Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sanitasi termasuk kedalam salah satu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi sebagai
syarat minimal kesehatan dan harus dimiliki bagi setiap keluarga untuk menunjang
kualitas hidup sehari-hari. Sanitasi diperlukan untuk menciptakan lingkungan sehat
yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan untuk
mencegah penyakit berbasis lingkungan dan dapat mempengaruhi derajat kesehatan
manusia (Shofa & Hadi, 2017). Selain itu, hal tersebut juga sebagai kunci untuk
menciptakan kondisi lingkungan rumah yang baik dan bersih untuk menjamin
kesehatan para penghuni rumahnya. Ruang lingkup sanitasi dasar terdiri dari sarana
penyediaan air bersih, sarana pembuangan kotoran manusia yaitu jamban rumah
tangga, fasilitas pembuangan air limbah dan fasilitas pengelolaan sampah (Rofiana,
2017).
Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030 menargetkan akses air bersih
dan sanitasi layak pada tujuan ke-6. Akses air bersih yang berkelanjutan tidak hanya
dicapai dengan sanitasi yang layak dan memadai, namun perlu menghentikan
perilaku buang air besar sembarangan (BABS). Berdasarkan data dari BPS tahun
2018 yang diolah oleh Bappenas berdasarkan SDGs 2030, capaian akses sanitasi
layak di Indonesia pada tahun 2018 mencapai 74,58% termasuk akses sanitasi aman
yaitu 7,42%. Dari data tersebut artinya bahwa masih ada sekitar 25,42% atau setara
dengan 67,36 juta jiwa (dari 265 juta jiwa) yang belum memiliki akses sanitasi
layak dan 9,36% atau sekitar 24,8 juta jiwa masih melakukan perilaku BABS.
Sedangkan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM
Nasional) tahun 2020-2024, akses sanitasi layak ditargetkan hingga mencapai 90%,
termasuk akses aman 20% dan 0% untuk perilaku BABS (Kementerian
PPN/Bappenas, 2019).
Selain masalah air bersih dan sanitasi, permukiman yang kumuh masih menjadi
masalah kompleks yang dihadapi oleh negara berkembang seperti Indonesia.
Permukiman kumuh dapat terjadi karena ketidakmerataan pembangunan dan
ekonomi yang hanya terpusat pada daerah perkotaan, sehingga adanya

1
pertumbuhan migrasi dari desa ke kota (Muvidayanti, 2019). Faktor lain yang juga
memicu adanya permukiman kumuh adalah faktor ekonomi. Bagi masyarakat yang
memiliki penghasilan rendah, kejelasan status kepemilikan rumah tidak menjadi
prioritas yang utama. Hal yang menjadi prioritas utama masyarakat berpenghasilan
rendah yaitu untuk memenuhi kebutuhan dasar fisiologis seperti makanan sehari-
hari. Sedangkan untuk bentuk dan kualitas bangunan merupakan prioritas yang
paling rendah (Muvidayanti, 2019). Permukiman kumuh ini umumnya ditemukan
di daerah spesifik dengan beberapa karakteristik menurut The Water Sanitation
Program - East Asia & Pacific (WPS-EAP) (2011) yaitu kepadatan penduduk
sedang (150–300 jiwa/Ha) hingga tinggi (500 jiwa/Ha); mayoritas daerah tersebut
dihuni oleh penduduk dengan pendapatan menengah-bawah; permukiman yang
tidak tertata dengan baik; akses jalan yang sempit; permukiman yang semi-legal
atau bahkan illegal; bangunan rumah yang mayoritas semi permanen; dan fasilitas
sanitasi lingkungan buruk.
Daerah spesifik menurut Navarro (1994), meliputi bantaran sungai, pesisir laut, dan
rawa memiliki permasalahan sanitasi kompleks yang ditandai dengan kondisi
fasilitas penyediaan air bersih yang belum merata dalam menjangkau masyarakat,
kurangnya fasilitas sanitasi yang memadai, serta kesadaran dari masyarakat yang
rendah dalam menjaga dan memelihara lingkungan. Salah satu contoh permukiman
yang kurang memadai berlokasi di pesisir utara wilayah Jakarta yaitu kawasan
Muara Angke. Muara Angke merupakan daerah pesisir teluk DKI Jakarta bagian
utara yang mayoritas terdiri dari permukiman nelayan. Salah satu permukiman
nelayan yang berada di wilayah ini adalah Mustika Kali Adem. Kawasan ini dikenal
sebagai grey area atau daerah abu-abu, yaitu wilayah dengan status kepemilikan
tanah yang tidak jelas karena merupakan lahan garapan yang dibangun di atas
bantaran Kali Adem (Sumbogo & Iskandar, 2017). Munculnya daerah ini
disebabkan karena harga tanah yang tinggi, tidak diimbangi dengan pendapatan
keluarga nelayan yang cukup, sehingga sebagian besar masyarakat yang tinggal di
wilayah ini memiliki status tanah yang bukan miliknya. Faktor lain yang membuat
masyarakat memilih tinggal dan menetap di daerah ini adalah warisan turun
temurun dari nenek moyang yang juga bekerja sebagai nelayan. Disisi lain, menurut
peraturan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang pengairan, serta Peraturan

