Anda di halaman 1dari 27

ISTILAH UMUM PPN

Untuk lebih memahami ketentuan Pajak Pertambahan Nilai (selanjutnya disingkat PPN),
silahkan disimak dua puluh sembilan istilah umum PPN berikut ini.

Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat,


perairan, dan ruang udara diatasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi
Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur
mengenai kepabeanan.

Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa
barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud.

Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang


Pajak Pertambahan Nilai.

Penyerahan Barang Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Barang Kena


Pajak.

Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau


perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan atau hak
tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena
pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.

Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak


Pertambahan Nilai.

Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak.

Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke dalam
Daerah Pabean.

Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean adalah
setiap kegiatan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean.

Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud adalah setiap kegiatan mengeluarkan Barang


Kena Pajak Berwujud dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean.
Perdagangan adalah kegiatan usaha membeli dan menjual, termasuk kegiatan tukar
menukar barang, tanpa mengubah bentuk atau sifatnya.

Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau
badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya
termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang,
mengekspor barang melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak
berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa,
atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.

Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena


Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-
Undang Pajak Pertambahan Nilai.

Menghasilkan adalah kegiatan mengolah melalui proses mengubah bentuk dan/atau


sifat suatu barang dari bentuk aslinya menjadi barang baru atau mempunyai daya guna
baru, atau kegiatan mengolah sumber daya alam, termasuk menyuruh orang pribadi atau
badan lain melakukan kegiatan tersebut.

Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai
Ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.

Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk
Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut dan potongan harga yang dicantumkan dalam
Faktur Pajak.

Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa
Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang
dicantumkan dalam Faktur Pajak, atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya
dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh
penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk
ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak, tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang
dipungut menurut Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.

Pembeli adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima
penyerahan Barang Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar harga
Barang Kena Pajak tersebut.

Penerima jasa adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya
menerima penyerahan Jasa Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya
membayar Penggantian atas Jasa Kena Pajak tersebut.

Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.

Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh
Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa
Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah
Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau
impor Barang Kena Pajak.

Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan
Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak
Tidak Berwujud dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.

Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh eksportir.

Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah bendaharawan Pemerintah, badan, atau


instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor,
dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendahara
pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah tersebut.

Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud adalah setiap kegiatan pemanfaatan


Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari dalam Daerah Pabean di luar Daerah Pabean.

Ekspor Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak ke luar
Daerah Pabean.
Pemusatan Tempat PPN Terutang
I. KETENTUAN UMUM
A. DEFINISI

Istilah Pengertian
Tempat Pajak tempat tinggal atau tempat kedudukan
Pertambahan Nilai dan/atau tempat kegiatan usaha yang menjadi
Terutang tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang.
tempat tinggal atau tempat kedudukan
Tempat Pemusatan
dan/atau tempat kegiatan usaha yang dipilih
Pajak Pertambahan
sebagai tempat pemusatan Pajak
Nilai Terutang
Pertambahan Nilai terutang.

B. TEMPAT PEMUSATAN
1. Tempat yang dapat dipilih sebagai Tempat Pemusatan Pajak
Pertambahan Nilai Terutang merupakan Tempat Pajak
Pertambahan Nilai Terutang di mana Pengusaha di tempat
tersebut telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. 
 Catatan:
a. Pengusaha Kena Pajak yang memiliki lebih dari 1
(satu) Tempat Pajak Pertambahan Nilai
Terutang dapat memilih 1 (satu) tempat atau
lebih sebagai Tempat Pemusatan Pajak
Pertambahan Nilai Terutang. 
b. Pengusaha Kena Pajak yang memilih 1 (satu)
tempat atau lebih sebagai Tempat Pemusatan Pajak
Pertambahan Nilai Terutang menyampaikan
pemberitahuan secara elektronik kepada Kepala
Kanwil DJP Tempat Pemusatan, dengan tembusan
kepada Kepala KPP Terdaftar.
2. Yang tidak dapat dijadikan Tempat Pemusatan PPN Terutang: 

a. Tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat


kegiatan yang:
i. berada di Tempat Penimbunan Berikat termasuk di
dalamnya Kawasan Berikat;
ii. berada di Kawasan Ekonomi Khusus;
iii. berada di Kawasan Bebas;
iv. berada di kawasan berfasilitas lainnya;
v. mendapatkan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan
Ekspor; dan/atau
vi. memiliki kegiatan usaha di bidang pengalihan tanah
dan/atau bangunan,
b. Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang secara
nyata tidak memiliki kegiatan usaha dan/atau tidak
melakukan kegiatan administrasi penyerahan dan
administrasi keuangan

