Anda di halaman 1dari 23

TUGAS MAKALAH

KEPERAWATAN MATERNITAS II

“IBU HAMIL DENGAN COVID-19”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK I

EDHILMUTHI 11202073
EVELYN LOSUNG 11202079
HESTI ARUM W 11202089
MUHAMMAD ANDRI W 11202101
PRAMESTI WIDYA N 11202110
RETAIN MONALISA H 11202112
SISWANTO 11202116
UTAMI PUTU W 11202127

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN NON REGULER

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bencana non alam yang disebabkan oleh Corona Virus atau COVID-19 telah berdampak
meningkatnya jumlah korban dan kerugian harta benda, meluasnya cakupan wilayah yang
terkena bencana, serta menimbulkan implikasi pada aspek sosial ekonomi yang luas di Indonesia.
Pemerintah telah menetapkan bencana non alam ini sebagai bencana nasional melalui Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam
Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai Bencana Nasional. Indonesia
merupakan salah satu negara yang terjangkit pandemi Corona Virus Disease- 19 (COVID-19)
dengan angka kejadian terkonfirmasi COVID-19 (kasus baru) yang bertambah secara fluktuatif
(Purnamasari & Raharyani, 2020).

Awalnya, COVID-19 dilaporkan mayoritas menyerang kelompok lanjut usia, namun,


belakangan ini dilaporkan juga telah menyerang seluruh kelompok usia (bayi, balita, remaja, usia
produktif, dan kelompok ibu hamil). Tercatat di kabupaten Banyumas (April 2020) terdapat 2 ibu
hamil (usia 26 dan 31 tahun) meninggal dunia yang merupakan kelompok PDP (Artathi Eka
Suryandari & Trisnawati, 2020).Dalam situasi normal, kematian ibu dan kematian neonatal di
Indonesia masih menjadi tantangan besar, apalagi pada saat situasi bencana. Saat ini, Indonesia
sedang menghadapi bencana nasional non alam COVID-19 sehingga pelayanan kesehatan
maternal dan neonatal menjadi salah satu layanan yang terkena dampak baik secara akses
maupun kualitas. Dikhawatirkan, hal ini menyebabkan adanya peningkatan morbiditas dan
mortalitas ibu dan bayi baru lahir.

Dalam situasi pandemi COVID-19 ini, banyak pembatasan hampir ke semua layanan
rutin termasuk pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Seperti ibu hamil menjadi enggan ke
puskesmas atau fasiltas pelayanan kesehatan lainnya karena takut tertular, adanya anjuran
menunda pemeriksaan kehamilan dan kelas ibu hamil, serta adanya ketidaksiapan layanan dari
segi tenaga dan sarana prasarana termasuk Alat Pelindung Diri.
Makalah ini merupakan acuan bagi ibu dan keluarga serta tenaga kesehatan dalam
memberikan pelayanan ANC, di masa pandemi COVID-19. Diharapkan ibu dan bayi tetap
mendapatkan pelayanan esensial, faktor risiko dapat dikenali secara dini, serta mendapatkan
akses pertolongan kegawatdaruratan dan tenaga kesehatan mendapatkan perlindungan dari
tertular COVID-19.

B. TUJUAN

Makalah ini dibuat Untuk mengetahui gambaran kasus COVID-19 pada ibu hamil,
pemeriksaan kehamilan, upaya pencegahan dan cara penanganan ibu hamil dengan COVID-19
BAB II

KONSEP TEORI

A. DEFINISI COVID-19

Dilaporkan pertama kali pada 31 Desember 2019, Coronavirus disease 2019 (COVID-19)
adalah penyakit yang sedang mewabah hampir di seluruh dunia saat ini, dengan nama virus
Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARSCOV2). Dimulai dari daerah Wuhan,
provinsi Hubei, Tiongkok yang melaporkan pertama kali mengenai kasus Pneumonia yang tidak
diketahui penyebabnya. Data dari website WHO tanggal 7 Maret 2010 didapatkan kasus
konfirmasi sebanyak 90870 dengan total kematian 3112 orang.

Berdasarkan data per tanggal 14 Februari 2020, angka mortalitas di seluruh dunia sebesar
2,1%, secara khuss di kota Wuhan sebesar 4,9% dan provinsi Hubei sebesar 3,1%. Di Indonesia
per tanggal 14 Maret 2020 ada sebanyak 96 kasus yang terkonfirmasi COVID-19 dengan jumlah
kematian 6 orang dan menjadi negara ke 65 yang positif konfirmasi COVID-19. Secara
keseluruhan tingkat mortalitas dari COVID-19 masih lebih kecil jika dibandingkan dengan
kejadian luar biasa oleh Coronavirus tipe lain yaitu Severe Acute Respiratory Syndrome-
coronavirus (SARSCoV) dan Middle East Respiratory Syndrome-coronavirus (MERS-CoV)
masingmasing sebesar 10% dan 40%.

