang sakit. Hal ini dikarenakan
sebagian besar warga bekerja sebagai peternak
dan yang erat kaitannya dengan hewan ternak
(mencari rumput, memotong hewan ternak, ikut
mengubur hewan dan sebagainya)
- Penderita pada awal muncul gejala belum
menyadari bahwa luka kecil merah di kulit
tersebut merupakan gejala penyakit antraks
Kemenkes RI, Dinkes Prov Jatim, BBTKL sehingga pada awal kemunculan, jarak antara
PP Surabaya dan Dinas Kesehatan Kabupaten muncul gejala dan pemberian obat tidak segera
Tulungagung telah melakukan koordinasi dengan dilakukan
Dinas Peternakan Kabupaten Tulungagung serta - Masyarakat juga belum semua melaporkan pada
perangkat desa Sidomulyo pada tanggal 2-3 Juni awal-awal kejadian hewan ternak mati mendadak,
2021. Hal yang menjadi perhatian adalah perlunya sehingga data dari Kepala Desa terkait pemilik
vaksinasi pada hewan ternak dan kemungkinan hewan ternak yang mati dan penguburannya
kendala yang dihadapi adalah; penolakan vaksinasi juga belum di ketahui secara menyeluruh
dari masyarakat dan kendala dalam menghadapi - Pemeriksaan laboratorium untuk specimen
masa Idul Adha pada bulan juli mendatang (jual antraks belum bisa dilakukan di Jawa Timur
beli hewan ternak). sehingga masih harus merujuk ke BBLITVET
Bogor untuk pemeriksaan spesimen serum dan
Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung ke BBVET Wates untuk pemeriksaan spesimen
melakukan koordinasi secara komprehensif dengan swab luka (eksudat ulkus)
Dinas Peternakan Kabupaten Tulungagung, Rumah - Kejadian antrkas perlu diwaspadai karena
Sakit di seluruh wilayah Kabupaten Tulungagung menjelang perayaan Hari Raya Idul Adha.
serta puskesmas-puskesmas di wilayah kerjanya.
Puskesmas Pagerwojo melakukan promosi
Kesehatan ke bidan desa setempat serta masyarakat Kesimpulan
Desa Pagerwojo serta melakukan pemantauan
a. Dari hasil kegiatan verifikasi dan Penyelidikan
adanya tambahan kasus dan perkembangan
Epidemiologi ditemukan 7 orang suspek
kondisi kesehatan penderita. Mengambil dan
antraks pada tanggal 2 – 4 Juni 2021. Dari
mengirim sampel untuk dilakukan pemeriksaan
7 orang tersebut diambil 7 spesimen darah
specimen terhadap 7 suspek.
(serum) dan 2 spesimen swab luka (eksudat
Memberikan advokasi terkait pengendalian ulkus). Keselurihan suspek mempunyai riwayat
dari segi Kesehatan Kepala Desa dan perwakilan kontak baik secara langsung maupun tidak
masyarakat (suspek) apa yang harus dilakukan jika langsung, karena sebagian besar penduduk
menemukan atau merasakan gejala seperti antraks. bermatapencaharian sebagai ternak.
b. Dari 7 suspek yang ditemukan, seluruhnya
Hasil Pemeriksaan Spesimen mengarah pada antraks kulit dengan
gejala munculnya papula berwarna
merah kecil yang gatal dan tidak sakit
dalam waktu 2 – 3 hari membesar
menjadi vesikel berisi cairan,
kemudian menjadi luka berkerak
hitam. Adapun gejala lain yang di
alami tidak sama oleh setiap suspek
yaitu demam dan pembengkakan

15
pada kelenjar limfa regional.
c. Kasus suspek yang ditemukan berada di desa
Sidomulyo Kecamatan Pagerwojo, 6 orang
berasal dari Dusun Toro dan 1 orang dari Dusun
Tumpakweru (berdekatan dengan Dusun Toro).
Dari hasil pemeriksaan laboratorium 4 orang
dinyatakan positif antraks (3 orang seropositif
dan 1 orang kultur positif ). Kasus positif
seluruhnya berada di Dusun Toro.
d. Faktor risiko penularan antraks dan kontak
langsung dengan sapi yang terinfeksi dan
kontak dengan tanah saat mencari rumput
sebagai kontak tidak langsung dengan sapi.
Sumber penularan berasal dari bakteri spora
yang terdapat cairan hewan ternak yang
terinfeksi dan dari tanah yang tercemar.

Rekomendasi
- Meningkatkan surveilans ketat penyakit Antraks
pada tingkat Puskesmas maupun Rumah
Sakit melalui skrining kasus suspek antraks
berdasarkan gejala khas ANtraks dan adanya
paparan faktor risiko
- Sosialisasi kepada petugas pelayanan kesehatan
tentang gejala deteksi dini pencegahan dan
pengendalian penyakit Antraks
- Perlu ditingkatkan koordinasi dengan Dinas
Perikanan, Kelautan dan Peternakan di
Kabupaten Tulungagung dan BBVet Wates dalam
penanganan antraks khususnya dan zoonosis
pada umumnya.
- Masyarakat dihimbau untuk segera melaporkan
ke pada aparat desa atau petugas kesehatan
atau kesehatan hewan jika menemukan hewan
atau unggas yang sakit atau mati mendadak
serta jangan menyentuh dengan tangan tanpa
perlindung diri.
- Perlu meningkatkan Promosi Kesehatan
terintegrasi
- Koordinasi dengan karantina untuk memantau
lalu lintas hewan yang masuk dan keluar di
Kabupaten Tulungagung.

Penutup
Demikian hasil laporan kegiatan Monitoring
Kewaspadaan Dini dan penanggulangan KLB
pencegahan dan pengendalian Antraks di
Kabupaten Tulungagung Provinsi Jawa Timur
sebagai bahan pertanggunjawaban perjalanan
dinas untuk ditindaklanjuti.

16
Fenomena
Kejadian Kematian
Ribuan Burung Pipit
di Banjar Sema, Desa Pering,
Kec Blah Batu, Kab Gianyar

Ikke Yuniherlina, Novie Ariani, Yullita Evarini Yuswar


( Substansi Zoonosis)
Pendahuluan Kabupaten Gianyar, Bali, melakukan investigasi
Menyikapi adanya pemberitaan di media bersama pada tanggal 16 – 18 September 2021.
elektronik dan media sosial terkait kejadian Investigasi dilaksanakan oleh Tim Kementerian
kematian ribuan burung pipit di Banjar Sema, Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Balai
Gianyar, Bali, pada tanggal 10 September 2021, Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi
disusul dengan kejadian yang sama di Balai Kota Bali.
Cirebon, Jawa Barat pada tanggal 14 September
2021. Sehubungan hal tersebut, dilakukan Tujuan
koordinasi lintas sektor di tingkat pusat, yaitu Umum:
Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian Melakukan verifikasi lapangan dan respon cepat
beserta jajarannya, Kementerian Lingkungan Hidup terkait adanya kematian ratusan burung pipit
dan Kehutanan (KLHK) beserta jajarannya, yang Khusus:
selanjut ditindaklanjuti dengan menurunkan Tim • Mengetahui riwayat kejadian kematian burung
Investigasi Bersama ke lokasi kejadian, yaitu Cirebon pipit
Jawa Barat dan Gianyar Bali. • Mengetahui faktor risiko kematian
• Memastikan dugaan adanya kejadian luar biasa
Berdasarkan arahan tersebut, Tim Investigasi penyakit infeksi zoonosa
Bersama yang ditugaskan ke lokasi kejadian di

17
hujan baru pada keesokan harinya
dilakukan pembersihan dan penguburan
burung tersebut di tanah dekat pohon
asam tersebut. Jumlah burung yang mati
diperkirakan mencapai seribu ekor. Menurut
pengamatan warga selama menunggu
waktu penguburan masih ada burung yang
berhasil terbang kembali.
• Tanggal 10 September 2021, sampel 6
ekor burung yang diambil oleh petugas
puskeswan, dikirim ke BBVet Denpasar
untuk dilakukan pemeriksaan.
• Tanggal 15 September 2021, keluar hasil
dari pemeriksaan 6 sampel burung tersebut
oleh BBVet Denpasar, dengan kesimpulan/
diagnosa Avian Influenza Negatif dan tidak
mengarah ke penyakit infeksius.