IV. TATA CARA PENYAMPAIAN PEMBERITAHUAN


A. TEMPAT PEMUSATAN PPN TERUTANG
1. Pemberitahuan bahwa Pengusaha Kena Pajak memilih 1 (satu)
atau lebih sebagai Tempat Pemusahatan PPN Terutang dilakukan
secara: 
a. Elektronik;
b. Dalam saluran elektronik belum tersedia, PKP dapat
mengajukan secara tertulis. 
2. Pemberitahuan 1 (satu) atau lebih sebagai Tempat Pemusatan PPN
Terutang harus memenuhi persyaratan yang meliputi:

a. memuat nama, alamat, dan NPWP Pengusaha Kena Pajak


pada Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang dipilih
sebagai Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai
Terutang;
b. memuat nama dan NPWP Pengusaha Kena Pajak pada
Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang akan
dipusatkan;
c. dilampiri surat pernyataan bahwa:
 administrasi penyerahan dan administrasi keuangan
diselenggarakan secara terpusat pada Tempat Pajak
Pertambahan Nilai Terutang yang dipilih sebagai
Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai
Terutang;
 Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai
Terutang dan Tempat Pajak Pertambahan Nilai
Terutang yang akan dipusatkan tidak termasuk
tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat
kegiatan usaha yang dikecualikan; dan
 Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai
Terutang secara nyata memiliki kegiatan usaha
dan/atau melakukan kegiatan administrasi
penyerahan dan administrasi keuangan,
d. dilampiri surat kuasa khusus dalam hal pemberitahuan
dilakukan oleh kuasa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
B. PENAMBAHAN/PENGURANGAN TEMPAT PEMUSATAN PPN
TERUTANG
1. Pengusaha Kena Pajak yang telah memperoleh Keputusan
Pemusatan dapat mengajukan: 

a. penambahan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang


lain yang akan dipusatkan; dan/atau
b. pengurangan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang
yang telah dipusatkan.
2. PKP menyampaikan pemberitahuan penambahan dan/atau
pengurangan Tempat PPN Terutang yang dipusatkan:

a. secara elektronik kepada Kepala Kanwil DJP Tempat


Pemusatan, dengan tembusan kepada Kepala KPP
Terdaftar yang wilayah kerjanya meliputi Tempat Pajak
Pertambahan Nilai Terutang yang diajukan penambahan
dan/atau pengurangan. 
b. Dalam hal saluran elektronik belum tersedia PKP dapat
mengajukan pemberitahuan secara tertulis kepada
Kepala Kanwil DJP Tempat Pemusatan, dengan tembusan
kepada Kepala KPP Terdaftar yang wilayah kerjanya
meliputi Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang
mengalami penambahan dan/atau pengurangan atau
Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang.
3. Pemberitahuan penambahan dan/atau pengurangan tempat
Pemusatan PPN Terutang harus memenuhi persyaratan:

a. memuat nama, alamat, dan NPWP Pengusaha Kena Pajak


pada Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang dipilih
sebagai Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai
Terutang;
b. memuat nama dan NPWP Pengusaha atau Pengusaha
Kena Pajak pada Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang
yang akan dipusatkan;
c. dilampiri surat pernyataan bahwa:
 administrasi penyerahan dan administrasi keuangan
diselenggarakan secara terpusat pada Tempat Pajak
Pertambahan Nilai Terutang yang dipilih sebagai
Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai
Terutang;
 Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai
Terutang dan Tempat Pajak Pertambahan Nilai
Terutang yang akan dipusatkan tidak termasuk
tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat
kegiatan usaha yang dikecualikan; dan
 Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai
Terutang secara nyata memiliki kegiatan usaha
dan/atau melakukan kegiatan administrasi
penyerahan dan administrasi keuangan;
d. dilampiri surat kuasa khusus dalam hal pemberitahuan
dilakukan oleh kuasa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
C. PERUBAHAN TEMPAT PEMUSATAN PPN TERUTANG

1. Pengusaha Kena Pajak mengajukan pemberitahuan perubahan


Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang: 

 secara elektronik kepada Kepala Kanwil DJP Tempat


Pemusatan, dengan tembusan kepada Kepala KPP
Terdaftar yang wilayah kerjanya meliputi Tempat Pemusatan
Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang mengalami
perubahan, dalam hal Pengusaha Kena Pajak yang telah
memperoleh Keputusan Pemusatan:

a. memilih Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang


yang lain sebagai Tempat Pemusatan Pajak
Pertambahan Nilai Terutang yang baru;
b. melakukan pemindahan alamat Tempat Pemusatan
Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang berada
dalam satu wilayah kerja Kanwil DJP Tempat
Pemusatan; atau
c. melakukan pemindahan alamat Tempat Pemusatan
Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang tidak
berada dalam satu wilayah kerja Kanwil DJP Tempat
Pemusatan,