Virus corona atau SARS-CoV-2 adalah virus yang menyerang sistem pernapasan.
Penyakit yang disebabkan karena infeksi virus ini disebut Covid-19. Virus ini bisa menyebabkan
gangguan ringan pada sistem pernapasan, infeksi paru-paru yang berat, kerusakan pada paru-
paru secara permanen, hingga kematian.

Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan, sedang atau berat. Gejala klinis
utama yang muncul yaitu demam (suhu >38C), batuk dan kesulitan bernapas. Selain itu dapat
disertai dengan sesak memberat, fatigue, mialgia, gejala gastrointestinal seperti diare dan gejala
saluran napas lain. Setengah dari pasien timbul sesak dalam satu minggu. Pada kasus berat
perburukan secara cepat dan progresif, seperti ARDS, syok septik, asidosis metabolik yang sulit
dikoreksi dan perdarahan atau disfungsi sistem koagulasi dalam beberapa hari. Pada beberapa
pasien, gejala yang muncul ringan, bahkan tidak disertai dengan demam. Kebanyakan pasien
memiliki prognosis baik, dengan sebagian kecil dalam kondisi kritis bahkan meninggal.

B. DEFINISI OPERASIONAL DAN DIAGNOSA

Berdasarkan buku Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Infeksi Novel Coronavirus


(2019-nCov), Januari 2020, dibuat suatu Definisi Operasional yaitu :

1. Pasien dalam pengawasan

1.1 Seseorang yang mengalami :

a. Demam (≥38C) atau ada riwayat demam

b. Batuk/ Pilek/ Nyeri tenggorokan

c. Pneumonia ringan hingga berat berdasarkan gejala klinis dan/atau gambaran


radiologis.

Perlu waspada pada pasien dengan gangguan sistem kekebalan tubuh


(immunocompromised) karena gejala dan tanda menjadi tidak jelas. Dan
disertai minimal satu kondisi sebagai berikut:

Memiliki riwayat perjalanan ke China atau wilayah/negara yang terjangkit


(sesuai dengan perkembangan penyakit)* dalam waktu 14 hari sebelum
timbul gejala; ATAU
Merupakan petugas kesehatan yang sakit dengan gejala sama setelah
merawat pasien Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) berat yang tidak
diketahui penyebab/etiologi penyakitnya, tanpa memperhatikan tempat
tinggal atau riwayat bepergian; ATAU

1.2. Seseorang dengan ISPA ringan sampai berat dalam waktu 14 hari sebelum
sakit, memiliki salah satu dari paparan berikut :
a. Memiliki riwayat kontak erat dengan kasus konfirmasi 2019-nCoV; ATAU
b. Bekerja atau mengunjungi fasilitas kesehatan yang berhubungan dengan pasien
konfirmasi 2019-nCoV di China atau wilayah/negara yang terjangkit (sesuai
dengan perkembangan penyakit)*; ATAU
c. Memiliki riwayat kontak dengan hewan penular (jika hewan penular sudah
teridentifikasi) di China atau wilayah/negara yang terjangkit (sesuai dengan
perkembangan penyakit)*; ATAU
d. Memiliki riwayat perjalanan ke Wuhan ATAU kontak dengan orang yang
memiliki riwayat perjalanan ke Wuhan (ada hubungan epidemiologi) dan
memiliki (demam ≥38C) atau ada riwayat demam.

2. Orang dalam Pemantauan


Seseorang yang mengalami gejala demam/riwayat demam tanpa pneumonia
yang memiliki riwayat perjalanan ke China atau wilayah/negara yang
terjangkit, dalam waktu 14 hari DAN TIDAK memiliki satu atau lebih riwayat
paparan (Riwayat kontak erat dengan kasus konfirmasi 2019-nCoV; Bekerja atau
mengunjungi fasilitas kesehatan yang berhubungan dengan pasien konfirmasi
2019-nCoV di China atau wilayah/negara yang terjangkit (sesuai dengan
perkembangan penyakit)*, memiliki riwayat kontak dengan hewan penular (jika
hewan penular sudah teridentifikasi) di China atau wilayah/negara yang terjangkit
(sesuai dengan perkembangan penyakit)*.

