Kali pertama perjumpaan yang tidak pernah diharapkan. Kala itu dunia ku terasa abu-
abu, dengan semua ketidakpastian yang terlahir tuk menyiksa ku perlahan. Menginjak usia
remaja akhir menjadikan ku sosok pribadi yang sangat tidak menentu, kisah hidup ku bukanlah
satu-satunya kisah terpahit yang orang lain dengar. Aku mensyukuri setiap kejadian yang
mengantri untuk bertemu denganku. Kehidupan ku berada di antara anak yang beruntung dan
tidak beruntung. Terkadang aku cukup dengan semua yang ku miliki, namun itu terkadang
menjadi omong kosong belaka. Malam itu kala hujan membasuh jalanan pukul 01.30 pagi, tak
ada yang menduga aku bertemu dengan mu, saat itu kau terlihat menarik ku berlari ke dalam
dunia mu, kita pun menghabiskan waktu hingga membuatku terjaga. Di luar terasa dingin dan
aku perlahan menyadari kau adalah sosok manusia yang dapat menghangatkan ku dan menerangi
langkah ku yang abu-abu ini dari belakang. Kau hebat, bisa membuatku memperhitungkan mu
pada jumpa pertama. Hujan di bulan kedua tahun ini membuat bunga yang ada di dalam hati
yang dulu ku biarkan mati dan beku, kini ku izinkan tumbuh mulai detik ini.
LELUCON TUA
Dunia ku bergerak cepat. Namun ku rasa berlebihan jika aku sebut ini adalah kecepatan
cahaya, lagipula Albert Einstein belum dapat memperkirakan apakah kecepatan cahaya dapat
dimanfaatkan di abad ini. Suatu malam di bulan maret kita mendebatkan “seperti apa bentuk
dunia menurut mu?” tanya mu. Dan seolah menantikan jawaban logis dari ku kemudian kau
menentang ku seakan lucu dengan wajah ku yang geram, lalu kau kembali menganti topik dan
tertawa saat menjelekkan kampus ku yang tidak seberapa di banding kampus mu. Kau puas
dengan lelucon tua ini. Namun percakapan aneh yang kita lakukan itu cukup membuat ku
semangat saat menjalani hari-hari yang berat. Semua tentang mu adalah candu yang tak bisa aku
lewatkan begitu saja. Suara mu, tatapan mu, senyum mu, dan fikiran mu adalah tempat jatuh
terdalam sekaligus ternyaman ku. Percakapan aneh setiap malam saat itu berhasil membuat kita
bertukar hati dan berjanji untuk menaruh rasa ini di dalam hati terdalam yang tak akan pernah di
ganggu oleh manusia lain. Dan ku putuskan meletakkan hati mu pada kebun bunga yang telah
PERTANYAAN
Bulan demi bulan kita lalui bersama. Semua nya terasa mudah dan cepat. Walaupun
teori kecepatan cahaya belum digunakan di kehidupan kita, bagi ku cinta mu telah membuat ku
lupa akan realitas sesungguh nya. Aku pun perlahan menyadari bahwa kau telah memudarkan
sikap ku yang realistis dengan mu dahulu. Kau bilang melihat ku saat marah dan ketakutan
adalah kesukaan mu. Kau akan marah saat aku pergi jauh dan menghilang seharian. Sikap dari
mu dan aku yang berlawanan terkadang membuat ku berfikir jika kau akan meninggalkan ku,
tetapi lagi-lagi aku menurunkan ego ku, dan menerima setiap kekurangan itu. Aku cukup
menjadi sosok pasangan yang mandiri dan membebaskan mu, ternyata hal itu terkadang
membuat mu merasa tidak di butuhkan serta dicintai. Kau mendominasi setiap percakapan kita,
namun semua hal yang telah kau nyatakan seolah menegaskan bahwa aku yang harus menjadi
pemimpin dari hubungan ini. Karena kau bilang tidak suka memimpin bahkan untuk tim basket
mu. Pertanyaan itu muncul terus di kepala ku, kenapa kita tidak memainkan peran yang sama di
dalam hubungan ini?. Bahkan kau selalu menanyakan kenapa aku terjaga sepanjang malam, dan