 Catatan : Dalam hal saluran elektronik belum


tersedia PKP dapat mengajukan pemberitahuan
secara tertulis kepada Kepala Kanwil DJP Tempat
Pemusatan, dengan tembusan kepada Kepala KPP
Terdaftar yang wilayah kerjanya meliputi Tempat
Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang mengalami
perubahan.
2. Pemberitahuan Perubahan Tempat Pemusatan PPN terutang  harus
memenuhi persyaratan: 

a. memuat nama, alamat, dan NPWP Pengusaha Kena Pajak


pada Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang dipilih
sebagai Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai
Terutang;
b. memuat nama dan NPWP Pengusaha atau Pengusaha
Kena Pajak pada Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang
yang akan dipusatkan;
c. dilampiri surat pernyataan bahwa:
 administrasi penyerahan dan administrasi keuangan
diselenggarakan secara terpusat pada Tempat Pajak
Pertambahan Nilai Terutang yang dipilih sebagai
Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai
Terutang;
 Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai
Terutang dan Tempat Pajak Pertambahan Nilai
Terutang yang akan dipusatkan tidak termasuk
tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat
kegiatan usaha yang dikecualikan; dan
 Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai
Terutang secara nyata memiliki kegiatan usaha
dan/atau melakukan kegiatan administrasi
penyerahan dan administrasi keuangan;
d. dilampiri surat kuasa khusus dalam hal pemberitahuan
dilakukan oleh kuasa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
2. Dalam hal terhadap Pengusaha Kena Pajak dilakukan pemindahan
tempat terdaftar secara jabatan berdasarkan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak, Pengusaha Kena Pajak tidak perlu menyampaikan
pemberitahuan perubahan Keputusan Pemusatan. 
B. PENCABUTAN TEMPAT PEMUSATAN PPN TERUTANG

1. Pencabutan Tempat Pemusatan PPN Terutang dilakukan


berdasarkan Pemberitahuan PKP atau secara jabatan. 

 Pemberitahuan Pencabutan Tempat Pemusatan PPN


Terutang dapat dilakukan secara elektronik kepada Kepala
Kanwil DJP Tempat Pemusatan dengan tembusan Kepala
KPP Terdaftar, dalam hal saluran elektronik belum tersedia,
PKP dapat mengajukan secara tertulis.
2. Kepala Kanwil DJP Tempat Pemusatan atas nama Dirjen Pajak
menerbitkan Surat Keputusan Pencabutan Pemusatan Tempat PPN
Terutang paling lama 14 (empat belas) hari sejak pemberitahuan
diterima lengkap. 
 Pencabutan pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai
Terutang berlaku mulai Masa Pajak berikutnya setelah
tanggal surat keputusan. 
 Apabila jangka waktu telah terlampaui dan Kepala Kanwil
DJP Tempat Pemusatan tidak menerbitkan Surat Keputusan
Pencabutan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai
Terutang, maka:

a. pemberitahuan dari Pengusaha Kena Pajak


dianggap telah memenuhi persyaratan; dan
b. Kepala Kanwil DJP Tempat Pemusatan atas nama
Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan Surat
Keputusan Pencabutan Pemusatan Tempat Pajak
Pertambahan Nilai Terutang yang berlaku mulai
Masa Pajak berikutnya setelah jangka waktu 14
(empat belas) hari berakhir.

V. TINDAK LANJUT PEMBERITAHUAN


A. TEMPAT PEMUSATAN PPN TERUTANG
1. Kepala Kanwil DJP Tempat Pemusatan atas nama Direktur
Jenderal Pajak paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak
pemberitahuan diterima lengkap, memberikan keputusan dengan
menerbitkan:
 
 Keputusan Pemusatan, dalam hal pemberitahuan
memenuhi persyaratan; atau
 Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai
Terutang berlaku mulai Masa Pajak
berikutnya setelah tanggal Keputusan Pemusatan. 
 Surat Pemberitahuan Belum Memenuhi Persyaratan untuk
Diberikan Keputusan Pemusatan Tempat Pajak
Pertambahan Nilai Terutang, dalam hal pemberitahuan tidak
memenuhi persyaratan.
 Dalam hal Kepala Kanwil DJP Tempat Pemusatan
menerbitkan Surat Pemberitahuan Belum Memenuhi
Persyaratan, Pengusaha Kena Pajak dapat
menyampaikan pemberitahuan baru secara
elektronik atau tertulis kepada Kepala Kanwil DJP
Tempat Pemusatan dengan melengkapi
persyaratan. 
2. Apabila jangka waktu telah terlampaui dan Kepala Kanwil DJP
Tempat Pemusatan tidak menerbitkan keputusan maka:

a. pemberitahuan dari Pengusaha Kena Pajak dianggap telah


memenuhi persyaratan; dan
b. Kepala Kanwil DJP Tempat Pemusatan atas nama Direktur
Jenderal Pajak harus menerbitkan Keputusan Pemusatan
yang berlaku mulai Masa Pajak berikutnya setelah jangka
waktu 14 (empat belas) hari berakhir. 
2. Catatan: Dalam hal Pengusaha Kena Pajak menyampaikan
pemberitahuan antara lain atas: 

a. Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang belum


dilaporkan usahanya oleh Pengusaha untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b. Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang berada di
Tempat Penimbunan Berikat, Kawasan Ekonomi Khusus,
atau kawasan berfasilitas lainnya, mendapatkan fasilitas
Kemudahan Impor Tujuan Ekspor, atau memiliki kegiatan
usaha di bidang pengalihan tanah dan/atau bangunan;
dan/atau
c. tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan
usaha yang berada di Kawasan Bebas,