*Keterangan: Saat ini negara terjangkit hanya China, namun perkembangan


situasi dapat diupdate melalui website www.infeksiemerging.kemkes.go.id

Termasuk Kontak Erat adalah :


Petugas kesehatan yang memeriksa, merawat, mengantar dan
membersihkan ruangan di tempat perawatan khusus
Orang yang merawat atau menunggu pasien di ruangan
Orang yang tinggal serumah dengan pasien
Tamu yang berada dalam satu ruangan dengan pasien
Saat ini, istilah suspek dikenal sebagai pasien dalam pengawasan.

3. Kasus Probable
Pasien dalam pengawasan yang diperiksa untuk 2019- nCoV tetapi inkonklusif
(tidak dapat disimpulkan) atau seseorang dengan dengan hasil konfirmasi positif
pan-coronavirus atau beta coronavirus.

4. Kasus Konfirmasi
Seseorang yang terinfeksi 2019-nCoV dengan hasil pemeriksaan laboratorium
positif.

C. COVID-19 PADA IBU HAMIL

Sampai saat ini, pengetahuan tentang infeksi COVID-19 dalam hubungannya dengan
kehamilan dan janin masih terbatas dan belum ada rekomendasi spesifik untuk penanganan ibu
hamil dengan COVID-19. Berdasarkan data yang terbatas tersebut dan beberapa contoh kasus
pada penanganan Coronavirus sebelumnya (SARS-CoV dan MERS-CoV) dan beberapa kasus
COVID-19, dipercaya bahwa ibu hamil memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya penyakit
berat, morbiditas dan mortalitas dibandingkan dengan populasi umum. Efek samping pada janin
berupa persalinan preterm juga dilaporkan pada ibu hamil dengan infeksi COVID-19. Akan
tetapi informasi ini sangat terbatas dan belum jelas apakah komplikasi ini mempunyai hubungan
dengan infeksi pada ibu. Dalam dua laporan yang menguraikan 18 kehamilan dengan COVID-
19, semua terinfeksi pada trimester ketiga didapatkan temuan klinis pada ibu hamil mirip dengan
orang dewasa yang tidak hamil. Gawat janin dan persalinan prematur ditemukan pada beberapa
kasus. Pada dua kasus dilakukan persalinan sesar dan pengujian untuk SARS-CoV-2 ditemukan
negatif pada semua bayi yang diperiksa.

Terjadinya perubahan fisiologis pada masa kehamilan mengakibatkan kekebalan parsial


menurun sehingga dapat berdampak serius pada ibu hamil, hal inilah penyebab ibu hamil
dijadikan kelompok rentan resiko terinfeksi COVID-19 (Liang & Acharya, 2020). Belum dapat
dipastikan adanya penularan vertikal pada masa hamil, hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian
didapati 37 ibu hamil yang terkonfirmasi COVID-19 tidak ditemukan adanya kematian maternal
dan 30 neonatus yang dilahirkan tidah ditemukannya adanya yang terkonfirmasi COVID-19
(Schwartz, 2020).

Situasi pandemi COVID-19 ini meningkatkan kecemasan ibu hamil, bukan saja
mencemaskan keadaan janinnya tetapi juga mencemaskan apakah ibu dan janin akan sehat bebas
infeksi COVID-19, aman atau tidaknya dalam pemeriksaan kehamilan selama pandemi.
Pemerintah dan berbagai lembaga telah melakukan upaya-upaya berupa sosialisasi mengenai
COVID-19 termasuk pencegahan penularan COVID-19 tetapi masih banyak masyarakat yang
belum memahaminya. Terjadinya keadaan tersebut dikarenakan informasi palsu (hoax) yang
banyak beredar di masyarakat (Saputra, 2020). Kehamilan yang disertai dengan kecemasan akan
menurunkan imun ibu sehingga ibu hamil akan semakin rentan terinfeksi COVID-19.

Sampai saat ini juga masih belum jelas apakah infeksi COVID-19 dapat melewati rute
transplasenta menuju bayi. Meskipun ada beberapa laporan dimana bayi pada pemeriksaan
didapatkan pemeriksaan positif dengan adanya virus beberapa saat setelah lahir, tetapi penelitian
ini perlu validasi lebih lanjut tentang transmisi ini apakah terjadi di dalam kandungan atau di
postnatal. Saat ini tidak ada data yang mengarahkan untuk peningkatan risiko keguguran yang
berhubungan dengan COVID-19. Laporan kasus dari studi sebelumnya dengan SARS dan MERS
tidak menunjukkan hubungan yang meyakinkan antara infeksi dengan risiko keguguran atau
kematian janin di trimester dua. Oleh karena tidak adanya bukti akan terjadinya kematian janin
intra uterin akibat infeksi COVID-19, maka kecil kemungkinan akan adanya infeksi kongenital
virus terhadap perkembangan janin.