b. Hasil pengamatan
• Desa Pering, merupakan desa yang
bersebelahan dengan desa Saba dan Keramas
Hasil Penyelidikan yang mempunyai wilayah persawahan yang
Kabupaten Gianyar terdiri dari 7 kecamatan luas.
yaitu: kecamatan Gianyar, Tegallalang, Payangan, • Menurut informasi Kepada Dusun dan
Tampaksiring, Ubud, Sukowati dan Blahbatuh. Bendesa Adat Sema pernah terjadi kejadian
Sementara untuk Kecamatan Blahbatuh terdiri serupa pada tahun 2018 dan 2020 dengan
dari 9 Desa yaitu : Desa Bedulu, Buruan, Blahbatuh, kondisi cuaca yang hampir sama yaitu
Belega, Bona, Medahan, Keramas, Pering dan Saba hujan lebat, tapi tidak ada laporan ke dinas
Desa setempat
• Dilokasi kejadian terdapat 2 pohon besar
Pengumpulan data dan informasi di yaitu pohon asam dan pohon kepah.
lapangan berdasarkan wawancara dengan • Menurut pengamatan penduduk setempat
Kepala Dusun Banjar Sema, Bendesa Adat Sema, hampir setiap hari menjelang sore burung
Babinkantibnas Desa Pering, Bidan Desa Pering, pipit biasanya berkumpul di pohon Asam.
Petugas Surveilans Puskesmas BlahBatuh I, Dinas • Kematian hanya terdapat di lokasi kejadian,
yang membidangi Kesehatan Hewan Kabupaten tidak ada kematian d tempat lain, hingga
Gianyar, Resort KSDA Gianyar-Bangli, didapatkan saat ini tidak dilaporkan adanya kematian
hasil: burung ataupun satwa liar lain.
• Keadaan cuaca pada tanggal 8 dan 9
a. Kronologis kejadian kematian ribuan burung September di lokasi kejadian mengalami
pipit Hujan yang sangat deras sampai banjir
• Tidak ada laporan kematian unggas lain di
• Dari tanggal 8 – 9 September 2021, terjadi lokasi sekitar kejadian sampai saat dilakukan
hujan lebat, sampai banjir. investigasi
• Tanggal 9 September 2021, Warga • Tidak peningkatan kasus ILI di puskesmas
menemukan banyak burung mati di sampai saat dilakukan investigasi
Pemakaman Banjar Sema, dibawah Pohon • Hanya ada kematian burung pipit saja,
Asem. Petugas Puskeswan mengambil 6 sementara di wilayah kejadian terdapat
sampel burung pipit yang mati. Belum sarang burung lain, yaitu burung sangsiah
di lakukan tindakan pembersihan pada dan burung gagak
hari itu karena lokasi masih basah bekas

18
Pohon Asem lokasi kematian burung pipit Lokasi penguburan burung pipit
dan tempat burung pipit bertengger saat
sore

Pohon Kepah yang juga ada di lokasi kejadian Sarang burung lain yang jatuh dari pohon kepah,
menandakan adanya koloni burung lain di lokasi
kejadian

c. Hasil Pemeriksaan Sampel BBVet Denpasar dan ekor burung. Pemeriksaan yang dilakukan :
Informasi Cuaca BMKG AI Real Time PCR, Hispatologi dan Nekropsi
Unggas. Dengan hasil : Tidak mengarah ke
• Pengambilan sampel dilakukan oleh dinas penyakit infeksius ( Avian Influenza Negatif )
Pertanian Gianyar dan dilakukan pemeriksaan
di BBVet Denpasar. Sampel yang diperiksa: 6

19
Kesimpulan
• Tidak ditemukan indikasi Infeksi Avian
Influenza pada pemeriksaan hasil sampel 6
bangkai burung pipit oleh BBVet Denpasar
• Terjadi hujan lebat pada tanggal 9 September
2021 dini hari
• Tidak bisa dipastikan adanya faktor racun
kimia, karena tidak terdapat pemeriksaan
toxicologi pada bangkai burung pipit, maupun
• Hasil pengamatan cuaca yang di dapat pada lingkungan.
dari BMKG terjadi hujan pada tanggal 8-10
September 2021 Rekomendasi
• Tetap dilakukan pemantauan jika ada
peningkatkan kasus ILI pada manusia di Desa
Pering
• Tetap dilakukan pemantauan pada burung
atau unggas peliharaan bila terjadi kematian
lagi di Desa Pering

20
Lesson Learned
Penanganan Kasus Gigitan Hewan
Penular Rabies Risiko Tinggi
di Provinsi Bali Tahun 2016-2017

I Wayan Pujana1; Tulus Riyanto2


1. Epidemiolog Kesehatan Madya Dinas Kesehatan Provinsi Bali
2. Kelompok Substansi Zoonosis, Direktorat P2PTVZ Kemenkes RI
Pendahuluan tingginya kasus gigitan dan pemakaian vaksin anti
rabies (VAR) serta tingginya risiko kematian akibat
Provinsi Bali yang sebelumnya dinyatakan rabies pada manusia. Berdasarkan rakapitulasi
bebas rabies, sejak bulan November 2008 dinyatakan laporan Dinas kesehatan Provinsi Bali, kasus gigitan
sebagai Provinsi ke 24 yang tertular rabies dengan HPR sejak tahun 2009 sampai 2016 sudah mencapai
ditemukannya kasus kematian rabies di wilayah Desa 366.492 kasus dimana sebanyak 306.3363 kasus
Ungasan Kabupaten Badung. Sejak saat itu rabies diantaranya diberikan VAR (86%).
secara perlahan menyebar ke seluruh kabupaten/
kota di Bali dengan puncaknya terjadi pada tahun
2010 dengan total kematian sebanyak 82 kasus.

Kasus Kematian Rabies di Bali sejak 2008 sampai


tahun 2016 mencapai 168 kasus dengan kasus
kematian tertinggi terjadi pada tahun 2010
sebanyak 82 kasus per tahun. Dengan populasi
anjing yang mencapai 400.000 sampai 500.000 ekor,
menyebabkan Bali sebagai medan paling berat
dalam pengendalian rabies dengan konsekwensi

21
Kasus rabies pada hewan di Provinsi Bali perjalanannya ada beberapa kasus gigitan luka
menunjukkan tren yang berfluktuasi, dimana kasus risiko tinggi yang terjadi di Bali dengan konfirmasi
tertinggi tercatat pada tahun 2010 dan tahun 2016 HPR positif berdasarkan hasil pemeriksaan Balai
yaitu secara berurutan sebanyak 408 kasus dan 527 Besar Veteriner (BBVet) Denpasar. Dari catatan
Kasus kronologis kasus yang direkapitulasi Dinas
Kesehatan Provinsi Bali setidaknya ada 3 kasus
luka risiko tinggi di Kabupaten Buleleng, Gianyar
dan Karangasem yang dilakukan penyelidikan
epidemiologi dan dilanjutkan dengan
pengambilan sampel HPR. Selanjutnya dilakukan
pemeriksaan laboratorium di BBVet Denpasar dan
hasilnya dikomunikasikan dalam WhatsApp group
“networking rabies” sebagai jejaring komunikasi
talaksana kasus gigitan terpadu pengendalian
rabies dan operasional model implementasi One
Health di Bali.

Tingginya kasus rabies pada hewan pada Dari 3 kasus tersebut semuanya tidak
tahun 2015 dan berlanjut pada tahun 2016, mendapatkan tatalaksana pemberian SAR karena
mengakibatkan tingginya kasus gigitan yang stok SAR saat itu sedang nihil. Maka sebagai
harus ditangani sesuai dengan standar prosedur upaya optimal yang bisa dilakukan adalah:
operasional yaitu mulai dari cuci luka sesuai memaksimalkan tindakan cuci luka; memastikan
prosedur standar, sampai pemberian Vaksin pemberian VAR secara lengkap dan tepat waktu
Anti Rabies (VAR) atau pemberian Vaksin Anti serta melakukan follow up kasus sampai 2 tahun.
Rabies (VAR) dan Serum Anti Rabies (SAR). Hal ini Sampai tahun 2019 (bahkan sampai sekarang)
mengakibatkan kebutuhan logistic VAR dan SAR ketiga kasus bisa selamat meskipun tanpa
di Provinsi Bali tahun 2015 dan 2016 sangat tinggi dilakukan tatalaksana pemberian SAR.
sehingga pengadaan VAR dan SAR dari Anggaran
Pada dan kondisi yang berbeda Dinas
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi
Kesehatan Provinsi Bali pernah mencatat kasus luka
Bali dan kabupaten/Kota di Bali serta bantuan
risiko tinggi yang tidak mendapatkan SAR dengan
dari Kementerian Kesehatan tidak mencukupi
anjing yang menggigit sangat khas /terindikasi kuat
kebutuhan untuk menangani jumlah kasus yang
rabies karena menggigit 4 orang dan seekor sapi.
tinggi, terutama untuk kebutuhan SAR.
Pada kasus ini seorang anak yang digigit dipipinya
Kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR)
tidak mendapatkan SAR karena ditangani di salah
di Provinsi Bali pada tahun 2016 tercatat sebanyak
satu RS swasta dimana petugasnya belum pernah
36.635 kasus dimana sebanyak 20.847 kasus (60,2%)
dilatih tatalaksana kasus gigitan sehingga tidak
yang diberikan tindakan post exposure treatment
berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat
(pemberian VAR atau VAR dan SAR). Ketersediaan
untuk mendapatkan SAR padahal saat itu stok SAR
Logistik VAR pada saat itu sangat mencukupi yang
masih ada. Anak tersebut mengalami gejala pada
mencapai 58.000 vial realisasi dari pengadaan
hari ke 17 pasca gigitan dan meninggal pada hari
APBD Provinsi Bali pada Bulan September 2015
ke-20.
sekitar 85.026 vial. Akan tetapi Bali menghadapi
permasalahan pada logistic SAR, dimana stok SAR Dua model kasus tersebut diatas
hasil realisasi dari APBD Provinsi Bali sebanyak 100 dapat dijadikan pembelajaran (lesson learn)
vial sudah habis pada 30 Mei 2016. dalam tatalaksana kasus gigitan HPR dimana
tindakan cuci luka dan strategi pendekatan one
Sejak saat itu Bali tidak memiliki stok SAR
health merupakan kunci penting dalam upaya
untuk melakukan tatalaksana kasus Gigitan HPR
pencegahan dan pengendalian kasus rabies.
dengan kategori risiko tinggi karena distribusi dari
produsen saat itu mengalami hambatan. Dalam