Pemberitahuan tetap ditindaklanjuti hanya atas Tempat
Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang memenuhi
persyaratan
B. PENAMBAHAN/PENGURANGAN TEMPAT PEMUSATAN PPN
TERUTANG ATAU MELAKUKAN PERUBAHAN TEMPAT PEMUSATAN
PPN TERUTANG

1. Kanwil DJP Tempat Pemusatan atas nama Direktur Jenderal Pajak


paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak pemberitahuan
diterima lengkap menerbitkan: 

a. Keputusan Pemusatan yang baru, dalam hal pemberitahuan


memenuhi ketentuan;
 Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai
Terutang yang baru, berlaku mulai Masa Pajak
berikutnya setelah tanggal Keputusan Pemusatan. 
b. Surat Pemberitahuan Belum Memenuhi Persyaratan untuk
Diberikan Keputusan Pemusatan Tempat Pajak
Pertambahan Nilai Terutang, dalam hal pemberitahuan tidak
memenuhi ketentuan.
 Dalam hal Kepala Kanwil DJP Tempat Pemusatan
menerbitkan Surat Pemberitahuan Belum Memenuhi
Persyaratan, PKP dapat menyampaikan
pemberitahuan baru secara elektronik atau tertulis
kepada Kepala Kanwil DJP Tempat Pemusatan
dengan melengkapi persyaratan. 
2. Apabila jangka waktu telah terlampaui dan Kepala Kanwil DJP
Tempat Pemusatan tidak menerbitkan keputusan maka: 

a. pemberitahuan dari Pengusaha Kena Pajak dianggap telah


memenuhi persyaratan; dan
b. Kepala Kanwil DJP Tempat Pemusatan atas nama Direktur
Jenderal Pajak harus menerbitkan Keputusan Pemusatan
yang berlaku mulai Masa Pajak berikutnya setelah jangka
waktu 14 (empat belas) hari berakhir.
B. TINDAK LANJUT KPP TERDAFTAR ATAS KEPUTUSAN TEMPAT
PEMUSATAN PPN TERUTANG 

1. Berdasarkan Keputusan Pemusatan yang diterima, Kepala KPP


Terdaftar melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak pada Tempat PPN Terutang yang telah dipusatkan melalui
penelitian administrasi. 
2. Tanggal pencabutan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak
yaitu sesuai tanggal saat mulai pemusatan (SMP). 
C. TINDAK LANJUT KPP TERDAFTAR ATAS SURAT KEPUTUSAN
PENCABUTAN TEMPAT PEMUSATAN PPN TERUTANG

1. Kepala KPP Terdaftar melakukan pengukuhan Pengusaha


sebagai PKP secara jabatan pada Tempat PPN Terutang yang
semula telah dipusatkan, dalam hal Pengusaha pada Tempat
Pemusatan PPN Terutang merupakan Pengusaha Kena Pajak
sesuai Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai
batasan pengusaha kecil Pajak Pertambahan Nilai. 
2. Tanggal pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yaitu sesuai tanggal
berlaku pencabutan pemusatan Tempat PPN Terutang. 

VI. KETENTUAN TAMBAHAN


A. PERUBAHAN TEMPAT PEMUSATAN PPN TERUTANG SECARA
JABATAN
1. Kepala Kanwil DJP Tempat Pemusatan atas nama Direktur
Jenderal Pajak melalui penelitian administrasi dapat melakukan
perubahan Keputusan Pemusatan secara jabatan, dalam hal: 
a. tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat
kegiatan usaha yang dipusatkan, tidak lagi memenuhi
ketentuan;
 berlaku mulai Masa Pajak berikutnya setelah
tanggal Keputusan Pemusatan
b. Pengusaha Kena Pajak melakukan pemindahan alamat
Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang
berada dalam satu wilayah kerja Kanwil DJP Tempat
Pemusatan; atau
 berlaku mulai Masa Pajak berikutnya setelah
tanggal Keputusan Pemusatan
c. Pengusaha Kena Pajak pada Tempat Pemusatan Pajak
Pertambahan Nilai Terutang dilakukan pemindahan tempat
terdaftar secara jabatan berdasarkan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak.
 berlaku sejak tanggal terdaftar berdasarkan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
2. Kepala Kanwil DJP Tempat Pemusatan menyampaikan Keputusan
Pemusatan kepada Kepala Kanwil DJP Terdaftar dan Kepala KPP
Terdaftar yang wilayah kerjanya meliputi Tempat Pajak
Pertambahan Nilai Terutang yang telah dipusatkan. 
B. PEMUSATAN TEMPAT PPN TERUTANG BAGI PKP YANG
DIADMINISTRASIKAN DI KPP DI LINGKUNGAN KANWIL DJP WAJIB
PAJAK BESAR, KANWIL DJP JAKARTA KHUSUS, DAN KPP MADYA

1. Direktur Jenderal Pajak menetapkan tempat terdaftar Wajib Pajak,


Pelaku Usaha Melalui Sistem Elektronik dan/atau tempat pelaporan
usaha Pengusaha Kena Pajak pada KPP di lingkungan Kanwil
Wajib Pajak Besar, KPP di lingkungan Kanwil Jakarta Khusus, dan
KPP Madya, yang selanjutnya disingkat KPP BKM. 