Adapun penelitian yang dilakukan oleh Ronni Siregar dkk di Balai Pengobatan Swasta
Mariana yang terletak di Kabupaten Deliserdang. Didapati jumlah terkonfirmasi COVID-19 di
kabupaten ini pada tanggal 30 Agustus 2020 berjumlah 861 kasus (SUMUT, 2020). Survei awal
ditemukan banyaknya ibu hamil tidak memakai masker pada saat beraktivitas di luar rumah.
Bukan hanya tidak menggunakan masker saja, ditemukan juga ibu hamil bersama tertangganya
berbincang-bincang tanpa melaksanakan protokol kesehatan yang tepat seperti memakai masker,
menjaga jarak dan menghindari kerumunan. Wawancara awal juga dilakukan kepada ibu hamil
yang datang berkunjung ke Balai Pengobatan Swasta Mariana berjumlah 7 orang. Seluruh ibu
hamil tersebut mengaku merasakan cemas dalam menjalani kehamilan di masa pandemi COVID-
19. Dua orang ibu hamil merasa takut pada saat melakukan pemeriksaan kehamilan di pelayanan
kesehatan. Terdapat dua orang ibu hamil yang tidak memakai masker pada saat berkunjung ke
Balai Pengobatan Swasta Mariana, dan bidan yang bertugas memberikan masker kepada ibu dan
pendamping sebelum masuk ke klinik dan menjalankan pemeriksaan kehamilan. Tiga ibu hamil
memakai masker tetapi tidak memakai dengan tepat. Ada perbedaan antara kecemasan yang
disampaikan oleh ibu hamil dengan upaya pencegahan tertularnya COVID-19 yang dilakukan
ibu hamil. Dari latar belakang ini peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul
“Pemahaman Ibu Hamil Tentang Upaya Pencegahan Infeksi COVID-19 Selama Kehamilan”
penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya, dan sangat penting dilakukan untuk lebih
menemukan cara yang tepat nantinya untuk memberikan upaya-upaya dalam pencegahan
COVID-19 pada masyarakat umumnya dan ibu hamil khususnya. Hasil dari penelitian ini adalah
mayoritas responden (57%) memiliki pemahaman yang kurang tentang upaya pencegahan infeksi
COVID-19. Perlu dilakukan upaya untuk peningkatan pemahaman ibu hamil upaya pencegahan
penularan COVID- 19 agar dapat menekan jumlah kasus yang kian meningkat.

Dokter dan petugas medis lainnya sebaiknya melakukan anamnesis tentang riwayat
perjalanan seorang ibu hamil dengan gejala demam dan infeksi saluran pernapasan atas
mengikuti panduan sesuai dengan Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Infeksi Novel
Coronavirus 2019 nCoV yang dikeluarkan oleh Direktoral Jendral Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit, Januari 2020, dan buku Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia COVID-
19 yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) tahun 2020. Peran Dokter
dan petugas kesehatan lainnya juga sangat penting untuk memberitahu petugas penanggung
jawab infeksi di rumah sakitnya sendiri (Komite Pencegahan dan pengendalian infeksi / PPI)
untuk penanganan kasus di tempat penemuan dan petugas di rumah sakit rujukan dan
Departemen Kesehatan di daerahnya.

D. ANTENATAL CARE (ANC) IBU HAMIL DENGAN COVID-19

ANC atau anteatal care merupakan perawatan ibu dan janin selama masa kehamilan.
Seberapa penting dilakukan kunjungan ANC? Sangat penting. Melalui ANC berbagai informasi
serta edukasi terkait kehamilan dan persiapan persalinan bisa diberikan kebada ibu sedini
mungkin. Kurangnya pengetahuan mengenai tanda bahaya kehamilan sering terjadi karena
kurangnya kunjungan ANC. Kurangnya kunjungan ANC ini bisa menyebabkan bahaya bagi ibu
maupun janin seperti terjadinya perdarahan saat masa kehamilan karena tidak terdeteksinya
tanda bahaya.

Beberapa rekomendasi saat antenatal care :

1. Wanita hamil yang termasuk pasien dalam pengawasan (PDP) COVID-19 harus segera
dirawat di rumah sakit (berdasarkan pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi
COVID-19). Pasien dengan COVID-19 yang diketahui atau diduga harus dirawat di
ruang isolasi khusus di rumah sakit. Apabila rumah sakit tidak memiliki ruangan isolasi
khusus yang memenuhi syarat Airborne Infection Isolation Room (AIIR) pasien harus
ditransfer secepat mungkin ke fasilitas di mana fasilitas isolasi khusus tersedia.