PERNYATAAN
Saat itu pukul 10.15 malam di hari rabu ku yang sibuk. Kau menemani ku mengerjakan
tugas, kata mu mulut mu pahit “biar ku temani sambil ngerokok”. Kau adalah pria yang sangat
terobsesi dengan rokok namun bagaimana pun kau juga anak yang rajin latihan basket. Hobi dan
kebiasaan mu sangat berlawanan?. Hari ini aku sibuk mempersiapkan ujian akhir dan pratikum
yang telah membuat ku muak. Namun kau adalah sosok hebat yang bisa memotivasi ku untuk
terus belajar. Jam bergerak hingga suasana menjadi larut dan sunyi aku pun selesai dengan tugas-
tugas itu. Kau masih di sana dengan rokok mu yang menyala, entah berapa bungkus rokok yang
kau habiskan, bahkan beberapa kali aku menangkap basah tatapanmu yang tak ingin beranjak
dari ku, hingga aku susah fokus. Tiba-tiba kau seolah mencairkan suasana kita yang sempat beku
itu, lalu kau bertanya “tipe kamu itu gimana?”. Pertanyaan itu seolah menyerang ku secara tiba-
tiba dan aku jawab dengan standar. Aku menyadari kau tidak akan puas dengan jawaban itu. Aku
pun penasaran dengan pertanyaan yang sama. Dan kau pun dengan tegas menyatakan bahwa aku
bukan lah tipe mu yang sesungguh nya. Aneh nya walaupun terkejut aku memiliih terjun dalam
lelucon mu yang sama sekali tidak aku sukai. Aku tertawa. Dan Sekali lagi aku akan tetap
MAMA
Akhir semester ku telah tiba dan aku memasuki fase libur panjang. Namun di sisi lain,
kampus mu selangkah di belakang ku perkara kontrak pembelajaran. Namun kau tetap keras
untuk mempertaahnkan semua hal mengenai kampus mu itu. Terlihat kau sangat sibuk akhir-
akhir ini. Kabar dari mu biasa muncul saat aku telah tertidur lelap, katamu “maaf aku sibuk, aku
mau tidur dulu, selamat malam”. Bagaimanapun aku tetap harus memaklumi mu, hari yang ku
rasa akan menyenangkan kini kelabu. Kau bahkan perlahan menghilang karena kesibukan mu
itu, lagi-lagi aku akan terus menerima setiap kekurangan mu apa adanya, dan kini rutinitas ku
adalah menunggu kabar mu serta memberi mu semangat, karena berbagi waktu bukan lagi
menjadi rutinitas bersama, walaupun dahulu aku tetap akan bertukar cerita saat memasuki masa
ujian saat di posisi mu. Itu semua bisa ku lewati karena aku memiliki tanggungan sebagai
pemimpin di dalam hubungan kita bukan?. Senin tanggal ke 4 di bulan juni kau mengatakan
bahwa “ada yang pengen aku bahas dan ini penting, tapi nanti setelah aku ujian ya” namun aku
tidak pernah menghawatirkan kalimat itu dan mengatakan bahwa aku setuju dengan mu. Dua
hari berselang kau muncul dan seolah tidak sabar menunggu hari ujian mu selesai. Malam yang
ku kira akan berjalan dengan mudah seperti biasanya saat bersama mu. Kau mengatakan
“Kemarin aku kenalin kamu sama mama, dan kamu pasti tau posisi kita sekarang emang lagi ga
pas, intinya mama suruh aku buat akhiri hubungan kita, mama ga setuju, maaf aku ga bisa belain
kamu” Kalimat itu membeku di kepala ku, aku seolah sadar telah terjebak di dalam laut dan
sekarang aku telah menyentuh dasar lautan itu. Untuk pertama kali nya aku merasakan tangan
dan mulut ku yang terkunci karena mu. Kau memberi ku jeda dan aku perlahan bangkit dengan
meminta ketegasan mu yang seharusnya menjadi pemimpin. Disaat itu aku menjalankan peran
ku untuk terakhir kalinya lalu aku bertanya ” jadi, inti permbicaraan kita kearah putus kan?”.
Aku harus memulai karena aku tahu kau tidak akan pernah berani membuka topik ini.