2
Pemerintah No. 38 Tahun 2011 tentang sungai menegaskan bahwa 10 hingga 20
meter dari bibir sungai atau sempadan dilarang untuk dibangun. Hal tersebut
dikarenakan sungai termasuk sempadan yang artinya adalah milik negara.
Permukiman nelayan Mustika Kali Adem Muara Angke merupakan kawasan padat
penduduk yang mayoritas dihuni oleh para nelayan yang bekerja di sektor
perikanan. Pendapatan dari para nelayan tersebut bergantung dengan kondisi alam,
sehingga minimnya kemampuan secara finansial dari para nelayan. Dengan kondisi
tersebut menyebabkan sarana dan prasarana pengelolaan lingkungan cenderung
diabaikan. Hal ini dapat dilihat dari kondisi fisik bangunan rumah yang tidak teratur
dan didominasi oleh bentuk rumah panggung yang setengah permanen (Shofa &
Hadi, 2017). Selain itu keadaan sanitasi lingkungan masyarakat pada wilayah
permukiman nelayan ini memiliki kendala terbesar dalam sarana jamban rumah
tangga dan pengolahan air limbah domestik.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk memberikan rekomendasi
teknologi sanitasi lingkungan yang cocok dan sesuai dengan kondisi masyarakat
yang ada di permukiman nelayan Mustika Kali Adem Muara Angke. Penelitian ini
dilakukan dengan memberikan rekomendasi secara teknis yang sesuai dengan
kondisi lingkungan daerah spesifik untuk sarana jamban rumah tangga dan
pengolahan air limbah domestik.

1.2 Identifikasi Masalah


Identifikasi masalah berdasarkan latar belakang di atas adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana tingkat kelayakan sarana jamban rumah tangga yang dimiliki
masyarakat permukiman nelayan Mustika Kali Adem?
b. Bagaimana tingkat kelayakan sarana pengolahan air limbah domestik di
permukiman nelayan Mustika Kali Adem?
c. Bagaimana rekomendasi teknologi yang sesuai untuk sanitasi lingkungan di
permukiman nelayan Mustika Kali Adem?
d. Bagaimana financial feasibility dari masyarakat permukiman nelayan
Mustika Kali Adem untuk penyediaan fasilitas sanitasi?

3
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui tingkat kelayakan sarana jamban rumah tangga yang dimiliki
masyarakat permukiman nelayan Mustika Kali Adem.
b. Mengetahui tingkat kelayakan sarana pengolahan air limbah domestik di
permukiman nelayan Mustika Kali Adem.
c. Memberikan rekomendasi teknologi yang sesuai untuk sanitasi lingkungan
di permukiman nelayan Mustika Kali Adem.
d. Mengetahui financial feasibility dari masyarakat permukiman nelayan
Mustika Kali Adem untuk penyediaan fasilitas sanitasi.

1.4 Batasan Penelitian


Penulisan penelitian ini dibatasi oleh beberapa hal, yaitu sebagai berikut:
a. Hanya membahas permukiman nelayan yang berada di atas bantaran Kali
Adem yaitu Mustika Kali Adem RW 001 Kelurahan Pluit.
b. Hanya membahas masalah sarana jamban rumah tangga dan pengolahan air
limbah domestik.
c. Tidak membahas masalah sarana air bersih dan pengelolaan persampahan.

1.5 Target Luaran


Target luaran yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah dapat dipublikasikan
pada Proceeding Seminar Nasional yang berbicara mengenai Pengelolaan Sanitasi
Lingkungan di Indonesia.

1.6 Pelaksanaan Penelitian


Pelaksanaan dalam penelitian meliputi proses pengambilan data dan waktu
pelaksanaan penelitian.

4
1.6.1 Proses Pengambilan Data
Kelengkapan data diperoleh dari data primer dan data sekunder terkait penelitian
ini. Data primer diperoleh Penulis dari hasil observasi/survei lapangan serta
pengolahan data, meliputi: gambaran umum lokasi, wawancara kepada masyarakat
tentang kondisi eksisting sarana jamban rumah tangga dan sarana pengolahan air
limbah domestik. Sedangkan data sekunder diperoleh penulis dari sumber-sumber
yang sudah ada, meliputi: peta wilayah, jumlah KK dan bangunan rumah di
permukiman nelayan Mustika Kali Adem, baku mutu air limbah domestik serta data
karakteristik air limbah domestik.

5
1.6.2 Waktu Pelaksanaan Penelitian
Waktu pelaksanaan kegiatan penelitian ditunjukkan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Waktu Pelaksanaan Kegiatan


Bulan
November
No. Waktu Pelaksanaan Penelitian April 2020 Mei 2020 Juni 2020 Juli 2020 Agustus 2020 September 2020 Oktober 2020 Desember 2020
2020
1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5
1 Pembuatan proposal skripsi
2 Sidang proposal skripsi
3 Proses pengambilan data
4 Proses pengolahan data
5 Analisa hasil pengolahan data
6 Penyusunan skripsi

Anda mungkin juga menyukai