2. Investigasi laboratorium rutin seperti tes darah dan urinalisis tetap dilakukan

3. Pemeriksaan rutin (USG) untuk sementara dapat ditunda pada ibu dengan infeksi
terkonfirmasi maupun PDP sampai ada rekomendasi dari episode isolasinya berakhir.
Pemantauan selanjutnya dianggap sebagai kasus risiko tinggi.

4. Penggunaan pengobatan di luar penelitian harus mempertimbangkan analisis


riskbenefit dengan menimbang potensi keuntungan bagi ibu dan keamanan bagi janin.
Saat ini tidak ada obat antivirus yang disetujui oleh FDA untuk pengobatan COVID-19,
walaupun antivirus spektrum luas digunakan pada hewan model MERS sedang dievaluasi
untuk aktivitas terhadap SARS-CoV-2

5. Antenatal care untuk wanita hamil yang terkonfirmasi COVID-19 pasca perawatan
maternal. Perawatan antenatal lanjutan dilakukan 14 hari setelah periode penyakit akut
berakhir. Periode 14 hari ini dapat dikurangi apabila pasien dinyatakan sembuh.
Direkomendasikan dilakukan USG antenatal untuk pengawasan pertumbuhan janin, 14
hari setelah resolusi penyakit akut. Meskipun tidak ada bukti bahwa gannguan
pertumbuhan janin (IUGR) adalah risiko COVID-19, duapertiga kehamilan dengan
SARS disertai oleh IUGR dan solusio plasenta terjadi pada kasus MERS, sehingga tindak
lanjut ultrasonografi diperlukan.
6. Jika ibu hamil datang di rumah sakit dengan gejala memburuk dan diduga /
dikonfirmasi terinfeksi COVID-19, berlaku beberapa rekomendasi berikut:
Pembentukan tim multi-disiplin idealnya melibatkan konsultan dokter spesialis penyakit
infeksi jika tersedia, dokter kandungan, bidan yang bertugas dan dokter anestesi yang
bertanggung jawab untuk perawatan pasien sesegera mungkin setelah masuk. Diskusi dan
kesimpulannya harus didiskusikan dengan ibu dan keluarga tersebut

7. Konseling perjalanan untuk ibu hamil. Ibu hamil sebaiknya tidak melakukan
perjalanan keluar ke negara dengan mengikuti anjuran perjalanan (travel advisory) yang
dikeluarkan pemerintah. Dokter harus menanyakan riwayat perjalanan terutama dalam 14
hari terakhir dari daerah dengan penyebaran luas SARS-CoV-2.

8. Vaksinasi. Saat ini tidak ada vaksin untuk mencegah COVID-19. Sejak memposting
SARSCoV-2 urutan genetik virus online pada 10 Januari 2020, beberapa organisasi
berusaha mengembangkan vaksin COVID-19 dengan cepat. Kita masih menunggu
pengembangan cepat vaksin yang aman dan efektif

E. PRINSIP UMUM PENCEGAHAN COVID-19 PADA IBU HAMIL

Prinsip-prinsip pencegahan COVID-19 pada ibu hamil di masyarakat meliputi universal


precaution dengan selalu cuci tangan memakai sabun selama 20 detik atau hand sanitizer,
pemakaian alat pelindung diri, menjaga kondisi tubuh dengan rajin olah raga dan istirahat cukup,
makan dengan gizi yang seimbang, dan mempraktikan etika batuk-bersin. Sedangkan prinsip-
prinsip manajemen COVID-19 di fasilitas kesehatan adalah isolasi awal, prosedur pencegahan
infeksi sesuai standar, terapi oksigen, hindari kelebihan cairan, pemberian antibiotik empiris
(mempertimbangkan risiko sekunder akibat infeksi bakteri), pemeriksaan SARS-CoV-2 dan
pemeriksaan infeksi penyerta yang lain, pemantauan janin dan kontraksi uterus, ventilasi
mekanis lebih dini apabila terjadi gangguan pernapasan yang progresif, perencanaan persalinan
berdasarkan pendekatan individual / indikasi obstetri, dan pendekatan berbasis tim dengan
multidisipin.
1. Upaya Pencegahan Umum Yang Dapat Dilakukan Oleh Ibu Hamil

a. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sedikitnya selama 20 detik (cara
cuci tangan yang benar pada buku KIA). Gunakan hand sanitizer berbasis
alkohol yang setidaknya mengandung alkohol 70%, jika air dan sabun
tidak tersedia. Cuci tangan terutama setelah Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air
Kecil (BAK), dan sebelum makan (baca Buku KIA).