 Keputusan Direktur Jenderal Pajak untuk menetapkan Wajib


Pajak terdaftar dan/atau tempat pelaporan usaha
Pengusaha Kena Pajak pada KPP BKM juga berfungsi
sebagai: 

a.surat keputusan mengenai pemusatan tempat


PPN atau PPN dan PPnBM terutang; dan
b. surat keputusan pencabutan Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak pada KPP Lama.
2. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersebut Kepala
Kanwil DJP Tempat Pemusatan menerbitkan Keputusan Pemusatan
secara jabatan melalui penelitian administrasi kepada Pengusaha
Kena Pajak yang telah dilakukan pemindahan tempat terdaftar
berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak yaitu: 

0. Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar di KPP di lingkungan


Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, Kanwil DJP Jakarta Khusus,
dan KPP Madya dengan NPWP Pusat, yang: 

1. telah melaksanakan pemusatan Tempat Pajak


Pertambahan Nilai Terutang, dan
2. dilakukan pemindahan tempat terdaftar dari KPP di
lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, Kanwil
DJP Jakarta Khusus, dan KPP Madya ke KPP
Pratama berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal
Pajak

 Catatan: Pelaksanaan hak dan pemenuhan


kewajiban Pajak Pertambahan Nilai atas NPWP
Pusat yang meliputi seluruh Tempat Pajak
Pertambahan Nilai Terutang dilakukan pada KPP
Pratama
1. Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar di KPP Madya
dengan NPWP Cabang, yang: 

1. telah melaksanakan pemusatan Tempat Pajak


Pertambahan Nilai Terutang; dan
2. dilakukan pemindahan tempat terdaftar dari KPP
Madya ke KPP Pratama berdasarkan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak

 Catatan: pelaksanaan hak dan pemenuhan


kewajiban Pajak Pertambahan Nilai atas NPWP
Cabang yang meliputi Tempat Pajak Pertambahan
Nilai Terutang yang dipusatkan, dilakukan pada
KPP Pratama.

 Catatan: Keputusan Pemusatan berlaku sejak tanggal


terdaftar Pengusaha Kena Pajak di KPP Pratama
berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. 
B. KETENTUAN SEHUBUNGAN KEADAAN KAHAR PANDEMI COVID-19 
1. Dalam Keadaan Kahar COVID-19, terhadap Keputusan Pemusatan
yang harus diperpanjang melalui pemberitahuan perpanjangan yang
disampaikan paling lambat pada bulan Januari 2020 sampai dengan
berakhirnya Keadaan Kahar COVID-19, diperpanjang masa
berlakunya tanpa melalui pemberitahuan perpanjangan secara
tertulis dari Pengusaha Kena Pajak, sesuai Peraturan Menteri
Keuangan yang mengatur mengenai pelaksanaan pelayanan
administrasi perpajakan dalam keadaan Kahar akibat pandemi
Corona Virus Disease 2019.
2. Keputusan Pemusatan) berlaku untuk jangka waktu 5 (lima)
tahun sejak Masa Pajak dimulainya perpanjangan pemusatan.

VI. PETUNJUK TEKNIS PELAPORAN SPT MASA PPN CABANG SETELAH


PEMUSATAN

Ketentuan teknis mengenai tata cara pengaturan pada aplikasi e-faktur untuk pelaporan
SPT Masa PPN Cabang setelah dilakukan Pemusatan dapat diunduh melalui [tautan ini].

OBJEK PPN
Objek PPN

Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas: (Pasal 4 ayat (1) UU PPN)

1. penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan
oleh Pengusaha;
2. impor BKP;
3. penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan
oleh Pengusaha;
4. pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean;
5. pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
6. ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP);
7. ekspor BKP Tidak Berwujud oleh PKP; dan
8. ekspor JKP oleh PKP.

Secara khusus PPN juga dikenakan atas:

1. kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau
pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau
digunakan pihak lain.
2. penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan oleh PKP, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak
Masukannya tidak dapat dikreditkan karena perolehan BKP atau JKP yang tidak
mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha dan perolehan dan
pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van, dan kombi
kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan.

Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan BKP meliputi baik Pengusaha yang
telah dikukuhkan menjadi PKP maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan
menjadi PKP, tetapi belum dikukuhkan.

Penyerahan barang yang dikenai pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP,


b. barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP Tidak Berwujud,
c. penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
d. penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak meliputi baik
Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak maupun Pengusaha
yang seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi belum dikukuhkan.

Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak,


b. penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
c. penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

Termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa Kena Pajak adalah Jasa Kena Pajak yang
dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri dan/atau yang diberikan secara cuma-cuma.
Sebagaimana halnya dengan kegiatan ekspor BKP Berwujud, pengusaha yang
melakukan ekspor BKP Tidak Berwujud hanya pengusaha yang telah dikukuhkan
menjadi PKP.

Penyerahan Barang Kena Pajak

1. Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah:

a. penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian;


b. pengalihan Barang Kena Pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau
perjanjian sewa guna usaha (leasing);
c. penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru
lelang;
d. pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak;
e. Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan;
f. penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang;
g. penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi; dan
h. penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka
perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang
penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak
yang membutuhkan Barang Kena Pajak.

Yang dimaksud dengan "Perjanjian" meliputi jual beli, tukar-menukar, jual beli dengan
angsuran, atau perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang.

Penyerahan Barang Kena Pajak dapat terjadi karena perjanjian sewa beli dan/atau
perjanjian sewa guna usaha(leasing).

Yang dimaksud dengan "pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian sewa
guna usaha (leasing)" adalah penyerahan Barang Kena Pajak yang disebabkan oleh
perjanjian sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi.

 
Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka
perjanjian sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi, Barang Kena Pajak dianggap
diserahkan langsung dari Pengusaha Kena Pajak pemasok (supplier) kepada pihak yang
membutuhkan barang (lessee).

Yang dimaksud dengan "pedagang perantara" adalah orang pribadi atau badan yang
dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya dengan nama sendiri melakukan perjanjian
atau perikatan atas dan untuk tanggungan orang lain dengan mendapat upah atau balas
jasa tertentu, misalnya komisioner.

Yang dimaksud dengan "juru lelang" adalah juru lelang Pemerintah atau yang ditunjuk
oleh Pemerintah.

Yang dimaksud dengan "pemakaian sendiri" adalah pemakaian untuk kepentingan


pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawan, baik barang produksi sendiri maupun
bukan produksi sendiri.

Yang dimaksud dengan "pemberian cuma-cuma" adalah pemberian yang diberikan


tanpa pembayaran baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, seperti
pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli.

Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula
tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan,
disamakan dengan pemakaian sendiri, sehingga dianggap sebagai penyerahan Barang
Kena Pajak.

Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, yang Pajak
Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan karena tidak mempunyai hubungan
langsung dengan kegiatan usaha  dan/atau aktiva berupa kendaraan bermotor sedan
dan station wagon, yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan tidak
termasuk dalam pengertian Penyerahan Barang Kena Pajak.

 
Dalam hal suatu perusahaan mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang baik
sebagai pusat maupun sebagai cabang perusahaan, pemindahan Barang Kena Pajak
antar tempat tersebut merupakan penyerahan Barang Kena Pajak.

Yang dimaksud dengan "pusat" adalah tempat tinggal atau tempat kedudukan.

Yang dimaksud dengan "cabang" antara lain lokasi usaha, perwakilan, unit pemasaran,
dan tempat kegiatan usaha sejenisnya.

Dalam hal penyerahan secara konsinyasi, Pajak Pertambahan Nilai yang sudah dibayar
pada waktu Barang Kena Pajak yang bersangkutan diserahkan untuk dititipkan dapat
dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak terjadinya penyerahan Barang
Kena Pajak yang dititipkan tersebut.

Sebaliknya, jika Barang Kena Pajak titipan tersebut tidak laku dijual dan diputuskan
untuk dikembalikan kepada pemilik Barang Kena Pajak, pengusaha yang menerima
titipan tersebut dapat menggunakan ketentuan mengenai pengembalian Barang Kena
Pajak (retur) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5A Undang-undang ini.

Contoh:

Dalam transaksi murabahah, bank syariah bertindak sebagai penyedia dana untuk
membeli sebuah kendaraan bermotor dari Pengusaha Kena Pajak A atas pesanan
nasabah bank syariah (Tuan B). Meskipun berdasarkan prinsip Syariah, bank syariah
harus membeli dahulu kendaraan bermotor tersebut dan kemudian menjualnya kepada
Tuan B, berdasarkan Undang-Undang ini, penyerahan kendaraan bermotor tersebut
dianggap dilakukan langsung oleh Pengusaha Kena Pajak A kepada Tuan B.

1. Yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah:

a. penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam


Kitab Undang-undang Hukum Dagang;
b. penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-piutang;
c. Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang dalam hal Pengusaha Kena Pajak
melakukan pemusatan tempat pajak terutang;
d. pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang
melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena
Pajak; dan
e. Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan
yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan

Barang Kena Pajak Tidak Berwujud

Yang dimaksud dengan "Barang Kena Pajak Tidak Berwujud" adalah :

1. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian


atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses
rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak
serupa lainnya;
2. penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial,
komersial, atau ilmiah;
3. pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau
komersial;
4. pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan
atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1, penggunaan atau hak
menggunakan peralatan/perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian
pengetahuan atau informasi tersebut pada angka 3, berupa :

a. penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau
keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serta optik,
atau teknologi yang serupa;
b. penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau
keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui
satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa; dan
c. penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio
komunikasi;

1. penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films),
film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio; dan
2. pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan
atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya
sebagaimana tersebut di atas.
Yang dimaksud dengan "makelar" adalah makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang yaitu pedagang perantara yang diangkat oleh Presiden
atau oleh pejabat yang oleh Presiden dinyatakan berwenang untuk itu.

Mereka menyelenggarakan perusahaan mereka dengan melakukan pekerjaan dengan


mendapat upah atau provisi tertentu, atas amanat dan atas nama orang-orang lain yang
dengan mereka tidak terdapat hubungan kerja.

Dalam hal Pengusaha Kena Pajak mempunyai lebih dari satu tempat kegiatan usaha,
baik sebagai pusat maupun cabang perusahaan, dan Pengusaha Kena Pajak tersebut
telah menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak,
pemindahan Barang Kena Pajak dari satu tempat kegiatan usaha ke tempat kegiatan
usaha lainnya (pusat ke cabang atau sebaliknya atau antarcabang) dianggap tidak
termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak, kecuali pemindahan Barang
Kena Pajak antartempat pajak terutang.

Yang dimaksud dengan "pemecahan usaha" adalah pemisahan usaha sebagaimana


dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perseroan terbatas.

Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, yang Pajak
Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan karena tidak mempunyai hubungan
langsung dengan kegiatan usaha dan/atau aktiva berupa kendaraan bermotor sedan dan
station wagon, yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan, tidak
termasuk dalam pengertian Penyerahan Barang Kena Pajak.

Ekspor Jasa Kena Pajak

Termasuk dalam pengertian ekspor Jasa Kena Pajak adalah penyerahan Jasa Kena
Pajak dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean oleh Pengusaha Kena Pajak
yang menghasilkan dan melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud atas dasar
pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan di luar Daerah
Pabean.

Jenis Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah:

1. Jasa Maklon yang kegiatannya memenuhi batasan sebagai berikut :

a. pemesan atau penerima Jasa Kena Pajak berada di luar Daerah Pabean dan
merupakan Wajib Pajak Luar Negeri serta tidak mempunyai Bentuk Usaha Tetap
(BUT) sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPh;
b. spesifikasi dan bahan disediakan oleh pemesan atau penerima Jasa Kena Pajak;
c. bahan adalah bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau bahan
penolong/pembantu yang akan diproses menjadi Barang Kena Pajak yang
dihasilkan;
d. kepemilikan atas barang jadi berada pada pemesan atau penerima Jasa Kena
Pajak; dan
e. pengusaha Jasa Maklon mengirim barang hasil pekerjaannya berdasarkan
permintaan pemesan atau penerima Jasa Kena Pajak ke luar Daerah Pabean.

1. Jasa Perbaikan dan perawatan yang melekat pada atau untuk barang bergerak
yang dimanfaatkan di luar Daerah Pabean; atau
2. Jasa konstruksi, yaitu layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi,
layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi
pengawasan pekerjaan konstruksi yang melekat pada atau untuk barang tidak
bergerak yang terletak di luar Daerah Pabean.

TIDAK DIKENAI PPN

Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam
kelompok barang sebagai berikut:

a. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya;
b. barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
c. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung,
dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat
maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha
jasa boga atau katering; dan
d. uang, emas batangan, dan surat berharga.

Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya meliputi:

a. minyak mentah (crude oil);


b. gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung
oleh masyarakat;
c. panas bumi;
d. asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata,
bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit,
gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir
dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth),
tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit;
e. batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan
f. bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih
bauksit.

Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak meliputi:

a. beras;
b. gabah;
c. jagung;
d. sagu;
e. kedelai;
f. garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
g. daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses
disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak
dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau
direbus;
h. telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan,
atau dikemas;
i. susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun
dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau
dikemas atau tidak dikemas;
j. buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui
proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas
atau tidak dikemas; dan
k. sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau
disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.

Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu dalam
kelompok jasa sebagai berikut:

a. jasa pelayanan kesehatan medik;


b. jasa pelayanan sosial;
c. jasa pengiriman surat dengan perangko;
d. jasa keuangan;
e. jasa asuransi;
f. jasa keagamaan;
g. jasa pendidikan;
h. jasa kesenian dan hiburan;
i. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
j. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri
yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;
k. jasa tenaga kerja;
l. jasa perhotelan;
m. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan
secara umum;
n. Jasa penyediaan tempat parkir;
o. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
p. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan
q. Jasa boga atau catering

Jasa pelayanan kesehatan medis meliputi:

a. jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi;


b. jasa dokter hewan;
c. jasa ahli kesehatan seperti ahli akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan ahli fisioterapi;
d. jasa kebidanan dan dukun bayi;
e. jasa paramedis dan perawat;
f. jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan
sanatorium;
g. jasa psikologi dan psikiater;dan
h. jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal.