22
Metodologi Gawat Darurat (UGD) dan melakukan irigasi luka
gigitan dengan larutan NaCl dan dilanjutkan
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif
pemberian VAR sesuai protap
berupa study kasus dengan mengumpulkan data
Hasil penyelidikan epidemiologi oleh petugas
dan menyusun krologis kasus Gigitan HPR risiko
kesehatan hewan tanggal 10 Mei; anjing
tinggi di Provinsi Bali yang tidak mendapatkan
menghilang setelah dipukul oleh pemiliknya.
tatalaksana pemberian SAR dan melakukan follow
Pemilik juga menginformasikan anjing sudah
up kasus tersebut sampai 1 tahun.
tujuh kali mengggigit pada waktu yang berbeda
Hasil dan Pembahasan dalam 1 bulan terakhir. Upaya pencarian terus
dilakukan dan anjing baru ditemukan pada
Pada bagian berikut akan di uraikan data dan tanggal 12 Mei 2016 yang dilanjutkan dengan
kronologis 3 kasus gigitan risiko tinggi di Bali yang tindkan pengambilan sampel dan Pemeriksaan
tidak mendapatkan tatalaksana pemberian SAR dan ke BBVet Denpasar. Pada tanggal 13 Mei 2016
masih selamat sampai saat ini. pemeriksaan sampel dari BBVet Denpasar keluar
Kasus 1 dengan hasil konfirmasi positif rabies.
c. Tindakan dan monitoring kasus.
Kasus terjadi pada Bulan Mei tahun 2016 yang
Setelah dilakukan koordinasi dengan berbagai
berasal dari Kabupaten Buleleng
stakeholder terkait, upaya untuk mendapatkan
a. Identitas kasus SAR tidak memberikan hasil, maka upaya
Nama : Kt. Wr, Umur; 6 tahun, jenis kelamin : lanjutan yang dilakukan setelah melakukan
laki-laki, alamat Banjar/Dusun Belulang, Desa tindakan cuci luka secara optimal adalah
Sepang Kaja. Kecamatan Busung Biu Kabupaten pemberian VAR secara lengkap dan tepat waktu.
Buleleng. Pemberian VAR kepada pasien dilakukan pada
b. Kronologis tanggal 10 Mei, 17 Mei dan 31 Mei Tahun 2016
Pada tanggal 10 Mei tahun 2016 korban dan selanjutkan dilakukan monitoring untuk
mengunjungi rumah tetanganya dengan memantau timbulnya gejala klinis rabies pada
membawa makanan. Di perjalanan korban pasien.
diserang oleh seekor anjing dan menggigit
Hasil pemantauan oleh Puskesmas Busung Biu I
wajah korban dengan luka multiple dan dalam
dan Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng pada
sekitar 7 gigitan di pipi sebelah kiri. Anjing yang
bulan pertama, triwulan dan 6 bulan setelah
menggigit merupakan anjing milik tetangga
kejadian, psien tidak menunjukkkan gejala dan
korban yang diliarkan dan dengan status
tanda yang mengarah pada manifestasi klinis
vaksninasi yang tidak lengkap/rutin.
ensefalitis. Demikian juga follow up lanjutan pada
Korban dibawa ke Puskemas (rabies centre)
tahun 2017 dan 2019 pasien masih sehat bahkan
Busung Biu I sekitar pukul 10.00 WITA. Karena
kondisi tersebut berlangsung sampai sekarang.
luka gigitan adalah luka risiko tinggi, petugas
Puskesmas selanjutnya melakukan koordinasi Kasus 2
dengan petugas pemegang program rabies
Kasus kedua adalah kasus gigitan risiko tinggi yang
Kabupaten Buleleng dan petugas kesehatan
terjadi di Kabupaten Gianyar pada Bulan Agustus
hewan Kecamatan Busung Biu. Karena pada
2016 di Desa Keliki Kecamatan Tegallalang.
saat tersebut SAR sudah tidak tersedia, petugas
kesehatan Kabupaten Buleleng, setelah a. Identitas kasus
melakukan koordinasi dengan pemegang Nama : Md. Mur, Umur; 46 tahun, jenis kelamin
program rabies Dinas Kesehatan Provinsi Bali : laki-laki, alamat Banjar/Dusun Keliki Kelod,
memberikan arahan agar dilakukan tindakan Desa Keliki. Kecamatan Tegallalang Kabupaten
cuci luka yang optimal. Gianyar.
Berdasarkan hasil koordinasi tersebut, dilakukan b. Kronologis
tindakan cuci luka sabun dan air mengalir di Unit Pada tanggal 5 Agustus 2016 adik korban an.

