DI RUMAH SAKIT
16
TUJUAN :
Urine, tinja dan muntahan dari pasien, yang kemungkinan mengandung obat
sitostatik atau metabolitnya dalam konsentrasi yang membahayakan atau
yang harus diperhitungkan sebagai limbah genotoksik untuk sedikitnya 48
jam dan terkadang sampai 1 minggu setelah pemberian obat.
Limbah Kimia
Limbah kimia mengandung zat kimia yang berbentuk padat, cair maupun gas yang
berasal dari aktivitas diagnostik dan eksperimen serta dari pemeliharaan
kebersihan, aktivitas keseharian, dan prosedur pemberian desinfektan.
Limbah kimia dari instalasi kesehatan bisa berupa limbah berbahaya, bisa juga
tidak.
Bersifat toksik.
Korosif (yaitu asam dengan pH <2 dan basa dengan pH >12).
Mudah terbakar.
reaktif (mudah meledak, bereaksi dengan air, rawan goncangan).
Genotoksik (misalnya, obat-obatan sitostatik).
PEMISAHAN/PEMILAHAN SAMPAH
INCENERATOR
PENGHANCUR JARUM
Faktor faktor dalam pemilihan teknologi
Insenerasi
• Nilai kalor rendah, diatas 2000 kkal/kg (8370 kJ/kg) untuk insinerator bilik
tunggal dan diatas 3500 kkal/kg (14.640 kJ/kg) untuk insinerator bilik
ganda pirolitik (suhu tinggi)
Kuantitas Limbah
Cair
Kemudahan
Pengoperasian Sistim Pengolahan Ketersediaan Lahan
SDM Limbah Cair Terpilih Ketersediaan Biaya
Jumlah lumpur Konstruksi & Operasi
Biaya Operasi
Kualitas
Effluen
Kebutuhan
Energi
Diagram pengelolaan limbah cair Rumah Sakit.
PROSES AEROBIK DENGAN BIAKAN TERSUSPENSI
LUMPUR AKTIF (ACTIVATED SLUDGE)
Definisi: (Eckenfelder, 1989).
Proses pengolahan air limbah sistem lumpur aktif (activated sludge)
adalah proses pengolahan polutan organik terlarut maupun tidak
terlarut dalam air limbah menjadi flok mikroba tersuspensi yang dapat
dengan mudah mengendap dengan teknik pemisahan padat cair sistem
gravitasi.
UNIT PERALATAN YANG DIGUNAKAN PADA PROSES
LUMPUR AKTIF (ACTIVATED SLUDGE)
1. Bak pengendap,
Pengendap awal: untuk memisahkan material tersuspensi yang ada
dalam air limbah.
Pengendap akhir: untuk pemisahan air dan lumpur mikroorganisma.
2. Kolam aerasi, tempat bereaksinya air limbah dengan mikroorganisma
pengurai air limbah (lumpur aktif)
3. Peralatan pemasok udara. Sebagai pemasok udara dipakai aerator
dan difuser.
4. Sistem sirkulasi lumpur. Untuk mengembalikan lumpur dari bak
pengendap akhir ke kolam aerasi.
5. Sistem pengadukan. Untuk membuat supaya campuran dalam kolam
aerasi homogen dan tidak menimbulkan “dead space” lumpur.
6. Sistem pengolahan dan pembuangan lumpur. Lumpur timbul akibat
dari pertumbuhan mikroorganisma.
JENIS DAN MACAM PROSES LUMPUR AKTIF
5 Rising Sludge (blanket rising) Merupakam ekses proses Efluen yang keruh dan menurunkan
denitrifikasi sehingga partikel efisiensi penghilangan BOD.
lumpur menempel pada
gelembung gas nitrogen yang
terbentuk dan naik kepermukaan.
6 Foaming atau pembentukan Adanya senyawa surfactant yand Terjadi buih pada permukaan bak
buih (scum) tidak dapat terurai dan akibat aerasi dalam jumlah yang besar yang
berkembang-biaknya Nocardia dapat melampui ruang bebas dan
dan Microthrix parvicella melimpah ke bak pengendapan akhir.