TANGGAL ITU
Waktu dimana hujan rutin turun, bulan saat aku lahir aku berdoa dengan sungguh-
sungguh agar di temukan dengan seseorang seperti malaikat. Aku tidak pernah main-main
mengenai isi serta harapan ku saat berbincang dengan tuhan. Tiga tahun yang lalu aku sempat
merasakan pahit saat terpaksa meminum banyak obat karena sakit parah. Aku juga pernah
kecelakaan dan teluka bahkan rasanya masih sering muncul menghantui ku. Dan kau yang
awalnya kuanggap sebagai jawaban atas doa-doa ku, tetapi kau bahkan terasa lebih pahit dari
obat yang ku minum saat itu, kisah ini tidak lebih dari penyebab luka terdalam yang tidak bisa
ku lupakan bahkan jika waktu membantu, ku bayangmu masih jelas terasa. Dan kurasa semua
usaha tak akan membantu ku untuk pulih dengan cepat. Kau bagai sosok bayangan yang telah
membantu ku melangkah dari satu kisah lama ke kisah baru yang sama menyakitkan. Pertanyaan
ku waktu itu setelah kau mengatakan cerita panjang tentang hubungan kita. Kau akhirnya
membalas dengan kalimat yang menusuk ku dengan keras “iya, aku mau kita udahan”. Kalimat
ini sekaligus menjadi penutup manis dari perjumpaan kita di bulan kedua tanggal 6. Tanggal ini
seakan membuktikan bahwa tuhan lah yang berada di atas segala nya, maha membolak balik kan
hati. Karena dulu tanggal ini menjadi tanggal dimana kita berjanji untuk menjaga hati pada
manusia lain namun 4 bulan setelah nya tuhan memisahkan kita di tanggal yang sama. Akhirnya,
Kau tahu aku tidak akan penah menyalahkan siapapun atas perpisahan kita. Kau pasti
tahu aku adalah sosok yang selalu memperjuangkan hubungan kita bagaimanapun keadaan nya,
terkadang aku berharap kau selalu membela nama ku sama hal nya seperti kau membela kampus
mu atau tim basket mu. Namun aku mengerti kau tidak akan pernah bisa membela ku karena
keputusan ini ditentutan olehnya. Kalimat yang ku tulis pada puisi ku saat itu. Di sana ku katakan
bahwa aku akan selalu berada pada sisi yang sama dengan mu apapun kondisi nya, aku akan
berusaha terus menepati janji itu hingga saat terakhir kisah kita. Tetapi maaf malam itu aku
seolah pesimis untuk dapat mempertahankan kisah kita, karena aku tahu aku tidak akan menang
melawan sosok yang telah merawat mu dari kecil. Aku mencintai mu bahkan aku membiarkan
mu untuk memutuskan ku, karena sesungguh nya aku tak pernah siap untuk memikirkan kalimat
itu apalagi tega melontarkan nya padamu. Maaf selalu tidak ada ciuman di malam hari bahkan
saat kau lelah, aku kadang terlalu canggung untuk memberikannya padamu, sebagai gantinya aku
buatkan sebuah kado yang kubuat dengan tulus sebulan sebelum kita berpisah. Kado itu dahulu
akan ku gunakan untuk ulang tahunmu, tak ku sangka aku memberikan nya sebagai kenangan
terakhir denganmu. Kau boleh membuang nya saat posisi ku tergantikan oleh sosok yang di
inginkan mama mu. Sebenarnya di saat kau menanyakan tipe ku bagaimana? Aku telah
berbohong dan mengatakan dengan jawaban seadanya. Aku terlalu gugup saat itu untuk
mengungkapkan jika kau adalah sosok ideal dari tipe ku. Selain itu aku juga berbohong saat
mengatakan terbangun di malam hari pada mu. Aku hanya tidak ingin kau terfikir dengan
permasalahan rumit kita, karena aku tahu kau lebih mudah tertekan dibandingkan diri ku. Namun
apapun kondisi ku sekarang jangan lagi mencemaskan ku, jangan mencari ku, jangan berlarut
karena aku. Pada akhirnya kita akan menemukan sosok pengganti. Maka dari itu, tolong cari
yang sebaik aku, setulus aku. Ini perintah sekaligus permohonan ku. Karena dengan begitu aku
NOTE:
Tulisan ini bukan lah semata-mata untuk mengetahui siapa yang lebih baik di antara aku dan dia,
serta tidak bermaksud menyinggung pihak manapun. Tiap kalimat yang aku ukir adalah apresiasi