23
Ni Kt. Jn ketika sedang menyapu halaman mendapatkan SAR tidak berhasil bahkan sampai
rumahnya, diserang oleh seekor anjing yang melakukan upaya menghubungi stakeholder di
tiba-tiba masuk ke rumahnya sekitar pukul 06.25 Thailand dan Australia.
WITA. Kt. Jn mengalami luka dibetis kiri, karena Upaya lanjutan yang dilakukan adalah
kaget Kt. Jn mengibaskan sapunya kearah anjing melakukan cuci ulang luka gigitan di rabies centre
dan anjing kembali menyerang dan menggigit saat pasien berobat ke Puskesmas Tegallang I
korban pada bagian ibu jari, jari tengah dan jari dan memastikan pemberian VAR secara lengkap
manis sebelah kiri. Saat itu Kt. Jn sempat berteriak dan tepat waktu sesuai jadwal. VAR diberikan
dan membuat Md. Mur bangun dari tidurnya dan pada tanggal 5 Agustus, Tanggal 12 Agustus dan
melihat adiknya yang terluka oleh gigitan anjing, Tanggal 26 Agustus 2016. Langkah selanjutnya
segerah menyuruh untuk mencuci luka gigitan adalah melakukan monitoring terhadap kasus
tersebut yang ada di depan rumah. Md. Mur untuk memantau munculnya gejala/tanda yang
saat itu hendak mendatangi tetangganya yang mengarah pada penyakit ensefalitis. Dari hasil
merupakan pemilik anjing, ketika membuka monitoring dan follow up kasus secara berkala
pintu gerbang rumahnya, korban diserang oleh dan periodik, pada bulan pertama, trimester dan
anjing tersebut dengan luka di bagian hidung, semestrer pertama setelah kejadian pasien masih
punggung telapak tangan kanan dan tangan sehat. Demikian juga follow up kasus setelah satu
kiri. Sekelompok warga yang sedang mengikuti dan dua tahun pasca kejadian pasien dinyatakan
kegiatan upacara adat di sekitar lokasi tersebut masih sehat.
menbantu menangkap dan membunuh anjing Kasus 3
tersebut. Anjing merupakan milik tetangga
Kasus ketiga adalah kasus gigitan risiko tinggi yang
korban yang berumur sekitar 4 tahun, anjing
terjadi di Kabupaten Karangasem pada Bulan Mei
dalam 1 minggu terakhir menunjukkan gejala
2017 di Desa Jungutan Kecamatan Bebandem
yang aneh, seperti galak dan cenderung
menyerang. Md. Mur mencuci luka gigitan di a. Identitas kasus
kran di depan rumahnya, selanjutnya bersama Nama : Wy. Kar, Umur; 70 tahun, jenis kelamin
adiknya pergi ke Puskesmas Tegallang I untuk : laki-laki, alamat Banjar/Dusun Galih, Desa
mendapatkan tatalaksana lebih lanjut. Karena Jungutan. Kecamatan Bebandem Kabupaten
luka korban yang cukup parah korban dirujuk Karangasem.
ke salah satu RS swasta dan dirujuk lagi ke RSUP
Sanglah. Karena tidak adanya stok SAR, di RSUP b. Kronologis
Sanglah korban hanya diberikan suntikan Anti Pada tanggal 16 Mei 2017 sekitar pukul 02.00
Tetanus Serum (ATS). dini hari ada anjing liar yang tiba-tiba datang ke
rumah korban dan tercebur di dalam kolam di
Pada waktu yang bersamaan, petugas UGD
halaman rumah korban.
Puskesmas Tegallang 1 melakukan koordinasi
dengan Dinas Kesehatan kabupaten Gianyar dan Korban pada saat itu menolong anjing tersebut
petugas kesehatan hewan Kecamatan Tegallang (menaikkan dari kolam), tiba-tiba anjing
untuk melakukan investigasi di lapangan dan menggingit korban pada bagian bawah mata
dilanjutkan dengan pengambilan sampel. Pukul kanan dan sekitar bibir
16.00 WITA sampel yang diperiksa di BBVet
Denpasar dinyatakan positif terkonfirmasi rabies. Korban datang ke UGD RSUD Karangasem untuk
mendapat perawatan dan dilakuan tindakan
c. Tindakan dan monitoring kasus. sesuai protap (cuci luka, VAR I)
Petugas kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem setelah
Gianyar menindaklanjuti hasil pemeriksaan mendapatkan informasi dari RSUD Amlapura,
sampel yang dinyatakan positif tersebut melakukan koordinasi dengan petugas
berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi Kesehatan Hewan Kabupaten Karangasem
Bali dan berbagai stakeholder terkait untuk untuk melakukan investigasi di lapangan. Hasil
mengupayakan SAR yang akan diberikan kepada investigasi, kesehatan hewan : anjing ditemukan
pasien Md. Mur. Akan tetapi upaaya untuk serta dilanjutkan pengambilan dan pemeriksaan
24
sampel ke BBVet Denpasar. Hasil pemeriksaan epidemiologi didapatkan informasi sekitar tanggal
diinformasikan oleh BBVet Denpasar pada sore 19 Mei seekor anjing menggigit 4 orang warga
harinya dengan hasil konfirmasi positif rabies. desa (salah satunya korban yang meninggal) dan
menggigit juga seekor sapi. Warga yang tergigit
Karena pada saat itu stok SAR tidak ada di seluruh
datang berobat ke salah satu RS Swasta dan ada
Bali, maka tatalaksana kasus gigitan risiko tinggi
yang datang ke praktik tenaga kesehatan. Korban
berupa pemberian SAR tidak bisa dilaksanakan
yang meninggal mengalami gigitan di pipi kiri (luka
c. Tindakan dan monitoring kasus robek 2 x 12 x 1/4 cm). Korban yang meninggal,
Tindakan optimal yang bisa dilakukan saat itu diberikan pertolongan tetapi tidak sesuai protap
adalah memastikan pencucian luka dengan tatalaksana kasus gigitan, tidak dilakukan cuci luka
protap yang benar dan pemberian VAR secara ulang dan hanya diberikan VAR tanpa pemberian
lengkap dan tepat waktu. Pemberian VAR SAR. Petugas di RS Swasta tersebut belum pernah
kepada pasien sudah dipastikan secara lengkap mendapatkan pelatihan terkait tatalaksana kasus
dan tepat waktu yaitu pada tanggal 16 Mei, 23 gigitan sehingga tidak memahami kriteria luka
Mei dan 6 Juni 2017. Selanjutnya dilakukan risiko tinggi dan tatalaksana yang harus dilakukan,
monitoring kasus dengan melakukan kunjungan padahal pada saat itu SAR tersedia di Dinas
rumah oleh petugas Puskesmas Bebandem Kesehatan Kabupaten Karangasem maupun Dinas
setelah satu bulan kejadian, dilanjutkan 3 bulan Kesehatan Provinsi Bali.
dan 6 bulan pasca kejadian follow up kasus juga Dari kasus diatas ada beberapa hal yang bisa
dilaksnakan setelah satu tahun dan 2 tahun pasca dijadikan bahan diskusi yaitu pertama; pada kasus
kejadian dan hasil monitoring menunjukkan ini masa inkubasinya kurang dari 20 hari (gejala
sampai saat ini korban sudah sembuh dan dalam muncul hari ke 18) bila dibandingkan dengan kasus
kondisi sehat. sebelumnya, ketiga kasus tersebut bisa bertahan
sampai saat ini. Kedua; pada kasus diatas tindakan
cuci luka di RS swasta tersebut, tidak dilakukan lagi,
Hasil monitoring ketiga kasus diatas berbeda kondisinya dengan 3 kasus sebelumnya
menunjukkan bahawa pasien masih dalam keadaan dimana dengan tatalaksana cuci luka dan pemberian
sehat setelah 3 tahun kejadian memberikan VAR saja 3 kasus yang diuraikan diatas bisa selamat
pembelajaran dalam tatalaksana kasus gigitan sampai saat ini. Ketiga; terjadinya 4 kasus gigitan
khususnya pada kasus gigitan risiko tinggi. pada warga masyarakat dan juga menggigit
seekor sapi tidak terdeteksi oleh sistem surveilans
Masa inkubasi kasus rabies pada manusia baik di Puskesmas maupun sampai tingkat Dinas
bervariasi berkisar 2 – 8 minggu. kadang-kadang Kesehatan kabupaten. Hal ini terjadi karena pada
10 hari sampai 2 tahun. Di Indonesia masa inkubasi saat itu tatalaksana kasus gigitan terintegrasi
berkisar antara 2 - 18 minggu (Kemkes, 2018). Hasil melalui implementasi konsep One Health di Provinsi
penelitian klinis kasus rabies di Bali menunjukkan Bali belum berjalan. Konsep One Health baru
masa inkubasi kasus rabies berkisar antara 12 disosialisasikan dan mulai diimplementasikan pada
hari sampai 2 tahun. Sebesar 98% kasus masa tahun 2016.
inkubasinya dibawah 1 tahun dan masa inkubasi Dari uraikan 4 kasus diatas, tindakan cuci luka
sekitar 12 -21 hari bila kasus gigitan bila kasus dengan prosedur yang benar merupakan tindakan
gigitan lokasinya di leher dan kepala (Susilawati et yang menjadi kunci pada tatalaksana kasus gigitan
al, 2012). dalam upaya menyelamatkan korban kasus gigitan.
Dalam beberapa literatur upaya pencucian luka
Pada Tahun 2014 Dinas Kesehatan Provinsi akan menurunkan kemungkinan infeksi sekitar 70-
Bali juga mencatat adanya kasus kematian rabies 80%. Hal ini karena pencucian luka dengan sabun
di wilayah kecamatan Sidemen Kabupaten dan air mengalir akan memberikan dampak secara
Karangasem, dimana kasus meninggal dalam waktu fisik dan kimia pada virus rabies. Secara fisik jumlah
20 hari setelah kasus gigitan. Pada saat itu seorang virus yang ada di sekitar luka dan mampu mencapai
anak laki-laki umur 6 tahun dari Desa Talibeng jaringan saraf akan berkurang dan secara kimia
Kecamatan Sidemnen meninggal dunia setelah sabun atau bahan yang bersifat menghancurkan
digigit anjing 20 hari sebelumnya. Hasil penyelidikan