Sistim IPAL Rotating Biological Contactor (RBC)
2. Untuk kapasitas kecil / paket, dibandingkan dengan proses lumpur aktif konsumsi
energi lebih rendah.
3. Dapat dipasang beberapa tahap (multi stage), sehingga tahan terhadap fluktuasi beban
pengolahan.
4. Reaksi nitrifikasi lebih mudah terjadi, sehingga efisiensi penghilangan ammonium lebih
besar.
5. Tidak terjadi bulking ataupun buih (foam) seperti pada proses lumpur aktif.
KELEMAHAN RBC
1. Pengontrolan jumlah mikro-organisme sulit dilakukan.
Kualitas air hasil olahan kurang baik dan lapisan mikro-organisme cepat
terkelupas.
Indikasi yang dapat dilihat yakni biofilm terkelupas dari permukaan media dalam jumlah yang
besar dan petumbuhan biofilm yang melekat pada permukaan media tidak normal. Gangguan
tersebut disebabkan karena terjadinya fluktuasi beban BOD yang sangat besar, perubahan pH air
limbah yang tajam, serta perubahan sifat atau karakteristik limbah. Penanggulangan masalah
dapat dilakukan dengan cara pengontrolan terhadap beban BOD, kontrol pH dan pengukuran
konsentrasi BOD, COD serta senyawa-senyawa yang menghambat proses.
Masalah yang sering terjadi pada Proses Trickling Filter
1. Adanya air buangan yang melalui media yang terdapat pada biofilter
mengakibatkan timbulnya lapisan lendir yang menyelimuti kerikil atau
yang disebut juga biological film.
2. Air limbah yang masih mengandung zat organik yang belum teruraikan
pada bak pengendap bila melalui lapisan lendir ini akan mengalami
proses penguraian secara biologis.
3. Efisiensi biofilter tergantung dari luas kontak antara air limbah dengan
mikro-organisme yang menempel pada permukaan media filter
tersebut. Makin luas bidang kontaknya maka efisiensi penurunan
konsentrasi zat organiknya (BOD) makin besar.
BOD TSS
Fisik Penyaringan 0–5% 5 – 20 %
Pengendapan 5 – 15 % 15 – 60 %
Koagulasi 25 – 60 % 30 - 60 %
Fungsi :
1. Menghilangkan sampah kasar
2. Menghilangkan zat padat yang terapung
3. Mengendapkan tanah atau pasir
4. Menangkap minyak dan lemak
Fungsi :
Untuk menghilangkan zat padat tersuspensi, kekeruhan,
zat An Organik dan warna
Baik buruknya pengolahan ini akan mempengaruhi hasil
pengolahan tingkat selanjutnya (proses biologi)
C. Pengolahan secara Biologi
Dengan Bakteri Aerobic, syarat :
1. pH limbah cair Netral : (7,0 – 7,5)
2. Oksigen cukup (DO) : (2,0 – 3,2 mg/lt O2)
3. Nutrisi ( N P K ) cukup : (urea-14, SP-36)
4. Sludge Volatil Index (SVI) : 10 – 20 %
5. Waktu tinggal di bak Aerasi cukup
6. Tidak mengandung logam berat dan deterjen
7. MLSS : 2 – 5 gr/lt (jumlah TSS dan Mikroorganisme)
Fungsi :
Untuk mengolah zat organik terlarut melalui proses
Biokimia, oksidasi dan pemisahan zat padat tersuspensi
dengan memanfaatkan mikroorganisme yang ada
didalamnya
Evaluasi dan Rekomendasi
1. Prosentase penurunan parameter pencemar di
masing-masing bak maupun seluruh unit ( IPLC )
2. Kualitas hasil pengolahan(outlet) dibandingkan
Baku Mutu
3. Fungsi dan waktu tinggal dimasing-masing bak
dibandingkan dgn kriteria design
4. Rekomendasi untuk mengoptimalkan fungsi
masing-masing bak maupun IPLC serta aspek
manajemen yang diperlukan