b. Hindari menyentuh mata, hidung dan mulut dengan tangan yang belum dicuci.

c. Sebisa mungkin hindari kontak dengan orang yang sedang sakit.

d. Saat sakit tetap gunakan masker, tetap tinggal di rumah atau segera ke fasilitas
kesehatan yang sesuai, jangan banyak beraktivitas di luar.

e. Tutupi mulut dan hidung saat batuk atau bersin dengan tissue. Buang tissue
pada tempat yang telah ditentukan. Bila tidak ada tissue, lakukan batuk
sesuai etika batuk.

f. Bersihkan dan lakukan disinfeksi secara rutin permukaan dan benda yang sering
disentuh.

g. Menggunakan masker adalah salah satu cara pencegahan penularan penyakit


saluran napas, termasuk infeksi COVID-19. Akan tetapi penggunaan
masker saja masih kurang cukup untuk melindungi seseorang dari infeksi ini,
karenanya harus disertai dengan usaha pencegahan lain. Pengunaan masker
harus dikombinasikan dengan hand hygiene dan usaha-usaha pencegahan
lainnya.

h. Penggunaan masker yang salah dapat mengurangi keefektivitasannya dan dapat


membuat orang awam mengabaikan pentingnya usaha pencegahan lain yang sama
pentingnya seperti hand hygiene dan perilaku hidup sehat.

i. Masker medis digunakan untuk ibu yang sakit dan ibu saat persalinan.
Sedangkan masker kain dapat digunakan bagi ibu yang sehat dan
keluarganya.
j. Cara penggunaan masker yang efektif :

Pakai masker secara seksama untuk menutupi mulut dan hidung,


kemudian eratkan dengan baik untuk meminimalisasi celah antara masker
dan wajah.
Saat digunakan, hindari menyentuh masker.
Lepas masker dengan teknik yang benar (misalnya: jangan menyentuh
bagian depan masker, tapi lepas dari belakang dan bagian dalam).
Setelah dilepas jika tidak sengaja menyentuh masker yang telah
digunakan, segera cuci tangan.
Gunakan masker baru yang bersih dan kering, segera ganti masker jika
masker yang digunakan terasa mulai lembab.
Jangan pakai ulang masker yang telah dipakai.
Buang segera masker sekali pakai dan lakukan pengolahan sampah medis
sesuai SOP.

k. Gunakan masker kain apabila dalam kondisi sehat. Masker kain yang
direkomendasikan oleh Gugus Tugas COVID-19 adalah masker kain 3
lapis. Menurut hasil penelitian, masker kain dapat menangkal virus hingga 70%.
Disarankan penggunaan masker kain tidak lebih dari 4 jam.
Setelahnya, masker harus dicuci menggunakan sabun dan air, dan dipastikan
bersih sebelum dipakai kembali.

l. Keluarga yang menemani ibu hamil, bersalin dan nifas harus menggunakan
masker dan menjaga jarak.

m. Menghindari kontak dengan hewan seperti: kelelawar, tikus, musang atau


hewan lain pembawa COVID-19 serta tidak pergi ke pasar hewan

n. Bila terdapat gejala COVID-19, diharapkan untuk menghubungi telepon


layanan darurat yang tersedia (Hotline COVID-19 : 119 ext 9) untuk
dilakukan penjemputan di tempat sesuai SOP, atau langsung ke RS rujukan
untuk mengatasi penyakit ini.
o. Hindari pergi ke negara/daerah terjangkit COVID-19, bila sangat mendesak
untuk pergi diharapkan konsultasi dahulu dengan spesialis obstetri atau
praktisi kesehatan terkait.

p. Rajin mencari informasi yang tepat dan benar mengenai COVID-19 di media
sosial terpercaya.