Jasa pelayanan sosial meliputi:

a. jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo;


b. jasa pemadam kebakaran;
c. jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;
d. jasa lembaga rehabilitasi;
e. jasa penyediaan rumah duka atau jasa pemakaman, termasuk krematorium; dan
f. jasa di bidang olahraga kecuali yang bersifat komersial.

Jasa pengiriman surat dengan perangko meliputi jasa pengiriman surat dengan
menggunakan perangko tempel dan menggunakan cara lain pengganti perangko tempel.

Jasa keuangan meliputi:

1. jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka,


sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan
itu;
2. jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada
pihak lain dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan
wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya;
3. jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa:

a. sewa guna usaha dengan hak opsi;


b. anjak piutang;
c. usaha kartu kredit; dan/atau
d. pembiayaan konsumen;
1. jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah dan
fidusia; dan
2. jasa penjaminan.

Yang dimaksud dengan "jasa asuransi" adalah jasa pertanggungan yang meliputi
asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi, yang dilakukan oleh perusahaan
asuransi kepada pemegang polis asuransi, tidak termasuk jasa penunjang asuransi
seperti agen asuransi, penilai kerugian asuransi, dan konsultan asuransi.

Jasa keagamaan meliputi:

a. jasa pelayanan rumah ibadah;


b. jasa pemberian khotbah atau dakwah;
c. jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan; dan
d. jasa lainnya di bidang keagamaan.

Jasa pendidikan meliputi:

a. jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan


pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan
kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan
profesional; dan
b. jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah.

Jasa kesenian dan hiburan meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni
dan hiburan.

Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan meliputi jasa penyiaran radio atau televisi yang
dilakukan oleh instansi pemerintah atau swasta yang tidak bersifat iklan dan tidak
dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial.

Jasa tenaga kerja meliputi:

a. jasa tenaga kerja;


b. jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak
bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut; dan
c. jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja.

Jasa perhotelan meliputi:


a. jasa penyewaan kamar, termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan,
motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan
untuk tamu yang menginap; dan
b. jasa penyewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah
penginapan, motel, losmen, dan hostel.

Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara
umum meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah, antara lain
pemberian Izin Mendirikan Bangunan, pemberian Izin Usaha Perdagangan, pemberian
Nomor Pokok Wajib Pajak, dan pembuatan kartu Tanda Penduduk.

 Yang dimaksud dengan "jasa penyediaan tempat parkir" adalah jasa penyediaan tempat
parkir yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir dan/atau pengusaha kepada pengguna
tempat parkir dengan dipungut bayaran.

Yang dimaksud dengan "jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam" adalah
jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam atau koin, yang diselenggarakan
oleh pemerintah maupun swasta.

Kegiatan Membangun Sendiri

1. Objek

Atas kegiatan membangun sendiri terutang Pajak Pertambahan Nilai. PPN tersebut
terutang bagi orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri.
kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau
pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau
digunakan pihak lain.

Bangunan di atas  berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan
secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria:

a. konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan
sejenis, dan/atau baja;
b. diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan
c. luas keseluruhan paling sedikit 200m2 (dua ratus meter persegi).

1. Tarif
PPN terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 10% (sepuluh persen) dengan
Dasar Pengenaan Pajak (DPP).

DPP untuk Kegiatan Membangun Sendiri adalah sebesar 20% (dua puluh persen) dari
jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan,
tidak termasuk harga perolehan tanah.

1. Saat dan Tempat terutang


1. Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun
sendiri dimulai pada saat dibangunnya bangunan sampai dengan
bangunan selesai.
2. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap
merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara
tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
3. Tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun
sendiri adalah di tempat bangunan tersebut didirikan.
2. Pajak Masukan

Pajak Masukan yang dibayar sehubungan dengan kegiatan membangun sendiri tidak
dapat dikreditkan.

Penyerahan Aktiva yang Menurut Tujuan Semula Tidak untuk Diperjualbelikan


(Pasal 16D)

1. Objek

PPN dikenakan atas penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan oleh PKP kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya
tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf
c UU PPN.

Dengan kata lain, penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan dikenakan PPN dengan syarat :

1. Yang menyerahkan sudah dikukuhkan sebagai PKP


2. Aktiva yang diserahkan adalah aktiva yang mempunyai hubungan langsung
dengan kegiatan usaha
3. Aktiva yang diserahkan adalah bukan berupa sedan dan station wagon, kecuali
apabila sedan atau station wagon tersebut merupakan barang dagangan atau
disewakan

1. Tarif PPN

Tarif yang berlaku adalah tarif umum PPN sebesar 10%.

SUMBER : https://www.pajak.go.id/

Anda mungkin juga menyukai