Anda di halaman 1dari 3

SETITIK CAHAYA

“Tapi aku sudah banyak salah padamu. Aku sudah berkali-kali menyakitimu. Bahkan akutidak
bisa memaafkan diriku sendiri karena sudah membuatmu menangis seperti itu.” Katamudalam
obrolan malam-malam denganku ditelepon.

“Ya. Memang aku merasakan sakit ketika aku tahu ternyata kau jatuh cinta lagi dengan
oranglain. Memang aku sedih. Aku sedih karena selalu membuatmu merasa tak nyaman
dengankusehingga kau berpaling.

”Aku kembali menangis. Namun aku menahannya agar tak begitu berlebihan. Hanya
isakankecil. Aku menahan tangisanku agar kau tak menyalahkan dirimu sendiri. Kali ini aku
hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala tak percaya dengan semua ini.

“Aku memang bodoh. Aku memang egois”, katamu. Suasana mejadi hening seketika.

“Tapi, perasaan memang tidak bisa dipaksakan, kan? Jadi tak seharusnya kau
menyalahkandirimu seperti itu”, tangisanku berhenti bersamaan dengan pertanyaanku. Dan kau
waktu ituhanya terdiam.

Sangat sedih ketika mendengar bahwa laki-laki menawan di sebrang pulau itu kebingungan.Dia
heran tentang perasaannya pada orang lain, bingung, merasa sedang mengecewakanku,dan
begitu pilu.

Apa yang bisa aku lakukan agar kau bisa kembali tersenyum? Apa yang harus aku lakukanagar
hatimu kembali berbalik padaku? Apa yang harus kulakukan berikutnya?Membiarkanmu pergi
dan membawa semua kenangan indah yang kita miliki ataumempertahankan dirimu?

“Seseorang pernah berkata, ‘kau ini bodoh, kau bilang bahwa pacarmu harus berjuang.
Tapidirimu sendiri yang ternyata malah menyerah.’ Dan lagi, ‘kau juga bodoh,
pacarmumenduakanmu dan kau masih saja mempertahankannya.’” Kau menjelaskan itu semua
tanpamemperbolehkan aku untuk memotong pembicaraanmu.

Dari perkataanmu, kau bilang bahwa dirimu bodoh karena sudah menyerah dengan
hubungankita. Padahal dirimu lah yang sudah mengajariku untuk berjuang. Mengajariku untuk
menjadilaki-laki mandiri.
Perkataanmu itu ada benarnya, namun tak semuanya. Ada sedikit celah yang bisa kita uraikan
bersama-sama. Ada setitik cahaya yang sepertinya lebih baik jika kita berfokus kesana.Titik
cahaya yang aku maksud adalah Cinta.
Masih ada benda itu di antara kita. Jadi, daripada kita berfokus untuk mengorek
kesalahanmasing-masing, mengapa tidak kita habiskan malam ini dengan membahas cinta?
Kau benar bahwa kau bodoh. Menyia-nyiakan apa yang kita punya sekarang dan berfokus pada
apa yang tidak kita genggam. Kau menyalahkan dirimu sendiri terus menerus seolah-olah kau
adalah mahkluk yang paling berdosa. Padahal sayangku, semua manusia membuatkesalahan.
Bahkan aku yang menurutmu sempurna. Bahkan siapapun. Dan sayangku,melakukan
kesalahan bukan berarti kau lebih rendah dari siapapun. Bukan sama sekali.Bagiku itu berarti
kau sudah mendapatkan pelajaran lebih awal dari pada orang lain. Dan bukan pula artinya aku
benci padamu.
Kau juga benar bahwa aku bodoh. Karena sudah memaafkan seseorang yang
melakukankesalahan berulang-ulang. Namun apakah kau tahu sayang? Aku bukanlah Tuhan
yang berhak menghardik seseorang. Aku tak berhak untuk menghukummu. Aku hanyalah
manusiayang belajar. Aku juga masih belajar bagaimana caranya untuk menyayangimu. Aku
belajar bagaimana caranya untuk memaafkan. Aku tidak pantas untuk memberimu hukuman
dan batasan. Aku tidak bisa melakukan itu pada malaikat tak bersayapku.

Dari perkataanmu tadi aku juga dapat belajar. Bahwa cinta memang tidak selalu berbentuk
sekuntum bunga atau sekotak coklat. Cinta bisa juga berwujud kebohongan yang
bertujuanuntuk tidak menyakiti. Amarah karena takut kehilangan. Dan bahkan memaafkan sang
keledai.

Cinta bukanlah kotak mungil merah berisikan cincin, namun cinta adalah bola dunia yangterus
berputar. Bukan materinya namun lebih kepada makna dan cerita yang kita punya. Cintaadalah
pengorbanan yang tidak sia-sia, bukan layang-layang tak bertuan yang terbang ke sanake mari
tanpa arah. Cinta adalah lagu, bukan koran di pagi hari yang kaku.

Meskipun aku menangis sekarang. Namun aku menjadi yakin, bahwa kau akanmembiarkanku
tersenyum lepas kepadamu setelah ini. Dan meskipun kau tidak merasanyaman padaku
belakangan ini. Aku berjanji aku akan menjadi singgahsana terbaik milikmu.Takkan kubiarkan
orang lain memilikinya.

“Jadi, kau masih memaafkanku?” tanyamu perlahan.

“Ya.”

“Tapi aku…” kau mengulangi pernyataanmu di awal.

“Tak perlu alasan untuk memaafkan seseorang. Dan tak perlu alasan juga untuk
mencintaiseseorang. Ya kan?”
Kudengar kau menghembuskan nafas panjang. Akhirnya kau merasa lega. Dan kau bersyukur
ini berakhir. Sama sepertiku. Kemudian kau berterima kasih untukku, entah untuk apa.

“Apa bisa aku percaya padamu lagi?” tanyaku.“Aku sekarang sedang membayangkan
pernikahan kita. Aku tak peduli jika kita tak bisamenikah. Aku akan tetap menikahimu. Aku
sedang membayangkan pestanya, kue, orang-orangnya, dan satu lagi. Aku tak mau berjanggut
di hari pernikahan kita nanti.” Katamu tanpamemperdulikan pertanyaanku.

“Mengapa begitu?” aku dibuat kagum olehnya. Ada sebercak senyum pada wajahku.

“Entahlah, aku lebih suka mukaku bersih di hari-hari penting.”

“Hei! Jawab pertanyaanku tadi.” Kataku sembari sedikit tertawa.“Iya sayang, kau bisa pegang
perkataanku sekarang dan nanti.” Jawabmu segera.“

Terima kasih”

“Seharusnya aku yang berterima kasih.” Selalu begitu jawabmu.

Namun sejujurnya aku masih takut kau akan berpaling dariku. Aku takut karena kau adalah pria
terbaik yang pernah hadir dalam hidupku.

Jadi, sayang? Biarkan aku bertanya satu hal lagi padamu.

“Kau bukan keledai, kan?”

“Aku tidak tahu.” Katamu sembari tertawa. Sangat menyebalkan.

Malam hening itu kini berubah menjadi malam panjang dengan obrolan tentang setitikcahaya.
Tentang cinta. Tentang kau dan aku

Anda mungkin juga menyukai