2. Upaya Pencegahan Khusus Yang Dapat Dilakukan Oleh Ibu Hamil

a. Pemeriksaan kehamilan pertama kali dibutuhkan untuk skrining faktor risiko


(termasuk Program Pencegahan Penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B
dari ibu ke anak/PPIA). Oleh karena itu, dianjurkan pemeriksaannya dilakukan oleh
dokter di fasilitas pelayanan kesehatan dengan perjanjian agar ibu tidak menunggu
lama. Apabila ibu hamil datang ke bidan tetap dilakukan pelayanan ANC,
kemudian ibu hamil dirujuk untuk pemeriksaan oleh dokter.

b. Dilakukan anamnesis dan pemeriksaan skrining kemungkinan ibu menderita


Tuberculosis.

c. Pada daerah endemis malaria, seluruh ibu hamil pada pemeriksaan pertama
dilakukan pemeriksaan RDT malaria dan diberikan kelambu
berinsektisida.

d. Jika ada komplikasi atau penyulit maka ibu hamil dirujuk untuk pemeriksaan
dan tata laksana lebih lanjut.

e. Ibu hamil diminta mempelajari buku KIA untuk diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari termasuk mengenali TANDA BAHAYA pada kehamilan. Jika
ada keluhan atau tanda bahaya, ibu hamil harus segera memeriksakan diri ke
fasyankes.

f. Pengisian stiker P4K dipandu bidan/perawat/dokter melalui media komunikasi.

g. Kelas Ibu Hamil ditunda pelaksanaannya di masa pandemi COVID-19 atau


dapat mengikuti kelas ibu secara online.
h. Tunda pemeriksaan pada kehamilan trimester kedua. Atau pemeriksaan
antenatal dapat dilakukan melalui tele-konsultasi klinis, kecuali dijumpai
keluhan atau tanda bahaya.

i. Ibu hamil yang pada kunjungan pertama terdeteksi memiliki faktor risiko atau
penyulit harus memeriksakan kehamilannya pada trimester kedua. Jika Ibu
tidak datang ke fasyankes, maka tenaga kesehatan melakukan kunjungan rumah
untuk melakukan pemeriksaan ANC, pemantauan dan tataksana faktor penyulit.
Jika diperlukan lakukan rujukan ibu hamil ke fasyankes untuk mendapatkan
pemeriksaan dan tatalaksana lebih lanjut, termasuk pada ibu hamil
dengan HIV, Sifilis dan Hepatitis B.

j. Pemeriksaan kehamilan trimester ketiga HARUS DILAKUKAN dengan tujuan


utama untuk menyiapkan proses persalinan. Dilaksanakan 1 bulan
sebelum taksiran persalinan.

k. Ibu hamil harus memeriksa kondisi dirinya sendiri dan gerakan janinnya. Jika
terdapat risiko/tanda bahaya (tercantum dalam buku KIA), seperti mual-
muntah hebat, perdarahan banyak, gerakan janin berkurang, ketuban pecah,
nyeri kepala hebat, tekanan darah tinggi, kontraksi berulang, dan kejang. Ibu
hamil dengan penyakit diabetes mellitus gestasional, pre eklampsia berat,
pertumbuhan janin terhambat, dan ibu hamil dengan penyakit penyerta lainnya
atau riwayat obstetri buruk maka periksakan diri ke tenaga kesehatan.

l. Pastikan gerak janin dirasakan mulai usia kehamilan 20 minggu. Setelah usia
kehamilan 28 minggu, hitunglah gerakan janin secara mandiri (minimal 10
gerakan per 2 jam).

m. Ibu hamil diharapkan senantiasa menjaga kesehatan dengan mengonsumsi


makanan bergizi seimbang, menjaga kebersihan diri dan tetap
mempraktikan aktivitas fisik berupa senam ibu
hamil/yoga/pilates/peregangan secara mandiri dirumah agar ibu tetap bugar
dan sehat.
n. Ibu hamil tetap minum tablet tambah darah sesuai dosis yang diberikan oleh
tenaga kesehatan.

o. Ibu hamil dengan status PDP atau terkonfirmasi positif COVID-19 TIDAK
DIBERIKAN TABLET TAMBAH DARAH karena akan memperburuk
komplikasi yang diakibatkan kondisi COVID-19.

p. Jika ibu hamil datang di rumah sakit dengan gejala memburuk dan diduga /
dikonfirmasi terinfeksi COVID-19, berlaku beberapa rekomendasi
berikut :