25
lemak akan merusak morfologi virus. antara stakeholder dalam berbagai upaya kegiatan
Seperti diketahui secara morfologi virus pengendalian masalah dan kolaborasi merupakan
rabies (lyssa virus) berbentuk peluru, mempunyai kesiapan berbagi/saling memberikan sumberdaya
panjang 180 nm (nanometer) dan Iebar 75 nm yang dimiliki (Pujana, 2018)
dengan komposisi: Ribo Nucleic Acid (RNA) rantai Kesimpulan
tunggal, lipid , karbohidrat dan protein. Bersifat
neurotropic, Virus ini terdiri dari Ribo Nucleic Acid Tatalaksana kasus gigitan pada kasus yang
(RNA) rantai tunggal yang dikelilingi oleh kapsid. diuraikan diatas dapat dijadikan suatu pembelajaran
RNA dan kapsid disebut “Ribonucleocapsid”.Di luar (lesson learn) bahwa melakukan tindakan cuci luka
ribonucleocapsid terdapat kapsomer, dan di sebelah pada tahap awal manajemen kasus gigitan Hewan
Penular Rabies (GHPR) merupakan poin yang
luar kapsomer sendiri terdapat “Envelope“ yang
sangat penting dalam upaya penyelamatan pasien.
mengandung lipid yang berduri (spikes). lnfektivitas
virus ini ditentukan oleh Envelope nya. (Depkes,
2008)
Pembelajaran lain dari 4 kasus di atas adalah
pada strategi pencegahan dan pengendalian rabies
secara terpadu melalui pendekatan One Health
telah membantu upaya tatalaksana maksimal
pada 3 kasus pertama (kasus 1 sampai 3) dimana
koordinasi antara antara sektor kesehatan manusia
dan kesehatan hewan sudah sangat baik sehingga
sharing informasi, komunikasi dan kolaborasi
penanganan di lapangan bisa dilakukan optimal
seperti informasi adanya kasus gigitan, upaya
melakukan penyelidikan epidemiologi bersama,
pengiriman dan pemeriksaan sampel serta hasil
pemeriksaan sampel serta upaya tindaklanjut yang
harus dilakukan sampai mengupayakan pencarian
SAR ke berbagai fasilitas kesehatan. Semua hal
tersebut bisa dilakukan karena adanya kerjasama, Cuci Luka Kasus Gigitan Hewan Penular Rabies
komunikasi dan kolaborasi antara berbagai Implementasi konsep One Health dalam
stakeholder terkait. strategi pencegahan dan pengendalian Rabies
khususnya dan zoonosis pada umumnya
One Health (Satu Kesehatan) adalah suatu memberikan kontribusi dalam perbaikan kesehatan
konsep yang didefinisikan sebagai “suatu upaya masyarakat dan kesehatan hewan melalui
kolaboratif dari berbagai disiplin, lokal, nasional, komunikasi, kordinasi dan kolaborasi berbagai
dan global - untuk mencapai kesehatan yang upaya-upaya pencegahan dan pengendalian
optimal bagi manusia, hewan dan lingkungan kita” penyakit zoonotik.
Semua upaya sinergi antara kesehatan hewan, Daftar Pustaka
kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan
[1] Susilawati, et al, 2012, Epidemiological and clinical features of
(satwa liar) pada tataran lokal, regional dan global human rabies cases in Bali 2008-2010, BMC Infectious Diseases
akan memberikan dampak dan kontribusi ganda 2012, 12:81
[2] Depkes, 2008 Modul Pelatihan Penanggulangan Rabies, Direktorat
pada perbaikan secara konstan dan simultan pada P2B2 Ditjen PP & PL DEPKES RI, Jakarta
kesehatan masyarakat dan kesehatan hewan di [3] Kemenkes RI. 2013. Buku Saku Pengendalian Rabies di Indonesia.
Jakarta.
seluruh dunia (OIE, 2013) [4] Kemkes, 2018. Modul Pelatihan Pengendalian Rabies terpadu,
Pada tataran operasional praktis konsep Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor
dapat diimplementasikan dalam tiga “3C” yaitu dan Zoonotik, Jakarta
[5] OIE, 2013 ; The One Health Consept: OIE Approach, Bulleting no.
communication, coordination, dan collaboration. 2013-1; tersedian dalam : https://www.oie.int/app/uploads/2021/03/
komunikasi merujuk kepada saling berbagi data bull-2013-1-eng.pdf
[6] Pujana. IW (2018); Evaluasi Tatalaksana Kasus Gigitan Terpadu;
dan informasi diantara stakeholder yang terkait, Implementasi Pendekatan One Health Dalam Tatalaksana Kasus
koordinasi merupakan integrasi dan keterpaduan Gigitan Yang Cost Effective, disajikan dalam The 20th FAVA CONGRESS
& The 15th IVMA Veterinary Scientific Conference (KIVNAS) - Bali Nov
26
Ancaman Infeksi Zoonosis
yang Mengintai
dari Budaya Konsumsi
Daging Hewan Liar

Ilustrasi https://favpng.com/
Khariri
Pusat Penelitiandan Pengembangan Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan
Badan Litbang Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Pendahuluan spesies hewan liar, termasuk yang terancam dan


Perkembangan zoonosis semakin menyita langka, seperti gajah, gorila, sinpanse dan satwa
perhatian dunia dan menjadi ancaman serius primata lainnya, kijang hutan, buaya, landak, babi
di berbagai belahan dunia, terutama di negara hutan, tikus hutan, trenggiling, biawak, ayam hutan
dengan jumlah penduduk yang besar, beragam, dan lain-lain.2
dengan keanekaragaman jenis hewan, termasuk Banyak jenis hewan liar yang telah lama
hewan liar. Beberapa faktor dapat menjadi dimanfaatkan untuk tujuan pengobatan. Beberapa
pemicu terjadinya penularan zoonosis antara lain diantaranya adalah harimau, beruang, badak, kura-
perubahan lingkungan hidup yang mengakibatkan kura, ular, tokek, trenggiling, monyet dan burung
manusia semakin merapat dengan hewan liar dan walet yang banyak diperjualbelikan untuk bahan
domestikasi hewan liar oleh manusia untuk hewan baku dalam pengobatan tradisional di daratan
eksotik.1 China. Beberapa sumber juga menyebutkan bahwa
Aktor lain yang dapat berperan sebagai orangutan merupakan salah satu hewan yang
jalur penularan zoonosis adalah kebiasaan manusia dikonsumsi oleh sebagian masyarakat dikawasan
mengkonsumsi daging hewan liar. Hewan yang Asia Tenggara.3,4
dikategorikan sebagai hewan liar mencakup seluruh

27
Dominasi Zoonosis banyak diperjualbelikan bermacam-macam daging
Zoonosis merupakan penyakit infeksi seperti anjing, tikus, ular piton, kelelawar, kucing,
yang secara alamiah dapat ditularkan dari hewan monyet hitam dan jenis lainnya. Tidak hanya daging
ke manusia atau sebaliknya. Berdasarkan sumber hewan yang sudah mati, di pasar tersebut juga
infeksinya, zoonosis dapat dibedakan menjadi menjual hewan yang masih hidup. Daging kelelawar
zoonosis bakteri, virus, parasit dan jamur.5 Sampai dan tikus dijual lengkap dengan kepalanya dapat
saat ini, terdapat sekitar 300 jenis penyakit hewan dijumpai di pasar tersebut.9
yang dapat menular kemanusia. Dalam dua decade Kebiasaan mengkonsumsi daging hewan liar
terakhir, sebanyak 75 persen penyakit baru yang umumnya sudah menjadi budaya yang telah lama
menginfeksi manusia terjadi karena perpindahan dilakukan oleh sekelompok masyarakat tertentu.
sumber infeksi dari hewan ke manusia. Sebanyak Daging yang diperjualbelikan di Pasar Ekstrem juga
1.415 mikroorganisme bersiafat patogen pada tidak lepas dari budaya suku tertentu di daerah
manusia dan lebih dari 60 persen diantaranya tersebut yang terkenal mengkonsumsi semua
bersumber dari hewan.6 jenis daging hewan. Selain di Tomohon, Salah satu
Semakin berkembangnya zoonosis yang jenis hewan yang banyak dikonsumsi dan dapat
telah ada sebelumnya dan juga munculnya dijumpai di daerah-daerah lain adalah daging
zoonosis baru dalam beberapa tahun terakhir anjing. Penjualan daging anjing untuk dikonsumsi
menjadi tanda semakin bertambahnya ancaman banyak dijumpai di Sumatera Utara, DKI Jakarta,
penyakit infeksiyang mematikan bagi manusia dan Solo Jawa Tengah. Indonesia bahkan termasuk
yang bersumber dari hewan. Penularan zoonosis dalam lima besar sebagai negara yang sebagian
dari hewan ke manusia dapat terjadi melalui masyarakatnya mengkonsumsi daging anjing
beberapa jalur, yaitu 1) kontak langsung terbanyak di dunia.10
dengan hewan yang telah terinfeksi
suatu penyakit, 2) kontak tidak
langsung melalui perantara vektor, 3)
mengkonsumsi makanan yang berasal
dari hewan terutama hewan yang
sakit, 4) melalui aerosol di udara ketika
seseorang berada pada lingkungan yang
tercemar.7

Budaya Konsumsi Daging Hewan Liar


Pemanfaatan hewan liar sebagai
bahan makanan telah dilakukan oleh
manusia sejak ratusan tahun yang lalu.
Penduduk miskin di daerah pedesaan
Afrika, Asia dan Amerika Selatan banyak menjadikan
daging hewan liar sebagai bahan makanan penting. Gambar 1. Penjualan berbagai daging hewan liar di
Daging hewan liar menjadi sumber protein yang Pasar Ekstrem
dibutuhkan tubuh.8
Sebagai negara yang mempunyai lebih Upaya untuk mendapatkan daging
dari 300 suku bangsa dengan beranekaragam hewan liar telah mendorong manusia melakukan
budayanya, sebagian masyarakat dibeberapa perburuan terhadap satwa liar untuk mendapatkan
tempat di Indonesia juga memiliki kebiasaan dagingnya sebagai bahan konsumsi atau
mengkonsumsi daging hewan liar. Indonesia diperjualbelikan. Tindakan yang dilakukan manusia
bahkan mempunyai sebuah pasar yang sudah ini dapat mengancam kepunahan banyak spesies
terkenal menjajakan hewan-hewan eksotis yang hewan di hutan. Pada tingkat yang lebih serius, hal
seharusnya dilindungi. Pasar tersebut lebih dikenal ini dapat berakibat terhadap eksosistem hutan.11
dengan sebutan Pasar Ekstrem dan berada di
Tomohon Manado, Sulawesi Utara. Di pasar tersebut

