Ta 11 Bab1
Ta 11 Bab1
PENDAHULUAN
1
pertumbuhan migrasi dari desa ke kota (Muvidayanti, 2019). Faktor lain yang juga
memicu adanya permukiman kumuh adalah faktor ekonomi. Bagi masyarakat yang
memiliki penghasilan rendah, kejelasan status kepemilikan rumah tidak menjadi
prioritas yang utama. Hal yang menjadi prioritas utama masyarakat berpenghasilan
rendah yaitu untuk memenuhi kebutuhan dasar fisiologis seperti makanan sehari-
hari. Sedangkan untuk bentuk dan kualitas bangunan merupakan prioritas yang
paling rendah (Muvidayanti, 2019). Permukiman kumuh ini umumnya ditemukan
di daerah spesifik dengan beberapa karakteristik menurut The Water Sanitation
Program - East Asia & Pacific (WPS-EAP) (2011) yaitu kepadatan penduduk
sedang (150–300 jiwa/Ha) hingga tinggi (500 jiwa/Ha); mayoritas daerah tersebut
dihuni oleh penduduk dengan pendapatan menengah-bawah; permukiman yang
tidak tertata dengan baik; akses jalan yang sempit; permukiman yang semi-legal
atau bahkan illegal; bangunan rumah yang mayoritas semi permanen; dan fasilitas
sanitasi lingkungan buruk.
Daerah spesifik menurut Navarro (1994), meliputi bantaran sungai, pesisir laut, dan
rawa memiliki permasalahan sanitasi kompleks yang ditandai dengan kondisi
fasilitas penyediaan air bersih yang belum merata dalam menjangkau masyarakat,
kurangnya fasilitas sanitasi yang memadai, serta kesadaran dari masyarakat yang
rendah dalam menjaga dan memelihara lingkungan. Salah satu contoh permukiman
yang kurang memadai berlokasi di pesisir utara wilayah Jakarta yaitu kawasan
Muara Angke. Muara Angke merupakan daerah pesisir teluk DKI Jakarta bagian
utara yang mayoritas terdiri dari permukiman nelayan. Salah satu permukiman
nelayan yang berada di wilayah ini adalah Mustika Kali Adem. Kawasan ini dikenal
sebagai grey area atau daerah abu-abu, yaitu wilayah dengan status kepemilikan
tanah yang tidak jelas karena merupakan lahan garapan yang dibangun di atas
bantaran Kali Adem (Sumbogo & Iskandar, 2017). Munculnya daerah ini
disebabkan karena harga tanah yang tinggi, tidak diimbangi dengan pendapatan
keluarga nelayan yang cukup, sehingga sebagian besar masyarakat yang tinggal di
wilayah ini memiliki status tanah yang bukan miliknya. Faktor lain yang membuat
masyarakat memilih tinggal dan menetap di daerah ini adalah warisan turun
temurun dari nenek moyang yang juga bekerja sebagai nelayan. Disisi lain, menurut
peraturan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang pengairan, serta Peraturan
2
Pemerintah No. 38 Tahun 2011 tentang sungai menegaskan bahwa 10 hingga 20
meter dari bibir sungai atau sempadan dilarang untuk dibangun. Hal tersebut
dikarenakan sungai termasuk sempadan yang artinya adalah milik negara.
Permukiman nelayan Mustika Kali Adem Muara Angke merupakan kawasan padat
penduduk yang mayoritas dihuni oleh para nelayan yang bekerja di sektor
perikanan. Pendapatan dari para nelayan tersebut bergantung dengan kondisi alam,
sehingga minimnya kemampuan secara finansial dari para nelayan. Dengan kondisi
tersebut menyebabkan sarana dan prasarana pengelolaan lingkungan cenderung
diabaikan. Hal ini dapat dilihat dari kondisi fisik bangunan rumah yang tidak teratur
dan didominasi oleh bentuk rumah panggung yang setengah permanen (Shofa &
Hadi, 2017). Selain itu keadaan sanitasi lingkungan masyarakat pada wilayah
permukiman nelayan ini memiliki kendala terbesar dalam sarana jamban rumah
tangga dan pengolahan air limbah domestik.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk memberikan rekomendasi
teknologi sanitasi lingkungan yang cocok dan sesuai dengan kondisi masyarakat
yang ada di permukiman nelayan Mustika Kali Adem Muara Angke. Penelitian ini
dilakukan dengan memberikan rekomendasi secara teknis yang sesuai dengan
kondisi lingkungan daerah spesifik untuk sarana jamban rumah tangga dan
pengolahan air limbah domestik.
3
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui tingkat kelayakan sarana jamban rumah tangga yang dimiliki
masyarakat permukiman nelayan Mustika Kali Adem.
b. Mengetahui tingkat kelayakan sarana pengolahan air limbah domestik di
permukiman nelayan Mustika Kali Adem.
c. Memberikan rekomendasi teknologi yang sesuai untuk sanitasi lingkungan
di permukiman nelayan Mustika Kali Adem.
d. Mengetahui financial feasibility dari masyarakat permukiman nelayan
Mustika Kali Adem untuk penyediaan fasilitas sanitasi.
4
1.6.1 Proses Pengambilan Data
Kelengkapan data diperoleh dari data primer dan data sekunder terkait penelitian
ini. Data primer diperoleh Penulis dari hasil observasi/survei lapangan serta
pengolahan data, meliputi: gambaran umum lokasi, wawancara kepada masyarakat
tentang kondisi eksisting sarana jamban rumah tangga dan sarana pengolahan air
limbah domestik. Sedangkan data sekunder diperoleh penulis dari sumber-sumber
yang sudah ada, meliputi: peta wilayah, jumlah KK dan bangunan rumah di
permukiman nelayan Mustika Kali Adem, baku mutu air limbah domestik serta data
karakteristik air limbah domestik.
5
1.6.2 Waktu Pelaksanaan Penelitian
Waktu pelaksanaan kegiatan penelitian ditunjukkan pada Tabel 1.1.