Anda di halaman 1dari 1

Terima kasih

Suatu hari, aku pergi bersekolah seperti biasa. Di sekolah aku belajar, bermain, dan bercanda
bersama teman-teman. Aku mengikuti salah satu ekstrakulikuler yang diadakan oleh sekolah yaitu
Pramuka. Di Pramuka, aku mengenal banyak teman baru, dan di pramuka pula aku mengenal kamu,
sosok yang aku tahu dari cerita teman-temanku. Awalnya aku enggan berkenalan denganmu karena
aku merasa tidak pantas bahkan hanya untuk sekedar memberikan jabat tangan perkenalan. Tapi
siapa sangka, setahun setelah mengenal dirimu, kita menjadi teman baik.

Hingga suatu hari saat diskusi rutin diadakan, aku merasa nyaman berada di sampingmu.
Sampai saat aku mengajakmu bercanda, kamu membalas tepukan tanganku dan tersenyum
kepadaku. Mungkin sejak saat itu, aku merasakan ada detak yang tidak biasa. Namun, aku mencoba
menepis dengan mengatakan kepada diriku sendiri bahwa kita hanya sebatas teman. Aku
meyakinkan diriku untuk satu tahun penuh bahwa aku tidak menaruh rasa kepadamu. Tapi sayang,
dipenghujung tahun kedua hatiku sakit mendengar kamu sudah dekat dengan orang lain, yaitu
temanku sendiri. Keyakinanku hancur saat mendengar itu, dan aku memastikan bahwa benar
selama ini aku menaruh rasa kepadamu.

Dengan rasa tidak nyaman yang selalu mengikuti, akhirnya aku memutuskan untuk
mengakhiri rasa ini dengan memberanikan mengungkapkan bahwa aku menaruh rasa kepadamu.
Tapi kenyataan tidak selalu manis. Setelah aku mengatakan itu, rasa itu justru semakin tidak karuan
dan yang paling menyakitkan, setelah itu kamu menjauh dariku. Memang salahku tidak
memperhitungkan bagaimana jika aku terbuka kepadamu, tetapi rasa ini sungguh membuatku tidak
nyaman. Aku menerima resiko bahwa kita harus menjauh untuk waktu yang tidak singkat. Sampai
akhirnya kita bisa berdamai dengan diri kita sendiri.

Dua tahun sudah berlalu dan kita masih menjadi teman baik. Kita kembali dekat sama
seperti dulu, seolah rasa ini tidak pernah ada. Kamu dengan kehidupanmu begitu juga denganku.
Tapi tidak bisa dipungkiri, aku masih menaruh rasa yang dulu sampai sekarang. Namun yang aku
harapkan adalah kita bisa kembali seperti dulu, teman baik yang selalu bertukar tawa.

Waktu berjalan dengan normal, kita sering bertukar pesan dan suara. Sampai suatu hari,
kamu datang kepadaku dan bercerita tentang bagaimana beratnya harimu. Hatiku senang
mengetahui kamu bisa terbuka lagi kepadaku, dan tentu aku tidak menyia-nyiakan kesempatan
untuk bisa kembali dekat denganmu. Aku selalu berdoa agar bisa menjadi teman yang baik untukmu.
Tetapi, kamu berkata kepadamu bahwa hanya aku yang bisa menenangkan dan mendukungmu saat
kamu terjatuh. Aku mulai merasakan hal yang berbeda dari dirimu. Terlihat seolah kamu sedang
membuka hatimu. Namun aku tidak ingin jatuh ke lubang yang sama. Aku berhati-hati terhadapmu,
takut seandainya kamu kembali menjauh jika aku mengungkapkan hal yang sama.

Waktu terus berjalan, sampai dimana kita berada pada titik terdekat. Kamu berkata
kepadaku bahwa kamu menyayangiku lebih dari teman, kamu meminta maaf kepadaku karena telah
sempat mengabaikanku. Kamu terus meyakinkanku bahwa kita memiliki perasaan yang sama. Kamu
menunjukkan usaha untuk lebih meyakinkanku. Aku hanya tersenyum lega dan bahagia bahwa
sekarang kamu telah bersamaku. Kamu telah menerimaku.

Kini, aku hanya ingin berterima kasih kepadamu karena telah melihatku.

Anda mungkin juga menyukai