28
Ancaman Zoonosis menyebabkan penyakit pada hospes alamiahnya,
Konsumsi daging hewan liar berpotensi dapat mengalami evolusi sehingga dapat menjadi
manjadi sumber penularan berbagai penyakit sumber infeksi pada hospes barunya, seperti yang
infeksi dari hewan ke manusia. Penyakit yang terjadi pada simian immunodeficiency virus (SIV) dan
ditularkan dari hewan dapat berupa penyakit sudah human immunodeficiency virus (HIV).14,15
sumber penyebabnya maupun organisme patogen
yang belum diketahui dampak buruknya bagi ke Kesimpulan
manusia. Tidak hanya berisiko untuk masyarakat Budaya konsumsi daging hewan liar perlu
yang mengkonsumsi langsung daging hewan liar, menjadi perhatian khusus. Meskipun dianggap
orang-orang yang terlibat dalam jual beli dan kontak mempunyai kondungan protein tinggi yang
langsung dengan hewan liar juga berpotensi untuk bermanfaat untuk tubuh, namun dibaliknya ada
tertular penyakit infeksi dari hewan tersebut.12,13 sebuah bahaya besar yang mengancam yaitu risiko
Sebagai contoh, suatu wabah Ebola yang muncul penularan berbagai penyakit infeksi. Untuk itu perlu
pada tahun1996 di Gabon terjadi setelah orang- adanya studi mendalam terhadap dampak kebiasaan
orang menyembelih dan mengonsumsi seekor masyarakat yang mengkonsumsi daging hewan
sinpanse yang ditemukan dalam kondisi sudah liar. Penularan penyakit dapat terjadi dari hewan
mati. Awal mulanya kasus infeksi virus Ebola liar ke hewan domestik atau secara langsung
terjadi pada tahun1994 di Ivory Coast. Saat itu dari hewan liar ke manusia memerlukan upaya
seorang peneliti melakukan pembedahan terhadap mitigasi risiko. Hal yang penting dalam upaya ini
bangkai sinpanse. Diduga tangannya terluka dan adalah kemampuan untuk melakukan deteksi
terus menjalani proses pembedahan sehingga sumber infeksi, melaporkan dan memberikan
memicu terjadinya penularan infeksi dari hewan respons awal sehingga upaya pengendalian
ke manusia. Penanganan daging hewan liar juga dapat dilakukan pada hewan liar sebagai sumber
berisiko menjadi jalur penularan zoonosis baru. awal infeksinya sebelum menularkan ke hewan
Mikroorganisme patogen yang awalnya tidak lain atau bahkan ke manusia.

Daftar Pustaka

1. Murdiati TB dan Sendow TB. Zoonosis yang Ditularkan Melalui Pangan. Wartazoa. 2016;16(1):14-20.
2. Sikatta FOA dan Adisasmito WBB. Resiko perilaku konsumsi satwa liar Terhadap kejadian Penyakit Infeksi Emerging
(PIE): tinjauan literatur. IAKMI. 2020;1(3):143-150.
3. Cascio, Antonio, Mile Bosilkovski, Alfonso J Rodriguez-Morales, Georgios Pappas. The socio-ecology of zoonotic
infections. Clin Microbiol Infect. 2011;17:336–342.
4. Nanda IMAP. Analisis Risiko Penularan Zoonosis dari Serangga Konsumsi. Jurnal Multidisipliner Mahasiswa
Indonesia. 2020;2(2):132-155.
5. Khoiriyah. Zoonosis dan upaya pencegahannya (Kasus Sumatera Utara). Jurnal Litbang Pertanian. 2010;30(3):117-
124.
6. Wijayanti T. Zoonosis. Balaba. 2010;6(1):20-21.
7. Chomel BB. Zoonoses. Pathogenesis. 2009:820-829.
8. Loh EH, Zambrana-Torrelio C, Olival KJ, Bogich TL, Johnson CK, Mazet JA, Karesh W, Daszak P. Targeting Transmission
Pathways for Emerging Zoonotic Disease Surveillance and Control. Vector Borne Zoonotic Dis. 2015;15(7):432-7
9. Sahiu R, Pangemanan E, Lasut MT. Jenis satwa liar dan pemanfaatnya di Pasar Beriman, Kota Tomohon, Sulawesi
Utara. Cocos. 2017;1(3):1-5.
10. Sumarto S. 2011. Konsumsi Mamalia, Burung, dan Reptil Liar Pada Masyarakat Sulawesi Utara dan Aspek
Konservasinya. Jurnal Bioslogos 1 (1): 25-31.
11. Alikodra, H.S.. 2010. Teknik Pengelolaan Satwa liar dalam Rangka Mempertahankan Keanekaragaman hayati
Indonesia. Institut Pertanian Bogor. Bogor
12. Veteriner, Direktorat Kesehatan Masyarakat. (2018, Oktober 01). Menyikapi Perdagangan/Peredaran Daging
Anjing di Indonesia. Indonesia.
13. Maya H. Peran dan Fungsi Dog Meat Free Indonesia (DMFI) dalam Menangani Kasus Perdagangan Daging Anjing
di Indonesia Herzalia Maya. Journal of International Relations. 2020;6(4):608- 618.
14. Mutters NT, Malek V, Agnandji ST, Günther F, Tacconelli E. Evaluation of the scientific impact of the Ebola epidemic:
a systematic review. Clin Microbiol Infect. 2018;24(6):573-576. 
15. Mauko GRD. Analisis yuridis terhadap perdagangan daging anjing di Manado. Universitas Pelita Harapan. 2020.
29
Survei Penilaian
Prevalensi Cacingan
Pasca Pemberian
Obat Pencegahan Massal (POPM)
Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI)
Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2021

Dwi Martanti dan Sri Hartoyo ( Substansi Filariasis dan Kecacingan )


Pendahuluan Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan
Kecacingan masih menjadi masalah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2017 tentang
kesehatan masyarakat di Indonesia.   Penyakit ini Penanggulangan Cacingan untuk kabupaten/kota
banyak diderita oleh anak-anak yang disebabkan setelah melaksanakan POPM cacingan selama
oleh  cacing  Ascaris lumbricoides  (cacing 5 tahun perlu melakukan evaluasi prevalensi
gelang),  Trichuris trichiura  (cacing cambuk), cacingan untuk melihat berapa prevalensi
Ancylostoma duodenale, serta  Hookworm  (cacing cacingan di kabupaten/kota tersebut setelah POPM
tambang). Keempat spesies cacing termasuk cacingan selama 5 tahun berturut-turut. Hasil
dalam klasifikasi penyakit cacingan yang ditularkan survei prevalensi cacingan ini dapat digunakan
melalui tanah/Soil Transmitted Helminths (STH). untuk menentukan kebijakan selanjutnya. Survei
Infeksi cacingan dapat menimbulkan kerugian evaluasi prevalensi cacingan  dilaksanakan pada
gizi berupa kekurangan kalori dan protein serta Kabupaten/Kota yang sudah selesai melaksanakan
kehilangan darah, sehingga menurunkan kualitas POPM cacingan  minimal 5 tahun dengan cakupan
sumber daya manusia  akibat  menurunnya kondisi pemberian obat ≥ 75% setiap putaran serta
kesehatan, gizi, kecerdasan, anemi dan retardasi pelaksanaannya minimal 3 bulan setelah POPM. 
pertumbuhan (Stunting). Pada tahun 2021, kegiatan survei penilaian
Upaya penanggulangan cacingan untuk prevalensi cacingan dilaksanakan di Kabupaten
memutuskan mata rantai penularan cacingan PALI Provinsi Sumatera Selatan, pemilihan lokasi
melalui pemberian obat cacing pada kelompok survei berdasarkan kriteria kabupaten yang telah
risiko tinggi terutama pada anak-anak usia 1 melaksanakan POPM 5 tahun atau lebih serta
hingga 12 tahun, peningkatan hygiene sanitasi termasuk wilayah fokus intervensi stunting.
dan pembudayaan perilaku hidup bersih dan
sehat melalui promosi kesehatan. Target program Tujuan Kegiatan
penanggulangan cacingan yaitu menurunkan Menentukan tingkat prevalensi cacingan di
angka prevalensi cacingan di kabupaten/kota Kabupaten PALI dengan cara menegakkan diagnosa
endemis hingga 10% pasca POPM 5 tahun. pasti ada tidaknya telur cacing, menegakkan
diagnosa pasti jenis telur cacing, dan menentukan