Pembentukan tim multi-disiplin idealnya melibatkan konsultan dokter


spesialis penyakit infeksi jika tersedia, dokter kandungan, bidan yang
bertugas dan dokter anestesi yang bertanggung jawab untuk perawatan
pasien sesegera mungkin setelah masuk. Diskusi dan kesimpulannya harus
didiskusikan dengan ibu dan keluarga tersebut.
Pembahasan dalam rapat tim meliputi :
o Prioritas utama untuk perawatan medis pada ibu hamil
o Lokasi perawatan yang paling tepat (mis. unit perawatan intensif,
ruang isolasi di bangsal penyakit menular atau ruang isolasi lain
yang sesuai)
o Evaluasi kondisi ibu dan janin
o Perawatan medis dengan terapi suportif standar untuk
menstabilkan kondisi ibu
Pertimbangan khusus untuk ibu hamil adalah :
o Pemeriksaan radiografi harus dengan perlindungan terhadap janin.
o Frekuensi dan jenis pemantauan detak jantung janin harus
dipertimbangkan secara individual, dengan mempertimbangkan
usia kehamilan janin dan kondisi ibu.
o Stabilisasi ibu adalah prioritas sebelum persalinan dan apabila ada
kelainan penyerta lain seperti contoh pre-eklampsia berat harus
mendapatkan penanganan yang sesuai
o Keputusan untuk melakukan persalinan perlu dipertimbangkan,
kalau persalinan akan lebih membantu efektifitas resusitasi ibu atau
karena ada kondisi janin yang mengharuskan dilakukan persalinan
segera.
o Pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru janin harus
dikonsultasikan dan dikomunikasikan dengan tim dokter yang
merawat. Pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru janin
harus sesuai indikasi.
BAB III

LAMPIRAN

GAMBAR 1.1
CARA MENCUCI TANGAN YANG BENAR
GAMBAR 1.2
LEVEL PENGGUNAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD)

GAMBAR 1.3
LINDUNGI IBU HAMIL, BERSALIN, NIFAS, DAN BBL
GAMBAR 1.4
ALUR TATA LAKSANA IBU HAMIL PADA MASA PANDEMI COVID-19
GAMBAR 1.5
COVID-19 EARLY WARNING SCORE
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Pelayanan kesehatan ibu hamil di masa pandemi COVID-19 diselenggarakan dengan


mempertimbangkan pencegahan penularan virus corona baik bagi ibu, bayi maupun
tenaga kesehatan.

2. Pembatasan kunjungan pemeriksaan ANC diimbangi dengan telekomunikasi antara


tenaga kesehatan dan ibu secara perorangan maupun dengan menyelenggarakan Kelas
Ibu secara online.

3. Tenaga kesehatan harus memperkuat kemampuan ibu dan keluarga untuk memahami
Buku KIA untuk mengenali tanda bahaya dan menerapkan perawatan selama kehamilan
dan pasca persalinan dalam kehidupan sehari-hari.

4. Pelayanan kesehatan ibu dan bayi tetap harus berkualitas. Pelayanan ANC terpadu,
Penanganan Kegawatdaruratan harus sesuai standar ditambah dengan standar pencegahan
penularan COVID-19. Mungkin tidak semua faskes saat ini siap dalam memenuhi standar
sarana, prasarana, SDM dan Alat Pelindung Diri. Oleh karena itu Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota yang difasilitasi Dinas Kesehatan Provinsi harus membuat pemetaan
fasyankes yang siap dalam pelayanan ibu dan bayi baru lahir. Beberapa Puskesmas,
Praktik Mandiri Bidan dan Klinik yang selama ini memberikan pelayanan ANC dapat
berkolaborasi dan menyatukan sumber daya di fasyankes yang ditunjuk.

B. SARAN

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota diharapkan dapat melakukan pencatatan, monitoring


dan pelaporan cakupan pelayanan KIA esensial termasuk jumlah ibu dan bayi yang memiliki
status ODP, PDP dan terkonfirmasi COVID-19 positif. Diharapkan dengan menerapkan
pedoman ini, maka kesehatan ibu, bayi dan tenaga kesehatan tetap dapat terjaga.
DAFTAR PUSTAKA

https://kanalpengetahuan.fk.ugm.ac.id/rekomendasi-who-dalam-pelayanan-antenal-care-anc/.
Diakses pada 7 November 2020

https://pogi.or.id/publish/wp-content/uploads/2020/03/Rekomendasi-Penanganan-Infeksi-
COVID-19-pada-maternal.pdf. Diakses pada 7 November 2020

https://www.alodokter.com/berbagai-gejala-infeksi-virus-corona-dari-yang-ringan-hingga-berat.
Diakses pada 7 November 2020

Kementrian Kesehatan RI.2020. Pedoman Bagi Ibu Hamil, Bersalin, Nifas, Dan Bayi Baru Lahir
Di Era Pandemi Covid-19. Jakarta : Direktorat Kesehatan Keluarga Direktorat Jenderal
Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI.

Tim Pokja Infeksi Saluran Reproduksi POGI.2020.Rekomendasi Penanganan Infeksi Virus


Corona (COVID-19) Pada Maternal (Hamil, Bersalin, Nifas). Surabaya

Anda mungkin juga menyukai