30
intensitas infeksi cacingan per spesies dengan c. Ambil kertas minyak ukuran 10 x 10 cm letakan
teknik kato katz di atas meja posisi rata kemudian sampel
sampel letakan di atas kertas minyak.
Waktu dan Tempat d. Melakukan penyaringan tinja menggunakan
Kabupaten PALI Provinsi Sumatera Selatan, kassa saring dengan cara menekan sampel
tanggal 15 - 21 Maret 2021, sebanyak 30 SD/MI/ dengan stik es krim.
Sederajat terpilih secara random sesuai hasil cluster e. Letakan cetakan berlubang di atas slide
random sampling. kemudian masukkan tinja yang sudah disaring
pada lubang tersebut.
Metodologi f. Mengangkat cetakan berlubang secara
perlahan dan tutuplah tinja dengan selofan
1). Sasaran survei
yang sudah direndam dalam larutan Kato.
Sampel dari Survei Penilaian Prevalensi g. Ratakan dengan tutup botol karet hingga
Cacingan pasca POPM ini dilakukan dengan cara merata, diamkan kurang lebih sediaan selama
pemeriksaan sampel tinja pada anak sekolah dasar 20 – 30 menit.
di kelas 3, 4 dan 5 di sekolah dasar terpilih. h. Baca di bawah mikroskop dengan pembesaran
2). Pemilihan sampel 4x, 10x dan 40x
Survei dilakukan dengan pengambilan sampel i. Baca seluruh lapangan pandang, tentukan
kluster dua tahap (two stages cluster sampling). spesiesnya, hitung jumlah telur untuk setiap
Tahapan pengambilan sampel kluster dua tahap spesies yang ditemukan
dilakukan dengan cara : 4). Teknik Pemeriksaan
a. Membuat daftar sekolah dasar beserta siswa Sebelum membuat sediaan untuk
kelas 3, 4, dan 5 berdasarkan kelurahan/desa pemeriksaan harus menyiapkan larutan kato yang
yang ada dalam suatu kabupaten/kota. akan dipakai untuk merendam /memulas selofan,
b. Memilih secara acak 7 siswa pada kelas 3, kelas untuk memeriksa sampel tinja.
4 dan kelas 5 (yang hadir pad saat survei) yang 1.1 Pembuatan larutan kato
berada dalam sekolah dasar terpilih tersebut. a) Bahan yang diperlukan yaitu 100 ml
Kelas yang hanya memiliki 7 siswa yang hadir akuades, 100 ml gliserin dan larutan
atau kurang dari 7 siswa maka seluruh siswa malachite green 3%.
tersebut diberikan pot tinja. b) Timbang malachite green 3 gram kemudian
c. Pengambilan Sampel Tinja masukan ke beker glass tambahkan akuades
Tinja diambil sebanyak 100 mg (sebesar 100 ml sedikit demi sedikit lalu aduk sampai
kelereng atau ibu jari tangan) dengan homogen. Proses ini akan menghasilkan
menggunakan stick. Kemudian dimasukan larutan malachite green 3%.
kedalam pot dan tutup rapat. (yang c) Masukan 100 ml aquades ke dalam beaker
sebelumnya sudah dibeikan identitas murid). glass 500 ml, tambahkan 100 ml gliserin
Pot tersebut diisi dengan tinja siswa yang sedikit demi sedikit dan tambahkan 1 ml
menjadi sampel dan dikumpulkan pada larutan malachite green 3%, lalu aduk sampai
keesokan harinya. Spesimen harus segera homogen. Proses ini akan menghasilkan
diperiksa pada hari yang sama, sebab jika tidak larutan kato 201 ml.
telur cacing tambang akan rusak atau menetas 1.2 Cara merendam selofan (cellophane tape).
menjadi larva. - Buatlah bingkai kayu persegi empat sesuai
3). Pembuatan sampel tinja dengan ukuran baskom plastik kecil, contoh
untuk foto.
a. Memakai sarung tangan untuk mengurangi
- Lilitkan selofan pada bingkai tersebut
kemungkinan infeksi.
- Rendamlah selama lebih dari 24 jam dalam
b. Menuliskan identitas sampel/ kode di gelas
larutan kato
obyek dengan spidol sesuai dengan yang
- Pada waktu akan dipakai, guntinglah
tertulis di pot tinja

31
selofan yang sudah direndam sepanjang
2,5 cm Dari hasil survei penilaian prevalensi diperoleh
Hasil Pelaksanaan dan Pembahasan angka prevalensi Positif Soil Transmitted Helminth
a. Pelaksanaan kegiatan diawali dengan (STH) di kabupaten PALI yaitu sebesar 11,03 %.
Koordinasi Persiapan Survei Penilaian Prevalensi Angka ini masih tergolong tinggi bila dibandingkan
Cacingan dalam bentuk koordinasi secara wa dengna target reduksi cacingan yaitu menurunkan
dan telfon dengan Dinkes Provinsi dan Dinkes angka prevalensi cacingan di bawah 10% pasca
Kabupaten. Selanjutnya pada tanggal 16 Mei POPM 5 Tahun, sedangkan angka prevalensi per
2021, dilaksanakan kegiatan On Job Traning jenis infeksi cacing ditemukan tinggi pada infeksi
(OJT) terkait teknis pelaksanaan survei oleh cacingan cambuk dengan prevalensi yang sama
Tim dari pusat dan Dinas Kesehatan Provinsi yaitu 6.19 % untuk prevalensi cacing gelang 4,64%
bersama Dinas Kesehatan Kabupaten PALI, dan cacing tambang 3,09%.
Dinas Pendidikan, Kantor Kementerian Agama
Tabel 3. Distribusi STH Berdasarkan Jenis Kelamin
kabupaten serta petugas puskesmas terpilih.
dan Umur
Total peserta sebanyak 40 orang peserta
yang hadir dengan tetap sesuai protokol
kesehatan. Selanjutnya dilaksanakan
kegiatan pembagian dan pengumpulan
pot dari 30 SD terpilih secara bergantian
sesuai jadwal yang ditetapkan

b. Kegiatan pembagian pot tinja ke 30


sekolah terpilih dimulai pada hari
berikutnya setelah kegiatan OJT.
Pembagian pot tinja menyesuaikan
dengan jadwal yang telah ditetapkan agar
saat pengumpulan pot tinja dihari berikutnya Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa angka
tidak terjadi penumpukan dan sampel yang infeksi cacingan (STH) berdasarkan jenis kelamin
telah terkumpul dapat langsung diperiksa ditemukan lebih tinggi pada laki-laki yaitu sebesar
mengingat kapasitas petugas pemeriksa 51,8% dibanding perempuan 48,2%. Sedangkan
(analis laboratorium). berdasarkan kelompok umur ditemukan paling
tinggi pada kelompok umur 10 tahun (kelas 4) yaitu
c. Hasil Pelaksanaan 34,6 %
Tabel 1. Angka Prevalensi Cacingan di Kabupaten Tabel 4. Distribusi STH Berdasarkan Spesies dan
PALI Tahun 2021 Jenis Kelamin

Tabel 2. Angka Prevalensi Cacingan per spesies


cacing di Kabupaten PALI Tahun 2021

Infeksi STH berdasarkan spesies dapat dilihat


bahwa infeksi cacing gelang lebih banyak terjadi
pada anak perempuan (54%), sedangkan Infeksi

32
Cacing cambuk lebih banyak pada anak laki- anak yang positif cacingan dengan memberikan
laki (53%), dan infeksi Cacing Tambang sama pengobatan secara selektif yang diberikan pada
banyaknya pada anak jenis kelamin anak laki-laki bulan Juli 2021.
dan perempuan (50%).
2. Memeriksa tinja kembali terhadap 57 anak yang
Kesimpulan dan Saran dilaksanakan pada 21 September 2021, dan
Kesimpulan tempat pemeriksa di PKM Talang Ubi
• Prevalensi cacingan pasca POPM 5 tahun di 3. Hasil pemeriksaan yang di dapat dari 57 anak
Kabupaten PALI yaitu 11,03% masih belum yang terkumpul fesesnya sebanyak 37 anak,
mencapai target reduksi cacingan pasca POPM karena saat pelaksanan siswa tidak hadir
5 tahun yaitu minimal dibawah 10%. dan hadir tetapi tidak bisa BAB pada saat
• Infeksi cacing tertinggi di Kab. PALI disebabkan pengumpulan sampel.
Spesies telur cacing dari 57 sampel positif infeksi
STH yang paling banyak adalah cacing cambuk, 4. Dari 37 anak semuanya sudah negatif tidak
dengan rincian cacing gelang (24 sampel : ditemukan cacing dalam sampel tinja mereka,
4,64%); cacing cambuk (32 sampel : 6,19%) dan
5. Tetap memberikan edukasi dan menjaga
cacing tambang (16 sampel : 3,09%).
Pola hidup bersih dan sehat serta menjaga
Saran : lingkungan yang bersih dan buang air besar di
- Hasil Prevalensi 11,03% masih kategori Toilet
prevalensi rendah (<20%) namun masih diatas
target pemerintah (<10%) untuk itu perlu Daftar Pustaka
intervensi khusus terkait sanitasi dan higienis 1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
serta pemantaun dalam pemberian obat cacing Indonesia Nomor 15 Tahun 2017 tentang
terutama diwilayah yang ditemukan positif Penanggulangan Cacingan
infeksi STH.
2. Modul Pelatihan Surveyor Cacingan tahun
Tindak lanjut setelah Survei Prevalensi Bulan 2021
Mei 2021.
3. Hasil Kegiatan Survei Prevalensi Cacingan
1. Telah dilakukan supervisi ke Dinas Kesehatan Pasca POPM tahun 2021
Kab PALI sebagai tindak lanjut terhadap ke 57

Pembagian Pot Tinja kepada Siswa Sekolah Dasar/MI


33
Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM)
Filariasis Regimen Baru 3 Obat
Staretegi Akselerasi Eliminasi Filariasis
Di Kabupaten Mamuju – Sulawesi Barat

Lita Renata, Solihah Widyastuti, Dauries Ariyanti,


Substansi Filariasis dan Kecacingan

Pendahuluan sehingga kabupaten/kota tersebut baru akan


menyelesaikan 5 putaran efektif POPMF pada
Filariasis atau penyakit kaki gajah merupakan tahun 2021.
salah satu Penyakit Tropik Terabaikan (Neglected
Tropical Disease/NTDs). Penyakit ini disebabkan oleh 2. Beberapa kabupaten/kota di Indonesia
cacing filaria, ditularkan oleh nyamuk dan tersebar khususnya dengan area geografis yang sulit
di seluruh wilayah Indonesia. Kecacatan menetap angka cakupan POPMF masih rendah dibawah
yang disebabkan penyakit ini dapat menimbulkan 65%.
stigma, psikososial dan penurunan produktifitas
penderita dan keluarganya. 3. Beberapa kabupaten/kota yang telah
melaksanakan POPMF minimal 5 tahun berturut-
Sebagai bagian dari komitmen global, turut masih ditemukan angka mikrofilaria >1%
pemerintah Indonesia bertekad untuk mewujudkan sehingga dinyatakan gagal evaluasi prevalensi
Indonesia bebas Filariasis pada tahun 2030. Terdapat mikrofilaria (Pre-TAS) dan harus mengulang
dua strategi yang dilakukan untuk mencapai tujuan POPM 2 putaran.
tersebut, yaitu : memutuskan mata rantai penularan
dengan POPM filariasis kepada penduduk di Kondisi-kondisi tersebut berpengaruh
daerah endemis filariasis dengan menggunakan terhadap tahapan pencapaian eliminasi Filariasis
kombinasi Diethylcarbamazine Citrate (DEC) dan di Indonesia. Sehingga pada tahun 2018 WHO
Albendazole (Alb) yang dikenal dengan regimen DA merekomendasikan penggunaan regimen IDA (
(DEC - Albendazole) sekali setahun selama minimal Ivermectin, DEC dan Albendazole ) sebagai regimen
5 tahun berturut-turut dan upaya mencegah dan alternatif bagi negara-negara yang saat ini masih
membatasi kecacatan melalui penatalaksanaan menggunakan regimen DA dalam program
kasus kronis filariasis. eliminasi filariasis dan untuk mengatasi tantangan,
seperti kegagalan dalam survei evaluasi penularan.
Pada tahun 2021, dari 236 kabupaten/kota
endemis filariasis di Indonesia, masih terdapat 29 Maksud dan Tujuan
kabupaten/kota yang masih melaksanakan POPM
Maksud
Filariasis (POPMF), Sehingga untuk mencapai target
eliminasi filariasis di tahun 2030 masih terdapat Dalam rangka akselerasi eliminasi Filariasis serta
beberapa tantangan, antara lain : persiapan POPM Filariasis regimen 3 obat di
Kabupaten Mamuju, diperlukan Sosialisasi dan
1. Terdapat 4 kabupaten/kota yang baru memulai
Advokasi kepada lintas sektor terkait.
pelaksanaan POPMF pada tahun 2017,

34
Tujuan kegiatan Pemberian Obat Pencegahan massal
Filariasis dengan menggunakan 3 regimen
 Memperoleh Dukungan Stakeholder pimpinan obat, sehingga angka cakupan bisa tercapai
daerah dalam pelaksanaan POPMF regimen IDA sesuai target dan eliminasi Filariasis bisa segera
agar tercapai cakupan efektif tercapai, untuk Mamuju bebas Filariasis.
 Advokasi dan Dukungan para ahli dalam
pendampingan pelaksanaan POPMF regimen 2. Sosialisasi kepada petugas Puskesmas.
IDA. Sosialisasi tekhnis pelaksanaan POPM Filariasis
dengan menggunakan regimen IDA di
Hasil Kegiatan sampaikan oleh tim tekhnis Substansi Filariasis
Provinsi Sulawesi Barat mempunyai 6 dan Kecacingan. Sosialisasi kepada petugas
Kabupaten yaitu Mamuju, Mamuju Tengah, Majene, puskesmas sangat diperlukan mengingat POPM
Mamasa, Pasangkayu, Polewali Mandar. 4 kabupaten Filariasis dengan regimen IDA sedikit berbeda
di provinsi Sulbar merupakan daerah endemis dengan POPM Filariasis regimen sebelumnya
filariasis yaitu Mamuju, Pasangkayu, Mamasa dan yaitu DA. Sosialisasi meliputi Sasaran POPM
Polewali Mandar. Kabupaten Polewali Mandar sudah Filariasis, tata cara pemberian obat, skreening
mendapat sertifikat eliminasi filariasis pada tahun sebelum pemberian obat, pencatatan dan
2018, Pasangkayu periode surveilans pasca POPM, pelaporan di buku register khusus serta
Mamasa terakhir POPM filariasis pada tahun 2019, prosedur pelaporan jika ditemui kejadian ikutan
sedangkan Kabupaten Mamuju sudah mulai POPM pasca minum obat. Sasaran POPM Filariasis
filariasis tahun 2016, akan tetapi riwayat cakupan dengan regimen IDA adalah penduduk usia 5
efektif masih di bawah 65% maka pada tahun 2020 – 70 tahun dengan Tinggi Badan minimal > 90
Kabupaten Mamuju masih POPM filariasis tahun ke cm. Jadi semua usia sasaran harus diukur Tinggi
4, sehingga baru selesai POPM pada tahun 2021. Badan dengan alat pengukur khusus sebelum
Kabupaten mamuju termasuk salah satu Kabupaten diberikan obat. Sedangkan usia sasaran < 5
yang di rekomendasikan dan memenuhi kriteria tahun atau dengan Tinggi Badan < 90 cm tetap
untuk dilakukan POPM Filariasis dengan regimen mendapatkan regimen DA.
3 obat (IDA). Dan sehubungan dengan kejadian
yang tidak diinginkan berupa bencana alam Gempa 3. Pembentukan Komisi Ahli daerah (KOMDA
Bumi khususnya di wilayah Provinsi Sulawesi Barat Filariasis)
dan Kabupaten Mamuju salah satu Kabupaten Kegiatan ini bertujuan untuk menginisiasi
terdampak cukup berat, maka POPM Filariasis pembentukan Komisi Ahli Daerah dalam
regimen IDA baru terlaksana di tahun 2021. mendampingi POPM Filariasis dengan regimen
Dalam rangka persiapan pelaksanaan kegiatan 3 obat Ivermectin, DiethylCarbamazine Citrate
POPM Filariasis regimen IDA di Kabupaten Mamuju dan Albendazole (IDA). Ahli yang di undang
pada tanggal 19 Mei 2021 telah dilaksanakan adalah perwakilan organisasi profesi (IDI, PPNI)
beberapa kegiatan yaitu : dan para dokter ahli dari berbagai bidang
1. Sosialisasi dan Advokasi kepada Lintas sektor antara lain, dr. Sp.PD, SpA, SpDV, SpM dan SpP
dan stake Holder terkait. di Kabupaten Mamuju.
Sosialisasi di hadiri oleh Bupati Mamuju Kesimpulan
Hj.Sitti Sutinah Subardi, SH,MAP, Plt. Kadinkes
Kabupaten Mamuju serta Koordinator Filariasis Bupati Kabupaten Mamuju mendukung
dan Kecacingan, Kemenkes RI Lita Renata pelaksanaan POPM Filariasis dengan regimen 3
Sianipar, SKM,M.Epid bersama tim, dengan obat (IDA) agar bisa tercapai akselerasi eliminasi
mengundang seluruh SKPD dilingkungan Filariasis. Menekankan kepada semua stake holder
pemkab Mamuju, organisasi profesi seperti untuk membantu menggerakkan masyarakat agar
IDI, PPNI, IBI dan Puskesmas serta RSUD Kab. mau minum obat agar tercapai cakupan yang
Mamuju. Bupati Mamuju menekankan bahwa optimal serta pembentukan Komisi Ahli Daerah
Filariasis masih menjadi masalah Kesehatan di (KOMDA) Filariasis diharapkan perannya dalam
Kabupaten Mamuju sampai dengan tahun 2021, mendampingi pelaksanaan POPM Filariasis regimen
dan satu-satunya Kabupaten di Provinsi Sulawesi 3 obat di Kabupaten Mamuju.
Barat yang masih belum selesai melakasanakan Kesimpulan
pengobatan massal. Sehingga di harapkan
pada tahun 2021 ditengah masih dalam 1. Permenkes 94 tahun 2014, tentang Pengendalian
kondisi pandemi Covid 19 dan pasca gempa Filariasis, Kementerian Kesehatan
mamuju, seluruh SKPD bisa menjadi penggerak 2. Petunjuk tekhnis POPM Filariasis Regimen IDA, 2021, Dit.
agar masyarakat di Kabupaten Mamuju yang P2PTVZ, Kementerian Kesehatan
memenuhi kriteria untuk melaksanakan
3. Guideline Alternative Mass Drug Administration Regimen to
35
36

Anda mungkin juga menyukai